Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi cacingususmasihmerupakanmasalah kesehatanmasyarakatdi


negaraberkembang termasukIndonesia.Dikatakan pulabahwamasyarakat
pedesaanataudaerahperkotaanyangsangatpadatdan kumuhmerupakansasaran
yangmudahterkenainfeksicacing(Moersintowarti,1992).
Penyakit karena protozoa dancacing mengenai jutaan masyarakat. Antibodi
biasanyaefektif terhadap bentuk yang ditularkan melalui darah. ProduksiIgEsangat
meningkat padainfestasicacingdandapat menyebabkan masuknya
Igdaneosinofilyangdiperantaraiolehselmastoid(Roitt, 2002).
Kebanyakan parasitcenderungmenyebabkansupresiimunologik nonspesifik
pejamu.Antigen parasityangbertahan menahun menyebabkan kerusakan
jaringanimunopatologik seperti kompleks imun pada sindroma
nefrotik,granulomatosahatidanlesiautoimunpadajantung.Imunosupresiumum
meningkatkankepekaanterhadapinfeksibakteridanvirus (Roitt,2002).
Salah satupenyebabinfeksi cacingususadalah Ascarislumbricoidesatau lebih
dikenaldengan cacinggelangyangpenularannyadengan perantaraan tanah
(“SoilTransmitedHelminths”).
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang pertama kali diidentifikasi dan diklasifikasi
oleh Linnaeus melalui observasi dan studinya antara tahun 1730-1750an. Dari hasil
observasinya, Linnaeus pergi ke beberapa tempat di dunia untuk mengonfirmasi wilayah
penyebaran parasit tersebut. Linnaeus diberi kesempatan untuk menamai parasit tersebut.
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui. Diperkirakan
prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia. Biasanya bersifat symtomatis.
Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di negara berkembang dimana sering terjadi
kontaminasi tanah oleh tinja manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto,
2005).
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda kedua yang paling banyak menginfeksi
manusia. Ascaris telah dikenal pada masa Romawi sebagaiLumbricus teres dan mungkin
telah menginfeksi manusia selama ribuan tahun. Jenis ini banyak terdapat di daerah yang
beriklim panas dan lembab, tetapi juga dapat hidup di daerah beriklim sedang. Askariasis
adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis
adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.
Penyebab utama dari kebanyakan infeksi oleh parasit ini adalah penggunaan kotoran
manusia untuk menyuburkan tanah lahan pertanian atau perkebunan dimana tanah tersebut
digunakan untuk menumbuhkan tanaman sebagai bahan makanan. Cacing dewasa hidup di
dalam usus besar dan telur yang dihasilkan betinanya terbawa oleh material feses. Pada
material tersebut larva cacing dalam telur berkembang mencapai stadium infektif di dalam
tanah. Makanan yang berasal dari areal agrikultur dimana tanahnya telah terkontaminasi oleh
feses yang berisi telur infektif, dapat mentransmisikan telur secara langsung ke manusia.
Makanan yang terkontaminasi dengan telur infektif dimakan oleh manusia dan larva tersebut
keluar dari telur di dalam usus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Ascarislumbricoidesmerupakan cacingbulatbesaryangbiasanya bersarangdalam
usushalus.Adanya cacingdidalam
ususpenderitaakanmengadakangangguankeseimbanganfisiologiyangnormaldalam usus,
mengadakaniritasi setempatsehinggamengganggugerakan peristaltikdan
penyerapanmakanan.
Cacinginimerupakanparasit yangkosmopolit yaitutersebardiseluruh
dunia,lebihbanyakditemukandidaerahberiklimpanas danlembab. Dibeberapa
daerahtropikderajatinfeksidapatmencapai100%daripenduduk.Padaumumnya
lebihbanyakditemukan padaanak-anakberusia5–10 tahun sebagaihost
(penjamu)yangjugamenunjukkanbebancacingyanglebihtinggi(Haryanti,E,1993).
Cacingdapatmempertahankanposisinyadidalam usushaluskarena aktivitasotot-
ototini.Jikaotot-ototsomatikdilumpuhkan dengan obat-obat
antelmintik,cacingakandikeluarkandenganpergerakan peristaltiknormal. Tantular,
K(1980) yang dikutip oleh Moersintowarti. (1992) mengemukakan
bahwa20ekorcacingAscarislumbricoides dewasadidalamususmanusiamampu
mengkonsumsihidratarangsebanyak2,8gram dan0,7gram proteinsetiaphari.
Darihaltersebut dapatdiperkirakan besarnyakerugian yang disebabkanoleh
infestasicacingdalamjumlahyangcukupbanyaksehinggamenimbulkankeadaan
kuranggizi(malnutrisi).

B. MORFOLOGI
Cacingbetinadewasamempunyai bentuk tubuh posterioryangmembulat
(conical),berwarnaputih kemerah-merahan danmempunyai ekorlurustidak
melengkung.Cacingbetinamempunyaipanjang22-35cmdanmemilikilebar3-
6mm.Sementaracacingjantan dewasamempunyai ukuranlebih kecil,dengan
panjangnya12-13cmdanlebarnya2-4mm,jugamempunyaiwarnayang sama
dengancacingbetina,tetapimempunyaiekoryangmelengkungkearahventral.
Kepalanyamempunyai tigabibirpadaujunganterior(bagian depan)dan mempunyai gigi-
gigi kecil ataudentikel padapinggirnya,bibirnyadapatditutup
ataudipanjangkanuntukmemasukkanmakanan(Soedarto,1991).
Padapotonganmelintangcacingmempunyaikutikulum tebalyang berdampingan
denganhipodermisdanmenonjolkedalam ronggabadansebagai kordalateral.Selotot
somatik besardanpanjangdanterletakdihipodermis; gambaranhistologinyamerupakan
sifattipepolymyarincoelomyarin.Alat reproduksidansaluranpencernaan mengapung
didalamrongga badan, cacing jantanmempunyai duabuah spekulumyangdapatkeluardari
kloakadanpada cacingbetina,vulvaterbukapadaperbatasan sepertigabadan anteriordan
tengah, bagianinilebihkecildan dikenal sebagaicincinkopulasi.
Teluryangdibuahi(fertilized)berbentukovoiddenganukuran60-70x30-
50mikron.Bilabarudikeluarkantidakinfektifdanberisisatusel tunggal.Sel ini
dikelilingisuatumembranvitelinyangtipisuntukmeningkatkandayatahan telur
cacingtersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehinggadapat bertahan
hidupsampaisatu tahun.Di sekitarmembraniniadakulitbeningdan tebal yang
dikelilingilagi olehlapisanalbuminoidyang permukaanyatidak teraturatau
berdungkul(mamillation).Lapisan albuminoidinikadang-kadang dilepaskan atau
hilangolehzatkimiayangmenghasilkan telurtanpakulit(decorticated).Didalam
ronggausus,telurmemperolehwarnakecoklatandaripigmenempedu.Teluryang
tidakdibuahi (unfertilized)beradadalam tinja,bentuktelurlebihlonjongdan
mempunyaiukuran88-94x40-44mikron,memiliki dindingyangtipis,berwarna
coklatdenganlapisanalbuminoidyangkurangsempurnadanisinyatidakteratur.

C. SIKLUS HIDUP
Manusiamerupakansatu-satunyahospesdefinitifAscarislumbricoides, jikatertelan
teluryanginfektif,makadidalamusushalusbagian atastelurakan
pecahdanmelepaskanlarvainfektif danmenembusdindingususmasukkedalam vena
portahati yang kemudian bersamadenganalirandarah menuju jantung kanan dan
selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa
migrasiberlangsungselamasekitar15hari.
Dalamparu-parularvatumbuh danbergantikulitsebanyak2kali,
kemudiankeluardarikapiler, masuk kealveolusdanseterusnya larvamasuk sampai ke
bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagusdan
tertelanmelaluisalivaataumerayapmelaluiepiglottismasuk kedalamtraktus
digestivus.Terakhirlarvasampaikedalamusushalusbagianatas,
larvabergantikulitlagimenjadicacingdewasa.Umurcacingdewasakira-kira
satutahun,dankemudiankeluarsecaraspontan.
Siklushidup cacing ascarismempunyaimasayang cukup panjang,dua
bulansejakinfeksi pertamaterjadi,seekorcacingbetinamulaimampu mengeluarkan 200.000
– 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukanadalah3–
4mingguuntuktumbuhmenjadibentukinfektif.
Menurut penelitianstadiuminimerupakanstadiumlarva,dimanatelur
tersebutkeluarbersamatinjamanusiadan diluarakanmengalami perubahan dari
stadiumlarvaIsampai stadiumIIIyangbersifatinfektif.
Telur-telurinitahan terhadapberbagaidesinfektan dan dapattetaphidup bertahun-
tahun ditempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak
terkenainfeksisecaraterus-
menerussehinggajikabeberapacacingkeluar,yanglainmenjadidewasadanmenggantikannya
.Jumlahtelur ascarisyangcukupbesar dan
dapathidupselamabeberapatahunmakalarvanyadapattersebardimana-
mana,menyebarmelalui tanah,air,ataupunmelalui binatang.Makabilamakanan
atauminumanyangmengandungtelurascarisinfektifmasukkedalamtubuhmaka siklushidup
cacingakanberlanjutsehinggalarvaitu berubah menjadicacing.Jadi
larvacacingascarishanyadapatmenginfeksi tubuhmelaluimakananyangtidak
dimasakataupunmelaluikontaklangsungdengankulit.

D. CARAPENULARAN
Penularan Ascariasisdapat terjadi melalui bebrapajalan yaitumasuknya
teluryanginfektifkedalammulutbersamamakanan atauminumanyang tercemar,
tertelantelurmelaluitanganyangkotordanterhirupnyatelurinfektifbersama
debuudaradimanatelurinfektiftersebutakanmenetaspadasaluran pernapasan
bagianatas,untukkemudianmenembuspembuluh darah danmemasukialiran
darah(Soedarto,1991).

E. ASPEKKLINIS
Kelianan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderitaterjadi akibat
pengaruhmigrasilarvadanadanyacacingdewasa.Padaumumnyaorangyang kenainfeksi
tidakmenunjukkangejala,tetapi denganjumlahcacingyangcukup
besar(hyperinfeksi)terutamapadaanak-anakakanmenimbulkankekurangangizi,
selainitucacingitusendiri dapatmengeluarkancairan tubuhyangmenimbulkan
reaksitoksiksehinggaterjadigejalasepertidemamtyphoidyangdisertaidengantandaalergise
pertiurtikaria,odemadiwajah,konjungtivitisdaniritasipernapasan bagianatas.
Cacingdewasa dapatpulamenimbulkanberbagaiakibatmekanikseperti
obstruksiusus,perforasiulkusdiusus.Olehkarenaadanya migrasicacing ke organ-
organmisalnyakelambung,oesophagus,mulut,hidungdanbronkus dapat
menyumbatpernapasan penderita.Adakalanya askariasismenimbulkan
manifestasiberatdangawatdalambeberapakeadaansebagaiberikut:
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang
menyumbatronggausus danmenyebabkangejalaabdomenakut.
2. Padamigrasiektopikdapatmenyebabkanmasuknyacacingkedalamapendiks,
saluranempedu(duktus choledocus)danductus pankreatikus.
Bilacacing masuk kedalamsaluranempedu, terjadikolik yang berat disusul
kolangitissupuratifdanabsesmultiple.Peradangan terjadikarena desintegrasi
cacingyangterjebakdaninfeksisekunder.Desintegrasibetina menyebabkan
dilepaskannyatelurdalamjumlahyangbesaryangdapatdikenali dalam
pemeriksaanhistologi.Untukmenegakkandiagnosispasti harusditemukan cacing
dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan bentuk yang
khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu
penderitamelaluipemeriksaanmikroskopik(Soedarto,1991).
BAB III
EPIDEMIOLOGI

Padaumumnyafrekuensi tertingi penyakitinidideritaoleh anak-anak sedangkan


orangdewasafrekuensinyarendah.Halinidisebabkan oleh karena kesadaran anak-anak akan
kebersihan dan kesehatan masih rendah ataupunmerekatidakberpikirsampai
ketahapitu.Sehingaanak-anaklebihmudah diinfeksi olehlarvacacingAscarismisalnyamelalui
makanan,ataupuninfeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang
mengandung telur Ascarislumbricoides.
Faktorhostmerupakansalahsatuhalyangpentingkarenamanusiasebagai
sumberinfeksidapat mengurangikontaminasiataupunpencemarantanaholeh telur dan larva
cacing, selain itu manusia justru akan menambah polusi lingkungansekitarnya.
Dipedesankasus inilebihtinggiprevalensinya, haliniterjadikarena
buruknyasistemsanitasilingkungan dipedesaan,tidakadanyajambansehingga
tinjamanusiatidakterisolasi sehinggalarvacacingmudahmenyebar.Hal inijuga
terjadipadagolonganmasyarakat yangmemilikitingkat socialekonomiyang
rendah,sehinggamemiliki kebiasaanmembuanghajat(defekasi)ditanah,yang kemudiantanah
akan terkontaminasi dengan telurcacingyanginfektifdanlarva cacingyangseterusnyaakan
terjadi reinfeksi secaraterusmeneruspadadaerah endemik(BrowndanHarold,1983).
Perkembangan telurdanlarvacacingsangatcocokpadaiklim tropik
dengansuhuoptimaladalah230Csampai300C.Jenis tanahliatmerupakantanah
yangsangatcocokuntukperkembangan telurcacing,sementaradenganbantuan
anginmakatelurcacingyanginfektifbersamadengan debudapatmenyebarke lingkungan.
Epidemiologi Infeksi ascariasis pada umumnya terjadi di negara beriklim tropis dan
ditemukan paling banyak pada lingkungan dengan sanitasi dan higienitas yang buruk.
Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan kontaminasi tanah oleh tinja di sekitar
halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci, dan di tempat pembuangan 9 sampah.
Di Indonesia prevalensinya cukup tinggi terutama pada anak golongan umur 5-9 tahun
dengan frekuensi 60-90%.
Di seluruh dunia, infeksi Ascaris menyebabkan sekitar 60.000 kematian pertahun,
terutama pada anak-anak. Sebesar 10% dari penduduk negara berkembang terinfeksi
cacingan, sebagian besar disebabkan oleh Ascaris. Hasil survei kecacingan nasional 2009
oleh Ditjen P2PL menyebutkan 31,8 % siswa SD menderita kecacingan. Prevalensi di
Indonesia antara 60-90%, dan yang lebih rentan terkena infeksi cacing pada anak usia 5-9
tahun. Hal ini akan berakibat buruk karena dapat menyebabkan kekurangan gizi, anemia, dan
pertumbuhan terhambat .
Tanah liat, kelembapan yang tinggi dan suhu 25 ͦ-30 ͦC merupakan kondisi yang sangat
baik bagi berkembangnya telur menjadi bentuk infektif.
Infeksi askariasis terjadi kerena tertelan telur infektif yang terdapat dalam makanan
atau minuman yang tercemar tinja, makanan atau minuman yang dihinggapi lalat atau sayur-
sayuran yang tidak dicuci bersih,
BAB IV
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Ascaris lumbricoides merupakan salah satu nematoda usus yang tergolong
dalam Filum Nematoda dengan Ordo Ascaridida. Cacing ini biasa disebut cacing
gelangyang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminth dan manusia
merupakan hospes satu-satunya bagi parasit satu ini. Gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh cacing ini disebut ascariasis.

B. MORFOLOGI
1. Cacing Dewasa:
a. Cacing jantan panjangnya mencapai 30 cm,pada cacing jantan ujung
posteriornya lancip dan melengkung kearah ventral, dilengkapi papil
kecil dan 2 buah speculum berukuran 2mm’
b. Cacing betinapanjangnya mencapai 35 cm posteriornya membulat dan
lurus, dan setengah anteriornya terdapat cincin kopulasi.

Sumber :http://www.studyblue.com
2. Telur Cacing: Telur cacing memiliki empat bentuk, yaitu,
a. Tipe dibuahi (fertilized)
Telur yang dibuahi oval, dinding tebal, terdiri dua lapis (lapisan
luar albuminoid dan lapisan dalam jernih), isi telur berupa masa sel
telur.
b. Tidak dibuahi (avertilized)
Telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan lebih panjang dari
sel telur yang dibuahi, dan dinding lebih tipis, isi masa granula
refraktil.
c. Matang
Telur matang berisi larva (embrio).
d. Decorticated
Telur yang decorticated tidak dibuahi, tapi lapisan albuminoid
sudah hilang.

Sumber :http://www.docstoc.com/docs/90339981/ASCARIS-
LUMBRICOIDES-ASCARIS-LUMBRICOIDES-fertilized
C. SIKLUS HIDUP

Sumber :http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/html/ascariasis.htm

Pada angka 1 dalam gambar di atas, cacing dewasa yang tinggal di


usus kecil manusia melakukan perkawinan dalam sehari, cacing betina mampu
memproduksi 100.000-200.000 yang etrdiri dari telur yang dibuahi dan telur
yang tidak di buahi. Pada angka 2, dimana telur-telur keluar bersama feses,
telur-telur yang dibuahi akan berekmbang menjadi bentuk infektif dalam 3
minggu, yang ditunjukan pada angka 3.
Pada angka 4, bentuk infektif yang tertelan akan menetas di usus halus
(angka5). Larva yangmenetas menembus dinding usus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limfe menuju paru-paru (angka 6). Cacing
menembus dinding alveolus, melalui bronkiulus dan bronkus cacing bergerak
menuju trakea (angka 7). Dari trakea menuju faring, sehingga menimbulkan
ransangan pada faring yang menyebabkan penderita batuk dan cacing tertelan
menuju usus halus. Di usus halus larva berkembang menjadi dewasa. Dari
larva tertelan sampai cacing bertelur kembali dibutuhkan kurang lebih 2-3
bulan.
D. GEJALA
Gejala yang timbul pada penderita bisa disebabkan oleh cacing
dewasa dan larva.Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat larva
berada di paru-paru. Sehingga
1. Pada saat larva berada di paru-paru, rentan terjadi pendarahan kecil di
dinding alveolus dan gangguan batuk, demam, dan eosinofilia.
2. Gambaran infiltrat pulmoner yang tampak pada rontgen foto dengan
disertai adanya eosinofilia yang disebut Sinddrom loefler.
3. Adanya larva dalam paru-paru bisa mengakibatkan pneumonitis terutama
bila jumlah larva cukup banyak
4. Reaksi jaringan yang hebat dapat terjadi di sekitar hati dan paru disertai
infiltrasi eosinofil, makrofag dan sel-sel epiteloid. Hal ini disebut
pneumonitis ascaris.
5. Ketika larva menembus paru dapat menimbulkan kerusakan pada epitel
bronkus dan terjadi reaksi jaringan yang hebat
Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa saat berada di usus
membuat penderita mengalami mual, nafsu makan menurun, diare.
1. Infeksi ringan dengan jumlah cacing 10-20 cacing bisa berlangsung tanpa
gejala, Keluhan yang timbul biasanya hanya berupa sakit perut yang tidak
jelas. Di dalam usus, cacing mengganggu arbsorbsi nutrisi oleh usus.
2. Pada anak-anak terutama dibawah 5 tahun dapat mengakibatkan defisiensi
gizi yang berat dan kegagalan arbsorbsi karbohidrat jika jumlah cacing
cukup banyak.
3. Secara klinis, anemia hipocrom terjadi pada infeksi yaang cukup lama.
Anemia terjadi karena penderita mengalami malnutrisi karena
malabsorbsi dan kehilangan darah karena kolon yang rapuh serta cacing
yanng menghisap darah.
4. Cacing dewasa dapat berpindah ( erratic migration ) ke organ-organ yang
lainnya seperti saluran empedu, kandung empedu, hepar, apendix dan
peritoneum dan bronkus. Hal ini dapat berakibat sangat serius.
5. Cacing dewasa bisa saling melilit sehingga membentuk gumpalan yang
bisa menyumbat saluran usus dan mengakibatkan terjadinya ileus
obstruktivus yang berakibat fatal.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur yang diperoleh melalui
anal swab atau pada tinja secara langsung. Adanya telur dalam memastikan
diagnosis askaris. Selain itu diagnosis dapat dibuat dengan menemukan cacing
dewasa dari tinja, langsung dari permukaan perianal atau bila cacing dewasa
keluar sendiri melalui mulut atau hidung karena muntah.

F. CARA IDENTIFIKASI
Bahan Pemeriksaan
a. Tindakan rontgenologis pada organ-organ yang dicurigai.
b. Pada bilas lambung akan ditemukan larva.
c. Pemeriksaan telur (dibuahi & tidak dibuahi) dalam tinja

1. Metode langsung
a. Sediaan langsung tanpa pewarnaan
1) Sediakan obyek glass yang bersih dan kering
2) Teteskan pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudian
masing-masing ditetesi air garam faal (NaCl) jarak ± 4 cm.
3) Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil
sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada
tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.
4) Tutup masing-masing sediaan dengan cover glass
5) Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah
kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.
b. Sediaan langsung dengan pewarnaan iodium ( lugol)
1) Sediakan obyek glass yang bersih dan kering.
2) Pada bagian kiri dan kanan obyek glass, kemudian masing-masing
ditetesi air garam faal (NaCl) jarak ± 4 cm.
3) Dengan batang pengaduk dari kayu yang bersih dan kering diambil
sedikit feses atau bagian yang berlendir lalu diusapkan pada
tetesan-tetesan air garam pada yang sudah diteteskan.
4) Pada sediaan sebelah kiri ditambahkan 1 tetes eosine 20 % dan
disebelah kanan diteteskan 1 tetes iodium / lugol lalu masing-
masing dicampur, jangan sampai sediaan 1 tercampur dengan
sediaan 2.
5) Tutup masing-masing sdiaan dengan cover glass
6) Periksa di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah
kemudian dipertegas dengan perbesaran kuat.

2. MetodeTidak langsung
Cara konsentrasi dengan ZnSO4
1) Dibuat suspensi feses 1:10, yaitu 1 bagian feses + 10 Bagian air panas
2) Saring suspensi tersebut dengan kain kasa dan filtrat ditampung dalam
tabung centrifuge.
3) Putar dengan kecepatan 2.500 rpm selama 1 menit.
4) Supernatan dibuang, sedimennya ditambah 2-3 ml air dan diaduk sampai
homogen.
5) Putar lagi, supernatan jernih dituang ( kalau perlu ulangi pemutaran)
6) Sedimennya ditambahkan 3-4 ml zink sulfate jenuh ( 33 % larutan ZnSO4
mempunyai Bj 1.18 ). Diaduk dengan batang pengaduk, sehingga
homogen dan ditambahkan ZnSO4 sampai batas 1.5 cm dari permukaan
tabung
7) Putar dengan kecepatan tinggi selama 1 menit.
8) Pindahkan lapisan atas dari supernatan dengan ohse dan taruh di atas
obyek glass yang bersih, kemudian tambahkan 1 tetes lugol, campur.
9) Tutup dengan cover glass, periksa di bawah mikroskop
G. PENGOBATAN
Pengobatan dapat dilakukan secara perporangan atau secara masal.
Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat seperti :
1. Mebendazole (Vermox ®): 100 mg BD x 3 hari
2. Albendazole 400mg
3. Piperazine (Adiver ®): (diberikakn pada pagi hari dan kadang-kadang
menimbulkan efek mual dan muntah)
4. Pyrantel / oxantel (Antiminth ®, Combantrin ®) : 10 mg/kg berat badan
5. Nitazoxanide 200 mg BD x 3 hari
6. Tribendimine 400 mg dosis tunggal
Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat yaitu,
1. Obat mudah diterima masyarakat
2. Aturan pemakaian sederhana
3. Mempunyai efek samping yang minim
4. Bersifat polivalen sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
5. Harganya murah
Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar
dengan pemberian albandezol 400mg 2 kali setahun.
Pengobatan ulalng perlu dilakukan mengingat adanya infeksi ulang
(reinfeksi). Pengobatan dianjurkan dilakukan pada seluruh anggota keluarga.

H. PENCEGAHAN
Pencegahan bisa dilakukan Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat ( PHBS). Seperti :
1. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman
2. Membiasakan mencuci tangan sebelum makan
3. Membiasakan menggunting kuku secara teratur
4. Membiasakan diri buang air besar di jamban
5. Membiasakan diri membasuh tangan dengan sabun sehabis buang air besar
6. Membiasakan diri mencuci semua makanan lalapan mentah dengan air
yang bersih
Dan dengan beberapa perilaku lainnya seperti berikut :
1. Drainase diperbaiki
2. Kampanye penggunaan jamban keluarga
3. Mencegah penggunaan tinja sebagai pupuk terutama tinja manusia
4. Pemberian obat cacing ( obat pirantel pamoat dan albendazole ) secara
rutin tiap 6 bulan sekali
5. Pengembangan sarana dan prasarana air bersih
BAB V
KESIMPULAN

1. Ascaris Lumbricoides merupakansalah satu masalahkesehatanmasyarakat di


Indonesia, karena prevalensi di Indonesia antara 60-90%, dan yang lebih
rentan terkena infeksi cacing pada anak usia 5-9 tahun.
2. Cacing betina (35 cm) dengan ). posteriornya membulat dan lurus, dan
setengah anteriornya terdapat cincin kopulasilebih panjang dari jajntan (30cm)
dengan ujung posteriornya lancip dan melengkung kearah ventral, dilengkapi
papil kecil dan 2 buah speculum berukuran 2mm.
3. Sisklus hidup cacing dari telur sampai telur infektif terjadi di luar tubuh dan
dari menetasnya telur sampai dewasa terjadi di dalam tubuh manusia atau
hewan.
4. Gejala di timbulkan oleh larva cacing berada di paru dan cacing dewasa yang
berada di usus.
5. Diagnosis biasa ditetapkan dengan menemukan telur atau cacing dewasa pada
anal swab, tinja atau cacing keluar sevara langsung ,elalui hidung atau mulut
saat muntah.
6. Identifikasipatogen pada sampel dilakukan dengan 2 metode yaitu metode
langsung dan metode tidak langsung.
7. Pengobatan dapat dilakukan secara perporangan atau secara masal dan perlu
dilakukan berulang.
8. Pencegahan dilakukan dengan pembiasaan perilaku hidup bersih dan sehat
serta perbaikan beberapa sarana kebersihan serta pemberian obat secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.undip.ac.id/43728/3/ANTONIUS_WH_G2A009031_Bab2KTI.pdf
http://www.cdc.gov/parasites/ascariasis/biology.html
Rasmaliah. 2007. Askariasis Sebagai Penyakit Cacing yang Perlu Diingat
Kembali. Epidemiologi FKM-USU. (Online:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19104/1/ikm-jun2007-
11%20(12).pdf) Diakses pada 03 April 2016.
Syamsu, Yohandromeda. Ascariasis, Respon IgE dan Upaya Penanggulangannya.
Program Pascasarjana Universitas Airlangga. (Online:
http://www.fk.unair.ac.id/attachments/1012_Ascariasis,%20Respons
%20IgE%20dan%20Upaya%20Penanggulangannya.pdf). Diakses pada 03
April 2016.
Tania, Gina, dkk. 2013. Mikrobiologi dan Parasitologi Ascaris lumbricoides.
Depok. (Online:
https://www.academia.edu/3660165/Ascaris_lumbricoides_gina.tania).
Diakses pada 03 April 2016.

Anda mungkin juga menyukai