Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS JURNAL

Keperawatan Komunitas II
Askep Pada Populasi Rentan (Population Affected By Mental Illness)

Oleh

Nama : Nur Rifdatur Rafila


NIM :181014201643

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA MALANG
2021
ANALISIS JURNAL

1. Jurnal 1
a. Judul
Hubungan Kecemasan Lansia Dengan Hipertensi Di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur
b. Latar belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang banyak di
derita oleh lanjut usia.Menurut data riskesdas 2018 di Indonesia
diperoleh prevalensi hipertensi usia 55-64 terdapat 55.2% menderita
hipertensi usia 65-74 sebesar 63.2% menderita hipertensi dan usia
75+ tahun sebesar 69.5% menderita hipertensi. Laporan tahunan
seksi kesehatan masyarakat suku dinas kesehatan Jakarta Timur
tahun 2013 menyatakan penyakit hipertensi pada lansia merupakan
urutan ke tiga dari sepuluh penyakit terbanyak.
Sedangkan Pada tahun 2017, hipertensi menjadi urutan ke
dua. Di wilayah Jakarta Timur diperoleh data untuk Kecamatan
Kramat Jati Prevalensi hipertensi sebesar 22 persen dari total pasien
lansia yang berobat sebanyak 29.504 jiwa dan 6515 orang diketahui
menderita hipertensi pada tahun 2018.
Hasil penelitian kualitatif di kutip dari ncbi yang di lakukan
oleh yu pan dkk di shangai Republik rakyat China mendapatkan ada
hubungan antara kecemasan dan hipertensi,begitu juga penelitian
yang di lakukan Simon l bacon dkk di kutip dari International
Journal Of Hypertension pada gangguan mood dan kecemasan di
mana ditemukan bahwa gangguan kecemasan dikaitkan dengan
peningkatan risiko terkena hipertensi, sedangkan gangguan mood
tidak terkait dengan kejadian hipertensi. Di Indonesia sendiri
Penelitian yang di lakukan oleh Indriwijayanti dkk di wilayah kerja
posyandu pulo pandung yogyakarta pada tahun 2009 dari 41 lansia
34 lansia atau 82,9% mengalami kecemasan Sedang dengan
Hipertensi.
c. Analisis
Dalam penelitian ini,penulis menggunakan desain deskriptif
analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional.Penelitian
ini merupakan sebuah penelitian kuantitatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien lansia yang menderita Kecemasan di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, jumlah keseluruhan pasien
lansia dengan kecemasan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
yang akan dijadikan tempat penelitian tersebut terdapat 157 Orang.
Sampel pada penelitian ini adalah pasien Lansia yang menderita
kecemasan dengan hipertensi, yang melakukan pengobatan di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati 124 responden.Adapun Tujuan
penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan
kecemasan pada lansia dengan hipertensi di puskesmas kramat jati.
Hasil analisis hubungan antara kecemasan dengan kejadian
hipertensi diperoleh bahwa responden dengan kecemasan ringan,
sedang yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 36 orang (33,6%)
sedangkan responden dengan kecemasan berat, panic yang tidak
mengalami hipertensi sebanyak 1 orang (5,9%).Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,041 (< 0,05), maka dapat disimpulkan ada
hubungan antara kecemasan dengan kejadian hipertensi.Nilai OR
8,113 artinya responden yang memiliki kecemasan sedang
mempunyai peluang 8 kali tidak mengalami kejadian hipertensi
dibandingkan responden yang kecemasannya berat.
Hasil penelitian di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami
hipertensi sebanyak 87 orang (70,2%).Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Devi, 2017) dengan judul
“Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Kejadian Hipertensi Di
Panti Sosial Tresna Werdha Senjarawi Bandung”, dimana hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (87.5%)
mengalami hipertensi sedang, sebagian kecil responden (7.5%)
mengalami hipertensi berat, sebagian kecil responden lainnya (5%)
mengalami hipertensi ringan. Saran dari penelitian ini perlunya
meningkatkan pemahaman kita tentang etiologi kecemasan dan
hipertensi pada lansia untuk menentukan strategi pencegahan yang
optimal.
2. Jurnal 2
a. Judul
Hubungan Kecemasan dengan Tekanan Darah pada Lansia
b. Latar belakang
Semakin meningkatnya jumlah lansia menurut Efendi (2009)
dalam Laka, (2018), akan menimbulkan permasalahan dalam segi
kesehatan baik fisik maupun psikososial yang banyak terjadi pada
lansia. Tekanan darah pada lansia menurut Anggraini dkk, (2009)
dalam Novitaningtyas, (2014) akan cenderung tinggi sehingga lansia
lebih besar beresiko terkena hipertensi atau tekanan darah tinggi.
Terdapat dua macam kelainan tekanan darah, antara lain yang
dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi
atau tekanan darah rendah. (Wachidah, 2014)
Penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah Penyakit Tidak
Menular (PTM) salah satunya adalah hipertensi atau tekanan darah
tinggi. Prevalensi tekanan darah tinggi di Indonesia menurut Riset
Kesehatan Dasar (2018), berdasarkan hasil pengukuran menurut
usia 45-54 tahun sebesar 45,3%, usia 55-64 tahun sebesar 55,2%,
usia 65-74 tahun sebesar 63,2% dan usia lebih dari 75 tahun sebesar
69,5%. Prevalensi kasus lansia dengan hipertensi di Provinsi Jawa
Tengah menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2014, sebesar 1,96%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tahun 2013 sebesar 1,67%. (Eriyanti, 2016).
Peningkatan tekanan darah dapat terjadi karena stress. Faktor
stress menurut Kartika, (2015) dari sudut pandang kognitif dan
perilaku seperti kecemasan dapat menimbulkan penyakit yang
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Lansia yang mengalami
kecemasan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.
Pada saat cemas, hormon adrenalin akan meningkat yang
mengakibatkan jantung memompa darah lebih cepat, sehingga
tekanan darah meningkat.(Setyawan, 2017).
c. Analisis
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode cross
sectional,Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
desain korelasional, yang merupakan penelitian untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel atau lebih. Populasi dalam penelitian
ini adalah semua pasien lansia yang mengalami peningkatan tekanan
darah di RSUD Karanganyar pada bulan Juli sampai September
2018 berjumlah 131 lansia.Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini adalah purposive sampling dimana peneliti
menentukan pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan
tertentu dengan cara menetapkan sifat-sifat populasi maupun ciri-
ciri khusus yang sudah diketahui sebelumnya dan sesuai dengan
tujuan penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan penelitian.
(Notoatmodjo, 2012)
Alat yang digunakan peneliti untuk mengukur kecemasan
adalah kuesioner Geriatric Anxiety Scale (GAS).Kuesioner GAS
sudah terstandar secara internasional. Instrumen pengukuran
tekanan darah menggunakan tensimeter atau sphygmomanometer.
Angka koefisien korelasi dalam penelitianini bernilai positif yaitu
0.488 sehingga hubungan kedua variabel tersebut bersifat simetris
atau searah, dengan demikian dapat diartikan bahwa semakin tinggi
tingkat kecemasan seseorang maka tekanan darah juga akan
meningkat.Peneliti menyimpulkan dari hasil hubungan tingkat
kecemasan dengan peningkatan tekanan darah pada lanisa,
didapatkan hasil bahwa responden lansia lebih banyak mengalami
tingkat kecemasan sedang dengan peningkatan tekanan darah ≥
140/90 mmHg.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Laka (2018),
yang menyatakan bahwa hipertensi memiliki hubungan dengan
tingkat kecemasan. Terdapat sebagian besar 18 responden (50%)
mengalami tingkat kecemasan sedang dan hipertensi stadium II
sebanyak 16 responden (44.4%).Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian Pramana K. D., (2016) bahwa terdapat hubungan antara
tingkat kecemasan dengan kejadian hipertensi pada usia lanjut di
Panti Sosial Tresna Werdha Senjarawi Kota Bandung dengan nilai
X² hitung sebesar 27.273 dengan P value sebesar 0.000. Hasil uji
statistik menunjukkan bahwa asymsig <0.05. Nilai C = 0.63
termasuk ke dalam interval (0,51 < C < 0.75), maka korelasi antara
tingkat kecemasan dengan hipertensi termasuk kategori derajat
asosiasi kuat.
3. Jurnal 3
a. Judul
Hubungan antara Stadium Hipertensi dengan Tingkat Kecemasan
pada Kelompok Lanjut Usia di Panti Sosial X di Jakarta
b. Latar belakang
Salah satu indikator pembangunan kesehatan dilihat dari
struktur penduduk yang menua.Hal ini berkaitan dengan penurunan
angka fertilitas dan peningkatan angka harapan hidup (AHH).
Namun peningkatan angka harapan hidup ini mengakibatkan
terjadinya transisi epidemiologi akibat meningkatnya angka
kesakitan akibat penyakit degeneratif. Menurut data Depkes (2016)
salah satu penyakit terbanyak yang menimpa lansia adalah
hipertensi 57.6%.Menurut Laka et. all (2018), hipertensi yang di
alami oleh lansia menyebabkan mereka mengalami berbagai
gangguan psikologis di karenakan mereka mengkhawatirkan
hipertensi tersebut tidak kunjung sembuh, menyebabkan penyakit
yang lain yang lebih berat, sehingga harapan untuk sembuh menjadi
sedikit Akibatnya menyebabkan kecemasan yang semakin
memperburuk hipertensi pada pasien.
c. Analisis
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik
observasional,dengan desain cross sectional.Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan variabel bebas (Stadium Hipertensi)
dengan variabel terikat (Tingkat Kecemasan). Analisis univariat
yang dilakukan meliputi karakteristik responden, yang didalamnya
terdapat distribusi usia, jenis kelamin, stadium hipertensi, tingkat
kecemasan, tingkat pendidikan, lama tinggal di panti, alasan masuk
panti dan dukungan keluarga.
Hasil penelitian adalah mayoritas lansia yang ditinggal di
panti dengan rentang usia 60-74 tahun (55.6%), berjenis kelamin
perempuan (63.9%), hipertensi stadium 1 (91.7%), tidak ada
kecemasan (58.5%), lama tinggal di panti >3 bulan (91.7%) dan
alasan masuk panti terbanyak yaitu kemauan sendiri (69.4%).
Analisis statistik menggunakan uji Kolmogorov-smirnov dengan
nilai p-value 0.987 > 0,05 menunjukan tidak terdapat hubungan
antara stadium hipertensi dengan tingkat kecemasan.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian Lumi et. all (2018)
dikarenakan penelitian tersebut meneliti di wilayah kerja puskesmas
sehingga terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
munculnya kecemasan pada responden yaitu stress, memikirkan
penyakit yang dideritanya, faktor ekonomi, dan kurangnya waktu
berkumpul dengan keluarga. Sehingga menyebabkan kecemasan
semakin meningkat. Sedangkan peneliti melakukan penelitian di
Panti Sosial X di Jakarta, dimana kebanyakan responden dengan
kemauan sendiri tinggal di panti tersebut. Terdapat beberapa hal
yang menyebabkan tidak terjadinya kecemasan pada responden
yaitu responden memang ingin tinggal di panti karena tidak ingin
menyusahkan keluarga, banyak teman sehingga lansia tidak
merasakan kesepian, terjaminnya kehidupan yang layak karena
mendapatkan fasilitas dalam panti dan sakit, sehingga di harapkan
dengan tinggal di panti mendapatkan fasilitas kesehatan dan
dilakukan pemeriksaan kesehatan yang rutin dalam panti.
4. Jurnal 4
a. Judul
The Effect of Spirituality on Mental Health Among Hypertensive
Elderly People: A Cross-sectional Communitybased Study
b. Latar belakang
Lansia yang menderita hipertensi juga dapat mengalami
gangguan psikologis lain dalam kehidupan sehari-hari, seperti
depresi dan kecemasan. Selain itu,mereka menggunakan latihan
spiritual untuk meredakan gejala atau penyakit penyerta dari
hipertensi. Semua praktik ini menghasilkan efek menenangkan bagi
mereka.Spiritualitas merupakan aspek pengalaman manusia yang
menantang untuk dipelajari. Ini mempengaruhi perilaku dan sikap
individu dalam berbagai situasi, seperti masalah kesehatan fisik dan
mental. Ini didefinisikan sebagai tema dan tujuan hidup, dan itu
adalah hubungan diri seseorang dengan lingkungan atau kekuatan
yang lebih tinggi, yang diyakini terkait dengan segala sesuatu yang
menembus kehidupan.
Hubungan antara hipertensi dan spiritualitas, sebagai jauh
dari berurusan dengan kondisi kesehatan, telah menjadi subjek
penelitian moderat. Dalam banyak kasus, telah ditemukan
bahwa spiritualitas membantu meningkatkan kualitas hidup
individu, yang selanjutnya dikaitkan dengan kesehatan fisik dan
mental yang lebih baik, misalnya, dengan berkurangnya tingkat
kecemasan dan depresi.Secara khusus,Anyfantakis et al.menyatakan
bahwa terdapat pengaruh positif spiritualitas/religiusitas terhadap
berbagai faktor risiko kardiometabolik yangberkontribusi terhadap
timbulnya hipertensi.
c. Analisis
Penelitian ini mempelajari hubungan antara kesehatan
mental dan spiritual pada lansia dan mengidentifikasi sifat dari
hubungan tersebut.hasil dari penelitian ini sejalan dengan penulis
lain yang menunjukkan bahwa spiritualitas memiliki efek positif
pada kesehatan umum individu Agama dan spiritualitas terkait erat
dan terjalin karena kedua konsep tersebut merujuk pada makhluk
ilahi dan keyakinan individu tentang hal itu. Menurut Cowlishaw et
al., Tingkat kehadiran religius yang lebih tinggi dikaitkan dengan
tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi.Agama diakui
sebagai elemen kunci dalam perawatan paliatif untuk pengelolaan
penyakit kronis seperti hipertensi dan gagal ginjal dan ada banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa mereka yang percaya lebih
mampu mengelola kondisi kesehatannya.
Spiritualitas berpengaruh positif signifikan terhadap
kesehatan mental lansia hipertensi. Tingkat spiritualitas yang lebih
tinggi pada lansia hipertensi berkorelasi signifikan dengan tingkat
gejala somatik, kecemasan dan insomnia, disfungsi sosial dan
depresi berat yang lebih rendah. Keterlibatan dan partisipasi dalam
kegiatan keagamaan dapat memperkuat kontak sosial, optimisme
dan perasaan memiliki kelompok yang mengarah pada pengurangan
gejala depresi. Spiritualitas memberi orang kesempatan untuk
bergerak dan dengan demikian menghadapi masalah apa pun yang
mungkin muncul, baik fisik maupun mental.Secara khusus,
keyakinan spiritual membantu orang untuk mendapatkan kesadaran
tentang kondisi medis mereka dan untuk lebih mengintegrasikan
perubahan kesehatan ke dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Memang, praktik keagamaan dapat membantu seseorang rileks,
mengalihkan perhatiannya dari kesepian, dan bereaksi terhadap
isolasi yang dapat diakibatkan dari penyakit fisik. Juga, patut
disebutkan bahwa agama, sebagai lawan spiritualitas, dapat
memiliki efek yang berlawanan pada kesehatan mental individu,
membuatnya berpikir bahwa penyakit adalah hukuman dari Tuhan.
5. Jurnal 5
a. Judul
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk Menurunkan
Tingkat Kecemasan pada Pasien Hipertensi.
b. Latar belakang
Hipertensi yaitu keadaan tekanan darah lebih dari 140/ 90
mmHg yang dapat berakibat gejala berlanjut seperti stroke ataupun
penyakit jantung koroner sehingga menyebabkan kematian.Tren
prevalensi hipertensi di Indonesia selalu mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Riset Kesehatan Dasar (2018) menunjukkan bahwa
sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis,
dibuktikan prevalensi hipertensi pada usia 18 tahun ke atas mencapai
31,7% namun hanya 7,2% penduduk yang sudah terdiagnosis
hipertensi.
Hipertensi dapat disebabkan oleh faktor kecemasan dan
stress individu, dan keadaan hipertensi dapat memicu terjadinya
kecemasan pada penderita. Anderson (2005) menyatakan kondisi
cemas dan stres akan meningkatkan pelepasan hormon kortisol dan
hormone feokromositoma yang berperan meningkatkan kadar
hormon steroid dalam darah. Hormon steroid akan meningkatkan
produksi adrenalin yang berlebihan sehingga epinefrin meningkat
dan berdampak pada peningkatan denyut jantung dan tekanan darah
(hipertensi).
Berdasarkan wawancara dengan kader kesehatan dan
penderita hipertensi di Kelurahan Mersi Purwokerto Timur, terdapat
7 posyandu lansia yang masing-masing menangani kurang lebih 30
lansia dengan 43% mengalami hipertensi. Kader dan masyarakat
mengungkapkan perlu adanya solusi selain pengobatan rutin yang
mampu dilakukan oleh penderita hipertensi dan tidak bertentangan
dengan terapi medis (seperti SEFT) sehingga mereka dapat menjaga
tekanan darahnya secara mandiri dengan baik.
c. Analisis
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi
hipertensi dapat dicapai dengan pengobatan maupun intervensi
mandiri seperti terapi spiritual Spiritual Emotional Freedom
Tehnique (SEFT) yang efektif untuk menjaga stabilitas tekanan
darah dalam rentang normal (Saputra, 2012). SEFT merupakan
bagian dari intervensi keperawatan yang dapat diajarkan kepada
klien sehingga klien dapat melakukannya secara mandiri untuk
mencapai kesehatannya. Intervensi SEFT berasal dari terapi
tradisional komplementer yang digunakan untuk mendampingi
terapi konvensional (terapi medis) sehingga terapi ini dapat
dilaksanakan bersaamaan dengan terapi medis. SEFT telah banyak
dibuktikan dalam menurunkan tingkat kecemasan,sehingga dapat
diharapkan mampu menurunkan kecemasan pada pasien hipertensi
dan menjaga kestabilan tekanan darah dalam rentang normal
(Moyad & Hawks, 2009).
SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) merupakan
teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine)
dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada
beberapa titik tertentu pada tubuh untuk mengatasi masalah fisik dan
emosional (Zainuddin,2007).SEFT dapat digunakan untuk
mengatasi masalah fisik (seperti sakit kepala yang berkepanjangan,
nyeri punggung, alergi, asma, mudah letih, dan lain sebagainya), dan
mengatai masalah emosional (trauma, depresi, phobia, stress, sulit
tidur, bosan, malas, gugup, cemas, emosi, tidak percaya diri, dan lain
sebagainya).
6. Jurnal 6
a. Judul
Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Dengan Tingkat
Kecemasan Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Cenrana
Kabupaten Bone.
b. Latar belakang
Jumlah lansia di Indonesia tahun 2014 mencapai 20,24 juta
jiwa atau 8,03% (BPS, 2014). Pada tahun 2005 umur harapan hidup
66,4 tahun dan pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan umur
harapan hidup menjadi 77,6 tahun (Kemenkes, 2013).Hal ini
menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia berdasarkan data yang
saya peroleh (tahun 2009, data sensus penduduk 2010 jumlah total
lansia di Sulawesi Selatan adalah 721.353 jiwa (9,19% dari total
jumlah penduduk Sulsel). Urutan pertama adalah kabupaten Bone
dengan jumlah lansia 79.902 jiwa. Jumlah ini ternyata mengalahkan
kota Makassar yang notabene memiliki penduduk terpadat nomor
satu di Sulsel (1.262.600 jiwa).
Proses menua yang dialami oleh lansia menyebabkan mereka
mengalami berbagai macam perasaan sedih, cemas, kesepian, dan
mudah tersinggung. Perasaan tersebut merupakan masalah
kesehatan jiwa yang terjadi pada lansia (Maryam dkk, 2008).
Menurut Darmojo dan Martono (2011), menjelaskan psikososial
lansia antara lain merasa kesepian (pria 19,8%, wanita 20,8%),
tanda-tanda depresi berturut-turut 4,3% dan 42% menunjukan
kelakuan atau tabiat buruk (7,3% dan 3,7%) cepat marah, irritable
(17,2% dan 7,1%).
c. Analisis
Seseorang yang memasuki usia lanjut akan mengalami
perubahan sosial. Perubahan ini akan lebih terasa bagi mereka yang
pernah menduduki suatu jabatan atau pekerjaan formal. Mereka
akan kehilangan semua perlakuan yang dahulu mereka peroleh,
seperti penghormatan, perhatian dan perlakuan khusus. Bagi mereka
yang pergaulannya terbatas,perasaan kehilangan ini akan berdampak
buruk pada semangat, suasana hati dan kesehatan. Peran dan fungsi
usia lanjut dalam keluarga mulai bergeser antara lain karena anak-
anak sudah berkeluarga, mandiri dan sudah punya rumah sendiri
sehingga suasana rumah menjadi sepi.Walaupun tetap tinggal
bersama anak-anaknya, mungkin mereka kurang mendapat
perhatian sehingga merasa tidak punya peran lagi.Nilai budaya
tradisional yang menghargai usia tua (sebagai sesepuh) dan
memelihara silaturahmi perlu dilestarikan. Pada beberapa situasi
keluarga dijumpai sikap terlalu melindungi (overprotection) pada
usia lanjut. Hal ini juga berdampak kurang baik pada kemandirian
usia lanjut (Idris, 2016).
Upaya yang dilakukan lansia untuk mengatasi permasalahan
tersebut, diantaranya adalah mencoba mendekatkan diri kepada
Tuhan, hal tersebut disebabkan lansia merasa bahwa masa mereka
bagi kehidupan dunia telah selesai, dan telah tiba saatnya bagi
mereka untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan mempersiapkan
diri sebelum kematian menjemput (Indriana, 2010).
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lansia
yang memiliki kebutuhan spiritual kurang namun mengalami
kecemasan ringan, sebaliknya terdapat lansia yang memiliki tingkat
pemenuhan kebutuhan spritual baik, namun tingkat kecemasan
sedang. Hal tersebut terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kecemasan lansia, misalnya faktor minat lansia dan
ketersedian keagamaan yang cukup, fasilitas ibadah yang cukup dan
adanya kesadaran lansia akan pemenuhan kebutuhan spiritual. Hal
tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Soewardi dalam Andri
(2010) yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya kecemasan pada lansia adalah potensi stressor,
maturitas, status pendidikan, keadaan fisik, tipe kepribadian, sosial
budaya, lingkungan atau situasi, umur dan jenis kelamin.
7. Jurnal 7
a. Judul
Aplikasi Model Supportif Pada Intervensi Spiritual Emotional
Freedom Technique (Seft) Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada
Lansia Hipertensi Di Panti Werdha Teratai
b. Latar belakang
Hipertensi telah menjadi masalah kesehatan yang sangat
serius pada lansia karena prevelansi yang tinggi dan asosiasinya
terhadap kejadian penyakit cerebro kardiovaskuler seperti penyakit
stroke dan jantung serta penyakit ginjal. Prevalensi hipertensi di
Indonesia terus terjadi peningkatan. Pernyataan ini didukung oleh
Kementrian Kesehatan RI (2013), yakni data dari Riset Kesehatan
Dasar Indonesia pada tahun 2013, berdasarkan hasil wawancara,
didapatkan bahwa prevalensi hipertensi pada orang dewasa berusia
18 tahun ke atas mengalami peningkatan, yakni 7,6% pada tahun
2007 dan 9,5% pada tahun 2013. Tidak hanya itu, hipertensi juga
merupakan penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat
dengan prevalensi 25,8%, diikuti dengan stroke 12,1% dan penyakit
tulang sendi 11,9%.
Hipertensi membutuhkan asuhan keperawatan yang tepat
dengan penatalaksanaan segi farmakologis maupun non
farmakologis.Penatalaksanaan secara farmakologis terdiri atas
pemberian obat yang bersifat diuretik, simpatik, betabloker dan
vasodilator (Yuliarti, 2011 dalam Ramadi, 2012). Selanjutnya
penatalaksanaan non farmakologis untuk penderita hipertensi
meliputi penurunan berat badan, olah raga teratur, diet rendah
garam, diet rendah lemak dan terapi komplementer sampai
intervensi spiritual (Taylor,LeMone&Lynn, 2008).
c. Analisis
Pada dasarnya terapi komplementer dalam sistem
keperawatan bertujuan untuk mencapai keselarasan, keseimbangan
dan kesejahteraan dalam diri seseorang. Salah satu terapi
komplementer yang direkomendasikan oleh NCCAM (National
Center of Complementary and Alternative Medicine) adalah
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT).Terapi SEFT
termasuk teknik relaksasi yang merupakan salah satu bentuk mind-
body therapy dari terapi komplementer dan terapi alternatif dalam
bidang ilmu keperawatan yang bekerja kurang lebih sama dengan
prinsip akupuntur dan akupresur, yakni dengan perangsangan titik-
titik akupunktur dipermukaan tubuh yang menimbulkan relaksasi
dan menstimuls kerja kelenjar pituitari untuk mengeluarkan hormon
endorphin yang juga dapat memberi efek ketenangan sehingga akan
menginaktivasi sistem saraf simpatis . Mills (2012) menjelaskan
bahwa teknik relaksasi memiliki efek sama dengan obat
antihipertensi dalam menurunkan tekanan darah.
Pada terapi SEFT, lansia diajarkan untuk mengucapkan
kalimat positif setelah kalimat pasrah dan berserah diri seperti
contoh:”Saya ikhlas dan pasrah dengan penyakit hipertensi
ini,,semoga Allah yang Maha Kuat menyembuhkan penyakitku,
Kalimat positif yang diucapkan berulang kali dapat memberikan
sugesti bagi kesembuhan penyakit hipertensi lansia.Hal ini sesuai
dengan pendapat Stuart & Laraia,2005 yang mengatakan bahwa
pengetahuan yang baik optimis dan sikap positif dalam menilai
peristiwa kehidupan yang dialami diyakini dapat menimbulkan
perasaan sejahtera dan memperpanjang usia.
Hasil penelitian ini ada pengaruh SEFT dengan aplikasi
model supportive terhadap perubahan tekanan darah pada lansia
hipertensi ,terdapat perbedaan yang bermakna pada tekanan darah
sistolik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan p
value 0,000 dan terdapat perbedaan yang bermakna pada tekanan
darah diastolik antara kelompok intervensi dan kelompok control
dengan p value 0,003. Bagi institusi pelayanan kesehatan agar dapat
menjadikan terapi spiritual emotional freedom technique (SEFT)
sebagai salah satu kebijakan dalam pemberian pelayanan kesehatan
untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai