Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180
sampai 200 juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000
kematian maternal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab
kematian tersebut adalah perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%,
hipertensi dan preeklampsi/eklampsi 12,9%, persalinan macet (distosia)
6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang lain 7,9%.1
Proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana suatu
benda di dorong melalui ruangan oleh suatu tenaga. Benda yang didorong
adalah janin, ruangan adalah Pelvis untuk membuka servik dan mendorong
bayi keluar. Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap
tahunnya, Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses
kelahiran. Dari angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea primer.
Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG)
menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida
dengan fetus tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi
primigravida tersebut untuk seksio sesarea adalah presentasi bokong,
preeklampsi, distosia, fetal distress, dan elektif. Distosia merupakan indikasi
terbanyak untuk seksio sesarea pada primigravida sebesar 66,7%. Angka ini
menunjukkan peningkatan dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985
dan 1994 masing-masing 49,7% dan 51,4% distosia menyebabkan seksio
sesarea.1
Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai
dengan terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini
menurut ACOG dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan
janin (passenger), dan kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic
contaction) merupakan salah satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat
kemajuan persalinan karena ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin
dengan panggul ibu yang biasa disebut dengan disproporsi sefalopelvik.
1

Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang ditemukan,


umumnya disebabkan oleh janin yang besar. Disporposio sefalopelvik dapat
mengakibatkan janin tidak dapat turun ke pintu atas panggul dan dapat
mengakibatkan kehamilan menjadi posterm, pada kehamilan posterm dapat
terjadi kondisi oligohidramnion yang dapat mengakibatkan janin menjadi
dehidrasi yang dapat berujung pada gawat janin atau Intra Uterine Fetal
Death.3
Berdasarkan uraian di atas maka penulis perlu menguraikan
permasalahan dan penatalaksanaan pada disproporsi sefalopelvik.

BAB II
LAPORAN KASUS
2

2.1. Identitas Pasien


Nama

: Ny. RRA

No Rekam Medis

: 50.90.28

Umur

: 25 Tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Nama Suami

: Tn.AF

Umur

: 25 Tahun

Agama

: Islam

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

Alamat

: Jl. Abi Kusno Cokro Suyoso Rt.30 Rw. 012


No.1524 Kertapati , Palembang

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 November 2015


2.2.

Anamnesis
a. Keluhan Utama
Os mengeluh sakit perut mau melahirkan sejak 6 jam SMRS
b. Riwayat Perjalanan Penyakit
Os mengeluh sakit perut ingin melahirkan sejak 6 jam SMRS. Nyeri
menjalar ke pinggang yang hilang timbul. Riwayat keluar air-air tidak ada,
darah dan lendir tidak ada. Os mengaku hamil anak pertama, cukup bulan,
dan gerakan janin masih dirasakan. Os mengaku sering kontrol kehamilan
ke dokter kandungan di Klinik Muthiah Zahra, menurut dokter kandungan
tersebut panggul os kecil, kepala bayi tidak bisa masuk ke panggul dan
disarankan untuk melahirkan dengan operasi sehingga os dirujuk ke
RSUD Bari..

c. Riwayat Penyakir Dahulu


Os menyangkal pernah mengalami penyakit jantung, paru, hati, ginjal,
diabetes Melitus, alergi maupun hipertensi.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular,
penyakit hipertensi, asma, diabetes, jantung, hati, alergi maupun penyakit
kejiwaan.
e. Riwayat Haid
Usia Menarche
Siklus Haid
Lama Haid
Nyeri Haid
HPHT
TP

: 12 Tahun
: 28 hari
: 7 hari
:: 18-2-2015
: 25-11-2015

f. Riwayat Pernikahan
Jumlah Kali menikah
Lama Pernikahan
Usia waktu Menikah

: Satu kali
: 1 tahun
: 24 tahun

g. Riwayat ANC
ANC dilakukan 5 kali di Klinik Dokter Spesalis Kandungan
Imunisasi TT tidak pernah dilakukan
h. Riwayat KB
Os belum menggunakan kontrasepsi
i. Riwayat Persalinan
No

Tempat

Penolon

Bersali

Tahun

Aterm Cara

Jenis

Keadaan

Persalinan Kelami

n
Hamil

Ini
2.3.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan darah

: 110/70 mmHg

Nadi

: 71x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernafasan

: 20x/menit, reguler

Suhu

: 36,5 C

Gizi

: BB = 65 kg, TB = 143 cm

Keadaan spesifik
Kulit
Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), sianosis (-),
scar (-), keringat umum(-), keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan
dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah leher, axilla, leher, inguinal dan
submandibula serta tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, deformasi (-).
Mata
Anophthalmia (+), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan
cuping hidung (-).
Telinga
Nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), gusi
berdarah (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau pernapasan khas (-), faring
tidak ada kelainan.
Leher

Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5-2) cmH2O, kaku kuduk (-).
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)
Paru-paru
I : Statis,dinamis simetris kanan = kiri.
P : Stemfremitus lapang paru kanan meningkat
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Vesikuler (+) meningkat pada paru kanan, , wheezing (-)
Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus codis tidak teraba, thrill (-)
P : batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan LS dextra, batas jantung
kiri LMC sinistra
A: HR = 71 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi

: Cembung, striae gravidarum (+), linea alba(-)

Palpasi :
Leopold I
Leopold II

: TFU 3 jari dibawah procesus Xiphoideus, teraba bokong


: Teraba bagian keras memanjang disebelah kanan, teraba
bagian kecil di sebelah kiri

Lopold III

: Teraba bagian bulat melenting

Leopold IV

: Kepala belum masuk PAP

Extremitas atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema (-),
jaringan parut (-), pigmentasi normal, acral hangat, jari tabuh (-), turgor
kembali cepat, clubbing finger (-).
Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, kekuatan +5, nyeri sendi (-), edema
pretibial (-), jaringan parut (-), pigmentasi normal, akral hangat, clubbing
finger (-), turgor kembali cepat.
Status Obstetri

a. Pemeriksaan Luar
-

Fundus uteri teraba 3 jari dibawah processus xiphoideus

- Posisi memanjang, punggung kanan, belum masuk pap, penurunan


kepala 5/5, presentasi kepala.
- His (+) hilang timbul 1 kali dalam 10 menit durasi 20 detik kualitas
sedang, DJJ (+) 154x/mnt
b. Pemeriksaan Dalam (Vaginal Toucher)
- Vulva/vagina tidak ada kelainan
- Portio teraba tebal dan lunak
- Pendataran 20%
- Pembukaan 1-2 cm
- Ketuban (+), kepala hodge I
- Konjugata vera: 9 cm
2.4.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab Tanggal 13 November 2015
Hemoglobin darah

: 10,0 gr/dL

Leukosit

: 12.600 dl

LED

: 28 mm/Jam

Hitung Jenis

: 1/0/0/61/30/6

Golongan darah

: AB rhesus +

Waktu Pembekuan

: 3''

Prothrombin Time

:11''

BSS

: 98 gr/dL

Pemeriksaan USG
Tidak dilakukan Os melakukan pemeriksaan USG di klinik luar, os lupa
apa hasil usgnya.
LAPORAN SEKSIO SESAREA
Pukul 08.00 WIB

Operasi dimulai
Pasien terlentang, anestesi spinal
Insisi pfanenstiel dari kulit hingga mukosa, fascia dirobek secara tumpul
sampai menembus peritoneum

Pukul 08.30 WIB


Lahir neonatus perempuan dengan meluksir kepala, apgar score 8/ 9, berat bayi
3300 gram, panjang bayi 47 cm, LK 34 cm
Pukul 08.35 WIB

Plasenta dilahirkan lengkap didapatkan 1 plasenta dengan 1 tali pusat


Dilakukan penjahitan uterus secara jelujur dengan benang asukril
Dilakukan penjahitan plika secara jelujur dengan plain
Perdarahan dirawat, luka operasi ditutup lapis demi lapis

Pukul 09.00 WIB


Operasi selesai
2.5 Lembar Follow Up
Tanggal

Os MSRS via ponek dengan diagnosis DKP, gerakan

13 November 2015

anak dirasakan ibu, Riwayat keluar air-air (-), blood

Pukul 23.00

slym (-) HPHT : 18-02-2015 riwayat Ht (-), Riwayat


O

oedema (-), Pusing (-)


Ku : Baik
TD : 120/70 mmHg
N

: 80 x/menit

RR : 22 x/menit
T

: 36,5C

Palp: TFU 3 jari dibawah Px, memanjang Puka,


PresKep
DJJ: 154 x/ menit
PD :
-

Vulva/vagina tidak ada kelainan

Portio teraba tebal dan lunak

Pendataran 20%

Pembukaan 1-2 cm
8

G1 P oAo hamil aterm + DKP, belum inpartu kala

A
P

Ketuban (+), kepala hodge I

I Fase laten JTH Preskep


Observasi KU dan Tanda Vital
IVFD RL gtt XX
Observasi His dan DJJ
Cek Laboratorium
Persiapan Operasi

Tanggal
14 November 2015

S
O

Rencana SC tgl 14November 2015 pukul 08.00


Ku : Baik
TD : 120/70 mmHg
N

: 80 x/menit

RR : 22 x/menit
T

: 36,5C

Palp: TFU 3 jari dibawah Px, memanjang Puka,


PresKep
DJJ: 148 x/ menit
PD :

A
P

Vulva/vagina tidak ada kelainan

Portio teraba tebal dan lunak

Pendataran 20%

Pembukaan 1-2 cm

- Ketuban (+), kepala hodge I


G1 P oAo hamil aterm + DKP, belum inpartu kala
I Fase laten JTH Preskep
Observasi KU dan Tanda Vital
IVFD RL gtt XX
Observasi His dan DJJ
Persiapan operasi
Rencana operasi hari ini pukul. 08.00

Tanggal
15 November 2015

S
O

Nyeri luka post operasi


Ku
: Baik
TD

: 110/70 mmHg

: 72 x/menit

RR

: 16 x/menit

: 36,5C

Palp

: TFU sepusat

Lokhia

: Rubra

Perdarahan : Biasa
Kontraksi : Baik

A
P

BAK

:-

BAB

:-

Flatus

:-

Mobilisasi : P1 Ao post SC hari ke - 1 a/i DKP


Observasi KU + Tanda Vital
Observasi Perdarahan
IVFD RL 500 ml+ 20 IU Oksitosin (drip) gtt
xx/menit
Imobilisasi pasien 24 jam
Obat Injeksi :
- Inj Ceftriaxone 2 X 1
- Inj Asam Tranexamat 3X1
- Inj Metromedazole 3 X1

Tanggal
16 November 2015

S
O

- Inj Tramadol 3X1


Ku
: Baik
TD

: 110/70 mmHg

: 76 x/menit

RR

: 20 x/menit

: 36,5C

Palp

: TFU 1 jari dibawah Umbilikus


10

Lokhia

: Rubra

Perdarahan : Biasa
Kontraksi : Baik
BAK

:+

BAB

:-

Flatus

:+

Mobilisasi : +
P1 Ao post SC hari ke - 2 a/i DKP

Observasi KU + Tanda Vital


Observasi Perdarahan
IVFD RL 500 ml xx/menit
ASI on demand
DC Aff
Obat Injeksi :
- Inj Ceftriaxon 2 X 1
- Inj Asam Tranexamat 3X1
- Inj Metromedazole 3 X1

Tanggal
17 November 2015

S
O

- Inj Tramadol 3X1


Ku
: Baik
TD

: 120/70 mmHg

: 74 x/menit

RR

: 16 x/menit

: 36,5C

Palp

: TFU 2 jari dibawah Umbilikus

Lokhia

: Rubra

Perdarahan : Biasa, tidak aktif


Kontraksi : Baik
BAK

:+

BAB

:+

Flatus

:+

11

A
P

P1 Ao post SC hari ke 3 a/i DKP


Observasi KU + Tanda Vital
Observasi Perdarahan
IVFD RL gtt xx kali/ menit
Obat Oral :
Cefadroxil 2 x 500 mg
Asam Mefenamat 3 x 500mg
Metromedazole 3 x 500mg
Bcom 3 x 1 tab

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Anatomi Panggul
Pada tiap persalinan harus diperhatikan 3 faktor penting, yaitu jalan
lahir, janin dan kekuatan yang ada pada ibu. Jalan lahir dibagi atas bagian
tulang dan bagian lunak. Bagian tulang terdiri dari tulang-tulang panggul
dengan sendi-sendinya (artikulasio), sedangkan bagian lunak terdiri atas otototot, jaringan-jaringan dan ligamen-ligamen.4
Tulang-tulang panggul terdiri atas os koksa, os sacrum, dan os
koksigeus. Tulang-tulang ini satu dengan yang lainnya berhubungan. Di
depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri yang disebut
simfisis. Di belakang terdapat artikulasio sakro iliaka yang menghubungkan
os sakrum dengan os ilium. Diluar kehamilan artikulasio ini hanya
memungkinkan bergeser sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu persalinan
dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar, misalnya ujung os koksigeus
dapat bergerak ke belakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.4
Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut pelvis
mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di
atas linea terminalis, disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah
linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis. Bentuk pelvis minor ini
menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan
(sumbu carus). Sumbu ini secara klasik adalah garis yang menghubungkan
titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera pada pintu
atas panggul dengan titik-titik sejenis di Hodge II,III dan IV. Sampai dekat

13

hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan sacrum untuk selanjutnya
melengkung ke depan, sesuai dengan lengkungan sacrum.4

Bidang atas saluran ini normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu
atas panggul (pelvic inlet). Bidang bawah saluran ini tidak merupakan suatu
bidang seperti pintu atas panggul, akan tetapi terdiri atas dua bidang, disebut
pintu bawah panggul (pelvic outlet). Diantara kedua pintu ini terdapat ruang
panggul (pelvic cavity). Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas
dibawah pintu atas panggul, akan tetapi menyempit di panggul tengah, untuk
kemudian menjadi luas lagi sedikit. Penyempitan di panggul tengah ini
disebabkan oleh adanya spina iskiadika yang kadang-kadang menonjol ke
dalam ruang panggul.4
Jenis-Jenis Panggul
Dalam obstetric, pangul menurut morfologinya dibagi menjadi 4 yaitu
sebagai berikut :

Gambar 1. Jenis panggul


1. Jenis gynaecoid

14

Panggul paling baik untuk wanita, bentuk pintu atas panggul hampir
mirip lingkaran. Diameter anteroposterior kira-kira sama dengan
diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita. Merupakan
jenis panggul tipikal wanita (female type).
2. Jenis anthropoid
Bentuk pintu atas panggul seperti ellips membujur anteroposterior.
Diameter anteroposterior lebih besar dari diameter transversa. Jenis ini
ditemukan pada 35% wanita.
3. Jenis android
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Diameter transversal
terbesar terletak di posterior dekat sakrum. Dinding samping panggul
membentuk sudut yang makin sempit ke arah bawah. Jenis ini
ditemukan pada 15% wanita. Merupakan jenis panggul tipikal pria
(male type).
4. Jenis platypelloid
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada arah
muka belakang. Diameter transversa jauh lebih lebar dari diameter
anteroposterior. Jenis ini ditemukan pada 5% wanita. Tidak jarang
dijumpai kombinasi keempat jenis klasik ini. Di sinilah letak kegunaan
pelvimetri radiologis, untuk mengetahui jenis, bentuk dan ukuranukuran pelvis secara tepat.4
Tidak jarang dijumpai kombinasi keempat jenis klasik ini. Di
sinilah letak kegunaan pelvimetri radiologis, untuk mengetahui jenis,
bentuk dan ukuran-ukuran pelvis secara tepat.5

15

Gambar 2. Pelvis perempuan


A. Pintu Atas Panggul (Pelvic Inlet)

Gambar 3. Pintu atas panggul


Pintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh
promontorium, korpus vertebra sakral 1, linea innominata (terminalis),
dan pinggir atas simfisis. Panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke
promontorium lebih kurang 11 cm disebut konjugata vera. Jarak terjauh
garis melintang pada pintu atas panggul lebih kurang 12,5 - 13 cm,
disebut diameter transversa.
Bila ditarik garis dari artikulasio sakroiliaka ke titik persekutuan
antara diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea
innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua
sepanjang lebih kurang 13 cm. Jarak bagian bawah simfisis sampai ke

16

promontorium dikenal sebagai konjugata diagonalis. Secara klinis,


konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan
jari tengah yang dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior
sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan tulang. Dengan jari
tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai
menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri.
Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh
jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.

Secara statistik diketahui bahwa konjugata vera sama dengan


konjugata diagonalis dipotong dengan 1,5 cm. panjangnya lebih
kurang 11 cm. Selain kedua konjugata ini dikenal juga konjugata

obstetrik, jarak dari bagian dalam tengah simfisis ke promontorium.4

Gambar 2. Diameter pada Pintu Atas Panggul

B. Pintu tengah panggul (Midpelvic)

17

Midpelvis merupakan bidang sejajar spina ischiadica merupakan


bidang dimensi pelvic terkecil yang menjadi bagian yang penting pada
proses engagement kepala janin. Diameter interspina 10 cm atau lebih,
dan merupakan diameter terkecil dari pelvis. Diameter anteroposterior
melalui level spina ischiadica normalnya berukuran sekurang-kurangnya
11.5 cm. Komponen posteriornya antara titik tengah diameter
interspinarum dengan sakrum disebut diameter sagitalis posterior yang
sekurang-kurangnya berukuran 4.5 cm. Ruang panggul ini memiliki
ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat
diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika,
sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement.
Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum
merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm.5
Memperkirakan kapasitas midpelvik secara klinis (periksa dalam)
dengan cara pengukuran langsung adalah tidak mungkin. Bila spina
ischiadica begitu menonjol, dinding pelvis terasa cembung dan sacrum
terasa datar (tidak cekung), maka kesempitan panggul tengah bisa
dicurigai.5,6
C. Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet)

Gambar 4. Pintu bawah Panggul


Pintu bawah panggul tersusun atas 2 bidang datar berbentuk segi
tiga, yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis
iskii dengan ujung os sakrum dan bagian bawah simfisis. Pinggir bawah
simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut (arkus
pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini 900 atau lebih sedikit.7,8

18

3.2 Perubahan Anatomi Panggul Pada Wanita Hamil


Pemeriksaan radiologi pada pelvis wanita tidak hamil menunjukkan
adanya celah antara tulang pubis yang normalnya sekitar 4 5 mm, dalam
kehamilan oleh karena pengaruh hormonal yang dapat menyebabkan
relaksasi pada ligamentum-ligamentum dan tulang hingga celah tersebut
bertambah 2 - 3 mm. Sehingga suatu keadaan yang normal apabila ditemukan
celah antara tulang pubis mencapai 9 mm pada wanita hamil.9,10

3.3 Disproporsi Sefalopelvik


Istilah disproporsi sefalopelvik mulai dipakai sebelum abad ke-20 yaitu
persalinan macet akibat dari ketidakseimbangan antara ukuran kepala janin
dan ukuran panggul ibu. Ketidakseimbangan fetopelvik bisa karena panggul
sempit, ukuran janin yang besar, atau biasanya kombinasi dari dua di atas.22
Menurut Althaus, dkk bahwa disproporsi sefalopelvik, dimana kepala janin
adalah terlalu besar untuk melewati panggul ibu, tetap menjadi indikasi kunci
seksio sesaria di Amerika Serikat. Sering, diagnosisnya tetap diagnosis
retrospektif yang ditegakkan hanya setelah intervensi multipel untuk
melakukan persalinan pervaginam selama periode waktu yang panjang.23

A. Dimensi Janin Pada Disproporsi Fetopelvik


Ukuran janin sendiri jarang menjadi penjelasan yang tepat untuk
persalinan yang gagal. Bahkan dengan evolusi teknologi sekarang, batas
ukuran janin untuk memprediksi disproporsi fetopelvik masih sukar
dijelaskan. Kebanyakan kasus disproporsi berasal dari janin yang
memiliki berat badan dalam rentang populasi obstetrik umum. Dua
pertiga neonatus yang membutuhkan seksio sesaria setelah persalinan
forseps yang gagal memiliki berat kurang dari 3700 gr. Dengan demikian,
faktor lain seperti malposisi kepala, macetnya pasase janin melalui jalan

19

lahir. Ini mencakup asinklitismus, posisi oksiput posterior, dan presentasi


wajah dan dahi.11
B. Perkiraan Ukuran Kepala Janin
Muller (1880) and Hillis (1930) menjelaskan perasat klinis untuk
memprediksi disproporsi. Regio dahi dan suboksipital dipegang dengan
jari-jari tangan melalui dinding abdomen dan penekanan yang kuat
diarahkan ke bawah sesuai aksis dari pintu atas panggul. Bila tidak ada
disproporsi, kepala dengan mudah memasuki panggul, dan persalinan
pervaginam memungkinkan untuk dilakukan. Thorp dkk (1993)
melakukan evaluasi prospektif terhadap Mueller-Hillis maneuver dan
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara distosia dan penurunan
kepala janin yang gagal selama manuver.11
Pengukuran diameter kepala janin dengan menggunakan teknik
radiografi polos tidak digunakan karena distorsi paralaks. Diameter
biparietal dan lingkar kepala dapat diukur dengan ultrasonografi, dan
telah ada usaha untuk menggunakan informasi ini dalam tatalaksana
distosia. Thurnau dkk (1991) menggunakan fetal-pelvic index untuk
mengidentifikasi komplikasi persalinan. Sayangnya, pengukuran tersebut
dalam memprediksi disproporsi sefalopelvik memiliki sensitivitas yang
jelek. Sekarang ini tidak ada metode yang memuaskan untuk prediksi
akurat disproporsi fetopelvik berdasarkan ukuran kepala.11
Pemeriksaan besar janin dapat dilakukan sesaat sebelum partus
atau waktu partus. Kalau bentuk normal dan letak anak memanjang, yang
menentukan imbang feto-pelvik ialah kepala, maka disebut imbang
sefalo-pelvik. Besarnya kepala rata-rata tergantung dari besarnya (berat)
janin. Oleh karena itu sebagian ukuran kepala digunakan Berat Badan
(BB) janin : 13
1. Umur kehamilan dan taksiran persalinan (rumus Naegle)
2. Berat badan ditaksir melalui palpasi kepala pada abdomen (EBW).
Cara ini memerlukan latihan dan pengalaman yang agak lama.
3. Perhitungan menurut Poulsson-Langstadt

20

Uterus dianggap sebagai suatu benda yang terdiri dari bahan homogen
berbentuk ellips jika letak janin memanjang. Volume tergantung dari
diameter transversa dan diameter longitudinal dari uterus yang diukur
dengan menggunakan jangka Baudeloque. Kemudian secara empiris
dibuat suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara BB dan
jumlah kedua diameter.
4. Rumus Johnson-Toshack
Berdasarkan atas ukuran Mac Donald, yaitu jarak antara simfisis pubis
dan batas antara f.u. melalui konveksitas abdomen:
BBJ = (MD-12) x 155 gram
BBJ = Berat badan janin dalam gram
MD = Ukuran Mac Donald dalam cm
Kepala belum di H III: (MD-13)
Kepala di H III; (MD-12)
Kepala lewat H III: (MD-11)
Bila ketuban sudah pecah ditambah 10%
5. Dengan menggunakan alat-alat canggih seperti ultrasonografi,
diameter biparietalis dapat diukur.
3.4. Panggul Sempit
Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari ukuran
yang normal. Kesempitan panggul bisa pada pintu atas panggul, ruang tengah
panggul, pintu bawah panggul atau kombinasi dari ketiganya.13
Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada
servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir.
Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu: ( Winkjosastro ,2007)
1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif
ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his
b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak
nafas.
21

2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak


dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang
mempersempit jalan lahir.
Disproporsi sefalopelvik (DKP) adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.
Kesempitan pada Pintu Atas Panggul
Pintu masuk panggul biasanya dianggap menyempit apabila diameter
anteroposterior terpendeknya kurang dari 10,0 cm atau apabila diameter
transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas
panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara
manual, yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan
pintu atas panggul biasanya didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang
kurang dari 11,5 cm. Kesalahan yang kerap terjadi dalam pemakaian
pengukuran klinis.13
Conjugata diagonal (CD) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12 cm. Dikatakan
sempit bila CV kurang dari 10 cm atau diameter transversa kurang dari 11,5
cm.13 Pembagian tingkatan panggul sempit:
Tingkat I

: CV = 9-10 cm = borderline

Tingkat II

: CV = 8-9 cm = relatif

Tingkat III

: CV = 6-8 cm = ekstrim

Tingkat IV

: CV = 6 cm = mutlak

Conjungata vera

Conjungata Diagonal 1,5 cm.

CV

CD - 1,5 cm.

Caranya :

22

Lakukan VT sampai teraba promotorium lalu ukur jari tangan yang


masuk (CD), kemudian kurangkan 1 1/2 cm,kalau kurang dari 10 cm berarti
panggul sempit.
Dengan menggunakan pelvimetri klinis dan, kadang-kadang pelvimetri
radiologi kita perlu mengidentifikasi diameter anteroposterior paling pendek
yang harus dilewati kepala janin. Kadang-kadang korpus vertebra sakralis
pertama bergeser ke depan sehingga jarak terpendek sebenarnya mungkin
terletak antara promontorium sakrum yang palsu (abnormal) ini dan simfisis
pubis.13
Sebelum persalinan, telah terbukti diameter biparietal janin rata-rata
berukuran 9,5 cm sampai 9,8 cm. Dengan demikian, sebagian janin mungkin
sangat sulit atau mustahil melewati pintu atas dengan diameter anteroposterior
yang kurang dari 10 cm. Mengert dan Kaltreider, dengan menggunakan
pelvimetri radiologik, membuktikan bahwa insiden kesulitan pelahiran samasama meningkat apabila diameter anteroposterior pintu atas panggul kurang
dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm. Apabila kedua
diameter tersebut nilainya kecil, distosia akan lebih berat dibandikan apabila
hanya salah satu yang kecil. Konfigurasi pintu atas pangguljuga merupakan
penentu penting adekuat-tidaknya kapasitas panggul, terlepas dari ukuran
sebenarnya diameter-diameter tersebut dan perhitunganluas.
Wanita bertubuh kecil kemungkinan besar memiliki panggul kecil, tetapi
ia juga kemungkinan besar memiliki bayi kecil. Thoms mempelajari 362
nulipara dan mendapatkan rata-rata berat lahir anak secara bermakna lebih
rendah (280 g) pada wanita dengan panggul sempit daripada mereka dengan
panggul sedang atau luas. Pada obstetri hewan, sering diamati bahwa pada
sebagian besar spesies penentu utama ukuran janin adalah ukuran ibu, bukan
ukuran.
Normalnya, pembukaan serviks dipermudah oleh efek hidrostatik selaput
ketuban yang belum pecah atau setelah pecah oleh persentuhan langsung
bagian terbawah janin ke serviks. Namun, pada panggul yang sempit, saat
kepala tertahan di pintu atas panggul, seluruh gaya yang ditimbulkan oleh

23

kontraksi uterus bekerja secara langsung pada bagian selaput ketuban yang
menutupi serviks yang mebuka. Akibatnya, besar kemungkinan terjadinya
pecah selaput ketuban.
Setelah selaput ketuban pecah, tidak adanya tekanan oleh kepala terhadap
serviks dan segmen bawah uterus memudahkan terjadinya kontraksi yan
inefektif. Karena itu, pembukaan lebih lanjut berjalan secara sangat lambat
atau tidak sama sekali. Ciblis dan Hendricks melaporkan bahwa adaptasi
mekanis janin sebagai penumpang terhadap bagian tulang jalan lahir berperan
penting dalam menentukan efisiensi kontraksi. Semakin baik adaptasinya,
semakin efisien kontraksi. Karena pada panggul yang sempit adaptasinya
buruk, sering terjadi pemanjangan waktu persalinan. Pada derajat
penyempitan panggul yang tidak memungkinkan pelahiran janin pervagianm,
serviks jarang membuka lengkap. Dengan demikian, respons serviks terhadap
persalinan memiliki makna prognostik untuk hasil akhir persalinan pada
wanita yang mengalami penyempitan pintu atas panggul.
Pintu atas panggul yang menyempit berperan penting dalam menimbulkan
kelainan presentasi. Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin sering
sudah turun ke dalam panggul sebelum persalinan dimulai. Namun, apabila
pintu atas mengalami penyempitan yang cukup berarti penurunan (kalaupun
berlangsung) belum terjadi sampai setelah awitan persalinan. Presentasi
kepala masih predominan, tetapi karena kepala mengapung bebas diatas pintu
masuk panggul atau terletak lebih ke arah lateral di salah satu fosa iliaka,
pengaruh yang sangat kecil saja sudah dapat menyebabkan janin mengambil
presentasi lain. Pada wanita yang panggulnya sempit, presentasi wajah dan
bahu dijumpai tiga kali lebih sering, dan prolaps tali pusat terjadi empat
sampai enam kali lebih sering. Besarnya risiko prolaps tali pusat pada wanita
dengan disproposi sefalopelvik.
Kesempitan Panggul Tengah
Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP)
+ 11.5 cm, diameter sagitalis posterior 5 cm. Dikatakan sempit bila diameter
interspinarum <10 cm atau <9,5cm atau 9cm atau bila diameter

24

interspinarum ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior kurang dari


13,5 cm.4,5,13
Dengan sakrum melengkung sempurna, dinding- dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen ischiadikum mayor cukup luas dan spina ischiadika
tidak menonjol kedalam dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan. Ukuran terpenting adalah Distansia Interspinarum,
apabila. Ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai tentang kesukaran
persalinan. ( Hariadi, 2004)
Hal ini lebih sering dijumpai dibanding penyempitan pintu atas panggul.
Penyempitan pintu tengah panggul ini sering menyebabkan terhentinya kepala
janin pada bidang transversal, yang dapat menyebabkan perlunya tindakan
forseps tengah yang sulit atau seksio sesarea.( Hariadi, 2004)
Bidang obstetris di panggul bagian tengah membentang dari batas inferior
simfisis pubis, melalui spina-spina iskiadika, dan menyentuh sakrum dekat
pertemuan antara vertebra keempat dan kelima. Secara teoretis, sebuah garis
tranversal yang menghubungkan kedua spina iskiadika membagi panggul
tengah menjadi bagian anterior dan posterior. Panggul tengah anterior dibatasi
disebelah anterior oleh batas bawah simfisis pubis dan sebelah lateral oleh
ramus iskopubik. Bagian posterior dibatasi disebelah dorsal oleh sakrum dan
sebelah lateral oleh ligamentum sakrospinosum, membentuk batas-batas
bawah taktik sakroiskiadika.
Rata-rata ukuran diameter pintu tengah panggula adalah sebagai berikut:
diameter transversal (interspianrum) 10,5 cm; diameter anteroposterior (dari
batas bawah simfisis pubis keperbatasan antara vertebra keempat dan kelima)
11,5 cm; dan diameter sagitalis posterior (dari titik tengah garis interspinarum
ke titik tengah di sakrum) 5 cm. Walaupun definisi penyempitan panggul
tengah belum ditentukan secara pasti seperti pada penyempitan pintu atas
panggul, pintu tengah panggul kemungkinan besar dikatakan sempit apabila
jumlah diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul
tengah (normal 10,5 cm ditambah 5 cm, atau 15,5 cm) adalah 13,5 cm atau
kurang. Kita patut mencurigai adanya penyempitan panggul tengah apabila

25

diameter interspinarum kurang dari 10 cm. Apabila lebih kecil daripada 8 cm,
panggul tengah sudah pasti dikatakan sempit.
Definisi-definisi sebelumnya tentang penyempitan panggul tengah tidak
menyiratkan bahwa distosia selalu terjadi pada panggul tengah yang sempit
tersebut, tetapi sekedar menyatakan bahwa hal tersebut besar kemungkinannya
terjadi. Terjadinya distosia juga bergantung pada ukuran dan bentuk panggul
depan dan ukuran kepala janin, serta pada tingkat penyempitan panggul secara
keseluruhan.
Walaupun belum ada metode manual yang dapat mengukur secara persis
ukuran-ukuran panggul tengah, kemungkinan terjadinya penyempitan kadangkadang diperkirakan apabila spina-spina menonjol, dinding samping panggul
mengalami konvergensi atau taktik sakroiskiadika,sempit. Lebih lanjut,
hubungan antara diameter intertuberosum dan interspinarum cukup konstan
sehingga adanya penyempitan interspinarum dapat diantisipasi apabila
diameter intertuberosum sempit. Namun, diameter intertuberosum yang
normal tidak selalu menjamin diameter interspinarum tidak menyempit.
Kesempitan Pintu Bawah Panggul
Diameter sagitalis posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum +
10.5 cm. Dikatakan sempit bila jumlah kedua diameter < 15 cm atau bila
diameter intertuberosum < 8 cm. Kelainan bentuk atau ukuran panggul dapat
diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan yang baik. 4,13
Hal ini didefinisikan sebagai pemendekan diameter intertuberosum
hingga 8 cm atau kurang. Pintu bawah panggul secara kasar dapat dianggap
sebagai dua segitiga dengan diameter inti tuberosum sebagai dasar keduanya.
Sisi-sisi segitiga anterior dibentuk oleh kedua ramus pubis, dan puncaknya
adalah permukaan posterior inferior simfisis pubis. Segitiga posterior tidak
dibatasi oelh tulang disisinya tetapi apeksnya dibatasi oelh ujung vetebra
sakralis terakhir (bukan ujung koksigis). Di laporkan bahwa penyempitan
pintu bawah panggul dijumpai pada hampir 1 persen diantara lebih dari 1400
nulipara aterm yang dipilih secara acak (Floberg dkk, 1987).

26

Menyempitnya diameter intertuberosum yang menyebabkan


penyempitan segitiga anterior akan mendorong kepala janin ke arah posterior.
Dengan demikian, penentuan apakah janin dapat lahir sebagian bergantung
pada ukuran segitiga posterior, atau secara lebih spesifik pada diameter
intertuberosum dan diameter sagitalis posterior pintu bawah panggul. Pintu
bawah yang sempit dapat menyebabkan distosia bukan sebagai penyebab
tunggal karena sebagian besar disertai penyempitan pintu tengah panggul.
Penyempitan pintu bawah panggul tanpa disertai penyempitan pintu tengah
panggul jarang terjadi.
Bahkan apabila disproporsi antara kepala janin dengan pintu
bawah panggul tidak terlalu besar untuk menimbulkan distosia berat, hal ini
akan dapat berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Dengan
semakin menyempitnya arkus pubis, oksiput tidak dapat keluar tepat dibawah
simfisis pubis tetapi dipaksa semakin ke bawah menuju ramus iskiopubik.
Pada kasus yang ekstrim, kepala harus berputar mengelilingi sebuah garis
yang menghubungkan tuberositas iskiadika. Karena itu, perineum akan
menjadi sangat terengang dan menyebabkan mudah robek.
Anamnesis perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu, ada/tidak penyakit
rachitis, patah tulang panggul, coxitis dan sebagainya. Pelvimetri klinik atau
radiologik harus dapat menentukan perkiraan bentuk dan ukuran panggul
dengan baik.4,13
Sebenarnya, melalui mata telanjang calon ibu bisa mengetahui luas
panggulnya. Kalau ibu bertubuh tinggi besar, bisa dipastikan ukuran
panggulnya relatif luas. Sedangkan ibu yang tidak terlalu tinggi, hanya 145 cm
atau malah kurang, kemungkinan besar ukuran panggulnya kecil dan sempit.
Namun pengamatan ini hanya asumsi. Pemeriksaan yang akurat hanya bisa
dilakukan secara klinis dengan roentgen.4
Eller dan Mengert 1947, menyatakan bahwa ada hubungan antara ukuran
pintu tengah panggul dengan ukuran pintu bawah panggul dimana bila ada
kesempitan pintu bawah panggul biasanya menyebabkan adanya kesempitan
pintu tengah panggul. Hubungan ini diperlihatkan oleh hubungan yang

27

konstan antara diameter intertuberum (ukuran pintu bawah panggul) dan


diameter interspinarum (ukuran pintu bawah panggul) dimana penyempitan
diameter interspinarum dapat diharapkan terjadi bila ada kesempitan diameter
intertuberum.14
Menurut Liselele HB dkk, 2001 yang mencari hubungan tinggi badan
dan pelvimetri eksterna dalam memprediksi disproporsi sefalopelvik pada
nulipara menyimpulkan bahwa tinggi badan < 150 cm dan diameter transversa
< 9,5 cm paling sering berhubungan dengan disproporsi sefalopelvik.15
Kennedy dan Greenwald dkk menyatakan bahwa wanita dengan
perawakan pendek (<152 cm atau 60 inci) dan ukuran sepatu kecil (<4.5) lebih
mungkin persalinannya mengalami komplikasi disproporsi sefalopelvik atau
terhentinya dilatasi dan penurunan janin, dengan demikian lebih mungkin
mengalami panggul sempit.16
Mahmood A.Tahir 1988 dkk menyatakan bahwa ukuran sepatu bukanlah
predictor klinis untuk meramalkan disproporsi sefalopelvik dan walaupun
tinggi badan ibu adalah panduan yang lebih baik untuk meramalkan adekuasi
panggul pada persalinan, 80% ibu dengan tinggi badan kurang dari 160 cm
melahirkan secara pervaginam.17
Thoms (1937) mempelajari 362 nullipara dan menemukan rata-rata berat
badan lahir bayi adalah secara bermakna lebih rendah (280 gr) pada kelompok
wanita dengan panggul sempit (pelvis kecil) dibandingkan kelompok wanita
dengan panggul adekuat. Dengan demikian wanita dengan panggul sempit
memiliki kemungkinan juga memiliki berat badan janin lahir yang lebih kecil
juga.18
Pada nulipara normal, bagian terbawah janin pada waktu aterm
umumnya turun ke dalam rongga panggul. Bila ada kesempitan pintu atas
panggul penurunan bagian terbawah janin tidak terjadi sampai setelah onset
persalinan. Presentasi kepala tetap dominan, tetapi karena kepala floating
dengan bebas di atas pelvic inlet atau terletak lebih lateral pada fossa iliaka,
kekuatan yang sedikit saja dapat menyebabkan janin mengambil presentasi
lain.18

28

3.4 Diagnosis Disporposi Kepala Panggul


a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pendekatan Diagnosis
Kepala belum masuk panggul (engage) oada akhir kehamilan
Tinggi badan ibu 145 ( <150)
Malpresentasi
Kelainan panggul
Kelainan pada kepala janin, dapat diketahui secara klinik atau secara USG
Kegagalan tindakan persalinan pervaginam
Moulage kepala janin.
Disproporsi sefalopelvik (DKP) yang disebabkan oleh panggul sempit

dapat ditegakkan dengan :


a. Anamnesis
Kepala tidak masuk PAP dan ada riwayat kesalahan letak (Letakk
lintang atau letak bokong), partus yang lalu berlangsung lama, anak mati
atau persalinan dibantu dengan alat-alat (ekstraksi vakum atau forsep) dan
operasi.
b. Inspeksi
Tinggi badan ibu kurang, bentuk perut gantung (pendular
abdomen), cara berjalan (pincang, miring), bentuk punggung (skoliosis,
kifosis, atau kelainan vertebra yang lain). Kelainan panggul luar (rachitis,
dan sebagainya) kalau kepala terdepan belum masuk pintu atas panggul
kelihatan kontur seperti kepala menonjol di atas simfisis.
c. Palpasi
Kepala tidak masuk pintu atas panggul atau masih goyang dan
terdapat tanda dari Osborn, yaitu kepala didorong ke arah pintu atas
panggul dengan satu tangan diatas simfisis pubis sedang tangan lain
mengukur tegak lurus pada kepala yang menonjol. Dikatakan panggul
sempit apabila teraba 3 jari.
Pemeriksaan Osborn dapat dilakukan untuk melakukan
pemeriksaan dari luar tentang kemungkinan kesempitan panggul. Kepala
janin dipegang dan diupayakan untuk dapat masuk PAP. Jika tidak dapat
masuk PAP karena masih tinggi, harus diukur dengan jari untuk

29

mengetahui seberapa tinggi nya dari simfisis pubis. Jika tingginya sekitar
2 jari diatas simfisis, disebut positif. Berarti ada kemungkinan panggul
sempit. Tanpa pemeriksaan osborn, kemungkinan kesempitan panggul
akan dijumpai pada hasil pemeriksaan palpasi Leopols dimana ditemukan
kepala janin masih tinggi diatas simfisis atau masih dapat digoyangkan
diatas simfisis.
Metode muller munro kerr, tangan yang 1 memegang kepala janin
dan menekan kearah rongga panggul, sedangkan 2 jari tangan yang lain di
masukkan ke rongga vagina untuk menentukan sampai berapa jauh kepala
mengikuti tekanan tersebut. Sementara itu ibu jari tangan masuk ke dalam
rongga vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simpisis.
d. Pengukuran panggul
1. Pelvimetri Klinis
Pemeriksaan dilakukan dengan jari pada usia kehamilan 36 minggu.
Caranya, dokter akan memasukkan dua jarinya (jari telunjuk dan tengah)
ke jalan lahir hingga menyentuh bagian tulang belakang/promontorium.
Setelah itu, dokter akan menghitung jarak dari tulang kemaluan hingga
promontorium untuk mengetahui ukuran pintu atas panggul dan pintu
tengah panggul. Melalui pemeriksaan ini kita akan mendapatkan
Conjugata diagonal (jarak antara promontorium dengan simfisis bawah),
untuk mendapatkan Conjugata vera, maka conjugata diagonal 1,5 cm.
Jarak minimal antara tulang kemaluan dengan promontorium adalah 11
cm. Jika kurang maka dikategorikan sebagai panggul sempit. Namun, jika
bayi yang akan lahir tidak terlalu besar, maka ibu berpanggul sempit dapat
melahirkan secara normal.4,13
Terdiri dari pemeriksaan panggul luar untuk mengetahui apakah
ukurannya kurang dari normal dan pemeriksaan panggul dalam (VT) ,yang
dievaluasi antara lain promotorium, linea innominata, spina ischiadika,
dinding samping, kurvatura sakrum, ujung sakrum, dan arkus pubis. Pada
pemeriksaan ini dicoba memperkirakan ukuran konjugata diagonalis dan

30

konjungata vera, distansia Inter Spinarum (diameter dispinarum), dan


diameter antaro posterior pintu bawah panggul.
e. Rontgen Pelvimetri
X-ray pelvimetri dilakukan dengan cara memotret panggul ibu,
menggunakan alat rontgen. Selama pemotretan ibu diminta duduk, persis
seperti tindakan rontgen pada anggota tubuh lain, hanya saja intensitas
cahaya yang digunakan lebih rendah. Hasil foto dianalisa untuk
mengetahui ukuran panggul. Bahkan aneka kelainan letak bayi pun
sebetulnya bisa terdeteksi dengan cara ini. Dibanding pengukuran secara
klinis, pengukuran dengan alat rontgen menghasilkan data yang lebih
terperinci mengenai diameter pintu panggul. Namun bahaya radiasi
terutama dengan proyeksi Thoms dimana posisi pasien setengah duduk
dan jika letak janin dalam letak kepala, maka alat kelamin janin berada
diatas dan dekat dengan tabung rontgen. Dengan demikian akan
meningkatkan radiasi pada alat kelamin janin.4,17
Indikasi pemeriksaan Rontgen pada kehamilan bila ada kecurigaan
fetopelvik disproporsi atau kecurigaan panggul sempit, riwayat operasi
seksio sesaria atau riwayat forcep serta riwayat kematian janin dalam
persalinan. X-ray pelvimetri juga dilakukan bila pada pemeriksaan klinis
didapati ukuran konjugata diagonal < 11,5 cm atau diameter intertuberous
< 8 cm serta bila kepala janin tidak masuk pintu atas panggul dan
malposisi letak janin seperti pada presentasi bokong, wajah atau letak
lintang.17
Masih terdapat kontroversi pendapat tentang pengaruh penggunaan
X-ray pelvimetri pada akhir kehamilan terhadap ibu dan janin. Secara teori
dapat membahayakan janin dan kehidupan selanjutnya berupa resiko
leukemia dan kelainan pada gonad berupa kongenital malformasi pada
generasi selanjutnya. Stewart dkk menemukan resiko leukemia yang
meningkat pada ibu yang mendapat X-ray pelvimetri pada masa
kehamilan, sementara Townsend menemukan resiko leukemia yang
minimal di Australia.18

31

3.5 Komplikasi Disporposio Kepala Panggul


Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri
tanpa pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin.
Bahaya pada ibu dapat berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi
serta asidosis, dan infeksi intrapartum, ruptur uteri mengancam serta resiko
terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula vesikovaginalis, atau fistula
rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan tulang
panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian
perinatal, dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa
menimbulkan fraktur pada os parietalis.4,5
3.6. Penanganan Panggul Sempit
Dewasa ini 2 cara merupakan tindakan utama untuk menangani
persalinan pada panggul sempit, yakni seksio sesaria dan partus percobaan.
A. Seksio sesaria
Seksio dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum
persalinan mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder, yakni
sesudah persalinan berlangsung selama beberapa waktu.4
Berdasarkan perhitungan konjugata vera pada pintu atas panggul
dapat diambil tindakan yaitu : 20
-

panjang CV 8-10 cm partus percobaan


panjang CV 6-8 cm SC primer
panjang CV < 6 cm SC absolute
B. Partus Percobaan
Partus percobaan adalah suatu partus fisiologis yang dilakukan
pada kehamilan aterm, anak presentasi belakang kepala dengan suspek
disproporsi sefalopelvik (CPD). Tindakan partus percobaan adalah
memastikan ada tidaknya CPD. Dimulai saat penderita dinyatakan in
partu, dengan penilaian kemajuan persalinan dimulai setelah persalinan
masuk fase aktif. Penilaian terhadap kemajuan persalinan, turunnya kepala

32

dan putar paksi dalam dilakukan setiap 2 jam. Bila pada setiap penilaian
per 2 jam tersebut terdapat perubahan yang bermakna komponen yang
dinilai itu, maka partus percobaan dikatakan ada kemajuan dan diteruskan.
Bila dari 3 komponen tersebut tidak ada kemajuan yang bermakna, maka
partus percobaan dikatakan gagal, dipastikan ada CPD dan persalinan
diakhiri dengan seksio sesaria.4,13
Penelitian Krishnamurthy tahun 2005 pada 331 wanita yang
melahirkan secara seksio sesaria pada kehamilan pertamanya, menurut
standar radiologi di dapati hasil pelvis tidak adekuat sebanyak 248 ( 75%)
dan yang adekuat sebanyak 83 ( 25 %). Wanita yang secara radiologis
pelvisnya tidak adekuat sebanyak 172 melakukan seksio sesaria elektif
pada kehamilan berikutnya dan 76 wanita dilakukan percobaan melahirkan
pervaginam. Hasilnya sebanyak 51 wanita berhasil melahirkan secara
vagina dan 25 wanita menjalani seksio sesaria emergensi. Pada wanita
yang secara radiologi pelviknya adekuat, 61 wanita berhasil melahirkan
secara pervaginam, sebanyak 22 wanita melahirkan secara seksio sesaria.
Terdapat 3 kasus ruptura uteri yang terjadi pada wanita yang secara
radiologi memeliki pelvis yang adekuat.19
Menurut Mahmood A.Tahir 2008, yang melakukan lateral X-ray
pelvimetri pada 424 ibu hamil yang akan melahirkan dengan partus
percobaan atas indikasi presentasi bokong. Di peroleh kesimpulan bahwa
partus percobaan tingkat keberhasilannya lebih tinggi pada ukuran pelvik
inlet yang lebih lebar, dan berat janin yang > 3500 gr memiliki kesempatan
< 50% untuk partus pervaginam.12

33

BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada 13 November 2015 pada pukul 23.00 Ny. RRA masuk rumah sakit
melalui melalui ponek dengan diagnosis Primigravida hamil aterm dengan DKP,
gerakan anak masih dirasakan ibu. Riwayat keluar air-air (-), Bloody slym (-),
Edema (-), riwayat HT(-), Riwayat asma (-).
Pada kasus ini, diagnosisnya adalah primigravida hamil aterm dengan DKP.
Diagnosis DKP pada kasus ini didasarkan pada:
1. Palpasi: Leopold IV kepala belum masuk panggul, fundus didorong kepala
menolak masuk panggul.
2. Pelvimetri klinik
Pintu atas panggul (pelvic inlet)
Diameter transversa (DT) < 13 cm. conjugate vera (CV) < 11 cm. linea

terminalis teraba >1/3 bagian


Pintu tengah panggul (mid pelvis)
Distansia interspinarum (DI) < 10,5 cm. Diameter anterior posterior

(AP) < 11,0 cm


Pintu bawah panggul (pelvic outlet)
Diameter anterior posterior (AP) < 7,5 cm. distansia intuberosum <
10,5 cm
Pada kasus ini, dari pemeriksaan : ditemukan konjungata vera 9 cm, maka
disebut sebagai DKP pintu atas panggul

3. Pendekatan Diagnosis
1. Kepala belum masuk panggul (engage) oada akhir kehamilan
2. Tinggi badan ibu 145 ( <150)
3. Malpresentasi
4. Kelainan panggul

34

5. Kelainan pada kepala janin, dapat diketahui secara klinik atau secara USG
6. Kegagalan tindakan persalinan pervaginam
7. Moulage kepala janin.
Dari pendekatan diagnosis diatas, pada kasus ini didapatkan: kepala belum
masuk panggul pada akhir kehamilan, tinggi badan ibu 143 cm.
Berdasarkan 3 kriteria diatas maka disimpulkan bahwa pasien ini
mempunyai pinggul yang sempit, sehingga didiagnosa DKP. DKP pada kasus ini
kemungkinan karena pinggul yang sempit karena pemeriksaa biparietal bayi tidak
diakukan.
Untuk menentukan diagnosis pasti dari kasus ini bisa dilakukan dengan
pelvimetri rontenologic yang dilakukan setelah melahirkan untuk mengukur
dengan pasti ukuran dari masing masing ketiga bidang panggul. Pada kasus ini
tidak dilakukan pelvimetri rontgenologik. Seharusnya pemeriksaan rontgen perlu
dilakukan untuk mengukur pelvis dan rontgan merupakan pemeriksaan gold
standar DKP. Pada kasus ini sudah dilakukan pemeriksaaan USG sewaktu di
klinik luar saja, sedangkan saat di RSUD BARI tidak dilakukan. Dari USG
sebenarnya dapat menentukan diameter biparietalis dan ukuran-ukuran panggul.
Pada kasus ini, pasien merupakan primigravida karena berdasarkan
literature yaitu primi=pertama, gravid=kehamilan, ini merupakan kehamilan
pertama pada pasieen. Secara lengkap dituliskan G1 P0 A0 yang berarti pasien
sedang hamil pertama, belum pernah melahirkan bayi hidup dan belum pernah
keguguran/abortus (G=gravida=kehamilan P=para=melahirkan janin hidup,
A=abortus). Pada kasus ini pasien adalah primigravida.
Pada kasus ini kehamilan pasien merupakan kehamilan aterm, karena
menurut definisi yang dirumuskan oleh American College of Obstetricians and
Gynecologists (2004), kehamilan aterm adalah kehamilan yang berlangsung 3742 minggu yang terhitung sejak hari pertama siklus haid terakhir (HPHT). Pada
pasien ini usia kehamilan yakni 37-38 minggu maka termasuk cukup
bulan/aterm.
Pasien ini belum inpartu, karena yang dimaksud inpartu yaitu proses
koordinatif yang berurutan (sequence) berupa kontraksi uterus yang menyebabkan
pembukaan servik uteri, dan delivery yakni proses pengeluaran (ekspulsi) janin

35

dan plasenta. Oleh karena itu tanda tanda dalam persalinan yakni adanya his
(kontraksi uterus yang teratur ritmik, makin lama makin sering, terdapat periode
relaksasi diantara 2 periode kontraksi, makin lama durasinya makin kuat, adanya
dominasi fundus dan menghasilkan pembukaan serviks dan atau penurunan
kepala), adanya pembukaan serviks menipis dan melebar dan ada bloody show.
Pada pasien ini belum dijumpa adanya his yang teratur dan lender darah (bloody
show) sehingga pasien ini belum inpartu.
Penatalaksanaan Persalinan
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah seksio sesaria. Namun, jika
berdasarkan hasil pengukuran konjungata vera didapatkan panjang CV 9 cm
sehingga menurut literature masih ditangani dengan partus percobaan. Pada kasus
ini, mungkin atas pertimbangan bahaya seksio sesaria yang sudah minimal dan
pada pemeriksaan dalam dari pertama masuk tanggal 13 jam 23 hingga tanggal
14, pembukaannya tidak maju (1-2 cm) sehingga jika dengan partus percobaan
juga kemungkinan belum tentu berhasil maka langsung disarankan untuk seksio
sessaria.
Penatalaksanaan Post Operasi
Penatalaksanaan post operasi pada kasus ini sudah sesuai dengan teori yang
menerangkan bahwa panatalaksanaan yang dapat diberikan pada post operasi
yaitu

a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian
dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan
transfusi darah sesuai kebutuhan. Pemebrian cairan pada pasien ini sudah tepat
karena pada pasien ini sudah diberikan RL 500 ml ditambah 20 IU Oksitosin
selama 12 jam, lalu dilanjutkan dengan pemberan RL 500 ml.

36

b. Diet
Pemberian makanan sudah dapat diberika pada pasien dengan narkose spinal,
karena pasien sudah berpuasa selama 6 jam sebelum operasi, namun post
operasi sebaiknya diet nasi lembut terlebih dahulu. Pemberian diet pada pasien
ini sudah tepat, karena setelah operasi dan pasien sampai ke zaal pasien sudah

c.

boleh diberikan makan dan minuman.


Mobilisasi
Mobilisasi pada narkose spinal dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 12 jam setelah operasi, lalu pasien
sudah dapat duduk 24 jam post operasi. Mobilisasi pada pasien ini sudah
tepat, karena pasien sudah dapat miring kiri dan miring kanan post operasi dan
24 jam post operasi pasien sudah dapat duduk.

d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita. Pada pasien ini sudah tepat pemasangan kateter, kateter
pada pasien terpasang 1 x 24 jam hal ini dilakukan untuk mengevaluasi urin.
Setelah 24 jam kateter dilepas untuk mengurang faktor risiko terjadinya

e.

infeksi.
Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi. Pada kasus ini sudah tepat diberikan antibiotik spektrum luas,
yaitu injeksi IV ceftriaxone 2 x 1 vial dan infuse Metrodinazol 2 x 1 flc
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

a. Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam


b. Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

37

Pada kasus ini sudah tepat diberikan analgetik untuk mengurangi nyeri
dengan pemberian injeksi IV tramadol dan Asam Mefenamat 3 x 500 mg
peroral.

2. Obat-obatan lain
Pemberian Asam tranexamat dalam hal ini sudah tepat, dimana asam
tranexamat diberikan untuk mengurangi perdarahan.
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.

38

DAFTAR PUSTAKA
1. Hanafiah MJ. Kehamilan ganda. In: Wiknjosastro et all, eds. Ilmu Kebidanan
3rd edition. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2007.
2. Winkjosastro H, Saifudin B A, Rachimhadhi T. Distosia karena Kelainan
Panggul. Dalam. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwona
Prawirohardjo,Yakarta 2002: 637-47
3. Syamsudin KA. 2004. Bunga Rampai Obstetri. 2004. Palembang: Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
4. Cunningham FG dkk. Williams Obstetrics, 21st ed. New York, MacGrawHill.
2001. Hal 499-504.
5. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung.Obsetri Fisiologi. Bandung: elstar, 2000.
6. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran
Bandung.Obsetri patologi. Bandung: elstar, 2001.
7. Israr YA, Irwan M, Lestari,dkk. Arrest of Decent-Cephalopelvic Disproportion
(CPD). 2008
8. Muchtar R. Bentuk dan Kelainan Panggul. Dalam. Sinopsis obstetri. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2002: 315-330.
9. Helen F , 2001. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. Hal-45.
10. Oxorn H., Forte W.R. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan
Human Labor and Birth. Terjemahan M. Hakimi. Jakarta : Andi publishers.
2010. Hal 270-271.
11. Bruce, K Young; Vaginal birth after cesarean section ; X-ray pelvimetry at
term is informative ; Journal of perinatal Medicine. Volume 34, Issue 3, Page
216 ; 2006
12. Floberg J; Belfrage P; Carlsson M; Ohlsen ; The pelvic outlet. A comparison
between clinical evaluation and radiologic pelvimetry ; Acta Obstet Gynecol
Scand. 1986

39

13. Liselele HB, Boulvain M, Tshibangu KC, Meuris S ; Maternal Height and
external pelvimetry to predict cephalopelvic disproportion in nulliparous
African women: a cohort study; BJOG Maret 2001

40

Anda mungkin juga menyukai