Anda di halaman 1dari 4

1.

Potensi Bioaktif Ekstrak Alga Merah (Gracillaria Verrucosa) Terhadap Kadar


Malondialdehida (Mda) dan Gambaran Histologi Paru Tikus Putih (Rattus
Novergicus) Pasca Induksi
 Oleh: Anggun Tanduwinata, Helmi Auliyah Istiqomah, Jamilah, Ni Luh
Kemmy Caesaria, Rizki Rahmat Saputra, Aulanni’am1 Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Brawijaya Formalin (Molekul, Vol. 10. No. 2. November 2015: 82
– 87).
 Ringkasan Penelitian: Alga merah (Glacillaria verrucosa) mengandung
senyawa fikosianin, fikoeretin dan karotenoid yang berperan sebagai
antioksidan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi bioaktif
ekstrak alga merah untuk terapi hewan coba tikus putih (Rattus novergicus)
berdasarkan kadar malondialdehida (MDA) dan gambaran histologi paru.
Berdasarkan uji fitokimia, analisis dengan FTIR dan LCMS, ekstrak alga
merah mengandung senyawa flavonoid, terpenoid, alkaloid, β-karoten , β-apo-
8’-carotenal dan α-tokoferol yang berperan sebagai antioksidan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi bioaktif ekstrak alga merah
untuk terapi hewan coba tikus yang diinduksi formalin. Paparan formalin
sebagai zat karsinogenik dapat meningkatkan spesies oksigen reaktif sehingga
meningkatkan kadar MDA (Yustika, dkk, 2013) dan merusak jaringan paru.
Setelah dilakukan terapi dengan ekstrak alga merah, diduga kadar MDA turun
dan keadaan jaringan paru menjadi lebih baik.
2. Biodiversitas dan Potensi Ganggang Merah (Rhodophyta) Di Perairan Pantai Jawa
Barat
 Oleh: Sukiman, Tesis Program Studi Biologi Tumbuhan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor Bogor 2011
 Ringkasan Penelitian: Untuk mengetahui potensi ganggang merah sebagai
sumber agar dan karagenan dilakukan ekstraksi pada tujuh jenis ganggang
merah yaitu: Acanthophora spicifera, Gelidiella acerosa, Gelidium spinosum,
Gracilaria corticata, Gracilaria salicornia, Gracilaria coronopifolia, dan
Hypnea pannosa.
Dari 49 jenis ganggang merah yang ditemukan di pantai Jawa Barat, 18 jenis
diantaranya berpotensi sebagai sumber fikokoloid yaitu agar atau Karagenan.
Jenis-jenis yang berpotensi sebagai sumber agar berasal dari marga
Gracilaria, Gelidium, Hypnea, Acanthophora, dan Gelidiella. Di perairan
pantai Jawa Barat ditemukan sebanyak 18 jenis ganggang merah yang
berpotensi sebagai sumber fikokoloid. Ekstraksi pada tujuh jenis ganggang
merah menunjukkan bahwa kandungan agar tertinggi diperoleh dari G.
spinosum, sedangkan kandungan karagenan tertinggi diperoleh dari ekstrak G.
salicornia dan G. coronopifolia.
3. Karakteristik Fikoeritrin Sebagai Pigmen Asesoris Pada Rumput Laut Merah, Serta
Manfaatnya.
 Oleh: Iqna Kamila Abfa, Budhi Prasetyo1, AB Susanto. Program Studi
Magister Biologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jawa Tengah.
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro, Tembalang, Semarang.
 Ringkasan Penelitian: Rumput laut di Indonesia telah banyak dimanfaatkan
sebagai obat-obatan, bahan makanan, bahan dasar kosmetik, dan senyawa
bioaktif serta nutrisi. Salah satu senyawa bioaktif yang dominan terkandung
pada rumput laut merah adalah fikobilin, terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin.
Lemak rumput laut kaya akan omega-3 dan omega-6, kedua asam lemak ini
merupakan lemak yang penting bagi tubuh, terutama sebagai pembentuk
membran jaringan otak, saraf, retina mata, plasma darah, dan organ
reproduksi. Karaginan yang terkandung dalam rumput laut mempunyai fungsi
hampir sama dengan agar, antara lain sebagai pengatur keseimbangan,
pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi.
Manfaat Fikoeritrin, fikoeritrin berpotensi sebagai antioksidan (Pumas et al.,
2012). Dengan begitu, pigmen tersebut dapat memperlambat bahkan
menghambat oksidasi suatu zat, dapat melindungi sel dari dampak serangan
radikal bebas. Selain sebagai antioksidan juga berpotensi sebagai pewarna
alami dan label fluorensi yang dapat stabil pada suhu tinggi.

4. Antibacterial Compounds From Red Seaweeds (Rhodophyta)


 Oleh: Noer Kasanah, Triyanto, Drajad Sarwo Seto, Windi Amelia, and Alim
Isnansetyo. Department of Fisheries and Marine Sciences, Faculty of
Agriculture, Universitas Gadjah Mada. Indones. (J. Chem., 2015, 15 (2), 201 –
209)
 Ringkasan Penelitian: Ulasan ini membahas metabolit sekunder alga merah
dengan aktivitas antibakteri. Konstituen kimia dari ganggang merah adalah
steroid, terpenoid, acetogenin dan didominasi oleh senyawa terhalogenasi
terutama senyawa brominasi. Senyawa baru dengan kerangka menarik juga
dilaporkan seperti bromophycolides dan neurymenolides. Singkatnya, rumput
laut merah adalah sumber potensial untuk agen antibakteri dan dapat berfungsi
sebagai timbal sintesis obat-obatan alami baru.Banyak senyawa bioaktif telah
diisolasi dan diidentifikasi dari rumput laut. Ulasan ini fokus pada senyawa
antibakteri yang diisolasi dari Red Alga (Rhodopytha) seperti Laurencia sp.,
Gracillaria sp., Acanthophora sp dan spesies langka lainnya. Akhirnya,
disimpulkan bahwa ganggang merah adalah sumber potensial untuk agen
antibakteri dan dapat berfungsi sebagai insintesis utama obat-obatan alami
baru. Senyawa baru dengan kimia yang menarik dan sistem cincin yang
menarik dapat digunakan sebagai template untuk desain dan pengembangan
senyawa antibakteri baru. Selain itu, penelitian kolaborasi interdisipliner
dalam produk alami, biologi, kimia, ekologi kimia, dan ilmu biomedis penting
untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia
5. Manfaat Alga Merah(Rhodopyta) sebagai Sumber Obat dari Bahan Alam
 Oleh: Larasati Amaranggana, Nasrul Wathoni. Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran, Sumedang, Jawa Barat, Indonesia
 Ringkasan Penelitian: Metabolit yang bermanfaat bagi manusia. Dibandingkan
dengan rumput laut hijau dan coklat, rumput laut merah (Rhodopyta)
merupakan jenis rumput laut yang paling banyak mengandung senyawa
metabolit primer dan sekunder. Rumput laut merah dikenal sebagai penghasil
phycocolloids seperti agarose, agar, karagenan, dan metabolit sekunder
penting lainnya. Terdapat beberapa jenis alga merah yang diketahui memiliki
aktivitas antibakteri. Senyawa antibakteri ini diisolasi dari alga merah seperti
Laurencia spp., Gracillaria spp., Acanthophora spp., dan spesies alga merah
lainnya (Kasanah et al., 2015).
 Laurencia spp. Lima senyawa antibakteri yang diisolasi dari spesies Laurencia
sp. diketahuimemiliki aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus,
Staphylococcus sp., Streptococcus pyogenes, Salmonella sp., dan Vibrio
cholerae. Senyawa-senyawa tersebut ialah 10-acetoxyangasiol, aplysidiol,
cupalaurenol, 1-methyl-2,3,5-tribromoindole, dan chamigrane epoxide. Dari
hasil penelitian, nilaiMIC yang rendah dimiliki oleh 10-acetoxyangasiol
terhadap V. cholerae yaitu 100 μg/mL (Vairappan et al., 2010).
 Acanthophora spp. Beberapa sterol yang diisolasi dari Acanthophora spicifera
diantaranya adalah 6-hydroxycholest-4-ene-3-one, cholest- 4-ene-3,6-dione,
cholest-5-ene-3β-ol, 5α-cholestane-3,6-dione, dan senyawa lainnya.
 Gracilaria spp. Gracilaria spp memiliki metabolit bioaktif yang berfungsi
sebagai antibakteri seperti steroid, terpenoid, dan derivat asam eicosanoid.
Berdasarkanpenelitian yang dilakukan oleh Maftuch et al (2016), Gracilaria
Verrucosa mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, dan fenol. Selain
sebagai antibakteri, G. Verrucosa juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan.
Senyawa fenol yang ada pada jenis alga ini terbukti memiliki khasiat sebagai
antibakteri, antiinflamasi, antivirus, dan antikarsinogenik (Widowati et al.,
2014).
 Callophycus serratus. Beberapa senyawa yang berhasil diisolasi dari jenis ini
memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, antikanker, antimalaria, dan
antitubekular (Lin et al., 2019; Kubanek et al., 2006; Kubanek et al., 2005; dan
Lane et al., 2007).
 Rhodomella spp. mengandung senyawa bromofenol yang memiliki aktivitas
sebagai sitotoksik dan antibakteri. Dari beberapa senyawa yang berhasil
diisolasi
 Kesimpulan Senyawa kimia yang terdapat pada alga merahmemiliki berbagai
macamkhasiat dan aktivitas seperti antibakteri, antioksidan, antiinflamasi,
antivirus, dan antikarsinogenik. Alga merahmenjadi sumber penting yang
dapat dikembangkan menjadi sumber bahan obat yang berasal dari alam.
6. Beberapa Catatan Tentang Gelidium (Rhodophyta)
 Oleh Nurul D.M. Sjafrie. (Oseana, Volume XXIV, Nomor 3, 1999 : 1 – 10)
 Penelitian: Salah satu penyebab mengapa Gelidium tidak menarik untuk
dibudidayakan adalah morfologinya. Bentuk thallus yang relatif kecil bila
dibadingkan dengan Gracilaria atau Eucheuma akan menyulitkan usaha
budidaya dengan menggunakan sistem yang ada saat ini. Seperti diketahui
bahwa sistem penanaman rumput laut yang lazim dipakai sampai saat ini
adalah sistem ini rumpun tanaman diikatkan pada rak- rak atau tali. Untuk
Gelidium hal ini sangatlah tidak memungkinkan karena thallusnya yang relatif
pendek. Selain itu, Gelidium yang ada di Indonesia umumnya adalah jenis-
jenis yang menyukai salinitas tinggi dan perairan yang relatif berombak besar.
Hal ini akan menjadi faktor pembatas karena sistem tanam yang ada tidak
dapat diterapkan di lokasi tersebut. Tampaknya sistem tanam untuk Gelidium
tidak dapat dilakukan di alam, melainkan dilakukan di dalam bak-bak yang
diisi oleh air laut serta dirancang sedemikian rupa sehingga keadaannya tidak
jauh berbeda dengan di alam. Disamping teknik penanaman, usaha pengadaan
bibit juga perlu diperhatikan agar usaha budidaya dapat berjalan seoptimal
mungkin. Dalam jurnal ini dikemukakan beberapa alternatif untuk
pengembangan pembibitan rumput laut marga Gelidium.
7. Uji Toksisitas Ekstrak Eucheuma Alvarezii terhadap Artemia Salina sebagai Studi
Pendahuluan Potensi Antikanker
 Oleh: Awik Puji Dyah Nurhayati, Nurlita Abdulgani dan Rachmat Febrianto
Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. (Akta Kimindo Vol. 2 No. 1
Oktober 2006: 41– 46)
 Ringkasan Penelitian: golongan alga merah (Rhodophyta). Makroalga jenis ini
sudah banyak dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia.
Eucheuma merupakan alga multiseluler yang diduga memiliki senyawa-
senyawa hasil metabolisme sekunder berupa alkaloid atau flavonoid.
Senyawa-senyawa tersebut kemungkinan merupakan senyawa bioaktif yang
dapat digunakan dalam dunia pengobatan, misalnya sebagai antikanker,
(Khurniasari, 2004). Senyawa yang diduga memiliki aktifitas anti kanker,
harus di ujikan terlebih dahulu pada hewan percobaan. Penelitian ini
menerapkan metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) dengan menggunakan
larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan uji. Metode ini merupakan
salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa
antikanker baru yang berasal dari tanaman. Hasil uji toksisitas dengan metode
ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis senyawa anti
kanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup
akurat (Meyer, 1982). Ekstrak metanol dan kloroform dari E. alvarezii
mempunyai sifat toksik Hasil metabolisme sekunder dari E. alvarezii yang
bersifat polar relatif lebih toksik daripada yang bersifat non-polar. Nilai LC50
ekstrak E. Alvarezii yang terlarut dalam metanol mencapai 23,3346 ppm,
sedangkan LC50 dari ekstrak E. Alvarezii yang terlarut dalam kloroform
adalah 89,7429 ppm.

*Sar yang aku merahin berarti ringkasan yang masuk ke ppt, atau kalo menurut kamu ga
cocok mah itu terserah gimana aja masukin ke pptnya. Terus buat judul ditambah keterangan
tahun jadi mis: sbajdhakndsjfaf(2016) gitu hehe

Anda mungkin juga menyukai