Anda di halaman 1dari 19

Arip Sriyanto 1406594335

Nia Kurniawati
1406595022
Ridha Restila 1406521251
Sifa Fauzia
1406521346
Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia

Latar Belakang

Indonesia

Angka Harapan Hidup 69,87 pada


tahun 2012
(Kemenkes RI, 2013)
Beban Ganda
Masalah Kesehatan
Penyakit Menular

Penyakit Tidak
Menular

CHIKUNGUNYA

CFR = 47/1000 penduduk Mauritius,


2005
(Chia, Ng, & Chu, 2010)

IR = 780/1000 penduduk Maladewa,


2006
(WHO, 2007)

1,3 juta kasus di India, 2005


(Palihawadana, 2009)
AR = 6,7/1000 penduduk Bekasi ,2003
(Laras et al, 2004)

Mekanisme
Kerangka
Kejadian
Teori
Penyakit

Kecenderungan Jumlah Kasus Chikungunya


di Indonesia Tahun 2009-2013

Sumber: Ditjen PP&PL, Kemenkes RI, 2013

Virus Chikungunya

Sumber: https://3dciencia.files.wordpress.com/2014/10/chikungunya-capsid-virus-particle-cutaway-panoramicshadow-rheumatic-fever-mosquito-borne-chikv-outbreak-strain.jpg

Siklus Hidup Virus Chikungunya


(Kafeel, 2011)

1. Tahap Awal Infeksi Chikungunya

Virus -> kelenjar air liur nyamuk. Aedes sp. betina yang terinfeksi virus
-> menggigit manusia, virus -> aliran darah. Segera setelah memasuki
aliran darah, virus ini bisa dikombinasikan dengan sel permisif.

2. Tahap Infeksi Seluler

Virus chikungunya -> materi genetik dan replika genom -> inti sel tubuh
manusia. Virus masuk ke dalam jaringan sekitarnya -> menginfeksi sel
lain -> proliferasi dalam aliran darah dan seluruh tubuh -> infeksi
utama. Virus ini hanya membutuhkan 2-12 hari dari gigitan nyamuk
yang terinfeksi untuk memunculkan gejala penyakit chikungunya.

3. Tahap Nyamuk

Saat nyamuk menggigit manusia yang telah terinfeksi, virus akan


segera berpindah ke tubuh nyamuk dan mereplikasi diri di dalam
saluran pencernaan, ovarium, jaringan saraf, dan jaringan lemak
nyamuk. Kemudian virus bereproduksi di bagian tubuh tersebut dan
bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk.

Penularan

Sumber: http://chikungunya.in/images/chikungunya-transmission-cycle.jpg

Vektor Transmisi Chikungunya (1)

Perbedaan Anatomi Ae. aegypti dan Ae.


Albopictus

Sumber: Malar (2006)

Siklus Hidup Aedes sp.

Sumber: Cailly et al (2012)

Vektor Transmisi Chikungunya (2)


Habitat

Nyamuk Aedes sp. dewasa mampu berkembangbiak di air di dalam


wadah alami dan buatan yang dapat dipenuhi air hujan dan menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk

Reproduksi

Waktu yang diperlukan menyelesaikan perkembangan telur mulai dari


nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan memerlukan 3-4
hari. Jangka waktu tersebut disebut dengan siklus gonotropik
nyamuk betina akan meletakkan telurnya di atas permukaan air,
kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-dinding habitat
perkembangbiakannya.
Pada umumnya telur akan menetas menjadi larva/jentik dalam waktu
2 hari. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat menghasilkan telur
sebanyak 100 butir. Telur tersebut dapat bertahan di tempat yang
kering (tanpa air) selama 6 bulan pada suhu -2oC hingga 42oC dan
jika tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembaban
udaranya tinggi maka telur akan menetas lebih cepat.

Vektor Transmisi Chikungunya (2)


Perilaku

Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia daripada hewan


(bersifat antropofilik) karena darah diperlukan untuk pematangan
sel telur agar dapat menetas.
Aktivitas menggigit dimulai pada pagi dan petang hari dengan 2
puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00
Nyamuk akan beristirahat pada tempat yang gelap dan lembab
di dalam atau luar rumah yang berdekatan dengan habitat
perkembangbiakannya di daerah dengan suhu udara relatif statis
dan kelembaban udara tinggi
Pada siang hari sebagian besar spesies nyamuk lebih memilih
untuk beristirahat di tempat gelap dan menghindari cahaya
Tempat hinggap yang disenangi oleh nyamuk adalah bendabenda yang tergantung seperti pakaian, kelambu, atau tumbuhan
di dekat tempat perkembangbiakannya
Kemampuan terbang nyamuk Aedes sp. betina rata-rata 40-100
meter
Dapat hidup dan berkembangbiak di suatu tempat dengan
ketinggian mencapai 1000 mdpl

Definisi Kasus
(NICDI, 2006)

Kasus Suspect

Penyakit akut yang ditandai demam mendadak dengan


beberapa gejala seperti nyeri sendi, sakit kepala, sakit
punggung, fotofobia, arthalgia, dan ruam pada kulit.

Kasus Probable

Gejala yang timbul sama seperti kasus suspect ditambah


dengan hasil uji serologi positif.

Kasus Confirmed

Kasus confirmed yaitu kasus probable ditambah dengan syarat


berikut ini, peningkatan empat kali lipat perbedaan antibodi HI
dalam sampel serum berpasangan; terdeteksinya antibodi IgM;
pengisolasian virus dari serum; dan pendeteksian asam
nukleat virus chikungunya dalam serum dengan metode RTPCR.

Gejala Klinis
Onset mendadak yang ditandai oleh demam dan
athralgia parah yang diikuti gejala seperti ruam
kulit dalam periode 1-7 hari
Masa inkubasi selama 2-3 hari dengan kisaran 112 hari
Demam akan muncul secara tiba-tiba hingga
mencapai 39-40ooC disertai menggigil
Fase akut berlangsung 2-3 hari dan demam turun
perlahan selama 1-2 hari namun naik kembali
sehingga membentuk kurva pelana yang sama
seperti gejala demam berdarah

Pengobatan

Hingga saat ini tidak ada pengobatan atau vaksin


khusus untuk infeksi virus chikungunya
Termasuk Self-Limiting Illness atau penyakit yang
bisa sembuh dengan sendirinya.
Meredakan gejala arthritis dianjurkan melakukan
fisioterapi secara rutin
Pasien hanya akan menerima pengobatan untuk
meredakan
gejala
dengan
parasetamol,
obat
antiinflamasi
non-steroid
atau
Nonsteroidal
Antiinflammatory Drugs (NSAIDs), dan analgesik
Terapi kortikosteroid dalam jangka pendek terkadang
bisa diberikan jika pemberian NSAIDs tidak efektif dan
menimbulkan efek samping pada pasien

Pengendalian & Pemberantasan (1)


Pengendalian populasi larva dan nyamuk dewasa
menggunakan
metode
yang
sama
dengan
pengendalian demam berdarah dengue
Tempat-tempat yang potensial sebagai tempat
bertelur nyamuk harus dihilangkan, dihancurkan,
dikosongkan secara berkala, dibersihkan, atau diberi
insektisida
Penularan virus chikungunya dapat diminimalisasi
dengan melakukan penyuluhan ke anggota rumah
tangga
mengenai
faktor
risiko
chikungunya,
meminimalisasi populasi vektor, meminimalisasi
kontak pasien dengan vektor nyamuk, dan segera
melaporkan ke pihak berwenang jika terdapat pasien
chikungunya di lingkungan sekitar

Pengendalian & Pemberantasan (2)


Menurut Pedoman Pengendalian Penyakit Chikungunya (Ditjen
PP & PL, 2007), Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)
merupakan program yang dicanangkan pemerintah untuk
mengendalikan populasi nyamuk Aedes sp. yang diisi dengan
kegiatan memberantas jentik di tempat perkembangbiakan
sehingga penularan chikungunya dapat dicegah atau dibatasi
wilayah penularannya. Kegiatan PSN yang dilakukan antara
lain:

Kimia

Menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida)


Menaburkan bubuk larvasida ke dalam wadah yang tidak dapat
dibersihkan, dikuras, dan dianjurkan untuk dilakukan di daerah yang
kesulitan mendapat air.
Wadah air yang telah diberi larvasida hendaknya tidak dikuras selama
2-3 bulan
Tepat digunakan saat surveilans epidemiologi penyakit dan vektor
menunjukkan adanya periode berisiko tinggi dan lokasi yang diprediksi
akan terjadi KLB selanjutnya
Larvasida yang biasa digunakan antara lain Temephos dan Insect
Growth Regulators.

Pengendalian & Pemberantasan (3)


Biologi

Ditujukan langsung terhadap jentik hanya terbatas pada skala


kecil
Memelihara ikan pemakan jentik atau menggunakan bakteri
Ikan yang biasa dipakai adalah ikan larvavorus (Gambusia affinis,
Poecilia reticulate, dan lainnya)
Bakteri yang efektif untuk mengendalikan jentik antara lain
Bacillus thuringiensis serotipe H-14 (Bt.H-14) dan Bacillus
sphaericus (Bs)

Fisik

Kegiatan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur) merupakan


salah satu dari program PSN yang paling dikenal oleh masyarakat.
Meliputi menguras dan/atau menutup tempat penampungan air,
mengubur barang-barang bekas yang dapat menampung air,
mengganti air secara rutin di tempat-tempat penampungan air,
menaburkan bubuk larvasida di tempat sulit dikuras, memasang
kawat kasa di lubang angin di dalam rumah, menggunakan
kelambu, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk,
dan kegiatan lain yang bertujuan untuk menghilangkan tempat

Daftar Pustaka
Cailly et al. 2012. A Climate-Driven Abundance Model to Assess Mosquito Control
Strategies. Elsevier. (pp.7-17).
Chia, PY, Ng, ML, & Chu, JJ. 2010. Chikungunya Fever: A Review of A Re-emerging
Mosquito-borne Infectious Disease and The Current Status. Formatex. (pp. 597606).
Kafeel, B. 2011. Life Cycle of Chikungunya Virus. Only My Health. Diakses pada 11 April
2012. Tersedia di: http://www.onlymyhealth.com/life-cycle-chikungunya-virus1300447685.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2013.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Laras et al. 2004. Tracking the Re-emergence of Epidemic Chikungunya Virus in
Indonesia. Royal Society of Tropical Medicine and Hygiene. (pp. 128-141).
Malar, M. 2006. Ekologi dan Biologi Aedes aegypti (L) dan Aedes albopictus (Skuse) dan
Status Kerintangan Aedes albopictus (Strain Lapangan) terhadap Organofosfat di
Pulau Pinang, Malaysia. Pulau Pinang: Universiti Sains Malaysia.
National Institute of Communicable Diseases of India. 2006. Chikungunya Fever.
Directorate General of Health Services. New Delhi: Government of India.
Palihawadana, P. 2009a. Chikungunya - An Update. Weekly Epidemiological Report Sri
Lanka. (pp. 1-4).
World Health Organization. 2007. Controlling and Managing Chikungunya Fever
Outbreak in Maldives. New Delhi: WHO-SEARO.

Anda mungkin juga menyukai