Anda di halaman 1dari 5

Nama : Riska Rismawati

NPM :172154032
Kelas : 2B
Tugas : Resume Tier Test

Miskonsepsi merupakan suatu istilah yang merujuk kepada perbedaan pemikiran antara
konsep yang dimiliki siswa dengan konsep dari teori sains yang ditetapkan ahli. Beberapa
sumber menyebutkan bahwa miskonsepsi dapat muncul pada peserta didik berdasarkan
pengalaman nya sendiri, kemudian peserta didik tersebut membangun pemikiran/ teori sendiri
berdasarkan pemahaman awal mereka yangbelum tentu benar.
Untuk mengetahui apakah seorang siswa mengalami miskonsepsi atau tidak, maka
digunakan Diagnostik test. Diagnostic tes dapat memberikan gambaran yang akurat tentang
miskonsepsi yang dimiliki siswa berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya. Tes
diagnostik digunakan untuk menilai pemahaman konsep siswa terhadap konsep-konsep kunci
(key concepts) pada topik tertentu, secara khusus untuk konsep-konsep yang cenderung dipahami
secara salah. Tes diagnostik telah banyak dikembangkan untuk menganalisis miskonsepsi siswa
lebih dalam.Tes diagnostik dapat berupa tes berbentuk soal pilihan ganda maupun uraian.Tes
diagnostik yang baik dapat memberikan gambaran akurat mengenai miskonsepsi yang dialami
oleh siswa berdasarkan informasi kesalahan yang dibuatnya. Pertanyaan diagnostik yang baik
tidak hanya menunjukkan bahwa siswa tidak memahami bagian materi tertentu, akan tetapi juga
dapat menunjukkan bagaimana siswa berpikir dalam menjawab pertanyaan yang diberikan
meskipun jawaban mereka tidak benar.
Diagnostic tes dapat berupa one tier test, two tier tetst, three tier tetst , four tier test dan
Five Tier Test. Namun, setidaknya tes diagnostik terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
jawaban terkait pengetahuannya terhadap suatu konsep dan bagian kedua alasan atas jawaban
tersebut Perbedaannya yaitu terdapat pada tingkatan masing masing tes tersebut.

One Tier Test dan Two Tier Test


Tes pilihan ganda mudah digunakan dan dinilai, tetapi hasilnya tidak benar-benar
menggambarkan miskonsepsi siswa. Kemudian dikembangkanlah Two-tier multiple-choice
merupakan alat tes yang cukup sukses mendiagnosis miskonsepsi siswa dan mudah untuk dinilai,
tetapi Two tier Test tidak dapat membedakan miskonsepsi dengan lack of knowledge.
Menurut Anam dan Widodo dkk. (2019) meskipun tes pilihan ganda memiliki banyak
keuntungan, namun mereka juga memiliki kerugian. Misalnya, siswa mungkin menebak
jawabannya. Tes juga tidak bisa didapat informasi yang lebih mendalam tentang jawaban siswa
dan pemahaman konseptual mereka; di Selain itu, tes memiliki daftar pilihan jawaban yang
terbatas, sehingga siswa tidak dapat memberikan pilihan mereka sendiri. Karena kelemahan ini,
banyak peneliti telah mengembangkan tes pilihan ganda dengan dua, tiga, dan empat tingkatan
untuk mendapatkan alat terbaik untuk mendiagnosis konsepsi siswa.
Two Tier test telah dikembangkan oleh Treagust 1988 (Rositasari, 2014), dalam judul
penelitiannya “Development and uses of Dagnostic Test to Evaluate Students’ Misconception in
Science”. Tes diagnostik ini ditujukan untuk mengukur miskonsepsi siswa. Tes ini
memungkinkan menggabungkan beberapa aspek dalam satu fenomena, dimana tier pertama
merupakan menological domain, sedangkan tier kedua merupakan conceptual domain.
Dalam jurnal Anam & Widodo dkk. (2019) menjelaskan mengenai tes diagnostik pilihan
ganda dua tingkat. Perbedaannya dari pilihan ganda yang biasa, terletak pada penambahan alasan
untuk menjawab pertanyaan utama yang sisiwa pilih (Caleon & Subramaniam, 2010a; Tsai &
Chou, 2002; Anam et al., 2019). Tidak seperti pilihan ganda umum, dari empat opsi, hanya satu
yang benar, di mana probabilitas menebak yang benar jawabannya adalah 25%, dalam tes dua
tingkat, probabilitas menebak berkurang secara signifikan dan sama sekitar 6% (Milenković,
Hrin, Segedinac, & Horvat, 2016; Anam et al., 2019). Jenis tes ini dimungkinkan untuk
menentukan apakah siswa memiliki beberapa kesalahpahaman dan untuk menentukan tingkat
konseptual Memahami karena tes tingkat kedua dapat mengevaluasi pengetahuan penjelas atau
model mental para siswa ( Chang et al., 2007; Tsai & Chou, 2002; Anam et al., 2019). Namun,
tes dua tingkat memiliki keterbatasan. Itu tidak dapat membedakan kesalahan karena kurangnya
pengetahuan dari kesalahan atau karena adanya konsepsi alternatif. Selain itu, tidak dapat
membedakan respons yang benar karena pemahaman yang memadai dari mereka karena
menebak ( Hasan, Bagayoko, & Kelley, 1999; Milenković et al., 2016; Anam et al., 2019).
Dengan demikian, tes dua tingkat mungkin melebih-lebihkan atau meremehkan konsepsi ilmiah
siswa (Chang et al., 2007; Anam et al., 2019) .

Three Tier Test


Tes diagnostik bentuk one tier test dan two tier test masih memiliki kelemahan, yaitu
masih memungkinkan peserta didik untuk menjawab soal dengan benar karena kebetulan atau
keberuntungan. Dari kelemahan tersebut, dikembangkan tes diagnostik dengan bentuk three tier
test. Three Tier Test memiliki tiga tingkatan, pertama adalah menanyakan pengetahuan siswa
tentang konsep dari pilihan ganda. Tingkatan kedua adalah penalaran siswa dari proses
menjawab pada tingkatan pertama. Tingkatan ketiga adalah pertanyaan mengenai keyakinan
siswa tentang jawaban tingkatan pertama dan kedua. Tihree tier test dapat digunakan untuk
mengidentifikasi miskonsepsi dan membedakannya dengan kurangnya pengetahuan (lack of
knowledge), yaitu dengan menambahkan tingkat keyakinan jawaban yang dipilih siswa. Siswa
yang menjawab dengan benar dan yakin atas jawabannya pada two-tier test menunjukkan bahwa
ia memang paham terhadap konsep tertentu, siswa yang yakin dengan jawabannya walaupun
jawaban tersebut salah menunjukkan bahwa ia mengalami miskonsepsi, sedangkan siswa yang
menjawab salah dan tidak yakin atas jawabannya bukan berarti ia mengalami miskonsepsi, tetapi
ia mengalami lack of knowledge.
Berikutnya menurut Anam & Widodo dkk. Three tier test diberikan untuk menentukan
apakah jawaban yang diberikan untuk dua tingkatan disebabkan oleh kesalahpahaman atau
kesalahan karena lack of knowledge ( Kaltakci-Gurel et al., 2017; Anam et al., 2019) . Para
peneliti didorong untuk mengembangkan bentuk tes multi-tier yang lebih kompleks yang selain
tingkat konten dan alasan berisi tingkat tambahan, yang disebut “Tingkat kepercayaan” (Peşman
& Eryılmaz, 2010; Sia, Treagust, & Chandrasegaran, 2012; Sreenivasulu & Subramaniam, 2013;
Anam et al., 2019).
Dalam Three Tier Test, tingkat pertama adalah tes pilihan, tingkat kedua adalah tes
pilihan ganda yang menanyakan alasan, dan tingkat ketiga bertanya tingkat kepercayaan siswa
untuk jawaban yang diberikan untuk dua tingkatan sebelumnya. Dalam tes tiga tingkat,
Jawabannya benar jika pilihan dan alasannya benar dengan keyakinan tinggi. Jika siswa
menjawab salah dalam pilihan dengan alasan dan keyakinan tinggi, salah menjawab dianggap
sebagai kesalahpahaman.
Keuntungan dari tes ini terletak pada kemampuan untuk membedakan kurangnya pengetahuan
siswa dari kesalahpahaman mereka ( Kaltakci-Gurel et al., 2015; Anam et al., 2019 ). Karenanya,
mereka dianggap mampu menilai kesalahpahaman siswa dengan cara yang lebih valid dan dapat
diandalkan dari Two Tier test (Peşman & Eryılmaz, 2010 Anam et al., 2019). Namun, dalam tes
ini, tingkat kepercayaan diri mengacu pada tingkatan pertama dan kedua, jadi ini mungkin
meremehkan proporsi kurangnya pengetahuan dan menaksir terlalu tinggi nilai siswa (Caleon &
Subramaniam, 2010a; Kaltakci-Gurel et al., 2015; Anam et al., 2019) untuk alasan ini,
diperlukan satu tingkatan lagi untuk meningkatkan Tier test.

Four-tier test
Format Four-tier diagnostic test yang merupakan tes untuk mendiagnosis miskonsepsi
dikembangkan dari soal pilihan ganda dua tingkat. Pada four-tier test, terdapat tingkatan jawaban
dan tingkatan alasan seperti pada soal pilihan ganda dua tingkat, namun untuk four-tier terdapat
penambahan dua tingkatan lagi yang menuntut siswa untuk menspesifikasikan tingkat keyakinan
secara terpisah pada jawaban yang mereka pilih dalam tingkat jawaban dan tingkat alasan. Four
tier test merupakan pengembangan dari three tier test yang dipadukan dengan confidence rating
pada alasan jawaban, sehingga lebih akurat tingkat keyakinan atas jawaban dan alasan jawaban.
Jadi, secara umum tes berformat four-tier test merupakan tes yang terdiri dari empat
tingkat. Tingkat pertama merupakan soal pilihan ganda dengan empat pengecoh dan satu kunci
jawaban yang harus dipilih siswa. Tingkat kedua merupakan tingkat keyakinan siswa dalam
memilih jawaban. Tingkat ketiga merupakan alasan siswa menjawab pertanyaan, berupa lima
pilihan alasan yang telah disediakan. Tingkat keempat merupakan tingkat keyakinan siswa dalam
memilih alasan. Keunggulan yang dimiliki Four Tier test diagnostic guru dapat: (1)
membedakan tingkat keyakinan jawaban dan tingkat keyakinan alasan yang dipilih siswa
sehingga dapat menggali lebih dalam tentang kekuatan pemahaman konsep siswa, (2)
mendiagnosis miskonsepsi yang dialami siswa lebih dalam, (3) menentukan bagian-bagian
materi yang memerlukan penekanan lebih, (4) merencanakan pembelajaran yang lebih baik
untuk membantu mengurangi miskonsepsi siswa.
Four Tier Test digunakan untuk menyelesaikan Three Tier test. Secara sintaksis, tier
pertama dari jenis tes ini adalah tes pilihan ganda biasa dengan pengacau/ distractor yang
membahas kesalahpahaman khusus; tier yang kedua meminta kepercayaan dari jawaban di
tingkat pertama; Tier ketiga meminta alasan untuk jawaban di tingkat pertama; dan tier keempat
meminta kepercayaan diri dari jawaban di tingkat ketiga (penalaran) (Caleon & Subramaniam,
2010a; Kaltakci-Gurel et al., 2015; Kaltakci-Gurel et al., 2017; Anam et.al 2019). Four Tier Test
ini juga dapat mengidentifikasi beberapa kesalahpahaman baik jawaban maupun alasannya dan
memberikan informasi tentang tingkat kepercayaan. Dengan menggunakan informasi seperti itu,
guru mungkin diposisikan lebih baik untuk memahami kesalahpahaman dari peserta didik dan
akibatnya dapat mendukung kemajuan siswa mereka dalam belajar (Yang & Lin, 2015; Anam et
al., 2019) .
Meskipun Four Tier Test dapat mengidentifikasi kesalahpahaman lebih jelas dan
mendukung kemajuan siswa dalam belajar, ada satu bagian yang belum termasuk dalam semua
multi-tier tes, yang meminta siswa untuk memberikan ide mereka tentang suatu fenomena atau
konsep dengan menggambarkan penjelasan untuk jawaban yang telah dipilih pada tes (Anam &
Widodo, dkk. 2019).

Five Tier Test


Five Tier Test yang dikembangkan dalam penelitian Anam dan Widodo et.al (2019) ini
terdiri dari 1) pertanyaan utama; 2) tingkat kepercayaan; 3) alasan untuk jawaban; 4) . tingkat
kepercayaan diri; dan 5) . gambar / representasi yang masuk akal. Disini dijelaskan bahawa
penting untuk menambahkan kegiatan menggambarkan suatu konsep. Five Tier Test memiliki
satu tingkat tambahan, yaitu menggambar penjelasan tingkat terakhir. Oleh karena itu, ada dua
kemungkinan untuk mengubah penjelasan gambar: Jika penjelasan cocok dengan gambar, itu
disebut "terhubung", dan jika Penjelasan tidak cocok dengan gambar, itu disebut "tidak
terhubung". Kategorisasi untuk ini Five Tier Test mengacu pada Four Tier Test.
Menambahkan gambar dalam tes diagnostik akan membantu guru atau peneliti
mendapatkan lebih banyak informasi tentang apa yang terjadi setelah siswa melalui proses
pembelajaran, dan dengan ini menggambar guru tingkat atau peneliti akan menemukan
pemahaman konseptual siswa (Dikmenli dalam Anam, 2019).
Berdasarkan hasil penelitian Anam & Widodo et.al (2019) ini bahwa kita dapat melihat
bahwa tes lima-tier dapat mendiagnosis kesalahpahaman lebih terinci dan mengungkapkan apa
pendapat siswa tentang konsep. Dengan Tier menggambar, kita juga bisa mengetahui alasan
kesalahpahaman siswa karena menggambar adalah cerminan dari apa yang dipikirkan siswa
dalam pikiran mereka.

Kesimpulan:
Tier test merupakan tes diagnostic yang dikembangkan untuk mengetahui apakah peserta didik
mengalami miskonsepsi, kurang paham dengan konsep ataupun lack of knowledge. Tier test terus
mengalami perkembangan, dari one tier test, kemudian two tier test, three tier test dan four tier
test. Pengembangan tingkatan ini dilakukan agar guru dapat jelas mengetahui miskonsepsi siswa
dengan tepat. One tier test saja tidak cukup untuk menentukan apakah siswa miskonsepsi atau
tidak, two tier hanya memberitahukan sampai alasan siswa memilih opsi tertentu, kemudian
dikembangkan lagi ke three tier test yang memberitahukan tingkat keyakinan siswa dalam opsi
yang dipilihnya. Terakhir four tier test yaitu memberitahukan tingkat keyakinan siswa dalam
memilih alasannya agar jawaban siswa lebih spesifik. Yaitu menita kepercayaan diri atas
jawaban pada Tier ke tiga. Setelah dikembangkan menjadi Four Tier test pun ada yang
berpendapat masih memiliki kekurangan. Sehingga dikebangkan lah Five Tier Test, yaitu
menambahkan kegiatan menggambarkan suatu konsep/ fenomena sehingga Tier ini dapat dengan
jelas melihat pendapat siswa atas jawabannya.

Referensi:
Abbas, Luqman Hakim. (2016). Pengembangan Instrumen Three Tier Diagnostic Test
Miskonsepsi Suhu Dan Kalor. Jurnal Ed-Humanistics. Volume 01 Nomor 02. Institut
Agama Islam Negeri Tulungagung.
Amalia, Lika Tia. (2018). Identifikasi Miskonsepsi Menggunakan Tes Diagnostik Four-Tier
Pada Konsep Hukum Newton Dan Penerapannya Terhadap Siswa Kelas X Di Sman 5
Kota Serang. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Anam, Rifat Shafwatul, Ari Widodo, Wahyu Sopandi, Hsin-Kai Wu. (2019). Developing a Five-
Tier Diagnostic Test to Identify Students’ Misconceptions in Science: An Example of
the Heat Transfer Concepts Öğrencilerin Bilimsel Kavram Yanılgılarını Belirlemek
İçin Beş Katmanlı Bir Tanı Testi Geliştirilmesi: Isı Transferi Kavramlarına Bir Örnek.
Jurnal Elementary Education Online, 2019; 18 (3): pp. 1014-1029. Universitas
Pendidikan Indonesia. Bandung.
Bayrak, Beyza Karadeniz. (2013). Using Two-Tier Test to Identify Primary Students’ Conceptual
Understanding and Alternative Conceptions in Acid Base. Mevlana International
Journal of Education (MIJE) Vol. 3(2), pp. 19-26. Yildiz Technical University,
Education Faculty, Istanbul, Turkey.
Fariyani, Qisthi.,dkk. (2015). Pengembangan Four-Tier Diagnostic Test Untuk Mengungkap
Miskonsepsi Fisika Siswa Sma Kelas X. Journal of Innovative Science Education 4
(2). Universitas Negeri Semarang.
Fitrianingrum, Aufa Maulida., dkk.(2017). Penerapan Instrumen Three-Tier Test untuk
Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa SMA pada Materi Keseimbangan Benda Tegar.
Jurnal Phenomenon Vol. 07, No. 2.
Jubaedah, Dedah Siti., dkk. (2017). Pengembangan Tes Diagnostik Berformat Four-Tier Untuk
Mengidentifikasi Miskonsepsi Siswa Pada Topik Usaha Dan Energi. Prosiding
Seminar Nasional Fisika (E-Journal) Volume Vi. Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung.
Kamilah, Dendy Siti., Iwan Permana S. (2016). Pengembangan Three-Tier Test Digital Untuk
Mengidentifikasi Miskonsepsi Pada Konsep Fluida Statis. Jurnal Edusains. Volume 8
Nomor 02 hal. 213-220.
Maulini, Septi., dkk. (2016). The Three Tier-Test untuk Mengungkap Kuantitas Siswa Yang
Miskonsepsi Pada Konsep Gaya Pegas. Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika Volum 1 Nomor
2 Halaman 42-44. STKIP Singkawang.
Maulini, Septi., dkk. (2016). The Three Tier-Test untuk Mengungkap Kuantitas Siswa Yang
Miskonsepsi Pada Konsep Gaya Pegas. Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika Volum 1
Nomor 2.
Rositasari, Dessy., Dkk. (2014). Pengembangan Tes Diagnostik Two-Tier Untuk Mendeteksi
Miskonsepsi Siswa Sma Pada Topik Asam-Basa. Jurnal Edusains. Volume Vi Nomor
02 Hal. 172 – 176.
Saviraa, Intan., dkk. Desain Instrumen Tes Three Tiers Multiple Choice Untuk Analisis
Miskonsepsi Siswa Terkait Larutan Penyangga. Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol
13, No 1, halaman 2277 – 2286.Universitas Negeri Semarang.
Wilantika, Nurul., dkk. (2018). Pengembangan Penyusunan Instrumen Four-Tier Diagnostic Test
Untuk Mengungkap Miskonsepsi Materi Sistem Ekskresi Di Sma Negeri 1 Mayong
Jepara. Jurnal Phenomenon , Vol. 08 (No. 2), Pp. 87-101. Uin Walisongoi. Semarang.
Zaleha., dkk. (2017). Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik VCCI Bentuk Four-Tier Test
pada Konsep Getaran. Jurnal Pendidikan Fisika dan Keilmuan (JPFK) Vol 3 No 1 hal
36-42. Universitas Pendidikan Indonesia.
Zulfikar, Aldi., dkk.(2017). Pengembangan Terbatas Tes Diagnostik Force Concept Inventory Berformat
Four-Tier Test. Jurnal Wahana Pendidikan Fisika Vol.2 No.1 43-49. Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai