Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan pengelolaan air limbah domestik maka
masyarakat membutuhkan pemahaman yang utuh tentang dampak air limbah domestik terhadap sumber daya air
baik air permukaan maupun air tanah. Dengan pemahaman yang baik pada masyarakat tentang air limbah
diharapkan akan melahirkan inisiatif yang konstruktif dalam upaya pengelolaan air limbah domestik. Dengan
demikian masyarakat tidak lagi memandang air limbah domestik hanya sebatas jijik dan prihatin apalagi
menganggap biasa saja tetapi menjadi sebuah ancaman bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Langkah yang dapat diambil dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air limbah
domestik, menurut informan kunci dari unsur tokoh masyarakat adalah dengan memanfaatkan peran tuan guru
dalam membina masyarakat. Peran pemuka adat dan agama ini dapat dimanfaatkan dengan baik dalam upaya
pengelolaan air limbah domestik, pemerintah akan mendapatkan kemudahan dalam mengajak masyarakat berperan
serta aktif dalam program sanitasi bahkan dalam setiap tahapan programkegiatan pembangunan yang
dilaksanakan. Peran pemuka adat dan agama di Kabupaten Kepulauan meranti selama ini lebih banyak membina
masyarakat terkait dengan hubungan kepada tuhan dan sesama manusia. Materi yang diberikan dalam setiap
dakwahnya berkisar pada ibadah sholat, puasa, akhlak, muamalah dan sejenisnya. Oleh karena itu ke depan
diharapkan peran tuan guru dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat terhadap air limbah domestik memiliki pengaruh terhadap perlakuan masyarakat terhadap air
limbah domestik itu sendiri. Semakin baik kualitas persepsi masyarakat maka perlakuan terhadap air limbah
domestik semakin meningkat. Beberapa perlakuan masyarakat terhadap air limbah domestik di Kabupaten
Kepulauan meranti yang merupakan bentuk partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Membersihkan saluran drainase dalam kampung atas ajakan dari instansi terkait, ketua RT, RW, Kelurahan,
Kecamatan hingga tokoh pemuda dan tokoh adat. Tujuan pembersihan saluran drainase ini adalah untuk
menghambat perkembangan nyamuk yang dapat membawa bibit penyakit, mengurangi bau yang mengganggu
warga dan meningkatkan kebersihan lingkungan.
b. Membuang air limbah domestik ke sungai, selokan/got/drainase, Perlakuan ini dilakukan karena tidak
membutuhkan biaya, tidak ada larangan dan lebih mudah. Prinsip NIMBY (Not In My Back Yard) pada air limbah
domestik ternyata juga berlaku di Kepulauan meranti.
c. Pemanfaatan air limbah domestik untuk menyiram jalan pada siang hari. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan
agar debu jalan tidak menggangu warga ketika ada angin atau kendaraan lewat sekaligus menguras air limbah
domestik yang tergenang.
C. Sektor Persampahan
Dalam proses pelaksanaannya, pengelolaan persampahan di Kabupaten Kepulauan meranti tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah daerah, beberapa mitra potensial turut berperan dalam upaya peningkatan kualitas
pengelolaan persampahan di Kabupaten Kepulauan meranti. Pada Subbab pengelolaan persampahan ini, berikut
akan dipaparkan kondisi eksisting pengelolaan persampahan di Kabupaten Kepulauan meranti, mulai dari
kelembagaan, sistem dan cakupan pelayanan, kesadaran masyarakat dan PMHSJK, pemetaan media, partisipasi
dunia usaha, pendanaan dan pembiayaan serta permasalahan mendesak dan isu strategis.
Berdasarkan Permen PU No. 21 / PRT / M / 2006 tentang kebijakan dan strategi nasional pengembangan sistem
pengelolaan persampahan ( KSNP – SPP ) dapat meliputi antara lain :
Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya.
Peningkatan peran aktif masyarakat umum terutama masyarakat di sekitar TPS dan TPA dan swasta sebagai
mitra pengelolaan.
Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan persampahan.
Pengembangan dan pembangunan sistem pengelolaan persampahan yang terpadu.
Berdasarkan standar cipta karya bahwa 2 – 3 liter / org / hari adalah yang dihasilkan oleh tiap orang
sehingga perlu diperhatikan ketersediaan lahan bagi penempatan TPS atau TPA. Berdasarkan standar tersebut
untuk 3000 jiwa penduduk dibutuhkan 400m² lahan persampahan.Persampahan Kabupaten Kepulauan meranti di
kelola baik secara individual (masyarakat mengelola sampahnya sendiri dengan cara membakar, menimbun dan
membuang ke sungai) maupun dikelola oleh Dinas terkait di tingkat Kota, daerah pasar dan kota kecamatan.
Kabupaten Kepulauan merantibelum memiliki TPA.
Empat Persoalan Sosial Kota-kota besar di Indonesia adalah Sampah dan Pencemaran lingkungan,
Sampah oleh sebagian besar orang dianggap kotor dan menjijikan tidak ada manfaatnya. Sampah sebenarnya
masih bisa dimanfaatkan, asalkan masyarakat mau memilahnya antara sampah Organik dan anorganik. Sampah
Organik adalah Sampah yang bisa mengalami pelapukan (Dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil
dan tidak berbau (Sering disebut dengan Kompos). Bahan yang termasuk Sampak Organik diantaranya sisa sayuran
dari dapur atau Pasar, sisa Tanaman yang di Panen dan dedaunan yang berguguran , sementara itu sampahy
Anorganik adalah sampah yang sampah yang tidak bisa mengalami Pelapukan seperti bahan Plastik, Kaca, Besi
dan Logam. Sampah yang diolah menjadi Kompos untuk dipakai dikalangan sendiri atau kelompok atau dijual hingga
mendatangkan banyak Rupiah, tentu saja Sampah akan menjadi barang berharga.
Permasalahan Pengelolaan Persampahan Kabupaten Kepulawan Meranti terjadi karena persampahan
belum menjadi prioritas penanganan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan meranti dan minimnya kesadaran
masyarakat tentang pengelolaan sampah dan kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya.
D. Sektor Drainase Perkotaan
Dalam hal sektor drainase, hingga saat ini Kabupaten Kepulauan Mereanti baru memiliki Masterplane Skala
Kota yaitu Masterplane Kota Selat Panjang sehingga masih banyak jaringan draenase belum yang belum
terintegrasi dengan baik.. Untuk jaringan drainase tersier/jaringan drainase permukiman saat ini belum terinvetarisir.
Keberadaan drainase permukiman yang terstruktur pada umumnya terdapat di permukiman yang dibangun oleh
pengembang serta di sepanjang jaringan jalan.
Meskipun demikian jaringan belum terintegrasi, pada beberapa kantong permukiman yang padat bahkan
kondisi drainase tidak memenuhi standar. Pada beberapa kasus, drainase ini kondisinya tidak terawat dan
mengalami pendangkalan akibat timbunan sampah dan lumpur. Kondisi drainase yang ada mengakibatkan rentan
terjadinya bencana banjir di musim penghujan, terutama di daerah-daerah yang memiliki kontur lebih rendah dengan
guna lahan terbangun yang padat.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena hanya berkat rahmat dan ridho-Nya, Buku Putih
Sanitasi Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2015 dapat disusun. Buku Putih Sanitasi Kabupaten
Kepulauan Meranti 2015 merupakan suatu basis data utama mengenai kondisi sanitasi di Kabupaten
Kepulauan Meranti 2015 yang secara komprehensif ditinjau dari berbagai aspek; aspek kelembagaan, aspek
keuangan, aspek cakupan pelayanan, aspek peraturan, aspek partsipasi sektor swasta, serta aspek PMHSJK
(Pemberdayaan Masyarakat dalam Higiene dan Sanitasi yang Sensitif Jender dan Kemiskinan). Dokumen ini
akan berperan penting sebagai dasar dalam penentuan kebijakan, strategi, program dan kegiatan dalam
perencanaan sanitasi di Kabupaten Kepulauan Meranti 2015 kedepan.
Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Meranti 2015 merupakan dokumen yang disusun dari,
oleh dan untuk Kabupaten Kepulauan Meranti 2015. Penyusunan dokumen ini melibatkan beberapa
Organisasi Perangkat Daerah di Kabupaten Kepulauan Meranti 2015 yang dikoordinasikan dalam suatu
Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Kepulauan Meranti 2015. Dalam proses pengkajiannya, digunakan
beberapa metode analisis ilmiah sehingga dari segi substansi, informasi yang disajikan dalam Buku Putih
Sanitasi Kabupaten Kepulauan Meranti 2015 dapat dinilai valid. Beberapa studi/ kajian yang dilakukan dalam
proses penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Meranti 2015 antara lain Studi Environmental
Health and Risk Assessment (EHRA), Studi Sanitation Supply Assessment (SSA), Studi kelembagaan, Studi
keterlibatan sektor swasa, Studi PMHSJK dan Studi pemetaan profil keuangan daerah.
Disadari bahwa dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi ini, masih terdapat ketidak sempurnaan
dan berbagai kekurangan. Oleh karena itu, berbagai saran dan masukan dari berbagai pihak sangat
diharapkan demi penyempurnaan Buku Putih Sanitasi ini. Buku Putih Sanitasi bukan merupakan tujuan akhir,
tetapi baru merupakan permulaan percepatan pembangunan sanitasi di Kabupaten Kepulauan Meranti 2015.
Sehubungan hal tersebut proses pemutakhiran data perlu senantiasa dilakukan. Semoga dokumen Buku
Putih Sanitasi ini dapat bermanfaat dan membawa Kabupaten Kepulauan Meranti 2015 ke arah yang lebih
Baik.
Kabupaten Kepulauan Meranti , .... Desember 2015
SEKDA KABUPATEN KEPULAUAN
MERANTI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Bab II
Tabel 2.1 Nama, luas wilayah per - kecamatan dan jumlah kelurahan ............................................ II - 3
Tabel 2.2 Jumlah penduduk dan kepadatannya 3 - 5 tahun terakhir ................................................ II - 7
Tabel 2.3 a. Jumlah Penduduk Saat Ini dan proyeksi untuk lima tahun ........................................... II - 9
b. Jumlah Kepala Keluarga Saat ini dan proyeksi lima tahun .......................................... II - 10
c. Tingkat Kepadatan Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan Saat ini dan Proyeksi Untuk
lima Tahun ........................................................................................................................... II - 11
Tabel 2.4 Rekapitulasi realisasi APBD Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2011 - 2015 .......... II - 12
Tabel 2.5 Rekapitulasi realisasi belanja sanitasi Kabupaten Kepulauan Meranti ............................. II - 15
Tabel 2.6 Perhitungan pendanaan sanitasi oleh APBD Kabupaten Kepulauan Meranti ................. II - 16
Tabel 2.7 Belanja sanitasi perkapita Kabupaten Kepulauan Meranti ............................................... II - 17
Tabel 2.8 Realisasi dan potensi retribusi sanitasi per- kapita .......................................................... II - 17
Tabel 2.9 Tabel peta perekonomian Kabupaten Kepulauan Meranti ................................................. II - 18
Tabel 2.10 Jumlah penduduk miskin per kecamatan ......................................................................... II - 23
Tabel 2.11 Jumlah rumah per kecamatan .......................................................................................... II - 23
Tabel 2.12 Kegiatan komunikasi terkait Sanitasi ................................................................................ II - 28
Tabel 2.13 Media komunikasi dan kerjasama terkait Sanitasi............................................................ II – 29
Bab III
Tabel 3.1 Rekapitulasi jumlah sarana air bersih dan sanitasi tingkat Sekolah Dasar/ MI .............. III - 10
Tabel 3.2 Kondisi saranan sanitasi sekolah ( tingkat sekolah SD/MI ) ............................................ III - 11
Tabel 3.3 PHBS terkait sanitasi pada Sekolah Dasar MI ................................................................. III - 11
Tabel 3.4 Daftar pemangku kepentingan dalam pembangunan dan pengolahan
air limbah domestik ............................................................................................................ III - 13
Tabel 3.5 Daftar Peraturan Terkait Air Limbah Domestik Kabupaten Kepulauan Meranti ............. III - 15
Tabel 3.6 Cakupan air limbah domestik yang ada di kabupaten Kepulauan Meranti ..................... III - 18
Tabel 3.7 Kondisi Prasarana dan Sarana Air Limbah Domestik ...................................................... III - 20
Tabel 3.8 Daftar Program/ Proyek Layanan Air Limbah Domestik yang Berbasis
Masyarakat ........................................................................................................................ III - 23
Tabel 3.9 Pengolahan sarana air limbah domestik oleh Masyarakat .............................................. III - 24
Tabel 3.10 Peran swasta dalam penyediaan layanan air limbah domestik ...................................... III - 26
Tabel 3.11 Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi Air Limbah Domestik ................................. III - 26
Tabel 3.12 Realisasi dan Potensi Retribusi Air Limbah ...................................................................... III - 26
Tabel 3.13 Permasalahan mendesak .................................................................................................. III - 27
Tabel 3.14 Daftar pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan pengelolaan Persampahan III - 29
Tabel 3.15 Daftar peraturan persampahan Kabupaten Kepulauan Meranti ...................................... III - 30
Pokja PPSP Kabupaten Kepulauan Meranti
BUKU PUTIH SANITASI
KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI
Tabel 3.16 a. Jumlah timbulan sampah per Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Meranti ............. III - 36
b. Sistem layanan sampah per Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Meranti .............. III - 36
Tabel 3.17 Kondisi Prasarana dan Sarana persampahan yangb ada di Kabupaten
Kepulauan Meranti ............................................................................................................ III - 37
Tabel 3.18 Daftar Program/Kegiatan Persampahan Berbasis Masyarakat ....................................... III - 39
Tabel 3.19 Pengelolaan Sarana Persampahan oleh Masyarakat ...................................................... III - 39
Tabel 3.20 Peran Swasta dalam Penyediaan Layanan Persampahan di Kabupaten
Kepulauan Meranti .............................................................................................................. III - 41
Tabel 3.21 Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi Persampahan ............................................. III - 41
Tabel 3.22 Realisasi dan Potensi Retribusi Sampah .......................................................................... III - 42
Tabel 3.23 Permasalahan Mendesak ................................................................................................. III - 42
Tabel 3.24 Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan
Drainase Perkotaan .......................................................................................................... III - 47
Tabel 3.25 Daftar Peraturan Drainase Perkotaan Kabupaten Kepulauan Meranti ........................... III - 48
Tabel 3.26 Lokasi dan perkiraan luas genangan ................................................................................ III - 51
Tabel 3.27 Kondisi sarana dan prasarana drainase yang ada di Kabupaten Kepulauan Meranti ... III - 51
Tabel 3.28 Daftar Program/Kegiatan Drainase Perkotaan berbasis Masyarakat.............................. III - 52
Tabel 3.29 Pengelolaan Sarana Drainase Perkotaan oleh Masyarakat ............................................ III - 52
Tabel 3.30 Penyedia layanan pengelolaan drainase perkotaan yang ada di Kabupaten
Kepulauan Meranti ........................................................................................................... III - 53
Tabel 3.31 Rekapitulasi Realisasi Pendanaan drainase perkotaan ................................................... III - 53
Tabel 3.32 Realisasi dan Potensi Retribusi Drainase Perkotaan ....................................................... III - 54
Tabel 3.33 Permasalahan mendesak .................................................................................................. III - 54
Tabel 3.34 Sistem Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih Kabupaten ........................................... III - 58
Tabel 3.35 Pengelolaan Air Limbah industri rumah tangga Kabupaten............................................. III - 58
Tabel 3.36 Pengelolaan limbah medis di fasilitas-fasilitas kesehatan ............................................... III – 59
Bab IV
Tabel 4.1 Rencana Program dan Kegiatan PHBS terkait sanitasi Tahun 2016 .............................. IV - 2
Tabel 4.2 Program PHBS terkait sanitasi yang sedang berjalan ...................................................... IV - 2
Tabel 4.3 Rencana Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Libah Domestik .................................. IV - 3
Tabel 4.4 Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Domestik yang Sedang Berjalan................................ IV - 4
Tabel 4.5 Rencana Program dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan Saat Ini ............................ IV - 4
Tabel 4.6 Kegiatan Pengelolaan Persampahan yang Sedang Berjalan ( Tahun 2014) .................. IV - 4
Tabel 4.7 Rencana Program dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Perkotaan saat ini ................... IV - 5
Tabel 4.8 Kegiatan Pengelolaan Drainase Lingkungan yang Sedang Berjalan ............................... IV - 5
Tabel 4.9 Rencana Program dan Kegiatan Tahun 2015 ................................................................... IV - 6
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.14 Struktur organisasi pemerintah daerah Kabupaten Kepulauan Meranti ........................ II - 25
Tabel 2.15 Diagram SKPD yang terkait dalam pembangunan sanitasi Kabupaten
Kepulauan Meranti ........................................................................................................ II - 26
Tabel 3.37 Grafik CTPS di 5 ( lima) Waktu penting .......................................................................... III - 6
Tabel 3.38 Grafik Persentase Penduduk yang melakukan BABS ................................................... III - 7
Tabel 3.39 Grafik Pengelolaan air minum ( pencemaran pada wadah
penyimpanan dan penanganan air) ............................................................................. III - 8
Tabel 3.40 Grafik Pengelolaan Sampah Setempat ............................................................................ III - 8
Tabel 3.41 Grafik Pencemaran Karena SPAL ..................................................................................... III - 9
Tabel 3.42 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja .............................................................................. III - 16
Tabel 3.43 Grafik Persentase Tangki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman .................................. III - 16
Tabel 3.44 Diagram Sistem Sanitasi pengelolaan Air Limbah Domestik ........................................... III - 17
Tabel 3.45 Kegiatan Penyuluhan atau Sosialisasi yang pernah di ikuti
di Kabupaten Kepulauan Meranti ................................................................................. III - 24
Tabel 3.46 Grafik Pengelolaan Sampah .............................................................................................. III - 33
Tabel 3.47 Grafik Pengangkutan Sampah ........................................................................................... III - 33
Tabel 3.48 Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Persampahan...................................................... III - 35
Tabel 3.49 Kegiatan Penyuluhan atau Sosialisasi yang pernah diikuti di
Kabupaten Kepulauan Meranti ................................................................................... III - 40
Tabel 3.50 Grafik Persentase Rumah Tangga yang mengalami banjir rutin ..................................... III - 49
Tabel 3.51 Kegiatan Penyuluhan atau Sosialisasi yang pernah diikuti
di Kabupaten Kepulauan Meranti ............................................................................... III - 53
Tabel 3.52 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak .......................................................................... III - 57
DAFTAR GAMBAR
Bab II
Peta 2.1 Peta Administratif Kabupaten Kepulauan Meranti ................................................................ II- 5
Peta 2.2 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Kepulauan Meranti .................................................... II - 21
Peta 2.3 Rencana pola ruang Kabupaten Kepulauan Meranti ............................................................ II – 22
Bab III
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang
tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup, kondisi lingkungan
permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan
“belakang”, sehingga sering termarjinalkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan
peningkatan standart kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran lingkungan dan
keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi menjadi salah satu aspek
pembangunan yang harus diperhatikan.
Memasuki tahun 2015, Pemerintah Indonesia akan memasuki periode RPJMN baru 2016-2020 yang
menetapkan target baru yaitu 100% (universal access) akses sanitasi layak di akhir tahun 2020. Sementara
itu, pada tahaun 2015 beberapa dokumen perencanaan sanitasi kab/kota sudah habis masa berlakunya.
Dalam rangka mendukung pencapaian universal access tersebut, maka Program PPSP akan dilanjutkan
kembali pada periode RPJMN selanjutnya melalui Program PPSP Tahap II 2016-2020. Melalui Program
PPSP Tahap II, kab/kota yang dokumen BPS, SSK dan MPS sudah habis masa berlakunya akan dilakukan
pemutakhiran/updating/review kembali agar dapat segera diimplementasikan. Adapun dokumen perencanaan
yang telah direview tersebut dinamai SSK Review dan disusun dalam 1 (satu) tahun anggaran saja. Selain
kab/kota yang melakukan updating, pada tahun 2015 terdapat pula kab/kota yang masih melanjutkan
penyusunan dokumen MPS serta masih terdapat beberapa kab/kota yang baru akan menyusun dokumen
BPS dan SSK.
Dengan demikian pada tahun 2015 terdapat 3 (tiga) kategori kab/kota peserta PPSP, yaitu sebagai
berikut:
Buku Putih Sanitasi merupakan pemetaan situasi sanitasi kota atau kabupaten berdasarkan kondisi
aktual. Pemetaan tersebut mencakup aspek teknis dan aspek non-teknis, yaitu aspek keuangan,
kelembagaan, pemberdayaan masyarakat, perilaku hidup bersih dan sehat, dan aspek-aspek lain seperti
keterlibatan para pemangku kepentingan secara lebih luas. Buku Putih Sanitasi merupakan “database
sanitasi kota atau kabupaten” yang paling lengkap, mutakhir, aktual, dan disepakati seluruh SKPD dan
pemangku kepentingan terkait pembangunan sanitasi.
- Grey water adalah limbah rumah tangga non kakus yaitu buangan yang berasal dari kamar mandi,
dapur (sisa makanan) dan tempat cuci.
- Black water (urin, tinja/limbah padat dan air gelontoran) yaitu air yang tercemar tinja, umumnya berasal
dari WC. Volumenya dapat cair atau padat, umumnya orang dewasa menghasilkan 1,5 liter air
tinja/hari.
2. Pengelolaan Persampahan.
Merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah, lingkupnya sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga.
3. Drainase Perkotaan.
Drainase di wilayah perkotaan yang berfungsi mengendalikan air permukaan sehingga tidak
mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Meliputi promosi kesehatan, perubahan perilaku sanitasi di rumah tangga (5 pilar), dan sanitasi sekolah.
Lingkup wilayah kajian Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kota adalah seluruh wilayah
permukiman di seluruh kelurahan/Desa yang termasuk di dalam wilayah administratif Kabupaten Kepulauan
Meranti yang terdiri dari 101 (Seratus satu )Kelurahan/Desa.
Sejalan dengan kondisi Kabupaten Kepulauan Meranti saat ini dan tantangan yang dihadapi dalam
5 (lima) tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki dalam konstelasi lokal,
regional maupun nasional, maka dirumuskan visi Bupati Kepulauan Meranti Periode tahun 2011-2016 adalah
Untuk mencapai visi tersebut, maka Pemerintah Kabupaten kepulauan Meranti menetapkan 7 (tujuh)
Misi, yaitu:
program wajib belajar 9 tahun. Merupakan upaya pemerintah dan masyarakat Kota Kabupaten Meranti untuk
membangun sumber daya manusia yangmemiliki kualitas kompetensi akademis yang tinggi, cerdas,
bermoral, beriman, bertaqwa, tanggap lingkungan dan memiliki skill (hard dan soft skill) yang tinggi, sehingga
mampu hidup dan bersaing di lapangan kerja bebas. Upaya peningkatan kesehatan masyarakat adalah vital
bagi terjaganya kinerja parameter kesejahteraan masyarakat dalam menunjang HDI.
4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan produktivitas masyarakat dalam rangka
pengembangan ekonomi lokal
Misi ini bertujuan (1) Meningkatkan kualitas hidup penduduk, dengan sasaran pokok, yaitu (i)
meningkatnya keluarga sejahtera, (ii) meningkatnya pembinaan dan pemberdayaan generasi muda dan olah
raga (2) Meningkatkan pelestarian budaya, dengan sasaran pokok yaitu meningkatkan pelestarian dan
kekayaan budaya (3) Meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan sosial, dengan sasaran pokok yaitu (i)
menurunnya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki, (ii) menurunnya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, (iii) meningkatnya kerukunan masyarakat. (4) Meningkatkan perekonomian daerah,
dengan sasaran pokok, yaitu meningkatkan produktivitas dan pendapatan masyarakat.
5. Meningkatkan infrastruktur dasar dalam rangka merangkai pulau, termasuk revitalisasi air bersih
dan peningkatan elektrifikasi.
Dalam upaya peningkatan iklim investasi,daya saing dan ekonomi yang berkesinambungan, maka
kabupaten ini harus ditunjang dengan infrastruktur yang memadai seperti jalan, air bersih, pasokan energi
listrik serta penanganan limbah yang berwawasan lingkungan. Pembangunan infrastruktur tidak hanya
dilaksanakan pada area kota melainkan juga pada daerah pinggiran dan daerah industri untuk terwujudnya
pemerataan pembangunan di semua wilayah di Kabupaten Meranti.
Misi ini bertujuan (1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas jaringan trasportasi internal pulau dan antar pulau,
dengan sasaran pokok yaitu meningkatnya kualitas prasarana dan sarana perhubungan (2) Meningkatkan
kualitas dan kuantitas fasilitas, dengan sasaaran pokok yaitu; meningkatnya kualitas dan kuantitas prasarana
dan sarana perumahan (3) Meningkatkan kualitas dan kuantitas penyediaan dan pelayanan air bersih,
dengan sasaran pokok yaitu meningkatnya kualitas prasarana dan sarana pengairan (4) Meningkatkan
kualitas dan kuantitas penyediaan dan pelayanan pasokan listrik, dengan sasaran pokok yaitu meningkatnya
jumlah sambungan listrik.
6. Mendorong investasi dalam rangka penciptaan lapangan kerja dan penciptaan nilai tambah
ekonomi
Misi ini bertujuan (1) Menjaga kestabilan pertumbuhan ekonomi, dengan sasaran pokok yaitu Angka
pertumbuhan ekonomi (%) (2) Mewujudkan kebijakan dan regulasi yang pro-investasi, dengan sasaran pokok,
yaitu meningkatnya investasi (3) Meningkatkan kapasitas penyerapan lapangan kerja di berbagai sektor,
dengan sasaran pokok yaitu menurunnya tingkat angka pengangguran.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan, baik nasional maupun daerah, telah disepakati perlunya
keterpaduan antara pembangunan sektoral, wilayah, dan daerah. Sehubungan dengan itu, dalam UU 26/2007
ditetapkan adanya keterkaitan yang kuat antara rencana pembangunan dengan rencana tata ruang wilayah
(RTRW), mulai dari tingkat nasional, provinsi, sampai kabupaten/kota. Dalam Undang-Undang Nomor 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ditetapkan adanya Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), serta rencana-rencana
turunannya sampai ke Rencana Kerja Pemerintah. RPJP dan RTRWN mempunyai jangka waktu yang sama,
yaitu 20 (dua puluh) tahun. Selain itu, secara khusus antara RPJP dan RTRW dikemukakan ada saling
keterkaitan dan/atau saling mengacu, sebagaimana yang ditetapkan dalam UU No.26/2007 tentang Penataan
Ruang.
Dengan demikian maka penyusunan RTRW Kabupaten Kepulauan Meranti akan bersifat strategis
karena akan mempunyai keterkaitan dengan rencana pembangunan daerah berupa RPJP Kabupaten
Kepulauan Meranti. Dengan kata lain akan ada perencanaan yang terpadu antara perencanaan
pembangunan daerah dan rencana tata ruang Kabupaten Kepulauan Meranti. Berdasarkan ketiga latar
belakang legal, teknis, dan strategis tersebut di atas, maka memang perlu dan penting penyusunan RTRW
Kabupaten Kepulauan Meranti.
Mengingat hal tersebut tujuan penataan ruang wilkayah kabupaten Kepulauan Meranti adalah
mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan
senantiasa berwawasan lingkungan, efisiensi dalam alokasi investasi, bersinergi, dan dapat dijadikan acuan
dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menurut PP 26/2008 dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Riau yang secara eksplisit terkait dengan wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti dapat
ditelusuri dari: (i) rencana struktur ruang wilayah, (ii) rencana pola ruang wilayah, dan (iii) penetapan kawasan
strategis. Dengan demikian, untuk melihat penetapan RTRWN dan RTRW Provinsi Riau yang terkait dengan
wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti akan didasarkan pada ketiga komponen rencana tersebut.
Mengingat hal tersebut tujuan penataan ruang wilayah kabupaten Kepulauan Meranti adalah
mewujudkan ruang wilayah kabupaten Kepulauan Meranti yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan
senantiasa berwawasan lingkungan, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi, dan dapat dijadikan acuan
dalam penyusunan program pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Sasaran yang hendak dicapai dalam penataan ruang wilayah ini adalah:
Tujuan dari penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Meranti adalah:
Secara umum metode di dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi ini terdiri dari beberapa langkah,
yaitu :
1. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder sektor sanitasi digunakan sebagai dasar untuk membuat pemetaan kondisi sanitasi secara aktual, serta
memotret kebutuhan akan layanan sanitasi yang baik, sesuai standar kebutuhan minimal pembangunan sanitasi. Tidak
hanya sekedar kompilasi, tetapi juga dilakukan proses seleksi dan verifikasi data. Banyak dokumen kegiatan program yang
mampu memberikan informasi mengenai apa yang terjadi dimasa lampau yang erat kaitannya dengan kondisi yang terjadi
pada masa kini.
2. Pendalaman data Sekunder yang telah diperoleh
Dari data sekunder yang telah diperoleh, maka dilakukan verifikasi lanjutan, pengecekan silang data-data yang
diperoleh dan pendalaman data tersebut dengan melaksanakan:
Pertemuan secara berkala dengan anggota Pokja yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Kepulauan
Meranti selaku Ketua Pokja.
Meninjau tempat-tempat yang dilayani program sanitasi serta sebagian dari daerah pelayanan di kawasan perkotaan
dan daerah kumuh (survey dan observasi).
Diskusi yang bersifat teknis (focus group discussion) dan mendalam juga akan dilakukan dengan pihak-pihak yang
terlibat dalam sanitasi. Diskusi untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait kondisi yang ada serta upaya-
upaya yang telah, sedang dan akan dilakukan untuk meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat di bidang
sanitasi.
3. Pengumpulan Data primer
Data primer yang dikumpulkan meliputi :
Studi Kelembagaan dan Keuangan
Penilaian Sanitasi Berbasis Masyarakat (Community-based Sanitation Assessment)
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alami Hayati dan
Ekosistemnya;
2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antar Pemerintah Pusat dan
Daerah;
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan;
6. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
7. Undang-Undang No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
8. Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
9. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
10. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 Tentang Pengaturan Air;
12. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 Tentang Perlindungan Hutan;
13. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 Tentang Sungai;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 Tentang Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;
17. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air;
21. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 Tentang Kawasan Industri
22. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
23. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 Tentang Penggunaan Tanah bagi kawasan Industri;
24. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014;
25. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/2006 Tentang kebijakan dan Strategi Nasional
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Gambaran umum wilayah merupakan penjelasan mengenai kondisi umum Kabupaten Kepulauan
Meranti yang mencakup kondisi geografis, administratif, fisik kota, kependudukan, keuangan dan
perekonomian daerah, kebijakan penataan ruang, dan sosial budaya masyarakat, sampai dengan struktur
pemerintaha Kabupaten Kepulauan Meranti. Masing-masing gambaran umum ini akan diuraikan kedalam
beberapa sub bab yang lebih rinci.
Wilayah fisik Kabupaten Kepualauan Meranti merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 3 pulau
utama yaitu Pulau Rangsang, Pulau Tebing Tinggi, Pulau Padang, Pulau Merbau dan dikelilingi oleh pulau-
pulau kecil lainnya yaitu Pulau Merbau, Pulau Jadi, Pulau Topang, Pulau Panjang, Pulau Menggung, Pulau
Setahun dan Pulau Dedap. Kondisi topografi Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan wilayah di Pesisir
Timur Pulau Sumatera yang merupakan dataran rendah dengan kondisi topografi yang sebagian besar relatif
datar dengan kemiringan lereng berkisar antara 0-2% dan ketinggian 5 - 7 meter dari permukaan laut.
Wilayah datar ini sebagian besar terdiri dari rawa gambut dan rawa lebak sedangkan sebagian lagi upland
dengan lereng berkisar 0 - 25. Jenis tanah berdasarkan bentuk dan ukuran butirannya, dibedakan atas 3
(tiga) bagian, yaitu tekstur halus yang dapat dijumpai pada hampir semua kecamatan, tekstur sedang
(lumpur) dan tekstur kasar (pasir).
Berdasarkan struktur dan jenis tanahnya dataran daerah wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti
didominasi oleh endapan permukaan tua yang terdiri dari lempung, lanal, kerikil lempungan, sisasisa
tumbuhan dan pasir granit. Pada beberapa daerah didominasi oleh endapan permukaan muda berbentuk
rawa gambut berwarna abu-abu kecoklatan yang terdapat pada keadaan basah, sangat lunak, plastis, rekah
kerut tinggi, mengandung bahan organik, tekanan unconfined strength kurang dari 0,5 kg per cm2 dan
memiliki sifat kurang teguh, daya dukung rendah, dan mudah terjadi amblesan maupun tererosi. Batuan dasar
terdapat pada kedalaman lebih dari 60 meter.
Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki banyak sungai besar dan sungai kecil. Kecamatan yang
banyak banyak memiliki sungai adalah kecamatan Pulau Merbau yaitu sebanyak 26 sungai, yaitu Merbau,
Juling, Belukang, Baru, Dakap Besar, Bandar Baru, Ulu Pulau, Batang Meranti, Saka Tengah, Apung,
Mempalai, Tempurung, Mekun, Dakap, Sialang, Nyatuh, Gogok, Anak Baru, Centai, Cemaning, Ketuk,
Tanasal, kandis, Ulu Biah, Polopor, Mengkudu dan kecamatan yang paling sedikit memiliki sungai adalah
kecamatan Tebing Tinggi yaitu sebanyak 1 sungai, yaitu Suir.
Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki 11 tasik yang terdapat di empat kecamatan. Di Kecamatan
Tebing Tinggi Barat terdapat Tasik Nambus dan Tasik Penekat. Di Kecamatan Tebing Tinggi Timur terdapat
Tasik Ulu Mamud. Di Kecamatan Rangsang terdapat Tasik Air Putih, Tasik Anak Penyangun, Tasik Ular,
Tasik Tanjung Meskil, Tasik Lumut, Tasik Tempurung dan Tasik Gemut. Di Kecamatan Putri Puyu terdapat
Tasik Air Putri Puyu.
Kualitas air tanah di daerah wilayah pesisir bersifat asam atau payau dengan salinitas tinggi,
sehingga untuk kebutuhan air sehari-hari, sebagian besar penduduk memanfaatkan air hujan. Kualitas air
didaerah pesisir umumnya dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat di sepanjang sungai yang bermuara ke
perairan tersebut, kegiatan wilayah pesisir itu sendiri, dan kegiatan laut lepas yang berbatasan dengan
perairan pesisir tersebut. Selat Bengkalis menjadi lalu lintas pelayaran. Sungai-sungai ini banyak dilayari oleh
kapal-kapal dan sampan untuk kegiatan penduduk.
Keadaan drainase wilayah sebagian besar dicirikan oleh adanya tanah gambut yang tersebar di
Kecamatan Tebing Tinggi dan Rangsang. Hampir seluruh wilayah pesisir kadang-kadang terjadi genangan.
Keberadaan gambut yang mendominasi lahan Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan kantong-kantong
penyimpanan air yang sangat besar. Berdasarkan penelitian menunjukkan 1 m³ lahan gambut menyimpan
850 liter air (Muhammad M. Noor 2001). Adanya potensi sumberdaya air tersebut perlu dipertimbangkan
upaya pemanfaatannya sebagai alternatif sumber air bersih setempat.
Bahan tanah gambut memegang peranan penting dalam sistem hidrologi suatu lahan rawa. Salah
satu sifat gambut yang berperan dalam sistem hidrologi adalah daya menahan air yang dimilikinya. Gambut
memiliki daya menahan air yang besar hingga 300 – 800 % dari bobotnya. Selain daya menahan air, gambut
juga memiliki daya melepas air (yaitu jumlah air yang dilepaskan jika permukaan air diturunkan per satuan
kedalaman) yang juga besar. Dalam kaitan ini, keberadaan lahan gambut yang sangat dalam (>4 meter)
sangat penting untuk dipertahankan sebagai daerah konservasi air. Peran ini semakin penting jika dibagian
hilir terdapat kota – kota seperti Kota Selat Panjang dan Alai. Di wilayah pesisir, instrusi air laut menyebabkan
kualitas air tanah di Kabupaten Kepulauan Meranti ini bersifat asin/payau dengan salinitas tinggi, sebagaian
masyarakat memanfaatkan air huajn untuk kebutuhan air bersih.
2.1.2. Administratif
Luas wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti adalah 1 3.714,19 km2, , terdiri dari pulau-pulau dan
lautan. Tercatat sebanyak 4 pulau utama disamping pulau-pulau kecil lainnya yang berada di wilayah
Kabupaten Kepulauan Meranti. Jika dirinci luas wilayah menurut kecamatan dan dibandingkan dengan luas
Kabupaten Kepulauan Meranti, Kecamatan Tebing Tinggi Timur merupakan kecamatan yang terluas yaitu
768 km2 (20,68%) dan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Tebing Tinggi dengan luas 81 km2
(2,18%).
Jumlah kecamatan di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti sebanyak 9 kecamatan yang terdiri dari
101 desa/kelurahan. Kecamatan yang memiliki jumlah desa/kelurahan terbanyak adalah Kecamatan
Rangsang dan Tebing Tinggi Barat dengan 14 desa/kelurahan dan kecamatan dengan jumlah desa/kelurahan
terkecil adalah Kecamatan Tebing Tinggi dengan 9 desa/ kelurahan.
Nama, luas wilayah dan jumlah kelurahan setiap kecamatan dapat dilihat dari tabel berikut :
Luas Wilayah
Jumlah
desa/ Administrasi Terbangun
Nama Kecamatan
Kelurahan (%) thd (%) thd
(Ha) (Ha)
Total Total
Jarak terjauh antara Ibu Kota kecamatan dengan Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Meranti adalah
ibukota Kecamatan Putri Puyu yaitu Desa Bandul dengan jarak lurus 59 km, dan jarak terdekat selain
Kecamatan Tebing Tinggi adalah Ibu Kota Kecamatan Rangsang Barat, yaitu desa Bantar dengan jarak lurus
6 km.
Keterangan mengenai wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Meranti dapat dilihat pada Wilayah
Administrasi Kabupaten Kepulauan Meranti di bawah ini :
2.2 Demografi
Pada tahun 2010, 2011 dan 2012 jumlah penduduk Kepulauan Meranti meningkat masing-masingnya
menjadi 176.290 jiwa, 182.662 jiwa dan 182.835 jiwa dengan rasio antara laki-laki dengan perempuan relatif
sama. Selama periode 2009 – 2012, rata-rata pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kepulauan Meranti
meningkat sebesar 2 % per tahun.
Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kepulauan Meranti sebesar 2 % jauh lebih rendah
dibanding laju pertumbuhan penduduk Provinsi Riau yaitu 3.96% per tahun. Relatif rendahnya pertumbuhan
penduduk Kepulauan Meranti karena pertumbuhan penduduk yang ada merupakan pertumbuhan penduduk
alami. Berbeda dengan Provinsi Riau, yang umumnya dikarenakan tingginya migrasi dari luar provinsi yang
datang dengan berbagai alasan dan tujuan, antara lain migrasi karena bencana alam yang berasal dari Aceh
dan Sumatera Barat dan mencari pekerjaan.
Jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2012 menurut kecamatan menunjukkan bahwa
dari 9 kecamatan, kecamatan Tebing Tinggi yang sekaligus merupakan ibukota kabupeten Kepulauan Meranti
mempunyai jumlah penduduk terbesar yaitu sebanyak 56.226 jiwa dengan kepadatan 619,19 jiwa per km2.
Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar kedua adalah kecamatan Rangsang (18.671 jiwa) diikuti
kecamatan Rangsang Barat (17.428 jiwa) dan Ransang Pesisir (17.045 jiwa). Kecamatan dengan jumlah
penduduk yang terendah adalah kecamatan Tebing Tinggi Timur (11.941 jiwa) diikuti kecamatan Merbau
(13.920 jiwa) dan Pulau Merbau (15.031 jiwa).
Jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Meranti 3
tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini :
Jumlah Penduduk (Jiwa) Jumlah KK Tingkat Pertumbuhan (%) Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)
Kecamatan
2012 2013 2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014 2012 2013 2014
15098 16257
Tebing Tinggi Barat 16192 3940 3541 3460 - 2% 4% 0,00 0,28 0,28
56494
Tebing Tinggi 56194 56226 12448 12455 12170 - 2% 4% 6,94 6,94 6,97
11989
Tebing Tinggi Timur 11831 11941 2643 2668 2607 - 2% 4% 0,15 0,16 0,16
18746
Rangsang 27356 18671 6276 4374 4274 - 2% 4% 0,00 0,45 0,46
17113
Rangsang Pesisir - 17045 - 4185 4088 - 2% 4% 0,00 0,46 0,46
Rangsang Barat 25716 17428 17498 6946 4655 4572 - 2,01 1,36 1,36
14277
Merbau 30569 14220 7135 3411 3333 - 2% 4% 0,70 0,33 0,33
15091
Pulau Merbau 15014 15031 3218 3222 3148 - 2% 4% 0,39 0,40 0,40
16447
Putri Puyu - 16381 - 3732 3647 - 2% 4% 0,50 0,30 0,30
Jumlah 182.662 183.135 183.912 42,606 42,243 41,299 - 2% 4% 0,45 0,49 1,38
Perhitungan proyeksi jumlah pertumbuhan penduduk dilakukan dengan menggunakan metode geometrik (bunga
berganda). Asumsi yang digunakan dalam penentuan metode tersebut adalah laju pertumbuhan penduduk sama
untuk setiap tahunnya. Berikut ini adalah rumus yang digunakan dalam proyeksi penduduk :
Pn = Po (1+r)n
Keterangan :
Pn = jumlah penduduk pada tahun n
Po = jumlah penduduk pada tahun o
r = pertumbuhan penduduk
n = periode waktu dalam tahun
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode tersebut maka proyeksi jumlah penduduk, di
Kabupaten Kepulauan Meranti dapat dilihat pada Tabel Jumlah Penduduk saat ini dan proyeksinya untuk 5
tahun.
Tabel 2.3a. Jumlah Penduduk Saat Ini dan Proyeksinya Untuk 5 Tahun
Kecamatan (orang)
Wilayah
Total
Perkotaan Wilayah Perdesaan
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
Tebing
Tinggi Barat 941 856 778 707 643 15360 15500 15640 15782 15925 16350 16443 16537 16631 16726
Tebing
Tinggi
Timur 672 507 383 290 219 11583 12087 12612 13161 13733 12042 12096 12149 12203 12257
Rangsang 2332 2826 3424 4150 5029 14498 12496 10770 9282 8000 16527 14571 12846 11325 9985
Rangsang
Pesisir 1886 1889 1891 1893 1896 15249 15270 15290 15311 15331 17136 17158 17181 17204 17227
Rangsang
Barat 1239 1023 846 699 577 14164 12539 11101 9827 8700 15390 13537 11906 10472 9211
Merbau 4820 4829 4837 4846 4854 6777 4853 3475 2488 1782 11077 8594 6668 5173 4014
Pulau
Merbau 1830 1833 1836 1839 1842 13287 13310 13332 13355 13378 15117 15143 15168 15,94 15220
Putri Puyu 2996 3000 3004 3008 3012 13473 13491 13509 13527 13545 16469 16491 16513 16535 16558
Berdasarkan Arahan Struktur Tata Ruang Propinsi Riau (2001-2015) pada dokumen RTRW, Wilayah perkotaan Kabupaten Kepulauan Meranti yang
menjadi pusat pelayanan utama adalah Kecamatan Tebing Tinggi Kota dan Merbau, sehingga pada tabel diatas wilayah perkotaan berada pada kecamatan
Tebing Tinggi dan Merbau.
Tabel 2.3b Jumlah kepala keluarga saat ini dan proyeksinya untuk 5 tahun
Nama Jumlah KK
Kecamata
n Wilayah Wilayah
Total
Perkotaan Perdesaan
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
Tebing
Tinggi
Barat 212 194 178 163 149 3225 3221 3218 3215 3211 3433 3407 3381 3355 3329
Tebing
Tinggi 2274 2257 2240 2223 2207 9805 9731 9658 9586 9514 12079 11988 11898 11809 11720
Rangsang 302 211 147 102 71 3518 3223 2953 2705 2478 3760 3308 2911 2561 2253
Rangsang
Pesisir 527 523 518 514 510 3529 3502 3475 3448 3421 4056 4025 3993 3962 3931
Rangsang
Barat 298 253 216 184 156 3919 3646 3392 3156 2936 3977 3460 3009 2618 2277
Merbau 1110 1103 1095 1088 1081 1589 1141 819 587 422 2586 2007 1557 1208 937
Pulau
Merbau 371 368 365 362 359 2754 2734 2714 2695 2675 3125 3102 3080 3057 3035
Jumlah kepala keluarga yang terdapat wilayah perkotaan hanyalah pada Kecamatan Tebing Tinggi dan Kecamatan Merbau yaitu Selat Panjang Kota
dan Teluk Belitung.
Tabel 2.3c Tingkat pertumbuhan penduduk dan kepadatan saat ini dan
Tahun Tahun
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
Tebing Tinggi
4% 4% 4% 4% 4% 2,89 3,01 3,13 3,25 3,38
Barat
Tebing Tinggi
7% 7% 7% 7% 7% 0,30 0,34 0,42 0,55 0,77
Timur
Rangsang
6% 6% 6% 6% 6% 0,48 0,54 0,64 0,81 1,08
Pesisir
Berdasarkan hasil perhitungan proyeksi, tingkat pertumbuhan pada tiap kecamatan bervariasi, tingkat
pertumbuhan yang paling besar pada kecamatan Tebing Tinggi sebesar 8 % . Tingkat kepadatan penduduk di
Kabupaten Kepulauan Meranti pada umumnya masih belum terlalu padat, hal ini terlihat bahwa pada tiap
kecamatan, kepadatan tidak ada yang mencapai 25 jiwa/ha.
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam kedua
Undang-Undang tersebut juga dinyatakan bahwa Pendapatan Daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Tabel 2.4 Rekapitulasi Realisasi APBD Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2011- 2015
Rata -
Tahun
Rata
Pertum
No. Realisasi Anggaran 2011 2012 2013 2014 2015 buhan
a.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 19.000.000.000,00 28.179.000.000,00 36.900.400.000,00 52.982.299.526,00 61.464.548.474,00
Rata -
Tahun
Rata
Pertum
No. Realisasi Anggaran 2011 2012 2013 2014 2015 buhan
1.065.740.802.217,0
a.2 Dana Perimbangan (Transfer) 829.795.025.818,00 917.445.702.993,00 913.649.433.430,00 972.096.931.368,00 0
Rata -
Tahun
Rata
Pertum
No. Realisasi Anggaran 2011 2012 2013 2014 2015 buhan
Rata -
Tahun
Rata
Pertum
No. Realisasi Anggaran 2011 2012 2013 2014 2015 buhan
b.2.2 Belanja Barang dan Jasa 249.133.956.768,00 296.524.387.309,84 346.240.926.946,00 438.216.332.696,00 463.575.270.512,00
Tabel 2.5 Rekapitulasi Realisasi Belanja Sanitasi SKPD Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2011 – 2015
Rata -
Tahun
Rata
N Pertumb
o. SKPD 2011 2012 2013 2014 2015 uhan
fluktuatif
1.
b Operasional/Pemeliharaan (OM) - - - - -
2.
a Investasi -
2.
b Operasional/Pemeliharaan (OM) -
3.
a Investasi 555.055.750 7,748,540,150 8.072.985.000 11,330,338,400 1,506,879,500 -
3.
b Operasional/Pemeliharaan (OM) - - - - - -
4.
a Investasi 17,781,197,500.00 10,030,954,500.00 14,063,728,340.00 8,386,467,660.00 12,428,699,000 -
4.
b Operasional/Pemeliharaan (OM) -
5.
b Operasional/Pemeliharaan (OM) - - - - - -
6.
a Investasi 4,591,744,250 5,401,407,500 7,763,571,500 8,269,412,000 8,927,830,000 -
6.
b Operasional/Pemeliharaan (OM) - - - - - -
20,635,649,300.00
20,635,649,300.00
Pendanaan Investasi Sanitasi Total
9 (1a+2a+3a+… na) 24,077,406,150.00 31,082,418,840.00 29,775,346,010.00 42,880,405,794.00 15%
Tabel 2.6 Perhitungan Pendanaan Sanitasi Oleh APBD Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2011 – 2015
Belanja APBD
murni untuk 38%
Sanitasi (1-2-3) 20,635,649 24,077,405 31,082,418 29,775,346 44,880,405
Total Belanja
13%
Langsung 20,635,649 24,077,405 31,082,418 29,775,346 44,880,405
% APBD murni
untuk sanitasi
terhadap 2,73% 1,64% 0,74% 2,61% 2,17% 2%
Belanja
Langsung
Tabel 2.7 Belanja Sanitasi Per Kapita Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2011 – 2015
Tahun
Rata-
No. Deskripsi 2011 2012 2013 2014 2015 rata
1 Total Belanja Sanitasi Kabupaten 20,635,649 24,077,405 31,082,418 29,775,346 44,880,405 38%
2 Retribusi Sampah - - - - - -
3 Retribusi Drainase - - - - - -
Sumber : Analisis Pokja PPSP Kab. Kep .Meranti (Data tidak tersedia)
Pada sektor Air limbah ini disebabkan karena memang Kabupaten Kepulauan Meranti belum memiliki IPLT sebagai instalasi pengelolaan lumpur tinja.
Gambaran umum mengenai PDRB baik harga konstan, pendapatan per kapita dan gambaran
pertumbuhan perekonomian Kabupaten Kepulauan Meranti. PDRB atas dasar harga konstan (riil) menunjukkan
laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi
Kepulauan Meranti tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar 8,45% dan pertumbuhan terendah pada tahun 2012
yaitu sebesar 6,59% sebagaimana ditunjukkan pada tabel 2.9. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Kabupaten
Kepulauan Meranti secara keseluruhan lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau yang berkisar
antara 6,56% - 8,06%, kecuali pada tahun 2011 dimana pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Meranti. Selama periode 2011 – 2015, rata-rata
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kepulauan Meranti meningkat sebesar 6,56%.
Tabel 2.9. Peta Perekonomian Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2011 – 2015
Tahun
No. Deskripsi
2011 2012 2013 2014 2015
4. Pengembangan sistem perkotaan yang efisien, efektif, dan dapat diterapkan (applicable) untuk
meningkatkan kegiatan sosial-ekonomi masyarakat dan pelayanan publik, meliputi hirarki/jenjang
perkotaan, fungsi-fungsi, dan keterkaitan antar perkotaan;
5. Pembangunan sistem jaringan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu untuk mendukung kegiatan
sosial-ekonomi masyarakat dan pelayanan publik, meliputi sistem jaringan transportasi, penyediaan air
bersih, drainase, pengelolaan limbah, energi listrik dan BBM, serta telekomunikasi dan informasi;
6. Peningkatan upaya-upaya pelestarian lingkungan hidup melalui penyelenggaraan pembangunan
berwawasan lingkungan yang menterpadukan ruang darat, ruang pesisir, dan ruang laut sebagai satu
kesatuan wilayah geografi;
7. Pengembangan kawasan pesisir pulau-pulau terluar perbatasan negara melalui pembangunan
permukiman eksisting, pengembangan perekonomian, dan peningkatan jaringan prasarana dan sarana
transportasi (aksesibilitas kawasan);
8. Peningkatan upaya-upaya pengamanan wilayah terhadap kemungkinan dan potensi bencana alam melalui
penyelenggaraan kegiatan pembangunan dan penataan ruang wilayah yang berwawasan mitigasi
bencana.
Struktur ruang wilayah menggambarkan tata susunan dari sistem pusat-pusat permukiman perkotaan
dan kawasan-kawasan didalam suatu wilayah, yang ditunjang oleh rencana pengembangan jaringan prasarana
dan sarana dasar, mencakup jaringan prasarana transportasi, tenaga listrik, telekomunikasi, gas dan BBM, serta
sumber daya air Kawasan-kawasan yang dimaksudkan di sini adalah kawasan-kawasan pemanfaatan ruang di
luar pusat-pusat permukiman perkotaan yang di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
didefinisikan sebagai Kawasan Andalan.
Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti menggambarkan rencana sebaran
kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Rangsang 1682
Merbau 1281
16498
Jumlah
Sumber : Kab. Kep. Meranti Dalam RPJMD 2013
Rangsang 4687
Merbau 3569
BUPATI
ASISTEN BIDANGADMINISTRASI PEMERINTAHAN ASISTEN BIDANG PEREKONOMIAN DAN PEMBANGUNAN ASISTEN BIDANG ADMINISTRASI UMUM
BAGIAN
BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN BAGIAN UMUM
TATAPEMERINTAHAN HUKUM DAN HUBUNGAN ADMINISTRASI KESEJAHTERAAN ORGANISASI DAN DAN
BAGIAN KEUANGAN
HAM PEMBANGUNAN RAKYAT TATALAKSANA PERLENGKAPAN
PEREKONOMIAN
SUB BAGIAN
SUB BAGIAN SUB
BAGPERUNDAN SUB BAGIAN SUB AGAMA,PENDI SUB BAGIAN SUB BAGIAN SUB
SUB BAGIAN
OTONOMI G-UNDANGAN INFORMSI, BAGPENYUSUNA DIKAN BAGIAN
Gambar 2.2 Diagram SKPD Yang Terkait Dalam Pembangunan Sanitasi Kabupaten Kepulauan Meranti
KETUA
SEKRETARIS
SEKRETARIS DAERAH
Assisten Perekonomian dan
Pembangunan Setda
A. Bidang Perencanaan B. Bidang Pendanaan C. Bidang Teknis D. Bidang Kesehatan, E. Bidang Pemantauan
Komunikasi dan dan Evaluasi
a. Ketua Bidang: a. Ketua Bidang: a. Ketua Bidang: Pemberdayaan
Kepala Badan Perencanaan Kepala Dinas Kepala Dinas Cipta Masyarakat a. Ketua Bidang:
Pembanguan Daerah Pendapatan, Karya dan Tata Ruang Kepala Badan
b. Wakil Ketua Bidang: Pengelolaan b. Wakil Ketua Bidang: a. Ketua Bidang: Lingkungan Hidup
Kabid. Infrastruktur dan Keuangan dan Kabid. Perumahan dan Kepala Dinas b. Wakil Ketua Bidang:
Pengembangan Wilayah Aset Daerah Permukiman Dinas Kesehatan Kabid. Analisis
Badan Perencanaan b. Wakil Ketua Cipta Karya dan Tata Pencegahan Dampak
b. Wakil Ketua Bidang:
Pembanguan Daerah Bidang: Ruang Lingkungan Badan
Kabid. Pencegahan,
c. Anggota: Kabid. PAD dan c. Anggota: Lingkungan Hidup
Pengendalian Penyakit
Kabid. Ekonomi dan Dana Kabid Cipta Karya Dinas c. Anggota:
dan Penyehatan
Keuangan Badan Perimbangan Cipta Karya dan Tata Kabid. Pengawasan
Lingkungan Dinas
Perencanaan Pembanguan Dinas Ruang dan Pengendalian
Kesehatan
Daerah Pendapatan, Kabid Kebersihan dan Badan Lingkungan
Kabid SDM dan Pengelolaan Pembinaan Masyarakat Hidup
Kesejahteraa Sosial Badan Keuangan dan Dinas Pasar, Kabid. Pemantauan
Perencanaan Pembanguan Aset Daerah Kebersihan dan Lingkungan Badan
Daerah c. Anggota: Pertamanan
Kasubbid Prasarana Fisik Kabid. Kasi Air Bersih Dinas
Pembiayaan
No Kegiatan Tahun Dinas Pelaksana Tujuan Kegiatan Khalayak Sasaran Pesan Kunci Pembelajaran
Penyuluhan
tata cara Siswa-siswi SD di
Dampak dari kegiatan,
Cuci Tangan Siswa Sekolah Dasar 20 sekolah dengan Dengan CTPS, kita
ternyata dapat menurunkan
3 Pakai Sabun 2013 Dinas Kesehatan mampu dan mau melakukan angka tidak masuk terhindar dari penyakit,dan
angka tidak masuk sekolah
(CTPS) di CTPS yang baik dan benar. sekolah karena hidup lebih sehat
karena diare.
sekolah diare tinggi
Dasar
No. Jenis Media Khalayak Pendanaan Isu yang Diangkat Pesan Kunci Efektivitas
- - - - - -
Belum terdapat media yang secara terjadwal yang mengangkat isu Dan berita terkait sanitasi di
Kabupaten Kepulauan Meranti.
BAB III
PROFIL SANITASI WILAYAH
Pada bab ini akan memaparkan mengenai kondisi rill pengelolaan sanitasi di Kabupaten Kepulauan
Meranti dalam pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, pengelolaan draenase lingkungan dan
promosi Higiene. Pengelolaan sanitasi akan di tinjau dari berbagai aspek mulai dari kelembagaan, sistem dan
cakupan pelayanan, kesadaran masyarakat dan PMHSJK, pemetaan media, partisipasi dunia usaha,
pendanaan dan pembiayaan, hingga permasalahan mendesak dan isu strategis di sektor sanitasi.
Menurut Claire (Claire,1973 : 178 ) Kurang memadainya prasarana lingkungan pada suatu kawasan
atau lingkungan hunian dapat menimbulkan permasalahan seperti buruknya kualitas lingkungan permukiman
di daerah tersebut, karena pada dasarnya keberadaan prasarana lingkungan merupakan kebutuhan yang
paling penting yang secara langsung maupun tidak langsung berimplikasi/berpengaruh terhadap kesehatan
dan kesejahteraan manusia. Artinya prasarana dasar dalam satu unit lingkungan adalah syarat bagi tercipta
kenyamanan hunian.
permasalahan lingkungan disebabkan oleh dua hal, yaitu prasarana yang ada memang tidak sesuai
dengan standar kebutuhan penghuni dan adanya pendapat masyarakat yang menilai bahwa prasarana yang
ada di lingkungannya kurang dapat memenuhi kebutuhannya. Tingkat kenyamaman seseorang dalam
bertempat tinggal ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan, termasuk juga prasarana lingkungan, karena
prasarana lingkungan merupakan kelengkapan fisik dasar suatu lingkungan perumahan Menurut Budiharjo
(Budiharjo, 1991: 61).
Sanitasi lingkungan dalam literatur kesehatan masyarakat (Syahbana, 2003:20) adalah bagian dari
kesehatan masyarakat yang meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau menguasai faktor
lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan yang ditujukan untuk (i) sanitasi air, (ii)
sanitasi makanan, (iii) sistem pembuangan tinja, (iv) sanitasi udara, (v) pengendalian vektor dan roden
penakit, (vi) higienitas rumah. Ketika masalah sanitasi muncul di kawasan permukiman padat yang tidak
tertata dan tidak ditangani dengan cara yang tidak saniter maka akan mencemari lingkungan sekitar.
Tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan sebagai dampak yang diakibatkan oleh berbagai penyakit
yang ditularkan dari lingkungan yang tidak sehat.
Penanganan dan pengendalian sanitasi akan menjadi semakin kompleks dengan semakin
bertambahnya laju pertumbuhan penduduk, perkembangan permukiman perumahan penduduk,
menyempitnya lahan yang tersedia untuk perumahan, keterbatasan lahan untuk pembuatan fasilitas sanitasi
seperti MCK, cubluk, septic tank dan bidang resapannya serta tidak tersedianya alokasi dana pemerintah
untuk penyediaan sarana dan prasarana sanitasi, hal-hal inilah yang menyebabkan kondisi sanitasi
lingkungan semakin memburuk.
Dalam pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, Pemerintah Indonesia
melalui Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Pusat telah melakukan
percepatan program sanitasi yang komprehensif dan terukur, dimana pembangunan bidang sanitasi
melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten dan berbagai pihak termasuk
dunia usaha, masyarakat, dan pendanaan luar negeri baik berupa dana hibah maupun pinjaman. Sebuah
inisiatif program yang dirancang untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan sarana air limbah
permukiman, persampahan, darinase dan promosi higiene (prohisan) yang yang lebih dikenal dengan inisiasi
Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dimana program tersebut mengedepankan
pendekatan tanggap kebutuhan. Dengan harapan pada tahun 2015, tidak ada lagi masyarakat Indonesia
yang tidak memiliki akses untuk memperoleh pelayanan sanitasi sebagai kebutuhan dasar hidup manusia.
Lebih jauh lagi PPSP dimaksudkan sebagai program pembangunan sanitasi menyeluruh yang
terintegrasi dari pusat hingga ke daerah, dimana pembangunan dan pengelolaan sanitasi dilakukan secara
sinergi oleh seluruh stakeholder sanitasi, baik dari pihak pemerintah maupun non-pemerintah di seluruh
tingkatan pemerintahan. Mengingat keterbatasan sumber daya yang ada serta kebutuhan pendampingan
yang intens di masing - masing provinsi dan kabupaten/kota, maka pelaksanaan PPSP akan diselenggarakan
secara bertahap yang dilaksanakan mulai dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, di kota-kota
metropolitan besar dan sedang; kota-kota yang merupakan ibu kota provinsi; kota-kota yang berstatus
otonom, serta kawasan perkotaan di wilayah kabupaten/kota yang kondisi sanitasinya rawan.
Arah pembangunan Sektor Sanitasi pada tahun 2016-2020 dengan kebijakan dan strategi mencapai
(Universal Access ) akses sanitasi layak di akhir tahun 2020. Sebagai sarana dan prasarana yang tidak
langsung memberikan kontribusi pendapatan daerah, masalah sanitasi di Kabupaten Kepulauan meranti
masih belum diangggap sebagai prioritas penanganan penyediaan infratruktur. Hal ini di sebabkan karena
pemerintah Kepulauan meranti mengetahui kebiasaan masyarakatnya dalam membuang hajatnya di sekitar
bantaran sungai, tepi pantai dan di kebun. Nampaknya masyarakat merasa lebih nyaman melakukan aktifitas
buang hajatnya di sungai karena ini merupakan warisan dari para pendahulu (nenek moyangnya). Masyarakat
masih belum tahu ataukah mereka memang tidak perduli efek samping dari kebiasaan itu.
Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah studi partisipatif di
Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat
pada skala rumah tangga.
Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti:
Gambar 3.1
Grafik (CTPS) di Lima Waktu Penting
5.4
Tidak
Ya
94.6
Berdasarkan hasil studi EHRA dapat diketahui bahwa di kabupaten kepulauan meranti kebiasaan untuk
mencuci tangan dengan sabun pada 5 waktu penting baru dilakukan 0leh 5,4 % masyarakat. Selebihnya yaitu
94,6 % masyarakat belum melakukan praktek cuci tangan pakai sabun antara laian : setelah menyeboki bayi /
anak, setelah BAB, sebelum makan, sebelum memberikan / menyuapi anak, dan sebelum menyiapkan
masakan.
Gambar 3.2
Grafik Persentase Penduduk yang melakukan BABS
22.0
Ya, BABS
78.0 Tidak
Pada Gambar 3.2 di atas menunjukan Hasil studi EHRA dapat diketahui bahwa kabupaten kepulauan
meranti Prilaku Buang Air Besar Sembarangan masih dilakukan oleh 78% masyarakat. Hanya 22 %
kabupaten kepulauan meranti yang tidak melakukan praktek BABS.
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat terutama untuk masak ataupun
minun. Akses terhadap air bersih di Kabupaten Kepulauan Meranti dapat terlihat dari hasil studi EHRA
seperti pada grafik di bawah ini.
Gambar 3.3
Grafik pengelolaan air minum ( pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air )
24.5
ya tercemar
Sesuai dengan grafik 3.3 di atas terlihat berdasarkan hasil studi EHRA diketahui bahwa di kabupaten
kepulauan meranti masih ada sekitar 24,5 masyarakat yang pengeleloaan air minumnya memiliki potensi
tercemar pada saat penanganan air maupun pada wadah penyimpanan air minum. Sementara 75,5 %
masyarakat sudah aman dalam pengelolaan air minum.
Tidak diolah
89.4 Ya, diolah
Berdasarkan hasil Studi EHRA diketahui bahwa 10,6 % saja masyarakat yang sudah melakukan
pengolahan sampah, sebagian besar masyarakat belum melakukan pengolahan sampah.
Gambar 3.5
Grafik Pencemaran karena SPAL
47.1
52.9 Tidak aman
Ya, aman
Berdasarkan hasil Studi EHRA diketahui bahwa sebagian besar masyarakat atau 47,1 % sudah
mengelola air limbah dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci dengan benar.
Permasalahan pada tatanan sekolah di Kabupaten Kepulauan meranti adalah sebagai berikut :
1. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pembangunan sarana dan prasarana
sanitasi.
2. Masih rendahnya kepemilikan sarana dan prasarana sanitasi.
3. Belum optimalnya peran kelembagaan sanitasi (KSM) dalam pembangunan dan pengelolaan sarana dan
prasarana sanitasi.
4. Belum ada keterlibatan pihak swasta dan media sosial local.
Berikut disajikan data hasil survey PHBS pada tatanan sekolahan yang dilakukan oleh seksi
Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan meranti pada tahun 2014. Data yang
disajikan berikut ini terkait dengan ketersediaan sarana sanitasi di sekolahan.
Tabel 3.1 : Rekapitulasi jumlah sarana air bersih dan sanitasi tingkat Sekolah Dasar/MI
Fasilitas
Jumlah Fas. Cuci Saluran
Status Jumlah Siswa Sumber Air Bersih *) Toilet Guru**) Toilet Siswa***) Pengolahan
Jumlah Guru tangan Drainase
No Sekolah sampah
Sekolah
Dasar
L P LP PDAM SPT/PL SGL T L/P L dan P T L/P L dan P T Y T Y T Y T
1 Sekolah 148 9019 8614 1678 148 272 16 320 5 144 - 553 - 85 -
Dasar
Negeri
Sekolah
Dasar
Swasta
Total 160 9468 8971 1832 160 284 18 340 6 156 631 93
Keterangan:
*) Sumber air bersih diisi jumlah sekolah yang menggunakan sumber air dari PDAM, Sumur Pompa Tangan/Pompa Listrik (SPT/PL), Sumur Gali (SGL) dan berfungsi.
Pada kolom T diisi jumlah sekolah yang tidak mempunyai sumber air bersih ataupun sumber airnya tidak berfungsi.
**) Toilet guru dan Toilet siswa :
Kolom L/P diisi dengan jumlah sekolah yang sudah menyediakan toilet untuk guru bersatu antara laki-laki dan perempuan
Kolom L dan P diisi dengan jumlah sekolah yang menyediakan toilet guru terpisah untuk laki-laki dan perempuan
Kolom T diisi dengan jumlah sekolah tidak mempunyai toilet untuk guru
1 Toilet Guru 20 50 30
2 Toilet Siswa 20 40 40
5 Pengelolaan Sampah 30 50 20
6 Saluran Drainase 25 65 10
2 Penggunaan Toilet 35 40 25
Pada tabel 3.3 PHBS terkait sanitasi tingkat Sekolah Dasar/ MI ada sekitar 30% prosen siswa yang belum
melakukan praktek CTPS dengan baik, namun untuk penggunaan toilet dan perilaku buang sampah para siswa
relatif sudah melakukannya dengan baik. Untuk meningkatkan perubahan perilaku menjadi lebih baik maka melalui
SKPD terkait diharapkan mampu untuk melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat serta edukasi yang
terus menerus dan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, misalnya poster, bank sampah, lomba
kebersihan dan lain-lain atau mungkin juga dengan mendisiplinkan siswa terhadap kebersihan diri dan lingkungan
pada saat akan dimulainya jam pelajaran sampai pada saat proses belajar mengajar selesai.
Permasalahan pada tatanan sekolah di Kabupaten Kepulauan meranti adalah sebagai berikut :
1. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam pembangunan sarana dan prasarana
sanitasi.
2. Masih rendahnya kepemilikan sarana dan prasarana sanitasi.
3. Belum optimalnya peran kelembagaan sanitasi (KSM) dalam pembangunan dan pengelolaan sarana dan
prasarana sanitasi.
4. Belum ada keterlibatan pihak swasta dan media sosial local.
Permasalahan pada pengelolaan air limbah domestik di kepulauan meranti adalah sebagai berikut :
c) Masyarakat Kabupaten Kepulauan meranti sebagian kecil menggunakan septic tank dan cubluk untuk
mengolah air limbah rumah tangga, namun sebagian besar fasilitas septic tank masih belum memenuhi
standar teknis yang ditetapkan. Disamping itu, pengurasan septic tank juga masih rendah.
d) Sebagian kecil masyarakat masih mempergunakan cubluk untuk membuang black water.
3.3.1 Kelembagaan
a. Aspek Legal Formal
- Undang – undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 42 tahun 2007 tentang Juknis Pelaksanaan DAK Infrastruktur Bidang
Sanitasi yang menganatkan prioritas penanganan sanitasi dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat
dengan urutan Prioritas : Menangani Air Limbah Cair yang berasal dari buangan rumah tangga dari Kegiatan
mandi, Cuci dan Kakus (MCK) dengan membangun MCK Komunal, Septic Tank Komunal.
- Target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 dimana ditargetkan masyarakat miskin dipedesaan
sudah mendapatkan akses pelayanan sanitasi dasar.
- Undang – undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dalam salah satu pasalnya (pasal 22)
mengisyaratkan akan pentingnya Kesehatan Lingkungan melalui antara lain Pengamanan Limbah Padat dan
Cair.
- PP Nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan system Penyediaan air minum, dalam pasal 14 mengatur
penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah pemukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan
prasarana dan sarana air limbah pemukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan system penyediaan air
minum.
- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2006 tentang kebijakan dan strategi nasional
pengembangan system air limbah permukiman, dalam salah satu pasalnya (pasal 2) Menyebutkan bahwa
peraturan ini merupakan pedoman dan arahan dalam penyusunan kebijakan teknis, perencanaan dan
pemrograman, pelaksanaan dan pengelolaan dalam penyelenggaraan dan pengembangan system
pengelolaan air limbah Permukiman, baik bagi pemerintah pusat, maupun daerah, dunia usaha, swasta dan
masyarakat sesuai dengan kondisi setempat.
- Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
b. Aspek Institusional
- Dilingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti yang bertanggung jawab langsung terhadap
pengelolaan air limbah domestik adalah Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Dinas Tata Kota dan
Kebersihan dan Badan Lingkungan Hidup.
- Tugas Utama dari Dinas Pekerjaan Umum Menyediakan Sarana dan Prasarana sektor Air Limbah domestik
untuk masyarakat umum seperti menyediakan MCK, Septic tank, dan sebagainya terkait inrastruktur sanitasi,
Dinas Kesehatan mempunyai tugas dalam bidang pendidikan masyarakat tentang PHBS Khususnya pesan
tentang buang limbah ditempat-tempat yang semestinya atau tidak buang air besar sembarangan. Dinas Tata
Kota Pertamanan dan Kebersihan mempunyai tugas rutin dalam menyediakan pelayanan sedot tinja kepada
masyarakat. Dan tugas Badan Lingkungan Hidup adalah memberikan pelatihan dan mensosialisasikan
tentang peraturan dan pengelolaan limbah di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Tabel 3.4 Daftar Pemangku Kepentigan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Air Limbah Domestik
PEMANGKU KEPENTINGAN
FUNGSI
Pemerintah Kabupaten Swasta Masyarakat
PERENCANAAN
- Menyusun target Pengelolaan air limbah
Dinas PU / BLH
domestik Skala Kab / Kota
- Menyusun Rencana Program Air Limbah
Dinas PU / BLH
Domestik dalam rangka pencapaian target
- Menyusun Rencana Anggaran Air Limbah
Dinas PU / BLH
Domestik dalam rangka pencapaian target
PENGADAAN SARANA
- Menyediakan Sarana Pembuangan awal air Dinas PU / Dinas
limbah domestic Kesehatan/RSUD
PENGELOLAAN
- Menyediakan layanan penyedotan lumpur tinja DKP
Tabel 3.5 Daftar Peraturan Air Limbah Domestik Kabupaten Kepulauan Meranti
KETERSEDIAAN Pelaksanaan
SUBSTANSI Ada Tidak Efektif Belum Efektif Tidak Efektif
Ket
(Sebutkan) Ada Dilaksanakan Dilaksanakan Dilaksanakan
AIR LIMBAH DOMESTIK
- Target capaian Pelayanan
√
Pengelolaan Air Limbah domestik
- Kewajiban dan sanksi bagi
pemerintah dalam penyediaan
√
layanan pengelolaan air limbah
domestic
- Kewajiban dan sanksi bagi
pemerintah dalam memberdayakan
√
masyarakat dan badan usaha dalam
pengelolaan air limbah domestic
- Kewajiban dan sanksi bagi
masyarakat dan atau pengembang
untuk menyediakan sarana √
pengelolaan air limbah domestik di
hunuian rumah
Grafik 3.6
Tempat Penyaluran Akhir Tinja
Pada gambar 3.6 grafik tempat penyaluran pembuangan akhir tinja menunjukan bahwa masih banyaknya
masyarakat yang tempat penyaluran pembuangan akhir tinjanya tidak ideal. Hasil studi EHRA terlihat masyarakat
yang menggunakan penyaluran pembuangan akhir tinja yang idela hanya 25,9% yaitu berupa tangki septik, pipa
sewer 0,3%, Cubluk 50,5 %, Langsung ke drainase 0,6 %, sungai/danau/pantai 3 %, kolam/sawah 0,6 %,
kebun/tanah lapangan 0,5 %, tidah tahu 18,7 %.
Grafik 3.7
Grafik Persentase Tangki Septik Suspect Aman dan Tidak Aman
10.3
Tidak aman
Suspek aman
89.7
Pada gambar 3.7 grafik tangki septik dengan suspect aman dan tidak aman bahwa masih ada
masyarakat yang memiliki tangki 71eptic yang diperkirakan tidak aman Berdasarkan hasil studi EHRA dapat
diketahui bahwa tidak semua tangki 71eptic yang dimiliki masyarakat aman ,masih ada 10,3 % merupakan tangki
71eptic suspek tidak aman. Hal ini dikarenakan tangki 71eptic sudah dibangun lebih dari 5 tahun atau lebih tetapi
belum pernah dikuras.
Peta 3.2 Peta cakupan Layanan Pengelolaan Air Limbah Domestik Termasuk IPAL terpusat
Cakupan layanan pengelolaan air limbah domestik ( off site ) kabupaten kepulauan meranti belum ada pengolahan sisitem off-site sehingga peta tidak bisa di
tampilkan.
Tabel 3.6 Cakupan layanan air limbah domestik yang ada di Kabupaten/Kota
Berdasarkan data di atas cakupan layanan air limbah domestik sarana yang layak cukup besar pada kecamatan Tebing Tinggi pada wilayah perkotaan dan
pedesaannya.
Sistem Onsite
1 Berbasis komunal
unit - - -
MCK Komunal
Sistem Offsite
2 IPAL
Kawasan/Terpusat
- kapasitas M3/hari - - -
- sistem
Berdasarkan pengamatan oleh Pokja Kabupaten Kepulauan meranti terhadap pemahaman masyarakat
tentang pemahaman air limbah domestik hanya terbatas pada dampak yang dapat dilihat dan dirasakan secara
visual dan seketika, seperti menimbulkan bau, membuat lingkungan kotor dan sebagai tempat berkembangnya
nyamuk. Sementara dampak air limbah domestik terhadap pencemaran air tanah dan air permukaan hanya
sebagian kecil yang mengetahui. Hal ini memberikan gambaran bahwa pemahaman masyarakat tentang air
limbah domestik terkait dengan dampaknya terhadap pencemaran air masih rendah. Tetapi di sisi lain masyarakat
kelihatan cukup kritis melihat perhatian pemerintah terhadap keberadaan air limbah domestik di Kabupaten
Kepulauan meranti. Sebagian besar masyarakat merasa prihatin terhadap kurangnya upaya pemerintah dalam
mengelola air limbah domestik. Hal ini merupakan sebuah potensi yang dapat dijadikan entri point bagi pemerintah
untuk mengajak masyarakat secara bersama-sama melakukan pengelolaan air limbah yang berbasis masyarakat.
Peluang untuk merubah persepsi masyarakat dalam rangka meningkatkan peran serta mereka dalam
pengelolaan air limbah domestik ditunjukkan juga dari pendapat masyarakat tentang tanggung jawab pengelolaan
air limbah domestik. Menurut sebagian besar masyarakat, tanggung jawab pengelolaan air limbah domestik
terletak bukan saja pada pemerintah tetapi juga semua unsur masyarakat. Hal ini juga menggambarkan bahwa
inisiator awal dalam memulai pengelolaan air limbah domestik tidak harus berasal dari pemerintah tetapi bisa saja
dari masyarakat, LSM, swasta atau unsur yang lain dalam masyarakat. Dalam pengelolaan air limbah domestik
harus terdapat suatu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat, agar tujuan pengelolaan dapat berhasil sesuai
yang diharapkan dalam mendukung terciptanya lingkungan yang sehat. Keduanya harus mampu menciptakan
sinergi. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal.
Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru yang kurang berarti bagi masyarakatnya karena tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. Demikian pula sebaliknya, tanpa peran yang optimal dari pemerintah,
pembangunan akan berjalan secara tidak teratur dan tidak terarah, yang akhirnya akan menimbulkan
permasalahan baru.
Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan pengelolaan air limbah domestik maka
masyarakat membutuhkan pemahaman yang utuh tentang dampak air limbah domestik terhadap sumber daya air
baik air permukaan maupun air tanah. Dengan pemahaman yang baik pada masyarakat tentang air limbah
diharapkan akan melahirkan inisiatif yang konstruktif dalam upaya pengelolaan air limbah domestik. Dengan
demikian masyarakat tidak lagi memandang air limbah domestik hanya sebatas jijik dan prihatin apalagi
menganggap biasa saja tetapi menjadi sebuah ancaman bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Langkah yang dapat diambil dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan air
limbah domestik, menurut informan kunci dari unsur tokoh masyarakat adalah dengan memanfaatkan peran tuan
guru dalam membina masyarakat. Peran pemuka adat dan agama ini dapat dimanfaatkan dengan baik dalam
upaya pengelolaan air limbah domestik, pemerintah akan mendapatkan kemudahan dalam mengajak masyarakat
berperan serta aktif dalam program sanitasi bahkan dalam setiap tahapan programkegiatan pembangunan yang
dilaksanakan. Peran pemuka adat dan agama di Kabupaten Kepulauan meranti selama ini lebih banyak membina
masyarakat terkait dengan hubungan kepada tuhan dan sesama manusia. Materi yang diberikan dalam setiap
dakwahnya berkisar pada ibadah sholat, puasa, akhlak, muamalah dan sejenisnya. Oleh karena itu ke depan
diharapkan peran tuan guru dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan persepsi
masyarakat terhadap air limbah domestik.
Persepsi masyarakat terhadap air limbah domestik memiliki pengaruh terhadap perlakuan masyarakat terhadap
air limbah domestik itu sendiri. Semakin baik kualitas persepsi masyarakat maka perlakuan terhadap air limbah
domestik semakin meningkat. Beberapa perlakuan masyarakat terhadap air limbah domestik di Kabupaten
Kepulauan meranti yang merupakan bentuk partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Membersihkan saluran drainase dalam kampung atas ajakan dari instansi terkait, ketua RT, RW, Kelurahan,
Kecamatan hingga tokoh pemuda dan tokoh adat. Tujuan pembersihan saluran drainase ini adalah untuk
menghambat perkembangan nyamuk yang dapat membawa bibit penyakit, mengurangi bau yang
mengganggu warga dan meningkatkan kebersihan lingkungan.
b. Membuang air limbah domestik ke sungai, selokan/got/drainase, Perlakuan ini dilakukan karena tidak
membutuhkan biaya, tidak ada larangan dan lebih mudah. Prinsip NIMBY (Not In My Back Yard) pada air
limbah domestik ternyata juga berlaku di Kepulauan meranti.
c. Pemanfaatan air limbah domestik untuk menyiram jalan pada siang hari. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan
agar debu jalan tidak menggangu warga ketika ada angin atau kendaraan lewat sekaligus menguras air limbah
domestik yang tergenang.
Berangkat dari hasil analisis tersebut maka dalam pembangunan pengelolaan air limbah harus diterapkan
pendekatan partisipasi pada proses perencanaan, konstruksi, dan operasi. Pembangunan melalui partisipasi
masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan
pembangunan yang berkaitan dengan sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan
aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran
serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok
masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun. Prinsip kerja dari pembangunan melalui partisipasi
masyarakat adalah sebagai berikut :
1 Program kerja disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi partisipatif
agar mendapat dukungan masyarakat.
2 Program kerja dilakukan melalui kerjasama kelompok masyarakat, Ketua Pemuda dan segenap warga untuk
memperkecil hambatan.
3 Koordinasi selalu dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal.
Sedang metode yang kedua merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu
mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya real needs, felt needs dan expected needs.
Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pendampingan dan fasilitasi agar terbentuk
peningkatan partisipasi dan keterlibatan seluruh stakeholder, terutama masyarakat dalam suatu perencanaan,
operasi, serta pemeliharaan sarana dan prasarana Kenyataan di Kabupaten Kepulauan meranti, proses
perencanaan yang partisipatif telah dilaksanakan melalui proses musrenbang. Akan tetapi dalam proses
musrenbang ternyata banyak hal yang mengotori makna partisipatif. Usulan dari bawah yang telah disusun
dengan memakan waktu dan tenaga cukup banyak ternyata setelah sampai di Musrenbang tingkat kecamatan atau
kabupaten banyak didominasi oleh usulan SKPD yang belum tentu partisipatif. Hal ini disebabkan oleh kurangnya
SDM “pengawal” usulan dari kelurahan ketika pembahasan di tingkat kecamatan dan kabupaten.
Di Kabupaten Kepulauan meranti pembangunan sanitasi bidang air limbah domestik belum dilaksanakan
dengan maksimal, hal ini terbukti dari data tentang pengelolaan sarana jamban keluarga dan MCK oleh
masyarakat, kondisi sarana MCK dan daftar Program/ Proyek layanan yang berbasis masyarakat tidak tersedia
atau tidak ada pembangunan terhadap akses jamban sehat baik skala individual maupun komunal. Hal ini terlihat
pada tabel 3.8,3.9 dan 3.10 yang masih kosong.
Tabel 3.8 daftar Program/kegiatan layanan air limbah domestik berbasis masyarakat
1 On Site individual : - - - - - - - -
STBM
2 On Site komunal : - - - - - - - -
Sanimas: MCK
Sanimas: IPAL
Komunal -
- - - - - - -
Total
Sumber : Pokja Sanitasi kepulauan meranti Tahun 2015 (Data tidak tersedia)
Pengosongan tangki
Tahun Pengelola
Jenis Biaya operasi dan septik/IPAL
No Sarana Lokasi
Sarana pemeliharaan
Dibangun
Lembaga Kondisi Waktu Layanan
1 MCK - - - - - - -
2 MCK ++ - - - - - - -
3 IPAL - - - - - - -
Komunal
4 Septik tank - - - - - - -
komunal
Sumber : Pokja Sanitasi kepulauan meranti Tahun 2015 (Data tidak tersedia)
Pada tabel pengelolaan air limbah domestic oleh masyarakat belum ada.
Sampai dengan saat ini Pemerintah kabupaten Kepulauan meranti belum ada kegiatan sanitasi yang
menggunakan media masa dalam menyebarkan informasi komponen air limbah. Sebagaimana pers, masyarakat
dalam segala manifestasinya seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), para cerdik pandai, maupun
masyarakat umumnya, dapat menyampaikan gagasannya sebagai wujud peran sertanya dalam pengelolaan
lingkungan.
Terpenting, pesan yang disampaikan dapat dijadikan input bagi pengambil kebijakan publik, dalam hal ini
kebijakan pengelolaan lingkungan. Berkenaan dengan tuntutan terhadap kebijakan-kebijakan yang berorientasi
pada lingkungan, maka pressure masyarakat harus ada, dalam hal ini media massa dapat dijadikan sarana
(Purnaweni, 2004). Peran pers atau media massa, yang dalam hal ini sebagai bagian dari Civil Society tentunya
sangat penting dalam kerangka pengelolaan lingkungan. Substansi dari hal ini telah sangat jelas diatur di dalam
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers maupun Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Keterkaitan antara media massa dan kebijakan pengelolaan lingkungan, dapat pula ditinjau dari konsep
good governance, karena pada hakekatnya, prinsip good governance mempersyaratkan adanya partisipasi dan
transparansi, yang menjadi kunci penting dalam keterlibatan stakeholders terutama berkaitan urusan
kepemerintahan, utamanya yang menyangkut public Policy. Konsep penyelenggaraan pemerintahan yang baik
mempersyaratkan lima hal yang harus ada agar konsep Good Governance berjalan, antara lain; lembaga
perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyalur aspirasi masyarakat, pengadilan yang mandiri,
bersih dan professional, birokrasi yang responsif dan berintegritas, masyarakat sipil yang kuat sebagai fungsi
kontrol, serta desentralisasi dan lembaga perwakilan yang kuat. Sementara itu dalam konteks pelaksanaan
otonomi daerah sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah,
konsep Good Governance dalam pengelolaan lingkungan hidup yang lebih dikenal dengan Good Environmental
Governance (GEG) setidaknya mengedepankan 10 hal antara lain; Visi strategis, penegakan hukum, transparansi,
kesetaraan, daya tanggap, partisipasi, akuntabilitas, pengawasan, efisiensi dan efektifitas, serta profesionalisme
(Santosa, 2006). Kesepuluh prinsip tersebut saling memperkuat dan tidak dapat berdiri sendiri yang harus menjadi
karakteristik pemerintah daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup dalam kerangka penyelenggaraan otonomi
daerah sesuai semangat Undang-undang Nomor 32 tahun 2004.
Berikut gambar hubungan Good Environmental Governance (GEG) dengan pengelolaan lingkungan
hidup : Sayangnya kenyataan di lapangan menunjukkan stakeholders belumlah optimal dalam menjalankan
perannya sesuai tuntutan di atas. Ahli sanitasi mensinyalir belum adanya sinergi yang baik antara pihak yang
berkepentingan. Masih belum ada sinergi diantara masyarakat sipil dalam mengontrol kebijakan pembangunan,
semuanya berjalan sendiri-sendiri dan terkesan parsial. Padahal apabila tindakan mereka terorganisir bukan tidak
mungkin masyarakat sipil dapat menjadi kelompok penekan untuk mengedepankan isu-isu lingkungan.
Pemanfaatan media massa sebagai saluran dalam menyampaikan aspirasi tadi merupakan salah satu cara untuk
membentuk opini publik sehingga dapat direspon oleh Pengambil Kebijakan. Pemanfaatan media massa sebagai
sarana mengkampanye-kan sekaligus penyebaran informasi lingkungan telah sering dilakukan. Lacey dan
Longman serta Parlour dan Schatzow dalam Hannigan (1995), menyebutkan pada periode akhir 1960-an sampai
awal 1970-an ulasan media terhadap lingkungan meningkat secara dramatis, untuk pertama kalinya isu lingkungan
dipandang oleh para jurnalis sebagai kategori berita utama dan mendesak untuk diselesaikan.
Tabel 3.10 Peran Swasta dalam penyediaan layanan air limbah Domestik
Jenis kegiatan/
Nama Provider/Mitra Tahun mulai operasi/
No Kontribusi Volume Potensi Kerjasama
Potensial Berkontribusi
Terhadap Sanitasi
1 - - - - -
Sumber : Pokja Sanitasi Kepulauan meranti 2015 (Belum ada kerjasama dengan pihak swasta)
Hasil dari tabel peran swasta dalam penyediaan layanan air limbah domestik belum ada bekerja sama dengan
pihak swasta.
Tabel 3.11 Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi komponen air limbah domestik
1.b - - - - - - -
Pendanaan OM yang dialokasikan
dalam APBD
Permasalahan Mendesak
Aspek Teknis
Perencanaan Teknis Belum ada Masterplane air limbah
Sarana dan Preasarana Jumlah penduduk pada tahun 2014: 183.912 Jiwa atau 45.978 KK perkotaan
dan pedesaan
Akses jamban pribadi = 22.5% (10.707 KK)
Akses MCK Umum = 48.4% ( 115 KK )
WC Gantung ( cubluk ) = 28.6% (20.841 KK)
Kesungai, kebun dll = 0.5% ( 9.636 KK)
(Sumber EHRA)
Perkotaan
Jumlah penduduk pada tahun 2014:
27,522 Jiwa atau 6,842 KK
kelembagaan, sistem dan cakupan pelayanan, kesadaran masyarakat dan PMHSJK, pemetaan media, partisipasi
dunia usaha, pendanaan dan pembiayaan serta permasalahan mendesak dan isu strategis.
3.4.1 Kelembagaan
Dalam proses pelaksanaannya, pengelolaan persampahan di Kabupaten Kepulauan meranti tidak hanya
dilakukan oleh pemerintah daerah, beberapa mitra potensial turut berperan dalam upaya peningkatan kualitas
pengelolaan persampahan di kabupaten Kepulauan meranti. Pada Subbab pengelolaan persampahan ini, berikut
akan dipaparkan kondisi eksisting pengelolaan persampahan di Kabupaten Kepulauan meranti, mulai dari
kelembagaan, sistem dan cakupan pelayanan, kesadaran masyarakat dan PMHSJK, pemetaan media, partisipasi
dunia usaha, pendanaan dan pembiayaan serta permasalahan mendesak dan isu strategis.
Tabel 3.14 Daftar Pemangku Kepentingan dalam Pembangunan dan Pengelolaan Persampahan
PEMANGKU KEPENTINGAN
FUNGSI
Pemerintah Kabupaten/Kota Swasta Masyarakat
PERENCANAAN
PENGELOLAAN
PEMANGKU KEPENTINGAN
FUNGSI
Pemerintah Kabupaten/Kota Swasta Masyarakat
Ketersediaan Pelaksanaan
Substansi Keterangan
Ada Tidak Efektif Belum Efektif Tidak Efektif
(Sebutkan) Ada Dilaksanakan Dilaksanakan Dilaksanakan
PERSAMPAHAN
Praktik pengelolaan sampah sangat tergantung pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah
di sumber sampah. Berdasarkan hasil studi EHRA yang telah dilakukan di Kabupaten Kepulauan meranti, tampak
bahwa masyarakat sudah memiliki kesadaran untuk melakukan pengelolaan sampah mulai dari sumber sampah
Berdasarkan hasil Studi EHRA diketahui bahwa dalam melakukan pengelolaan sampah di masyarakat Kabupaten
Kepulauan Meranti masih menggunakan sistem pembakaran / dibakar langsung, yaitu sebanyak 93,2%. Proses
pengolahan sampah dengan cara membakar bukanlah pengelolaan sampah yang ideal. Pembakaran sampah
yang dilakukan akan menghasilkan zat karbon (asap) yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Sehingga
praktik yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat ini harus segera diperbaiki.
Proses pengelolaan sederhana yang baik dilakukan oleh masyarakat adalah dibuang ke dalam lubang
dan ditutup dengan tanah. Ini dimaksudkan agar sampah tidak mudah dihinggapi oleh lalat yang merupakan salah
satu vektor pembawa kuman penyakit.
Gambar 3.10
Grafik Pengelolaan Sampah Rumah Tangga di Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2014
2.0 1.7
1.4 0.1 0.2 Dikumpulkan dan dibuang ke
0.6 0.3 TPS
0.6
Dibakar
Gambar 3.11
Grafik Pengangkutan Sampah
9.7
Ya
90.3 Tidak
Pada grafik 3.11 di atas terlihat bahwa rumah tangga yang melakukan pemilahan sampah hanya 9,7%. Ini
menunjukan masih rendahnya kesadaran masyarakat yang bersedia melakukan pemilahan sampah rumah tangga.
Pemilihan sampah rumah tangga sebenarnya memiliki manfaat tersendiri bagi masyarakat, seperti mampu untuk
mengolah sampah-sampah tersebut sesuai dengan jenis sampah. Salah satu yang paling mudah dilaksanakan
adalah pemilahan sampah organik yang nantinya diolah menjadi pupuk kompos.
Kec. Tebing Tinggi 45.834 10,660 56,494 31.52 11.45 38.73 26.65 70.25 14.12
Kec. Rangsang 16.822 1,924 18,746 11.56 42.05 6.99 4.81 18.56 46.86
Kec. Rangsang Barat 15.999 1,499 17,498 11.00 39.99 5.44 3.74 16.44 43.74
Kec. Merbau 9.465 4,812 14,277 6.50 23.66 17.48 12.03 23.99 35.69
Kec. Pulau Merbau 13.264 1,827 15,091 9.12 33.16 6.63 4.56 15.76 37.72
Kec. Putri Puyu 13.455 2,992 16,447 9.25 33.63 10.87 7.48 20.12 41.11
Kec. Rangsang - - - - - -
Kec. Merbau - - - - -
Data yang ada pada tabel Sistem Layanan sampah perkecamatan di Kab. Kepulauan meranti adalah
Kecamatan Tebing tinggi, kecamatan yang lain belum lengkap.
Tabel 3.17
Kondisi Prasarana dan Sarana persampahan yang ada di Kabupaten Kepulauan meranti
No Jenis Prasarana / Satuan Jumlah/ Kapasitas/Daya Ritasi Kondisi Keterangan
Luas tampung
Sarana /hari
total Rusak Rusak
Baik
terpakai ringan Berat
M3
(i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viii) (ix) (x)
1 Pengumpulan Setempat
Kendaraan Pick Up
Tempat Penampungan
2
Sementara (TPS)
Bak Sampah
(Beton/Kayu/Fiber)
2 unit 6
Container
Transfer Stasiun
4 unit 6
Dump Truck Roda
2 unit 6
Arm Roll Truck Roda
Compaction Truck
4 Pengolahan Sampah
3 unit 10
Sistem 3R
Incinerator 3 unit 50
5 TPA/TPA Regional
Kontruksi: Lahan
urugsaniter/lahan urug
terkendali/penimbunan
terbuka
Operasional: Lahan
urugsaniter/lahan urug
terkendali/penimbunan
terbuka
6 Alat Berat
Bulldozerl
Whell/truck loader
Excavator / backhoe
Truk Tanah
7 IPL: Sistem
kolam/aerasi/……
Efluen di Inlet
Efluen di Outlet
Sumber : Dinas Pasar Kab.Kepulauan meranti 2015
Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat tahun
2013 telah menempatkan aspek pemberdayaan masyarakat sebagai prinsip utama untuk melakukan perbaikan
kondisi sanitasi. Dengan demikian, peran Pemerintah pun bukan lagi sebagai penyedia layanan, tetapi lebih
sebagai fasilitator pembangunan layanan sanitasi yang berbasis dan dikelola masyarakat. Dalam konteks
penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK), pelibatan laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin, serta aspek
kesetaraan jender harus dimulai sejak proses penetapan Kelompok Kerja Sanitasi, pemetaan kondisi sanitasi,
penyusunan Strategi Sanitasi Kota, penyusunan rencana kegiatan, dan tahap monitoring dan evaluasi. Mekanisme
monitoring dan evaluasi yang partisipatif dan sadar jender menjadi kunci bagi masyarakat untuk memastikan
bahwa aspirasi mereka benar-benar diakomodasi.
1 TPST 3R : TPST - - - - - - - -
Sampah Organik
2 Peningkatan Peran - - - - - - - -
serta masyarakat
dalam pengelolaan
persampahan :
Bank Sampah
Total
Sumber : Kunjungan Lapangan, data sekunder kab.Kepulauan meranti 2015 ( Data tidak tersedia)
Belum ada kegiatan atau program kegiatan persampahan berbasis masyarakat.
Tabel 3.19 Pengelolaan Sarana Persampahan oleh Masyarakat
Pengelola Kerjasama
No Jenis Kegiatan Lokasi dengan Keterangan
Lembaga Kondisi
pihak lain
Sumber : Kunjungan Lapangan, data sekunder kab.Kepulauan meranti 2015 ( Data tidak tersedia)
Pengelolaan sarana dan prasarana persampahan oleh masyarakat belum ada.
1. Identifikasi isu dan pesan-pesan kunci pembangunan dan kebijakan terkait sanitasi.
2. Pemetaan saluran-saluran komunikasi (media) untuk kegiatan advokasi, mobilisasi sosial, dan komunikasi
(sosialisasi) program pembangunan dan kebijakan pemerintah.
3. Gambaran potensi sumberdaya, peluang dan alternatif pendanaan komunikasi, dan promosi pembangunan
dan kebijakan sanitasi (baik dari sumber setiap SKPD terkait maupun potensi di luar pemerintahan).
4. Klasifikasi perangkat dan salurannya (communications tools dan channels) yang sesuai dengan kelompok
sasaran (khalayak).
5. Jadwal dan momentum (seperti milestone) komunikasi kebijakan dan pembangunan.
Gambar 3.13 Kegiatan penyuluhan atau sosialisasi yang pernah diikuti di Kab.Kepulauan meranti
Sampai dengan saat ini Pemerintah kabupaten Kepulauan meranti belum ada kegiatan penyuluhan atau
sosialisai yang diikuti.
Tabel 3.20 Peran Swasta Dalam Penyediaan Layanan Pengelolaan Persampahan Di Kab.Kepulauan meranti
1.
2.
3.
Catatan: Saat ini belum ada kegiatan penyedia layanan pengelolaan persampahan dengan pihak swasta di
Kabupaten Kepulauan meranti.
Berikut tabel ringkasan anggaran sanitasi dan belanja modal sanitasi sub sektor sampah Kabupaten
Kepulauan meranti:
Pendanaan Investasi
2.a 0,47 8%
persampahan 4,591,744 5,401,407 7,763,571 8,269,412 8,927,830
Pendanaan OM yang
2.b dialokasikan dalam
APBD
Perkiraan biaya OM
2.c berdasarkan
infrastruktur terbangun
Aspek Promosi
4
Higiene dan Sanitasi
2 Retribusi Sampah - - - - - -
3 Retribusi Drainase - - - - - -
Permasalahan Mendesak
Aspek Teknis : Pengembangan sarana dan prasarana (user interface-pengolahan awal-pengangkutan-pengolahan akhir-
pembuangan akhir)
Sarana dan Prasarana Pengolahan sampah rumah tangga berdasar study EHRA
Tingkat layanan sampah yang dilayani pemerintah ( sampah yang terangkut) baru 2 %
Peraktek pemilahan sampah rumah tangga sebesar 1%
Hasil dari instrumen Profil
Tingkat pelayanan sampah oleh pemerintah baru 2% perkotaan dan 0% pedesaan ( sumber
pengolahan data/ instrumen Profil Sanitasi )
Pengumpulan Pengumpulan setempat langsung oleh dumtruk dan dibawa langsung ke TPA ( ada 2 unit Mobil
setempat truk )
Belum ada pembagian Zona sistem pengangkutan sampah
Belum ada kerja sama dengan swasta dalam pengngelolaan persampahan
Penampungan Jumlah TPS yang ada masih belum mencukupi ( ada 0 unit TPS dan 2 unit kontainer
Sementara
Pengangkutan Masih kurangnya sarana pengangkutan sampah hanya ada 6 truk dan di gabung dengan
pengumpulan setempat
Pengolahan akhir Belum ada sistem pengolahan akhir terpusat
Tempat pemprosesan TPA sudah sanitary landfil dengan luas 6 Ha
akhir
Aspek Non Teknis : Pendanaan, kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan peran serta masyarakat dan dunia
usaha/swasta, komunikasi
Peran serta masyarakat Rendahnya kesadaran masyarakat untuk untuk pengelolaan sampah
Aspek peraturan dan Peraturan daerahyang mengatur tentang pengelolaan persampahan skala kabupaten masih
perundangan dalam pembahasan
Aspek Pendanaan Rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah untuk sektor persampahan
Belum ada penggalian pendanaan dari sektor swasta
Sumber : Pokja Sanitasi Kab.Kepulauan meranti 2015
Dalam hal sektor drainase, hingga saat ini Kabupaten Kepulawan Mereanti baru memiliki Masterplane
Skala Kota yaitu Masterplane Kota Selat Panjang sehingga masih banyak jaringan draenase belum yang belum
terintegrasi dengan baik.. Untuk jaringan drainase tersier/jaringan drainase permukiman saat ini belum
terinvetarisir. Keberadaan drainase permukiman yang terstruktur pada umumnya terdapat di permukiman yang
dibangun oleh pengembang serta di sepanjang jaringan jalan.
Meskipun demikian jaringan belum terintegrasi, pada beberapa kantong permukiman yang padat bahkan
kondisi drainase tidak memenuhi standar. Pada beberapa kasus, drainase ini kondisinya tidak terawat dan
mengalami
pendangkalan akibat timbunan sampah dan lumpur. Kondisi drainase yang ada mengakibatkan rentan terjadinya
bencana banjir di musim penghujan, terutama di daerah-daerah yang memiliki kontur lebih rendah dengan guna
lahan terbangun yang padat.
3.5.1 Kelembagaan
Undang undang dan peraturan yang mengatur tentang pengelolaan drainase antara lain :
1. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber
daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
2. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
3. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan
memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
4. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
5. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan
memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;
6. mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan
sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;
7. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan,
penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;
8. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai
lintas kabupaten/kota;
9. memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya air;
10. membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat atas air;
11. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota; dan
12. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah kabupaten/kota.
1. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber
daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
2. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
3. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dengan
memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
4. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
5. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dengan
memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;
6. mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah
di wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
7. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota;
8. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di wilayahnya; dan
9. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah
sungai dalam satu kabupaten/kota.
· SK SNI 02-2453-2002, tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan
Pekarangan
· SK SNI 02-2406-1991, tentang Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
· SK SNI 06-2459-2002, tentang Spesifikasi Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan Struktur
Unit Layanan Drainase.
Instasi Pemerintah Kabupaten Kepulauan meranti yang menangani dan terkait dalam pengelolaan
drainase adalah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepulauan meranti.
Tugas dan kewenangan Dinas Pekerjaan Umum dalam hal ini adalah:
Perencanaan Teknis pembangunan serta peningkatan layanan bidang drainase dan pengendalian
sumber daya air dan banjir.
Penyediaan dan distribusi layanan drainase dan pengendalian banjir.
Supervisi.
Monev.
Tugas dan Kewenangan Pihak Swasta dan Masyarakat
Tabel 3.24
Daftar pemangku kepentingan dalam pembangunan dan pengelolaan drainase perkotaan
PEMANGKU KEPENTINGAN
FUNGSI
Pemerintah
Swasta Masyarakat
Kabupaten
PERENCANAAN
PENGELOLAAN
PEMANGKU KEPENTINGAN
FUNGSI
Pemerintah
Swasta Masyarakat
Kabupaten
Tabel 3.25 Daftar peraturan terkait drainase perkotaan Kabupaten Kepulauan meranti
Ketersediaan Pelaksanaan
Peraturan Keterangan
Ada Tidak Efektif Belum Efektif Tidak Efektif
(Sebutkan) Ada Dilaksanakan Dilaksanakan Dilaksanakan
DRAINASE LINGKUNGAN
Gambar 3.14 Grafik persentasi rumah tangga yang mengalami banjir rutin
52.0 48.0
Ya
Tidak
Sebanyak 52% dari rumah yang pernah mengalami banjir, genangan banjir tersebut terjadi secara rutin.
Hal ini sebaiknya menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat untuk dapat mengatasi kejadian banjir
terutam yang terjadi secara rutin. Sehigga kerugian akibat banjir, terutama dari segi kesehatan dapat dihindari.
Peta 3.4 Peta jaringan drainase dan wilayah genangan Kabupaten Kepulauan meranti
4 Kec. Rangsang - - - - -
7 Kec. Merbau - - - - -
Sumber : Pokja Sanitasi Kabupaten Kepulauan meranti 2015 ( data tidak tersedia)
Pada tabel luas wilayah genangan datanya belum ada tersedia oleh Kabupaten Kepulauan Meranti.
Tabel 3.27 Kondisi sarana dan prasarana Drainase yang ada di Kab.Kepulauan meranti
1 Saluran Primer
S. Primer A m - - - -
S. Primer B m - - - -
2 Saluran Sekunder
m - - - -
Saluran Sekunder A1
m - - - -
Saluran Sekunder A2
m - - - -
Saluran Sekunder B1
3. Bangunan Pelengkap
unit - - - -
Rumah Pompa
unit - - - -
Pintu Air
Sumber : Pokja Sanitasi Kabupaten Kepulauan meranti 2015 ( data tidak tersedia)
Tabel kondisi sarana dan prasarana drainase belum ada di Kabupaten Kepulauan Meranti.
1 Saluran Primer
m - - - -
S. Primer A
m - - - -
S. Primer B
2 Saluran Sekunder
m - - - -
Saluran Sekunder A1
Saluran Sekunder A2 m - - - -
m - - - -
Saluran Sekunder B1
3. Bangunan Pelengkap
unit - - - -
Rumah Pompa
unit - - - -
Pintu Air
Sumber :Data Sekunder Pokja, wawancara dengan SKPD dan kunjungan lapangan (Data tak tersedia)
Pengelolaan
No Jenis Sarana Lokasi Iuran Keterangan
Lembaga Kondisi
1 - - - - - -
2 - - - - - -
Sumber : Pokja Sanitasi Kabupaten Kepulauan meranti 2015 ( data tidak tersedia)
Gambar 3.15 Kegiatan penyuluhan atau sosialisasi yang pernah diikuti di Kab.Kepulauan Meranti
Sampai saat ini belum ada kegiatan komunikasi terkait bidang drainase lingkungan di Kabupaten
Kepulauan meranti.
3.5.5 Peran Swasta
Ditinjau dari segi partisipasi dunia usaha, tingkat partisipasi dunia usaha dalam pengelolaan drainase
lingkungan di Kabupaten Kepulauan meranti tergolong rendah. Partisipasi dunia usaha dalam pengelolaan
drainase lingkungan yang telah teridentifikasi baru sebatas pada penyediaan drainase oleh pengembang
perumahan. Hingga saat ini, belum ada kerjasama dalam hal pengelolaan drainase lingkungan yang secara
khusus dilakukan oleh pemerintah daerah dengan dunia usaha. Padahal jika ditinjau dari segi potensi, saat ini
terdapat beberapa mitra potensial yag dapat diajak untuk bekerjasama dalam pengelolaan drainase permukiman di
Kabupaten Kepulauan meranti.
Tabel 3.30 Penyedia layanan pengelolaan drainase perkotaan yang ada di Kabupaten Kepulauan Meranti
No Nama Provider/Mitra Tahun mulai operasi/ Jenis kegiatan/ Volume Potensi Kerjasama
Potensial Berkontribusi Kontribusi
Terhadap
Sanitasi
1. - - - - -
2. - - - - -
3. - - - - -
Sumber : Pokja Sanitasi Kabupaten Kepulauan meranti 2015 ( data tidak tersedia)
Data penyediaan layanan pengelolaan drainase perkotaan belum ada di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Tabel 3.31 Rekapitulasi Realisasi Pendanaan Sanitasi per Komponen drainase Perkotaan
Belanja (Rp)
Pertumbu
No Subsektor Rata-rata
han (%)
2011 2012 2013 2014 2015
1 Drainase (3a+3b) - - - - - - -
Pendanaan Investasi
1.a - - - - - - -
Drainase
Pendanaan OM yang
1.b - - - - - - -
dialokasikan dalam APBD
Perkiraan biaya OM
1.c berdasarkan infrastruktur - - - - - - -
terbangun
Pada tabel diatas belum ada realisali pendanaan sanitasi perkomponen drainase perkotaannya.
Jumlah - - - - - -
Aspek Peraturan dan Belum adanya Perda tentang pengelolaan drainase skala kabupaten
perundangan Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase
Aspek Masyarakat Minimnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan drainase skala lingkungan dan kawasan
Aspek Pendanaan Kurangnya pendanaan bidang drainase
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat terutama untuk masak ataupun
minun. Akses terhadap air bersih di Kabupaten Kepulauan Meranti dapat terlihat dari hasil studi EHRA seperti
pada grafik di bawah ini.
120.0 Lainnya
Sesuai dengan grafik 3.16 di atas terlihat bahwa air hujan merupakan sumber air yang paling banyak
digunakan masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk konsumsi
air minum 80,4% berasal dari air hujan. Penggunaan air hujan pada prinsipnya baik, namun di dalam air hujan
tidak terdapat kalsium yang dibutuhkan. Sehingga masyrakat perlu diinformasikan bahwa perlu adanya
tambahan konsumsi kalsium guna terpenuhinya kebutuhan tubuh.
Pada grafik di atas juga memperlihatkan bahwa masih adanya masyarakat yang menggunakan sumber
air yang tidak baik atau tercemar untuk kebutuhan makan dan minum, yaitu berasal dari air sumur gali yang tidak
terlindungi. Walaupun jumlah masyarakat yang menggunakan sumber air ini sedikit (13,2 %), namun perlu
menjadi perhatian serius. Hal ini dikarenakan konsumsi air yang tercemar dapat mengganggu kesehatan.
Tabel 3.34 Sistem Penyediaan Dan Pengelolaan Air Bersih Perpipaan Kab.Kepulauan meranti
1 Pengelola PDAM
2 Tingkat Pelayanan 3,5%
3 Kapasitas Produksi 3,9 Lt/detik
Rangsang -
Rangsang pesisir -
Rangsang barat -
Merrnbau -
Pulau merbau -
Putri puyu -
Total Pelanggan
Tabel 3.35 Pengelolaan limbah industri rumah tangga Kabupaten Kepulauan Meranti
- - - - -
Nama Fasilitas Kesehatan Lokasi Jenis Pengolahan Limbah Medis Kapasitas (m3/hari)
Fasilitas pengelolaan limbah medis di fasilitas – fasilitas kesehatan di Kabupaten Kepulauan Meranti belum ada.
BAB IV
PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI
SAAT INI DAN YANG DIRENCANAKAN
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti sejak Tahun 2010 turut mendukung pencapaian Visi
Indonesia Sehat dengan mendorong promosi kesehatan yang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI.
No. 1193/MENKES /SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 2010” yang terus digalakkan sampai
tahun ini dengan berpedoman kepada program promosi kesehatan di daerah yang ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Kesehatan RI. No. 1114/Menkes /SK/VIII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di
Daerah.
Promosi kesehatan di Kabupaten Kepulauan Meranti dilaksanakan sebagai upaya untuk mendorong
dan meningkatkan kemampuan masyarakat secara mandiri melalui mekanisme pembelajaran sesuai dengan
karakteristik masyarakat setempat guna menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatannya. Sehingga,
keluaran awal yang diharapkan berupa peningkatan secara nyata perilaku masyarakat dalam hidup bersih dan
sehat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam artian untuk menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat untuk hidup sehat dengan pelibatan aktif dari semua stakeholder sehingga berkorelasi positif
terhadap pengembangan perilaku dan menciptakan lingkungan sehat dengan mengedepankan prinsip promotif
dan preventif.
Program promosi kesehatan juga di dukung dengan program Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
(SLBM) untuk mencapai visi peningkatan derajad kesehatan, produktivitas dan taraf hidup dengan menyediakan
MCK++ dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang aman bagi masyarakat. Tujuan SLBM adalah
meningkatkan jumlah warga miskin perdesaan dan pinggiran kota yang dapat mengakses fasilitas sanitasi yang
layak serta mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat, sebagai bagian dari usaha pencapaian target
MDGs di sektor sanitasi melalui upaya pengutamaan dan perluasan program berbasis masyarakat secara
nasional arah kebijakan ada dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang
Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP).
Program PHBS yang akan disampaikan sesuai Petunjuk Praktis Penyusunan Buku Putih Sanitasi
Kabupaten/Kota Dirjen Ciptakarya Kementerian PU Tahun 2012, meliputi 5 tatanan yaitu (a) Rumah Tangga, (b)
Sekolah, (c) Tempat Kerja, (d) Sarana Kesehatan dan (e) Tempat Tempat Umum (TTU) dan dilaksanakan untuk
menunjang Sanitasi Total menuju kondisi suatu komunitas (a) Tidak Buang air besar sembarangan, (b) mencuci
tangan pakai sabun, (c) mengelola air minum dan makanan yang aman, (d) mengelola sampah dengan benar,
(e) mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
Pencapaian peningkatan PHBS di Kabupaten Kepulauan Meranti ditempuh melalui beberapa program
dan kegiatan, adapun gambaran program dan kegiatan yang dijalankan pada tahun 2015 dan Rencana Tahun
2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Rencana Program dan Kegiatan PHBS Terkait Sanitasi Tahun 2016
Sumber
Indikas SKPD
pendanaa
N Vo i biaya Penang Sumber
Nama progam/kegiatan Sat n/
o l (Rp x gung Dokumen
pembiaya
1000) jawab
an
1 (2) 3 4 5 6 7 8
Kab.Kep Dinas
3 Pertemuan Revitalisasi Desa Siaga Paket 1 79.205 APBD II
Meranti Kesehatan
Indikasi
Sumber Lokasi Pelaksana
No Nama progam/kegiatan Sat Vol biaya (Rp
dana Kegiatan Kegiatan
x 1000)
Kab. Kep
5 Program lingkungan sehat perumahan Paket 1 4.670.029 APBD Dinas PU
Meranti
Indikasi
Sumber Lokasi Pelaksana
No Nama progam/kegiatan Sat Vol biaya (Rp
dana Kegiatan Kegiatan
x 1000)
Berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi Kabupaten Kepulauan Meranti dalam pengelolaan air
limbah domestik diantaranya adalah masih kurang meratanya kepemilkan jamban keluarga, sistem pembuangan
yang tidak terpadu baik sistem terpusat maupun setempat, kurangnya fasilitas IPLT, belum adanya mekanisme
legislasi daerah yang mengatur tentang sistem penyediaan air limbah, kurangnya sosialisasi dan pemberdayaan
masyarakat.
Isu dan permasalahan yang muncul didekati dengan program dan kegiatan untuk mengatasinya,
sehingga kebijakan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti jangka pendek, menengah, dan panjang harus
mengarah kepada perbaikan pengelolaan air limbah di daerah. Dari kebijakan ini akan dirumuskan dengan
program dan kegiatan sehingga menjadi suatu rumusan atau alat yang tepat dalam menyelesaikan atau
mengatasi masalah.
Program atau kegiatan awal yang diidentifikasi dari permasalah umum dapat diterapkan sesuai dengan
pendanaan yang ada. Program atau kegiatan pertama yang perlu dilakukan adalah membantu semua rumah
tangga di Kabupaten Kepulauan Merantiminimal harus memiliki atau terakses jamban yang memadai sebagai
tempat pembuangan tinja baik melalui fisik maupun non fisik seperti sosialisasi. Kemudian ada produk legislasi
sebagai bentuk pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang tepat dalam bentuk tata
perundang-undangan, sehingga dalam pengeloaan air limbah dapat maksimal dan berujung pada penyehatan
lingkungan. Program dan kegiatan selanjutnya adalah menerapkan sistem sanitasi yang tepat melalui sistem
setempat untuk perumahan dan kawasan permukiman berkepadatan sedang sampai rendah, adapaun sistem
terpusat untuk perumahan dan kawasan permukiman yang berkepadatan tinggi.
Program dan Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Merantidalam pelayanan
publik sub sektor air limbah, dapat dilihat pada bagian berikut:
Tabel 4.3 Rencan Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Domestik Tahun 2016
Rencan Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Domestik Tahun 2016
Sumber Dokumen: SKPD Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kab. Kep Meranti
Tabel 4.4 Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Domestik yang Sedang Berjalan
Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Domestik yang Sedang Berjalan tahun 2015
Indikasi
Sumber Lokasi Pelaksana
No Nama progam/kegiatan Sat Vol biaya (Rp
dana Kegiatan Kegiatan
x 1000)
SOSIALISASI PENANGGULANGAN
Kb. Kep
2 PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI Paket 1 148.633 BLH
Meranti
KECIL ( NON LIMBAH B3 )
Adapun program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dalam
pelayanan publik sub sektor persampahan pada tahun anggaran 2015 dan rencana Tahun 2016, adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.5 Rencana Program dan Kegiatan Pengelolaan Persampaan taun 2016
Pasar
Indikasi
Sumber Lokasi Pelaksana
No Nama progam/kegiatan Sat Vol biaya (Rp
dana Kegiatan Kegiatan
x 1000)
Program dan Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dalam
pelayanan publik sub sektor drainase perkotaan belum ada untuk rencana programnya.
Tabel 4.7 Rencana Program dan Kegiatan Pengelolaan Drainase Perkotaan tahun 2016
Indikasi
Sumber Lokasi Pelaksana
No Nama progam/kegiatan Sat Vol biaya (Rp
dana Kegiatan Kegiatan
x 1000)
Kec.
- Pembangunan Drainase Kec.
h. Paket 1 233.800 APBD Rangsang PU
Rangsang barat
barat
Indikasi
Sumber Lokasi Pelaksana
No Nama progam/kegiatan Sat Vol biaya (Rp
dana Kegiatan Kegiatan
x 1000)
Kec Selat
l. - Pembangunan Drainase jln permai Paket 1 302.760 APBD panjang PU
timur
NORMALISASI DRAINASE
Kab. Kep
2 PRIMER DESA KUNDUR DAN Paket 1 1.720.773 APBD PU
Meranti
TANJUNG PERANAP
Komponen yang terkait dengan sanitasi di Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dilepaskan dari beberapa subsektor penanganan terkait dengan penyediaan sanitasi yang
layak atau penyehatan lingkungan, dalam sanitasi bukan hanya prasarana dasar perumahan dan kawasan
permukiman saja yang menjadi prioritas akan tetapi juga dilihat dari beberapa sisi yang lain. Ibarat mata uang,
sanitasi tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, akan tetapi sisi yang lain dari sanitasi perlu untuk dilihat. Beberapa
komponen yang menjadi satu kesatuan dengan sanitasi adalah pengelolaan air bersih, pengelolaan air limbah
industri rumah tangga, pengelolaan limbah medis, pemberdayaan masyarakat, jender, dan kemiskinan, media
komunikasi dan informasi ditambah dengan komponen pendukung lainnya, perlu untuk dilihat daari sisi
program/kegiatan dan anggarannya. Adapun penjelasan dari masing-masing komponen akan diuraikan kedalam
tabel masing-masing sub sektor komponen terkait lainnya sebagai berikut.
Sumber Dokumen: SKPD Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kab. Kep Meranti
Indikasi
Sumber Lokasi Pelaksana
No Nama progam/kegiatan Sat Vol biaya (Rp
dana Kegiatan Kegiatan
x 1000)
BAB V
AREA BERISIKO SANITASI
Penentuan area berisiko berdasarkan tingkat resiko sanitasi dilakukan dengan menggunakan data
sekunder dan data primer berdasarkan hasil penilaian oleh SKPD dan hasil studi EHRA Tahun 2014. Penentuan
area berisiko berdasarkan data sekunder adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat risiko sebuah area
(kelurahan) berdasarkan data yang telah tersedia di SKPD meliputi: luas administrasi kelurahan, luas area
terbangun kelurahan, pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk, jumlah kepala keluarga, kepadatan penduduk,
klasifikasi perkotaan, jumlah penduduk miskin, data air limbah, data persampahan, dan data drainase.
Penentuan area berisiko berdasarkan Penilaian SKPD diberikan berdasarkan pengamatan, pengetahuan praktis
dan keahlian profesi yang dimiliki individu anggota pokja kota/ kabupaten. Adapun penentuan area berisiko
berdasarkan hasil studi EHRA adalah kegiatan menilai dan memetakan tingkat resiko berdasarkan: kondisi
sumber air; pencemaran karena air limbah domestik; pengelolaan persampahan di tingkat rumah tangga;
kondisi drainase; aspek perilaku (cuci tangan pakai sabun, higiene jamban, penangan air minum, buang air
besar sembarangan). Proses penentuan area berisiko dimulai dengan analisis data sekunder, diikuti dengan
penilaian SKPD dan analisis berdasarkan hasil studi EHRA. Penentuan area berisiko dilakukan bersama-sama
seluruh anggota Pokja berdasarkan hasil dari ketiga data tersebut.
Dari hasil penentuan area berisiko sanitasi air limbah domestik untuk Kabupaten Kepulauan Meranti
didapat sebanyak 48 Desa/ Kelurahan di Kabupaten Kepulauan Meranti berisiko sangat tinggi, 53
Desa/Kelurahan berisiko tinggi, 0 Desa/ Kelurahan berisiko sedang dan 0 Desa/ Kelurahan kurang berisiko. Hasil
penentuan area berisiko sanitasi persampahan untuk Kabupaten Kepulauan Meranti didapat sebanyak 101
Desa/ Kelurahan di Kabupaten Kepulauan Meranti berisiko sangat tinggi, 0 Desa / Kelurahan berisiko tinggi, 0
Desa /Kelurahan berisiko sedang dan 0 Kelurahan kurang berisiko. Hasil penentuan area berisiko sanitasi
drainase untuk Kabupaten Kepulauan Meranti didapat sebanyak 58 Desa/Kelurahan di Kabupaten Kepulauan
Meranti berisiko sangat tinggi, 37 Desa / Kelurahan berisiko tinggi, 0 Desa/Kelurahan berisiko sedang dan 0
Desa/Kelurahan kurang berisiko. Hasil Penentuan area berisiko berdasarkan tingkat/derajat risiko ini disajikan
dalam bentuk tabel dan peta seperti dibawah ini :
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Air Limbah
Desa Tenan
Desa Kundur
Desa Lukun
Desa Repan
Desa Penyangun
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Air Limbah
Desa Tebun
Desa Sendaur
Desa Telesung
Desa Sonde
Desa Centai
Desa Mengkopot
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Air Limbah
Desa kudap
Desa Dedap
Desa Insit
Desa Tanjung
Desa Mantiasa
Desa Mengkikip
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Air Limbah
Desa Sokop
Desa Bungur
Desa Segomeng
Desa Lemang
Desa bokor
Desa Melai
Desa Permai
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Air Limbah
Desa Palantai
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Persampahan
Desa Mekong
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Persampahan
Desa Tenan
Desa Kundur
Desa Insit
Desa Tanjung
Desa Mantiasa
Desa Mengkikip
Desa Banglas
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Persampahan
Desa Lukun
Desa Penyangun
Desa Topang
Desa Tebun
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Persampahan
Desa Sokop
Desa Bungur
Desa Telesung
Desa Sonde
Desa Sendaur
Desa Segomeng
Desa Lemang
Desa Bokor
Desa Melai
Desa permai
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Persampahan
Desa Pelantai
Desa Semukut
Desa Centai
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Persampahan
Desa Mengkopot
Desa Bandul
Desa Kudap
Desa Dedap
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Drainase
Desa Kundur
Desa Tanjung
Desa Mengkikip
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Drainase
Desa Banglas
Desa Penyagun
Desa Topang
Desa Tebun
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Drainase
Desa Sokop
Desa Bungur
Desa Telesung
Desa Sendaur
Desa segomeng
Desa Lemang
Desa Melalai
Desa Palantai
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Drainase
Desa Centai
Desa Mekong
Desa Insit
Desa Mantiasa
Desa Wonosari
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Drainase
Desa Bantar
Desa Permai
Desa Mengkopot
Desa Bandul
Desa Kudap
Wilayah Prioritas
Area
No Kecamatan
Berisiko
Drainase
Lukun