Anda di halaman 1dari 16

PARASITOLOGI

MIKOLOGI

DOSEN :

DISUSUN OLEH :

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN


POLTEKKES JAKARTA 2
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
Jakarta, Februari 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta nikmat iman dan islam kepada kita semua sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Pada kesempatan yang baik ini tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih
kepada Ibu Desembra Lisa, MPd selaku Dosen mata kuliah Parasitologi dan kepada
semua pihak yang telah membantu, baik dari segi materi, pengetahuan, maupun
materil hingga selesainya penyusunan makalah ini.

Makalah yang berjudul “ Mikologi ” yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Parasitologi pada Program Studi Kesehatan Lingkungan Poltekkes
Kemenkes Jakarta II.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik itu dari
segi penyajian maupun dari segi penulisannya. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun dan
perbaikan penulisan makalah ini atau laporan-laporan lainnya yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat, khusus bagi penulisan dan umumnya bagi
semua pembaca. Amin.

Jakarta, Februari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………............ 1
1.1 Latar Belakang………..………………..…………………………….….………….. 1
1.2 Tujuan Penulisan………………………………………………………..………….. 1
1.3 Sistematika Penulisan………………………………………………….................... 1
BAB II PEMBAHASAN.……………………………………………….................... 2
2.1 Definisi Jamur (Fungi) dan Mikologi ………………...……………….…………… 2
2.2 Sifat umum, morfologi dan siklus hidup ….…………………….….......................... 2
2.3 Cara penularan……………………………… ……….……………………………. 7
2.4 Cara diagnosa dan pemeriksaan laboratorium ……….……………………………. 8
BAB III PENUTUP……….….…………………………………………...…...…..... 12
3.1 Kesimpulan………………………………………….................................................. 12
3.2 Saran…………………………………………………………………….…............... 12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 13

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi pada penyakit terutama di negara-negara
tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit kulit yang sering muncul di
tengah masyarakat Indonesia. Iklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi di
Indonesia sangat mendukung pertumbuhan jamur. Banyaknya infeksi jamur juga
didukung oleh masih banyaknya masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis
kemiskinan sehingga masalah kebersihan lingkungan, sanitasi dan pola hidup sehat
kurang menjadi perhatian dalam kehidupan seharihari masyarakat Indonesia (Hare,
1993).

1.2 Tujuan Penulisan


Mahasiswa dapat mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai ilmu mikologi

1.3 Sistematika Penulisan


 Bab I berisi latar belakang serta tujuan
 Bab II berisi definisi jamur dan mikologi, sifat umum,morfologi dan siklus hidup
mikologi serta cara penularan,cara diagnosis dan pemeriksaan laboratorium.
 Bab III berisi penutup yaitu kesimpulan,kritik dan saran.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Jamur (fungi) dan Mikologi


Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak termasuk
golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai dinding
sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan sebagian kecil dari selulosa atau
kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan jamur dengan sel hewan dan sel tumbuhan.
Ilmu yang mempelajari jamur disebut mikologi (dari kata Yunani mykes yang berarti
jamur dan logos yang berarti ilrnu). Mikologi kedokteran ialah ilmuyang mempelajari
jamur serta penyakit yang ditimbulkannya pada manusia. Penyakit yang disebabkan oleh
jamur disebut mikosis. Mikosis yang mengenai permukaan badan yaitu kulit, rambut, dan
kuku, disebut mikosis superfisialis. Mikosis yang mengenai alat dalam disebut mikosis
profunda atau mikosis sistemik.

2.2 Sifat umum, morfologi dan siklus hidup


A. Sifat umum
Jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai klorofil
sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis seperti
tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organik yang berasal dari hewan,
tumbuh-tumbuhan, serangga dan lain-lain, kemudian dengan menggunakan enzim zat
organik tersebut diubah dan dicerna menjadi zat anorganik yang kemudian diserap oleh
jamur sebagai makanannya. Sifat inilah yang menyebabkan kerusakan pada benda dan
makanan, sehingga menimbulkan kerugian dan diperlukan biaya yang besar untuk
mencegah kerusakan tenebut. Dengan cara yang sama, jamur dapat masuk ke dalam tubuh
manusia dan hewan sehingga dapat menimbulkan penyakit. Pada umumnya, jamur tumbuh
dengan baik di tempat yang lembab. Jamur juga dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, sehingga jamur dapat ditemukan di semua tempat di seluruh dunia
termasuk di gurun pasir yang panas. Di alam bebas terdapat lebih dari 100.000 spesies
jamur dan kurang dari 500 spesies diduga dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan
hewan. Dari sekian banyak jamur tersebut diperkirakan 100 spesies bersifat patogen pada

5
manusia dan sekitar 100 spesies hidup komensal pada manusia (bersifat saprofit), tetapi
dapat menimbulkan kelainan pada manusia bila keadaan menguntungkan untuk
pertumbuhan jamur tersebut. Keadaan ini disebut faktor risiko, misalnya penderita
immunocompromised. Perubahan sifat jamur dari komensal menjadi patogen
dikelompokkan sebagai jamur oportunis. 1 Jamur yang menimbulkan penyakit pada
manusia, biasanya hidup pada zat organik atau di tanah yang mengandung zat organlk
seperti humus, tinja binatang (unggas, kelelawar). Dalam keadaan demikian, jamur dapat
hidup terus-menerus sebagai saproba tanpa melalui daur sebagai parasit pada manusia.
Sebaliknya jamur juga dapat hidup didalam atau di permukaan larutan zat anorganik di
laboratorium. Selain itu jamur seperti kandida dapat tumbuh sekaligus biofilm di
permukaan artifisial seperti ventilator/ gelang infus dan merupakan sumber infeksi
sistemik.

B. Morfologi
Jamur mencakup :
1) khamir yaitu sel-sel yang berbentuk bulat, lonjong atau memanjang yang berkembang
biak dengan membentuk tunas dan membentuk koloni yang basah atau berlendir
2) kapang yang terdiri atas sel-sel memanjang dan bercabang yang disebut hifa.

Hifa tersebut dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel, atau tidak bersekat dan
disebut hifa senositik (coenocytic). Anyaman hifa, baik yang multiselular atau senositik,
disebut miselium. Kapang membentuk koloni yang menyerupai kapas (cottony, woolly)
atart padat (velvety, powdery, granular). Bentuk kapang atau khamir tidak mutlak karena
terdapat jamur yang dapat membentuk kedua sifat tersebut dalam keadaan yang berbeda

6
dan disebut sebagai jamur dimorfik. Di samping itu terdapat khamir yang membentuk tunas
yang memanjang dan bertunas lagi pada ujungnya secara terus menerus, sehingga
terbentuk hifa dengan penyempitan pada sekat-sekat dan disebut hifa semu. Anyaman hifa
semu disebut miselium semu.

Hifa dapat bersifat sebagai :


1) hifa vegetatif, yaitu berfungsi mengambil makanan untuk pertumbuhan
2) bersifat sebagai hifa reproduktif, yaitu membentuk spora bersifat sebagai hifa udara,
yaitu yang berfungsi mengambil oksigen. Hifa dapat berwarna atau tidak berwarna dan
jernih.

Spora dapat dibentuk secara aseksual atau seksual. Spora aseksual disebut talospora
(thallospora), yaitu spora yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif. Spora yang
termasuk talospora ialah:
1. Blastospora, yaitu sporayang berbentuk tunas pada permukaan sel, ujung hifa
semu atau pada sekat (septum) hifa semu. Contoh: Candida
2. Artrospora, yaitttspora yang dibentuk langsung dari hifa dengan banyak septum
yang kemudian mengadakan fragmentasi sehingga hifa tersebut terbagi menjadi
banyak artrospora yang berdinding tebal. Contoh: Oidiodendron, Geotrichum
3. Klamidospora, yaitu spora yang dibentuk pada hifa di ujung, di tengah atau
menonjol ke lateral, dan disebut klamidospora terminal, interkaler dan lateral.
Diameter klamidospora tersebut lebih lebar dari hifa yang berdinding tebal.
Contoh: Candida albicans, dermatofita
4. Aleuriospora, yaitu spora yang dibentuk pada ujung atau sisi dari hifa khusus yang
disebut konidiofora. Aleuriospora ini uniselular dan kecil, disebut mikrokonidia
(mikro aleuriospora); atau multiselular, besar atau panjang, disebut makrokonidia
(makro aleuriospora). Contoh: Fusarium, CurvuIaria, dermatofita
5. Sporangiospora, yaitu spora yang dibentuk di dalam ujung hifa yang
menggelembung, disebut sporangium. Contoh: Rhizopus, Mucor, Absidia
6. Konidia yaitu spora yang dibentuk di ujung sterigma bentuk fialid. Sterigma
dibentuk di atas konidiofora. Konidia membentuk susunan seperti rantai. Contoh:
Penicillium, Aspergillus

7
Spora seksual dibentuk dari fusi dua sel atau hifa. Termasuk golongan spora seksual ialah:
1. Zigospora, yaitu spora yang dibentuk dari fusi (penggabungan) dua hifa yang
sejenis membentuk zigot dan di dalam zigot terbentuk zigospora.
2. Oospora, yaitu spora yang dibentuk dari fusi dua hifa yang tidak sejenis
(anteridium dan oogonium)
3. Askospora, yaitu spora yang dibentuk di dalam askus sebagai hasil penggabungan
(fusi) dua sel atau dua jenis hifa.
4. Basidiospora, yaitu spora yang dibentuk pada basidium sebagai hasil
penggabungan dua jenis hifa

Seperti hifa, spora dapat berwarna atau tidak berwarna dan jernih. Berdasarkan sifat
koloni, hifa dan spora yang dibentuk oleh kapang atau khamir, jamur dibagi menjadi
beberapa kelas, yaitu:
1. Actinomycetes tergolong bakteri, tetapi karena penyakit yang
ditimbulkannya mirip dengan beberapa penyakit jamur, maka secara
tradisional dimasukkan dalam mikologi.
2. Myxomycetes Bentuk vegetatif terdiri atas sel-sel yang motil. Karena pada
stadium lanjut sel-sel tersebut bergabung dan membentuk bagian-bagian
yang mirip sporulasi jamur, maka kelas ini digolongkan dalam mikologi.
3. Chytridiomycetes Kapang dari kelas tersebut mempunyai hifa senositik.
Salah satu spesies adalah patogen pada manusia (Rhinosporidium seeberi).
4. Zygomycetes Bersama dengan oomycetes, yang patogen untuk binatang air
dan tumbuhtumbuhan, dahulu digolongkan dalam phycomycetes. Kelas
kapang ini juga mempunyai hifa senositik. Genus-genus dari ordo
mucorales yang termasuk kelas zygomycetes, yaitu Mucor Rhizopus,
Absidia, Mortierella dan Cunninghamella menyebabkan mikosis pada
manusia dan beberapa jenis binatang.
5. Ascomycetes Kapang dari kelas ini berbentuk askospora dalam askus.
Meskipun sebagian besar merupakan saprofit atau penyebab penyakit

8
tumbuh-tumbuhan, penyebab penyakit jamur sistemik pada manusia juga
termasuk dalam kelas ini.
6. Basidiomycetes Kapang dari kelas ini membentuk basidiospora. Meskipun
sebagian besar kapang dari kelas ini patogen untuk pohon-pohon dan sejenis
gandum, satu spesies yartu Filobasidiella neoformans (stadium seksual dan
Cryptococcus neoformans) merupakan salah satu jenis patogen yang
penting pada manusia.
C. Siklus hidup
Pada jamur tingkat tinggi (jamur sempurna), organisme ini berkembang biak
dengan aseksual dan seksual. Adanya reproduksi seksual dan aseksual pada jamur
menjadikan jamur memiliki siklus hidup. Oleh karena itu, terdapat dua tahap atau
fase hidup dari Fungi, yaitu fase aseksual yang menghasilkan mitospora, dan fase
seksual yang menghasilkan meiospora. Meskipun dua jenis spora tersebut
dihasilkan pada miselium yang sama, tetapi spora-spora ini sangat berbeda dan
dapat dibedakan dengan jelas. Fase aseksual biasanya mendahului fase seksual dan
dapat berulang-kali terjadi sebelum fase seksual muncul. Dua fase ini juga sering
disebut dengan:

 Anamorph: tahap reproduksi Fungi secara aseksual, biasanya seperti


cendawan (mold).
 Teleomorph: tahap reproduksi Fungi secara seksual, biasanya merupakan
tubuh buah dari Fungi tersebut.

Jamur berkembang biak dengan spora yang dihasilkan secara aseksual atau
seksual. Hifa yang khusus sebagai penghasil spora menghasilkan spora haploid
(kromosom tidak berpasangan). Jika kondisi lingkungan memungkinkan, jamur
menghasilkan banyak spora secara aseksual.

Spora terbawa angin atau air, mendarat di tempat yang lembap, kemudian
berkecambah. Miselium membentuk suatu badan penghasil spora yang bersifat
haploid. Gambar di bawah ini memperlihatkan siklus hidup jamur secara umum.

9
Reproduksi jamur secara seksual terjadi ketika ada perubahan lingkungan. Ada
dua tahapan reproduksi seksual, yaitu plasmogami dan kariogami.
 Plasmogami adalah penyatuan sitoplasma dua miselia yang berdekatan.
Plasmogami akan menghasilkan suatu tahap dikariotik (n+n) karena
nukleus haploid dari masing-masing induk membentuk pasangan, tetapi
tidak menyatu.
 Kariogami adalah penyatuan dua inti haploid, menghasilkan inti diploid
(kromosom berpasang-pasangan). Sel diploid mengalami pembelahan
meiosis langsung. Siklus hidup pada sebagian besar jamur meliputi tiga
fase, yaitu haploid (n), dikariotik (n + n), dan diploid (2n).
Perkembangbiakan secara seksual merupakan salah satu ciri yang
dijadikan dasar klasifikasi jamur.

2.3 Cara Penularan


Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik
dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui
tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air.

Jadi, cara penularan infeksi jamur ini bukan semata-mata hanya tertular dari
sentuhan antar manusia saja, tetapi binatang ataupun tanah yang mengandung
jamur juga dapat menjadi media penularan infeksi jamur.. Berkontak dengan
tanaman ataupun air yang terkena jamur juga dapat menyebabkan Anda tertular
infeksi jamur.

10
2.4 Cara diagnosa dan pemeriksaan laboratorium
Cara Memastikan Penyakit Jamur Pemeriksaan tampilan secara klinis.
 Pemeriksaan dengan bantuan sinar lampu Wood (UV)yaitu menghasilkan
sinar ultraviolet 360 nm (atau sinar “hitam” yang dapat digunakan untuk
membantu evaluasi pengakit-penyakit kulit tertentu.
 Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH
 Pemeriksaan biakan untuk mengetahui jenis jamurnya yaitu dilakukan
dengan menanamkan sampel pada media buatan yaitu menggunakan media
agar dextrose sabouraud. Tujuan dilakukan pemeriksaan ini yaitu sebagai
penyokong pemeriksaan langsung (KOH)
 Metode heinriclis
 Metode slide culture (microculture)
 Metode riddle
2. Diagnosis Lab
a. Tampilan secara teknis dapat dilihat langsung misalnya pada jamur
penyebab panu yang dapat dilihat secara langsung dengan ciri-ciri
bersisik, gatal pada saat berkeringat, putih dan kasar.
b. Pemeriksaan dengan bantuan sinar lampu Wood (UV)yaitu menghasilkan
sinar ultraviolet 360 nm (atau sinar “hitam” yang dapat digunakan untuk
membantu evaluasi pengakit-penyakit kulit tertentu.
c. Pemeriksaan Jamur Secara Mikroskopik
 Prinsip Larutan KOH 10% atau 20% akan melisiskan kulit, kuku
dan rambut sehingga bila mengandung jamur, dibawah mikroskop
akan terlihat hypa dan atau spora. Pemeriksaan KOH (kalium
hidroksida) merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
menegakkan diagnosis pada setiap kasus kelainan kulit pada
infeksi jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melakukan
pengerokkan kulit pada bagian kulit yang mengalami infeksi
jamur. Hasil yang diterapkan pada pemeriksaan ini ditemukannya
elemen jamur beruoa hifa panjang dan artrospora (hifa bercabang)
yang berarti bahwa penyebab kelainan kulit pada pasien
disebabkan oleh jamur nakal (dermatofita) .
 Tujuan Menemukan adanya hypa dan atau spora pada kulit, kuku
dan rambut.
 Alat dan Bahan
Alat :
- Mikroskop - Scapel - Cover glass
- Kapas - Petridish
- Pipet Tetes - Obyek glass
11
Langkah Kerja :
1. Kulit
 Kulit yang akan diambil sampelnya dibersihkan dengan kapas alkohol 70%
untuk menghilangkan lemak, debu dan kotoran lainnya.
 Bagian yang aktif dan didapati jamur di kerok dengan skalpel dengan arah
dari atas kebawah.
 Objek glass yang telah ditetesi KOH 10% 1-2 tetes diletakkan dibawah
bagian yang dikerok (untuk melisiskan keratin)
 Bahan diambil dan dipilih dari bagian lesi yang aktif, yaitu daerah pinggir
terlebih dahulu. Dikerok dengan skapel sehingga memperoleh skuama yang
cukup.
 Lalu tutup dengan cover glass.
 Letakkan di atas kapas beralkohol di petridisc, kemudian dibawa ke lab
 Untuk pemeriksaan, fiksasi sebanyak 3x kemudian periksa dibawah
mikroskop perbesaran 10x – 40x

Gambar Hasil pemeriksaan mikroskopis dari kerokan kulit


(http://www.sodiycxacun.web.id/2010/05/dermatomikosis-mikosis-superfisial.html)

2. Rambut
 Rambut yang dipilih adalah rambut yang terputus-putus atau rambut yang
warnanya tidak mengkilap lagi.
 Objek glass tetesi dengan KOH 20%
 Ambil sehelai rambut, potong dengan gunting
 Letakkan di objek glass, tutup dengan cover glass
 Letakkan di atas kapas beralkohol di petridisc, kemudian dibawa ke lab

12
 Untuk pemeriksaan, fiksasi sebanyak 3x kemudian periksa dibawah
mikroskop perbesaran 10x – 40x
3. Kuku
 Bahan yang diambil adalah masa detritus dari bawah kuku yang sudah rusak
atau dari bahan kukunya sendiri.
 Kuku dibersihkan dengan alkohol 70%.
 Kemudian kuku di kerok menggunakan skapel dan taruh pada objek glass
kemudian tuangi dengan KOH 20-40% 1-2 tetes dan tutup dengan cover
glass.
 Simpan di petridisc yang telah ada kapas beralkohol untuk diperiksa di lab
 Fiksasi sebanyak 3x kemudian periksa dibawah mikroskop perbesaran 10x
– 40x dan dilihat dibawah mikroskop perbesaran 10x. Dan yang dicari
adalah hifa dan sporanya.
d. Metode heinriclis
dengan memakai object glass, tisuue basah yang di masukan dalam cawan dan di
sterilkan. 7alu meneteskan suspensi spora jamur dalam media cair pada media co/er
glass yang tidak di beri lilin. Inkubasi pada suhu kamar selama 3x24 jam.

e. Metode slide culture (microculture).


Teknik ini bertujuan untuk mengamati sel kapang dengan menumbuhkan spora
pada object glass yang di tetesi media dengan preparat ulas seperti yang telah
diuraikan di depan. Namun sering kali misselium auat susunan spora menjadi pecah
atau terputus sebagian penampakan di mikroskop dapat membingungkan. dengan
teknik ini, spora dan misellium tumbuh langsung pada slide sehingga dapat
mengatasi masalah tersebut.
f. Metode riddel,
 setelah penyeterilan saboruad dextrose agar steril di potong bentuk kubus
dan diletakan di objek glass dan diinkubasi selama 3x24 jam taruh di
preparat dan di amati .
 Macam- macam metode perhitungan koloni menurut Schelgel(1994) adalah
 Metode langsung = Metode dimana massa agar di tentukan setelah sel-
selnya diendapkan dengan sentifuge.
 Metode tidak langsung= metode yang di dasari penentuan intensif
kekeruhan suspensial dan dapat di gunakan untuk menetapkan massa.

13
g. Metode penanaman PDA
a) Alat dan Fungsi

b) Bahan dan Fungsi

c) Prosedur Kerja
Di ambil cawan petri yang berisi jamur dalam PDA dari dalam incase. Kemudian
di panaskan jarum loop di atas bunsen untukpengkondisian aseptis lalu di dinginkan
dengan menggoreskan jarum loop di media yang tidak ada jamur nya. Setelah itu
di ambil jamur yang ber hifa, proses ini di lakukan di dekat bunsen untuk
pengkondisian aseptis. Jamur di goreskan pada cover glass, lalu di tetesi NaFis
karena NaFis merupakan larutan isotonik. Setelah itu cover glass ditutup dengan
objek glass cekung dan di ballik agar hifa tidak rusak sehingga dapat diamati. Lalu
diamati preparat dibawah mikroskop dan di gambar hasilnya.
untuk pengamatan mikroskopis, sebelumnya dibuat preparat dengan meletakkkan
koloni jamur diatas gelas objek, ditetesi dengan aquades danlaktofenol untuk
pemotretan. Lalu tutup dengan gelas penutup dan diamati dibawah mikroskop,
terutama terhadap struktur reproduksinya ( Handjaniet.al , 2006)

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan tidak termasuk
golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan mempunyai dinding
sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan sebagian kecil dari selulosa atau
kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan jamur dengan sel hewan dan sel tumbuhan.
Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, tidak mempunyai
klorofil dan berkembang biak secara aseksual, seksual, atau keduanya.

3.2. Saran
Dalam penulisan masih cukup banyak kekurangan terutama tata bahasa yang kurang baku
dan format penulisan semoga kedepannya makalah ini dapat lebih baik

15
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Parasitologi FKUI. “Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4”. 10 Februari
2019.
kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/penyakit-dermatofitosis.html
Chaerani AN. Pemeriksaan Jamur Permukaan Secara Mikroskopik. STIKES Jenderal
Ahmad Yani, Cimahi:2010.
http://library.usu.ac.id/download/fkg/fkg-trelia1.pdf
http://eprints.ums.ac.id/12675/2/3._BAB_I.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai