Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASKEP IBU HAMIL DENGAN TORCH

Dosen Pembimbing :

Ika Arum Dewi S., S.Kep., Ners., M.Biomed

Disusun Oleh :
Nur Rifdatur Rafila (181014201643)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya, sehingga saya selaku penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan laporan pendahuluan “Asuhan Keperawatan
Pada Ibu Hamil Dengan Torch” . Tugas ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Ika Arum Dewi S., S.Kep., Ners., M.Biomed Selaku Dosen Pembimbing yang
telah membantu saya dalam pembuatan dan penyelesaian tugas.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tugas laporan
pendahuluan ini dari segi isi maupun penyajian untuk itu kritik dan saran sangat
kami harapkan agar saya dapat memperbaiki laporan pendahuluan ini.

Malang, 4 januari 2021


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sangat tinggi, bahkan
paling tinggi di antara empat negara anggota ASEAN lainnya. Hal tersebut
terjadi karena empat penyebab utamanya, yaitu tetanus (19,3%),
gangguan perinatal (18,4%), diare (15,6%), dan infeksi saluran napas
akut/ISPA (14,4%) masih belum dapat diatasi dengan baik. Kelahiran bayi
dengan kelainan kongenital menduduki urutan ketujuh (4,2%) dari
penyebab kematian bayi di Indonesia setelah campak (7,5%) dan kelainan
saraf (5,6%). Dengan demikian, apabila penyebab kematian utama di atas
dapat diatasi, bukan hal mustahil bila kelainan kongenital akan meningkat
peringkatnya sebagai faktor penyebab tingginya angka kematian bayi
(Sardjono, 1998).
Di Indonesia sering dijumpai bayi yang dilahirkan dengan kelainan
kongenital seperti hydrocephalus,korioretinitis, hepatospenomegali,
Penyakit jantung bawaan (PJB) dan lainlain. Infeksi TORCH merupakan
singkatan dari Toxoplasma, Other disease, Rubella,Cytomegalovirus,
Herpes Simplex Virus yang merupakan kelompok infeksi yang disebabkan
oleh parasit Toxoplasma gondii, virus Rubella, Cytomegalovirus (CMV),
virus Herpes Simplex dan oleh infeksi lain (other disease) yang dampak
klinisnya lebih terbatas (misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps,
Vassinia, Polio dan Coxsackie-B). Infeksi TORCH asalnya dianggap terdiri
dari empat kondisi yang disebutkan di atas, dengan "TO" merujuk kepada
Toxoplasma. Format empat istilah ini masih digunakan pada banyak
rujukan modern dan cara penulisan huruf besar/kecil "ToRCH" juga kadang
digunakan dalam konteks ini (Sumampouw, 2007).

1.2 Tujuan
1. Tujuan umun
Untuk mengenal dan memahami lebih dalam lagi terkait
dengan bagaimana infeksi TORCH pada Ibu hamil dan bagaimana
kita mencegah dan mengobati TORCH tersebut.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui :
1) Bagaimana pengertian dari TORCH ?
2) Bagaimana etiologi dari TORCH ?
3) Bagaimana patofisiologi dari TORCH ?
4) Bagaimana tanda dan gejala TORCH ?
5) Bagaimana cara penularan TORCH ?
6) Bagaimana caramenghindari TORCH ?
7) Bagimana mencegah TORCH ?
8) Bagaimana pengobatan TORCH ?
9) Bagaiman diagnosa TORCH ?
10) Bagaimana pemeriksaan TORCH ?
BAB II
TINJAUAN KONSEP
2.1 Pengertian Torch
Infeksi TORCH merupakan singkatan dari Toxoplasma, Other
disease, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes Simplex Virus yang merupakan
kelompok infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, virus
Rubella, Cytomegalovirus (CMV), virus Herpes Simplex dan oleh infeksi
lain (other disease) yang dampak klinisnya lebih terbatas (misalnya
Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan Coxsackie-B).
Infeksi TORCH asalnya dianggap terdiri dari empat kondisi yang
disebutkan di atas, dengan "TO" merujuk kepada Toxoplasma. Format
empat istilah ini masih digunakan pada banyak rujukan modern dan cara
penulisan huruf besar/kecil "ToRCH" juga kadang digunakan dalam
konteks ini (Sumampouw, 2007).
Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan
berbagai keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak
sampai orang dewasa, baik pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi
saat hamil dapat menyebabkan kelainan pertumbuhan pada bayinya, yaitu
cacat fisik dan mental yang beraneka ragam.
Infeksi TORCH pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau
kelainan kongenital (cacat fisik maupun mental). Kelainan kongenital ini
dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf
pusat dan perifer yang mengakibatkan gangguan penglihatan,
pendengaran, sistem kardiovaskuler serta metabolisme tubuh. Infeksi
TORCH dapat menyebabkan 5-10% keguguran dan kelainan kongenital
pada janin meliputi gangguan pendengaran, retardasi mental serta
kebutaan. Angka kejadian kelainan kongenital dibeberapa rumah sakit di
Indonesia yaitu RSCM Jakarta tahun 1975- 1979 sebanyak 11,61 per 1.000
kelahiran hidup dan RS Piringadi Medan tahun 1977-1980 sebanyak 3,3per
1.000 kelahiran hidup (Nelson & Demmler, 1996; Suromo & Budipradigdo,
2007).
2.2 Etiologi Torch
1. Toxoplasma gondii
2. Other : Sifilis , Streptococcus group ß ,liseriosis ( Listeria
monocytogeneses), campak, atau morbilli / measles , Varicella-
zoster , Echovirus , mumps/gondongan, vaccine ,virus polio,
Coxsackie –B , Hepatitis B dan C ,HIV ,HPV ,Human Papiloma
Virus B 19.
3. Rubella virus / German measles
4. Cytomegalo virus (CMV)
5. Herpes simpleks virus (HSV-1 ,HSV-2)

2.3 Patofisiologi Torch


Penyebab utama dari virus dan parasit TORCH (Toxoplasma,
Rubella, CMV, dan Herpes) adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti
ayam, kucing, burung, tikus, merpati, kambing, sapi, anjing, babi dan
lainnya. Meskipun tidak secara langsung sebagai penyebab terjangkitnya
penyakit yang berasal dari virus ini adalah hewan, namun juga bisa
disebabkan oleh karena perantara (tidak langsung) seperti memakan
sayuran, daging setengah matang dan lainnya.
Dalam dunia medis, Toxoplasma sering disebut juga dengan virus
kucing. Biasanya disebut juga Toxo, tokso, toksoplasma, atau
toksoplasmosis. Padahal sesungguhnya ini bukan virus kucing, tetapi
parasit darah. Kenapa sering disebut virus kucing : selain sebutan ini sudah
salah kaprah, memang parasit ini tumbuhnya di dalam tubuh binatang. Hal
mana menurut penelitian di dalam maupun di luar negeri, 70% penyebab
penyakit ini adalah kotoran kucing. Kemudian melalui hewan lain yang
menempel dalam makanan, lalu masuklah ke dalam tubuh manusia dan
menyatu dalam darah.
1. Toxoplasma Dondii
Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi oleh parasit yang
disebabkan oleh Toxoplasma gondii yang dapat menimbulkan
radang pada kulit, kelenjar getah bening, jantung, paru, ,mata, otak,
dan selaput otak. Toxoplasmosissendiri merupakan penyakit
zoonosis yang tersebar luas di seluruh dunia dengan prevalensi
yang tinggi pada burung dan mamalia termasuk manusia. Kucing
merupakan sumber infeksi bagi manusia.
Parasit ini termasuk subfilum Sporozoa, kelas Toxoplasma
dan merupakan salah satu genus dari ordo Toxoplasmida.
Toxoplasma gondii terdpat di dalam sel-sel dari system retikulo-
endotel dan juga di dalam sel-sel parenkim.
Terdapat 2 macam bentuk dari Toxoplasma yaitu bentuk
intraseluler dan bentuk ekstraseluler bulat atau lonnjong, sedang
bentuk ekstraseluler seperti bulan sabit yang langsing, dengan
ujung yang satu runcing sedang lainnya tumpul. Ukuran parasit
micron x 4-6 mikron, dengan inti terletak di ujung yang tumpul.
Jumlah parasit dalam darah akan menurun dengan
terbentukya antibodi namun kista Toxoplasma yang ada dalam
jaringan tetap msih hidup. Kista jaringan ini akan reaktif jika terjadi
penurunan kekebalan. Infeksi yang terjadi pada orang dengan
kekebalan rendah baik infeksi primer maupun infeksi reaktivasi
akan menyebabkan terjadinya Cerebritis, Chorioretinitis,
pneumonia, terserangnya seluruh jaringan otot, myocarditis, ruam
makulopapuler dan atau dengan kematian. Toxoplasmosis yang
menyerang otak sering terjadi pada penderita AIDS.
Infeksi primer yang terjadi pada awal kehamilan dapat
menyebabkan terjadinya infeksi pada bayi yang dapat
menyebabkan kematian bayi atau dapat menyebabkab
Chorioretinis, kerusakan otak disertai dengan klasifikasi
intraserebral, hidrosefalus, mikrosefalus, demam, ikterus, ruam,
hepatosplenomegasli, Xanthochromic CSF, kejang beberapa saat
setelah lahir.
2. Rubella
Kematian pada post natal rubella biasanya disebabkan oleh
enchepalitis. Pada infeksi awal, virus akan masuk melalui traktus
respiratorius yang kemudian akan menyebar ke kelenjar limfe
sekitar dan mengalami multiplikasi serta mengawali terjadinya
viremia dalam waktu 7 hari. Janin dapat terinfeksi selama terjadinya
viremia maternal. Saat ini, telah diketahui bahwa infeksi plasenta
terjadi pada 80% kasus dan risiko kerusakan jantung, mata, atau
telinga janin sangat tinggi pada trisemester pertama. Jika infeksi
maternal terjadi sebelum usia kehamilan 12 minggu, 60% bayi akan
terinfeksi. Kemudian, risiko akan menurun menjadi 17% pada
minggu ke-14 dan selanjutnya menjadi 6% setelah usia kehamilan
20 minggu. Akan tetapi, plasenta biasanya terinfeksi dan virus
dapat menjadi laten pada bayi yang terinfeksi kongenital selama
bertahun-tahun.
3. Cytomegalovirus (CMV)
Penyakit yang disebabkan oleh Cytomegalovirus dapat
terjadi secara kongenital saat bayi atau infeksi pada usia anak.
Kadang-kadang, CMV juga dapat menyebabkan infeksi primer
pada dewasa, tetapi sebagian besar infeksi pada usia dewasa
disebabkan reaktivasi virus yang telah didapat sebelumnya. Infeksi
kongenital biasanya disebabkan oleh reaktivasi CMV selama
kehamilan. Di negara berkembang, jarang terjadi infeksi primer
selama kehamilan, karena sebagian besar orang telah terinfeksi
dengan virus ini sebelumnya. Bila infeksi primer terjadi pada ibu,
maka bayi akan dapat lahir dengan kerusakan otak, ikterus dengan
pembesaran hepar dan lien, trombositopenia, serta dapat
menyebabkan retardasi mental. Bayi juga dapat terinfeksi selama
proses kelahiran karena terdapatnya CMV yang banyak dalam
serviks. Penderita dengan infeksi CMV aktif dapat
mengekskresikan virus dalam urin, sekret traktus respiratorius,
saliva, semen, dan serviks. Virus juga didapatkan pada leukosit dan
dapat menular melalui tranfusi.
4. Herpes Simpleks (HSV)
HSV merupakan virus DNA yang dapat diklasifikasikan ke
dalam HSV 1 dan 2. HSV 1 biasanya menyebabkan lesi di wajah,
bibir, dan mata, sedangkan HSV 2 dapat menyebabkan lesi genital.
Virus ditransmisikan dengan cara berhubungan seksual atau
kontak fisik lainnya.
Melalui inokulasi pada kulit dan membran mukosa, HSV
akan mengadakan replikasi pada sel epitel, dengan waktu inkubasi
4 sampai 6 hari. Replikasi akan berlangsung terus sehingga sel
akan menjadi lisis serta terjadi inflamasi lokal. Selanjutnya, akan
terjadi viremia di mana virus akan menyebar ke saraf sensoris
perifer. Di sini virus akan mengadakan replikasi yang diikuti
penyebarannya ke daerah mukosa dan kulit yang lain2,4,9,10.
Dalam tahun-tahun terakhir ini, herpes genital telah
mengalami peningkatan. Akan tetapi, untungnya herpes neonatal
agak jarang terjadi, bervariasi dari 1 dalam 2.000 sampai 1 dalam
60.000 bayi baru lahir. Tranmisi terjadi dari kontak langsung dengan
HSV pada saat melahirkan. Risiko infeksi perinatal adalah 35--40%
jika ibu yang melahirkan terinfeksi herpes genital primer pada akhir
kehamilannya.

2.4 Tanda Dan Gejala Torch


1. Toxoplasma
• Pada ibu
Terkadang Toxoplasma dapat menimbulkan
beberapa gejala seperti gejala influenza, timbul rasa lelah,
malaise, dan demam.Akan tetapi umumnya tidak
menimbulkan masalah yang berarti.Pada umumnya, infeksi
Toxoplasma tarjadi tanpa disertai gejala yang spesifik.
Walaupun demikian, ada beberapa gejala yang mengkin
ditemukan pada orang yang terinfeksi toksoplasma, gejala-
gejala tersebut adalah :
- Pyrexia of unknow origin (PUO)
- Terlihat lemas dan kelelahan, sakit kepala,
rash,myalgia perasaan umum ( tidak nyaman atau
gelisah)
- Pembesaran kelenjar limfe pada serviks posterior
- Infeksi menyebar ke saraf, otak, korteks dan juga
dapat menyerang sel retina mata.
Infeksi Toxoplasma berbahaya bils terjadi saat ibu
sedang hamil atau pada orang dengan system kekebalan
tubuh tergantung (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapat obat penekan respon
imun).
• Pada janin
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat
yang dapat terjadi pada janinnya adalah abortus spontan
atau keguguran, lahir mati, atau bayi menderita
Toxoplasmosis bawaan.Pada awal kehamilan infeksi
toksoplasma dapat menyebabkan aborsi dan biasanya
terjadi secara berulang.Namun jika kandungan dapat
dipertahankan, maka dapat mengakibatkan kondisi yang
lebih buruk ketika lahir. Diantaranya adalah :
- Lahir mati (still birth)
- Icterus, dengan pembesaran hati dan limpa
- Anemia
- Perdarahan
- Radang paru
- Penglihatan dan pendengaran kurang
- Dan juga gejala yang dapat muncul kemudian,
seperti kelainan mata dan telinga, retardasi mental,
kejang-kejang dan ensefalitis selain itu juga dapat
merusak otak janin.
- Resiko terbentuk dari terjangkitnya infeksi ini pada
janin adalah saat infeksi maternal akut terjadi di
trimester ketiga
2. Rubella
Rubella menyebabkan sakit yang ringan dan tidak spesifik
pada orang dewasa, ditandai dengan cacar-seperti ruam,demam
dan infeksi saluran pernafasan atas. Sebagian besar Negara saat
ini memiliki program vaksin rubella untuk bayi dan wanita usia subur
dan hal ini merupakan bagian dari screening prakonsepsi. Ibu hamil
secara rutin diperiksa untuk antibody rubella dan jika tidak memiliki
kekebalan akan segera diberikan vaksin rubella pada periode
postnatal. Fakta-fakta terkini menganjurkan bahwa kahamilan yang
disertai dengan pemberian vaksin rubella tidak seberbahaya yang
dipikirkan.Infeksi terberat terjadi pada trimester pertama dengan
lebih dari 85% bayi ikut terinfeksi.Bayi mengalami vireamia, yang
menghambat pembelahan sel dan menyebabkan kerusakan
perkembangan organ.Janin terinfeksi dalam 8 minggu pertama
kehamilan.Oleh karena itu memiliki resiko yang sangat tinggi untuk
mengalami multiple defek yang mempengaruhi mata, system
kardiovaskuler, telinga, dan system saraf.Arbosi spontan mungkin
saja terjadi. Ketulian neurosensory seringkali dsebabkan oleh
infeksi setelah gestasi 14 minggu dan beresiko kerusakan janin
sampai usia 24 minggu. Pada saat lahir, restriksi pertumbuhan
intrauterine biasanya disertai hepatitis, trombositopenia, dan
penyakit nerologis seperti mikrosefali atau hidrosefali.
3. Cytomegalovirus
Gejala CMV yang muncul pada wanita hamil minimal dan
biasanya mereka tidak akan sadar bahwa mereka telah terinfeksi.
Namun jika ini merupakan infeksi primer, maka janin biasanya juga
beresiko terinfeksi.Infeksi tersebut baru dapat di kenali setelah bayi
lahir.Diantara bayi tersebut baru dapat dikenali setelah bayi lahir.
Diantara bayi tersebut hanya ada 30% diketahui terinfeksi di dalam
Rahim dan kurang dari 15% akan menampakan gejala pada saat
lahir. Hanya pada individu dengan penurunan daya tahan dan pada
masa pertumbuhan janin sitomegalovirus menampakan
virulensinya pada manusia. Pada wanita normal sebagian besar
adalah asimptomatik atau subkliik, tetapi bila menimbulkan gejala
akan tampak gejala antara lain :
• Mononucleosis-like syndrome yaitu demam selama 3
minggu. Secara klinis timbul gejala lethargi, malaise dan
kelainan hematologi yang sulit dibedakan dengan infeksi
mononucleosis (tanpa tonsillitis atau faringitis dan
limfadenopati servikal). Kadang-kadang tampak gambaran
seperti hepatitis dan limfositosis atipik. Secara klinis infeksi
sitomegalovirus juga mirip dengan infeksi virus Epstein –
bar dan dibedakan dari hasil tes heterrofil yang negative.
Gejala ini biasanya self limitting tetapi komplikasi serius
dapat pula terjadi seperti hepatitis, peneumonitis,
ensefalitis, miokarditis, dan lain-lain. Penting juga
dibedakan dengan tokso plasmosis dan hepatitis B yang
juga mempunyai gejala serupa.
• Sendroma post transfusi. Viremia terjadi 3-8 minggu setelah
transfusi. Tanpak gambaran panas kriptogenik,
splenomegaly,kelainan biokimia dan hematologi. Sindroma
ini juga dapat terjadi pada tranplantasi ginjal.
• Penyakit sistemik luas antara lain neomonits yang
mengancam jiwa yang dapat pasien dengan infeksi kronis
dengan thymoma atau pasien dengan kelainan sekunder
dari proses imonologi ( seperti HIV tipe 1 atau 2)
4. Herpes
Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat
menginfeksi hasil konsepsi setiap saat dalam kehamilan. Bila
infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I) atau selama
periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester II) dapat
terjadi kelainan yang serius. Juga didapatkan bukti adanya korelasi
antara lamanya infeksi intrauterine dengan embriopati. Pada
trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus dapat menyebabkan
premature, mikrosefali, IUGR, klasifikasi intracranial pada ventrikel
lateral dan traktus olfaktoris, sebagian besar terdapat korioretinitis,
juga terdapat retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus,
purpora trombositopeni, DIC. Infeksi pada trimester III berhubungan
dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan
pertumbuhan somatic atau pembentukan psikomotor.

2.5 Cara Penularan Torch


Penularan TORCH pada manusia dapat melalui 2 (dua) cara.
Pertama, secara aktif (didapat) dan yang kedua, secara pasif (bawaan).
Penularan secara aktif disebabkan antara lain sebagai berikut :
a. Makan daging setengah matang yang berasal dari hewan yang
terinfeksi (mengandung sista), misalnya daging sapi, kambing,
domba, kerbau, babi, ayam, kelinci dan lainnya. Kemungkinan
terbesar penularan TORCH ke manusia adalah melalui jalur ini,
yaitu melalui masakan sati yang setengah matang atau masakan
lain yang dagingnya diamsak tidak semnpurna, termasuk otak, hati
dan lainnya.
b. Makan makanan yang tercemar oosista dari feses (kotoran) kucing
yang menderita TORCH. Feses kucing yang mengandung oosista
akan mencemari tanah (lingkungan) dan dapat menjadi sumber
penularan baik pada manusia maupun hewan. Tingginya resiko
infeksi TORCH melalui tanah yang tercemar, disebabkan karena
oosista bisa bertahan di tanah sampai beberapa bulan ( Howard,
1987)
c. Transfusi darah (trofozoid), transplantasi organ atau cangkok
jaringan (trozoid, sista), kecelakaan di laboratorium yang
menyebabkan TORCH masuk ke dalam tubuh atau tanpa sengaja
masuk melalui luka (Remington dan McLeod 1981, dan Levine
1987).
d. Hubungan seksual antara pria dan wanita juga bisa menyebabkan
menularnya TORCH. Misalnya seorang pria terkena salah satu
penyakit TORCH kemudian melakukan hubungan seksual dengan
seorang wanita (padahal sang wanita sebelumnya belum terjangkit)
maka ada kemungkinan wanita tersebut nantinya akan terkena
penyakit TORCH sebagaimana yang pernah diderita oleh lawan
jenisnya.
e. Ibu hamil yang kebetulan terkena salah satu penyakit TORCH
ketika mengandung maka ada kemungkinan juga anak yang
dikandungnya terkena penyakit TORCH melalui plasenta.
f. Air Susu Ibu (ASI) juga bisa sebagai penyebab menularnya
penyakit TORCH. Hal ini bisa terjadi seandainya sang ibu yang
menyusui kebetulan terjangkit salah satu penyakit TORCH maka
ketika menyusui penyakit tersebut bisa menular kepada sang bayi
yang sedang disusuinya.
g. Keringat yang menempel pada baju atau pun yang masih
menempel di kulit juga bisa menjadi penyebab menularnya penyakit
TORCH. Hal ini bisa terjadi apabila seorang yang kebetulan kulitnya
menmpel atau pun lewat baju yang baru saja dipakai si penderita
penyakit TORCH.
h. Faktor lain yang dapat mengakibatkan terjadinya penularan pada
manusia, antara lain adalah kebiasaan makan sayuran mentah dan
buah - buahan segar yang dicuci kurang bersih, makan tanpa
mencuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan
minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga kemungkinan
terkontaminasi oosista lebih besar.
i. Air liur juga bisa sebagai penyebab menularnya penyakit TORCH.
Cara penularannya juga hampir sama dengan penularan pada
hubungan seksual.
Berdasarkan kenyataan di atas, penyakit TORCH ini sifatnya
menular. Oleh karena itu dalam satu keluarga biasanya kalau salah satu
anggota keluarga terkena penyakit tersebut maka yang lainnya pun juga
bisa terkena. Malah ada beberapa kasus dalam satu keluarga seluruh
anggota keluarganya mulai dari kakek - nenek, kakak - adik, bapak - ibu,
anak - anak semuanya terkena penyakit TORCH.
2.6 Cara Menghindari Torch
Untuk menghindari sedini mungkin penyakit TORCH yang sangat
membahayakan ini, ada beberapa hal sebagai solusi awal yang bisa
dilakukan antara lain sebagai berikut :
a. Bila mengkonsumsi daging seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci,
babi dan lainnya terlebih dahulu dimasak dengan matang hingga suhu
mencapai 66 derajat Celcius, agar oosista - oosista yang mungkin
terbawa di dalam daging tersebut bisa mati.
b. Kucing peliharaan di rumah hendaknya diberi daging matang untuk
mencegah infeksi yang masuk ke dalam tubuh kucing. Tempat makan,
minum dan alas tidur harus selalu dicuci / dibersihkan.
c. Hindari kontak dengan hewan - hewan mamalia liar, seperti rodensia
liar (tikus, bajing, musang dan lain - lain) serta reptilia kecil seperti
cecak, kadal, dan bengkarung yang kemungkinan dapat sebagai
hewan perantara TORCH.
d. Penanganan kotoran kucing sebaiknya dilakukan melalui sarung
tangan yang disposable (dibuang setelah dipakai).
e. Bagi wanita yang sedang hamil, terutama yang dinyatakan secara
serologis sudah negatif, jangan memelihara atau menangani kucing
kecuali dengan sarung tangan.
2.7 Mencegah Torch
Mengingat bahaya dari TORCH untuk ibu hamil, bagi Anda yang
sedang merencanakan kehamilan atau yang saat ini sedang hamil, dapat
mempertimbangkan saran-saran berikut agar bayi Anda dapat terlahir
dengan baik dan sempurna.
a. Makan makanan bergizi
Saat hamil, sebaiknya Anda mengkonsumsi banyak makanan
bergizi. Selain baik untuk perkembangan janin, gizi yang cukup juga
akan membuat tubuh tetap sehat dan kuat. Bila tubuh sehat, maka
tubuh dapat melawan berbagai penyakit termasuk TORCH sehingga
tidak akan menginfeksi tubuh.
b. Lakukan pemeriksaan sebelum kehamilan
Ada baiknya, Anda memeriksakan tubuh sebelum
merencanakan kehamilan. Anda dapat memeriksa apakah dalam tubuh
terdapat virus atau bakteri yang dapat menyebabkan infeksi TORCH.
Jika Anda sudah terinfeksi, ikuti saran dokter untuk mengobatinya dan
tunda kehamilan hingga benar-benar sembuh.
c. Melakukan vaksinasi
Vaksinasi bertujuan untuk mencegah masuknya parasit
penyebab TORCH. Seperti vaksin rubela dapat dilakukan sebelum
kehamilan. Hanya saja, Anda tidak boleh hamil dahulu sampai 2 bulan
kemudian.
d. Makan makanan yang matang
Hindari memakan makanan tidak matang atau setengah
matang. Virus atau parasit penyebab TORCH bisa terdapat pada
makanan dan tidak akan mati apabila makanan tidak dimasak sampai
matang. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, selalu konsumsi
makanan matang dalam keseharian Anda.
e. Periksa kandungan secara terartur
Selama masa kehamilan, pastikan juga agar Anda
memeriksakan kandungan secara rutin dan teratur. Maksudnya adalah
agar dapat dilakukan tindakan secepatnya apabila di dalam tubuh Anda
ternyata terinfeksi TORCH. Penanganan yang cepat dapat membantu
agar kondisi bayi tidak menjadi buruk.
f. Jaga kebersihan tubuh
Jaga higiene tubuh Anda. Prosedur higiene dasar, seperti
mencuci tangan, sangatlah penting.

2.8 Pengobatan Torch


Adanya infeksi-infeksi ini dapat dideteksi dari pemeriksaan darah.
Biasanya ada 2 petanda yang diperiksa untuk tiap infeksi yaitu
Imunoglobulin G (IgG) dan Imunoglobulin M (IgM). Normalnya keduanya
negatif.
Jika IgG positif dan IgMnya negatif,artinya infeksi terjadi dimasa
lampau dan tubuh sudah membentuk antibodi. Pada keadaan ini tidak perlu
diobati. Namun, jika IgG negatif dan Ig M positif, artinya infeksi baru terjadi
dan harus diobati. Selama pengobatan tidak dianjurkan untuk hamil karena
ada kemungkinan infeksi ditularkan ke janin. Kehamilan ditunda sampai 1
bulan setelah pengobatan selesai (umumnya pengobatan memerlukan
waktu 1 bulan). Jika IgG positif dan IgM juga positif,maka perlu
pemeriksaan lanjutan yaitu IgG Aviditas. Jika hasilnya tinggi,maka tidak
perlu pengobatan, namun jika hasilnya rendah maka perlu pengobatan
seperti di atas dan tunda kehamilan. Pada infeksi Toksoplasma,jika dalam
pengobatan terjadi kehamilan, teruskan kehamilan dan lanjutkan terapi
sampai melahirkan.Untuk Rubella dan CMV, jika terjadi kehamilan saat
terapi, pertimbangkan untuk menghentikan kehamilan dengan konsultasi
kondisi kehamilan bersama dokter kandungan anda.
Pengobatan TORCH secara medis diyakini bisa dengan
menggunakan obat-obatan seperti isoprinocin, repomicine, valtrex,
spiromicine, spiradan, acyclovir, azithromisin, klindamisin, alancicovir, dan
lainnya. Namun tentu pengobatannya membutuhkan biaya yang sangat
mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu, terdapat pula cara
pengobatan alternatif yang mampu menyembuhkan penyakit TORCH ini,
dengan tingkat kesembuhan mencapai 90%.

2.9 Diagnosa Torch


Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama untuk
menangani suatu penyakit. Tetapi diagnosa berdasarkan pengamatan
gejala klinis sering sukar dilaksanakan, maka dilakukan diagnosa
laboratorik dengan memeriksa serum darah, untuk mengukur titer-titer
antibodi IgM atau IgG-nya.
Penderita TORCH kadang tidak menunjukkan gejala klinis yang
spesifik, bahkan bisa jadi sama sekali tidak merasakan sakit. Secara umum
keluhan yang dirasakan adalah mudah pingsan, pusing, vertigo, migran,
penglihatan kabur, pendengaran terganggu, radang tenggorokan, radang
sendi, nyeri lambung, lemah lesu, kesemutan, sulit tidur, epilepsi, dan
keluhan lainnya.
Untuk kasus kehamilan: sulit hamil, keguguran, organ tubuh bayi
tidak lengkap, cacat fisik maupun mental, autis, keterlambatan tumbuh
kembang anak, dan ketidaksempurnaan lainnya.

2.10 Pemeriksaan Torch


1. Toxoplasma
Tes ini mempergunakan antigen Toxoplasma yang
diletakkan pada penyangga padat, mula-mula di inkubasi dengan
serum penderita kemudian dengan antibodi berlabel enzim. Kadar
antibodi dalam serum penderita sebanding dengan intertitas warna
yang timbul setelah ikatan antigen antibodi dicampur dengan
substrat. Uji aviditas pada ELISA bermanfaat untuk determinasi
prediktif kapan seseorang atau individu tersebut diperkirakan
terinfeksi Aviditas ELISA juga dapat digunakan untuk menentukan
status infeksi serta kekuatan ikatan intrinsik antara antibodi dengan
antigen.
Cara Kerja :
a) Lokasi Pengambilan Sampel
• vena mediana cubiti ( dewasa )
• vena jugularis superficial
b) Cara kerja pengambilan sampel :
• Bersihkan daerah vena mediana cubiti dengan alcohol
70% dan biarkan menjadi kering kembali
• Pembendungan vena tidak boleh terlalu kuat .
• Tegangkan kulit diatas vena dengan jari tangan kiri agar
vena tidak bergerak
• Lepaskan pembendungan dan ambillah darah sesuai
yang dibutuhkan
• Taruh kapas diatas jarum/nald dan cabut perlahan
• Mintakan agar pasien menekan bekas tusukan dengan
kapas tadi
• Alirkan darah dari syringe kedalam tabung melaluji
dinding tabung
• Berikan label berisi tanggal pemeriksaan,nama pasien
dan jenis specimen.

2. Rubella
Dengan tes ELISA, HAI,Pasif HAatau tes LA, atau dengan
adanya IgM spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella
telah terjadi.
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi
pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella
IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada
saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan,
dianjurkan untuk divaksinasi.
Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat
berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu
dan risiko infeksi rubella bawaan.
3. Cyto Megalo Virus
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk
mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut
mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang
silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV
IgG.
4. Herpes Simpleks
Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm
sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya
lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
c. Riwayat kesehatan
1. Suhu tubuh meningkat
2. Malaise
3. Sakit tenggorokan
4. Mual dan muntah
5. Nyeri otot
d. Riwayat kesehatan dahulu
1. Klien sering berkontak langsung dengan binatang
2. Klien sering mengkonsumsi daging setengah matang
3. Klien pernah mendapatkan tranfusi darah
e. Data psikologis
f. Data spiritual
g. Data social dan ekonomi
h. Pemeriksaan fisik
1. Mata : Nyeri
2. Perut : Diare, mula dan muntah
3. Integument: suka berkeringat malam, suhu tubuh meningkat,
timbulnya rash pada kulit
4. Muskuloskletal: Nyeri dan kelemahan
5. Hepar : Hepatomegali dan icterus
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d adanya proses infeksi / inflamasi.
2. Hipertemia b. d peningkatan tingkat metabolisme penyakit ditandai
dengan suhu 390c tubuh menggigil.
3. Kekurangan volume cairan b.d tidak adekuatnya masukan
makanan dan cairan ditandai dengan diare.
C. Intervensi

DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Nyeri b.d adanya proses Setelah dilakukan 1. Berikan lingkungan yang tenang 1. Menurunkan reaksi
infeksi / inflamasi. tindakan keperawatan sesuai kebutuhan. stimulasi dari luar
diharapkan dapat 2. Berikan lingkungan yang tenang atau sensitivitas
mengurangi nyeri dengan sesuai kebutuhan. pada cahaya dan
Kriteria Hasil : 3. Tingkatkan tirah baring, bantulah meningkatkan
1. Klien melaporkan kebutuhan perawatan diri yang istirahat/reaksi.
nyeri hilang dan penting. 2. Menurunkan reaksi
terkontrol 4. Kolaborasi dengan tim medis stimulasi dari luar
2. Klien tampak rileks, lainnya dalam pemberian atau sensitivitas
Klien mampu analgesic seperti asetamenofen. pada cahaya dan
tidur/istirahat meningkatkan
dengan tepat. istirahat/reaksi.
3. Menurunkan
gerakan yang dapat
meningkatkan
nyeri.
4. Untuk
menghilangkan
rasa nyeri yang
berat.

2 Hipertemia b.d peningkatan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda vital : Suhu 1. Sebagai indikator
tingkat metabolisme penyakit tindakan keperawatan tubuh untuk mengetahui
ditandai dengan suhu 39, diharapkan dapat 2. Ajarkan klien pentingnya status hipertermi
5°C, tubuh menggigil mendemonstrasikan suhu mempertahankan cairan yang 2. Dalam kondisi
dalam batas normal adekuat sedikitnya 2000ml/ hari demam terjadi
Kriteria Hasil : untuk mencegah dehidrasi. peningkatan
1. Terjadi peningkatan 3. Berikan kompres dengan air evaporasi yang
suhu biasa pada lipatan ketiak dan memicu timbulnya
2. Kulit kemerahan dan femur. dehidrasi.
hangat waktu disentuh 4. Anjurkan klien untuk memakai
3. Peningkatan tingkat pakaian yang menyerap keringat 3. Menghambat pusat
pernapasan simpatis di
hipotalamus
sehingga terjadi
vasodilatasi kulit
dengan
merangsang
kelenjar keringat
untuk mengurangi
panas tubuh
melalui penguapan.
4. Kondisi kulit yang
mengalami lembab
memicu timbulnya
pertumbuhan
jamur, juga akan
mengurangi
kenyamanan klien,
mencegah
timbulnya ruam
kulit.
3 Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan 1. Awasi pemasukan diet/ jumlah 1. Makan banyak sulit
b.d tidak adekuatnya tindakan keperawatan kalori. Berikan makan sedikit untuk mengatur bila
masukan makanan dan diharapkan dapat dalam frekwensi sering dan pasien anoreksia.
cairan ditandai dengan, diare memenuhi kebutuhan tawarkan makan pagi paling Anoreksia juga
cairan tubuh dengan besar. paling buruk selama
Kriteria Hasil : 2. Berikan perawatan mulut siang hari,
1. Mempertahankan sebelum makan. membuat maskan
volume sirkulasi 3. Anjurkan makan pada posisi makanan yang sulit
adekuat duduk tegak. pada sore hari.
2. Tanda – tanda vital 4. Konsul pada ahli diet, dukungan 2. Menghilangkan
dalam batas normal tim nutrisi untuk memberikan diet rasa tak enak dapat
3. Nadi ferifer teraba sesuai kebutuhan pasien, meningkatkan
4. Haluaran urine dengan masukan lemak dan napsu makan.
adekuat protein sesuai toleransi 3. Menurunkan rasa
5. Membrane mukosa penuh pada
lembab abdomen dan dapat
6. Turgor kulit baik. meningkatkan
pemasukan.
4. Berguna dalam
program diet untuk
memenuhi
kebutuhan nutrisi
individu
BAB IV
PEMBAHASAN
Hubungan Infeksi Torch Pada Kehamilan Dengan Kejadian Kelainan
Kongenital Pada Bayi Baru Lahir
Pada penelitian ini membahas terkait dengan bagaiman hubungan
antars infeksi Torch pada kehamilan dengan kejadian kelainan kolongetal
pada bayi lahir, Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional
dengan pendekatan studi potong lintang (crosssectional). Penelitian
dilaksanakan di RS Ibu dan Anak Permata Bunda dan RS dr.Ismoyo Kendari
dari tahun 2013-2016. Tiga puluh tiga sampel yang terdiri dari wanita hamil
dengan usia dari 24 tahun sampai dengan 38 tahun. Pengambilan sampel
dengan menggunakan total sampling. Sebagai kriteria ekslusi pada saat
pemeriksaan IgM infeksi TORCH mempunyai nilai negatif. Pada sampel
dilakukan pengambilan darah untuk dilakukan pemeriksaan infeksi TORCH
meliputi IgG Toxoplasma, IgG Rubella, dan IgG Cytomegalovirus. Data hasil
pemeriksaan berupa infeksi TORCH (IgG Toxo, IgG Rubella, IgG CMV) dan
observasi ibu hamil sampai bayi baru lahir yang dilakukan oleh dokter
spesialis obstetri dan ginekologi pada saat pasien melakukan check up di
Rumah Sakit dan pada saat proses kelahiran. Analisis bivariat dilakukan
untuk melihat hubungan antara variabel independent dan dependent.
Karena rancangan penelitian ini menggunakan cross sectional, hubungan
antara variabel independent dan dependent digunakan uji statistik odds ratio
(OR) tabel kontigensi 2x2 dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05).
Pada penelitian ini didapatkan hasil pengumpulan sampel sebanyak
33 orang dengan hasil pemeriksaan infeksi TORCH meliputi IgG
Toxoplasma, IgG Rubella dan IgG CMV. Didapatkan hasil pemeriksaan
infeksi TORCH sebagai berikut IgG Toxoplasma (+), IgG Rubella (+), IgG
CMV (+), IgG Toxoplasma (+) IgG Rubella (+), IgG Toxoplasma (+) IgG CMV
(+), IgG Rubella (+) IgG CMV (+), dan IgG Toxoplasma (+) IgG Rubella (+)
IgG CMV (+).Pemeriksaan IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
kekebalan pada saat sebelum hamil. Antibodi IgG muncul beberapa minggu
setelah respons IgM dan mencapai maksimum 6 bulan kemudian. Titer yang
tinggi dapat bertahan beberapa tahun, tetapi akhirnya terjadi penurunan
sedikit demi sedikit, menghasilkan kadar yang rendah dan stabil, serta
mungkin seumur hidup. Data di Amerika Serikat pada tahun 2006
menyatakan 15%-30% wanita mempunyai antibodi terhadap toxoplasma.
Infeksi TORCH di Indonesia pada kehamilan menunjukkan prevalensi cukup
tinggi, berkisar antara 5,5% sampai 84% (Beers & Berkow, 1999; Gershon,
1998; Peter, 1992).
Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada
hubungan antara infeksi TORCH pada kehamilan dengan kejadian kelainan
kongenital (P=0,092, p>0,05). Penelitian ini mengambil sampel dengan hasil
pemeriksaan IgM negatif yang merupakan penanda infeksi aktif. Pada
penelitian ini didapatkan hasil bahwa titer IgG yang tinggi tidak berbanding
lurus dengan luaran. Karena ada sampel dengan nilai titer IgG yang tinggi
tapi mempunyai luaran bayi aterm. Sedangkan sampel dengan nilai titer IgG
yang tidak terlalu tinggi mempunyai luaran abortus, IUFD dan kelainan
kongenital.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat
jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan
Herpes. Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
toxoplasma gondii. Ibu dengan toxoplasma gondii biasanya tidak
menampakan gejala walaupun 10%-20% ibu yang terinfeksi. Penyebab dari
penyakit ini adalah parasit protozoa yaiti toxoplasma gondii yang hidupnya
di dalam kucing. Rubela suatu infeksi yang utama menyerang anak-anak
dan dewasa yang khas dengan adanya rasti demam dan lymphadenopaly
suatu toga virus yang dalam penyebabnya tidak membutuhkan vector.
Citomegalo virus diklasifikasikan dalam keluarga virus herpes,infeksi
oportunistik yang menyerang saat system kekebalan tubuh lemah. Herpes
simplek adalah suatu penyakit menular seksual di daerah kelamin, kulit di
sekeliling rectum atau di daerah sekitarnya disebabkan oleh virus Herpes
Simplek. Penyebab herpes genetalis adalah herpes simplek (HSV) dan
sebagian hasil HSV (dimukosa mulut).
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan IgG avidity untuk mengetahui
apakah infeksi sudah lama atau baru terjadi, primer atau sekunder karena
keterbatasan dana. Penetapan IgG avidity dilakukan bersamaan waktu
dengan penetapan IgG, karena interpretasi hasil IgG avidity tidak dapat
dilakukan dengan baik bila kadar IgG di bawah 6 aU/ml atau di atas 400
aU/ml.
DAFTAR PUSTAKA

Reeder, S.J., Leonide,LM., Deborah, K.G. 2011. Keperawatan Maternitas


Kesehatan Wanita,Bayi & Keluarga Volume 2. Edisi 18.Jakarta. EGC

Aini, Zida Maulina, and Juminten Saimin. "Hubungan Infeksi Torch Pada Kehamilan
Dengan Kejadian Kelainan Kongenital Pada Bayi Baru Lahir." MEDULA 4.2.

Sari, Ratna Dewi Puspita. "Kehamilan dengan Infeksi TORCH." Jurnal Kedokteran
Universitas Lampung 3.1 (2019): 176-181.

Anda mungkin juga menyukai