Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM

MATA KULIAH PVBP-A

Dosen Pengajar :

1. Ngadino, S.Si., M.Psi


2. Bambang Sunarko, SKM., M.Kes
3. Kartadji

Nama Kelompok A :

1. Aricha Khoirunnisa (P27833318001) 10. Eva Hesti Puspa S (P27833318015)


2. Nurisya Maharani (P27833318003) 11. Amalia Dila Safitri (P27833318017)
3. Vena Mega S. (P27833318004) 12. Risma Putri Vandini (P27833318018)
4. Alivia Amanatus. (P27833318005) 13. Deffany N. P. S. (P27833318020)
5. Intan Sigra Norlita (P27833318006) 14. Rany Amelia A. (P27833318025)
6. Asysyifaul Aulia (P27833318009) 15. Imelynia Pratiwi S (P27833318027)
7. Rara Aldavina P.A (P27833318010) 16. Achmad Hilal R. (P27833318033)
8. Isnaini Indriawati (P27833318011) 17. Ogi Rio Putra P. (P27833318034)
9. Rika Prawita Sari (P27833318012) 18. Herlis Putri Utami (P27833318037)

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA

POLTEKKES KEMENKES SURABAYA

PRODI D-IV

TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb

Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Karena berkat
rahmat serta hidayah – Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Besar Praktikum
PVBP-A dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah PVBP-A.

Dalam menyelesaikan penyusunan Laporan Besar Praktikum PVBP-A ini tidak


terlepas dari bantuan banyak pihak. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Laporan Besar
Praktikum PVBP-A ini.

Kami menyadari bahwa pada laporan ini masih terdapat banyak kekurangan
mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan dari kami.

Akhir kata kami berharap Laporan Besar Praktikum PVBP-A ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala
perhatiannya kami mengucapkan banyak terima kasih.

Surabaya, 03 November 2019

Penyusun

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | ii


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. ii


Daftar Isi........................................................................................................................ iii
BAB I
Uji Presipitin ................................................................................................................... 4
BAB II
Uji Susceptibility ........................................................................................................... 8
BAB III
Uji Cholinestrase ........................................................................................................... 17
BAB IV
Uji Evikasi ...................................................................................................................... 22
BAB V
Uji Bioassay.................................................................................................................... 27
BAB VI
Survey jentik ………………………………………………………………………..…. 40
Bab VII
Kepadatan Lalat ……………………………………………………………………….. 51

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | iii


BAB I

UJI PRESIPITIN

A. Tujuan Praktikum
1. Agar dapat memahami pentingnya penyediaan bahan/specimen untuk uji
presipitin (pengendalian vektor)
2. Agar dapat menjelaskan tujuan penyediaan bahan/specimen presipitin test
3. Agar dapat menjelaskan dan menggunakan bahan dan peralatan presipitin test
4. Agat dapat mengetahui cara pengumpulan bahan presipitin test

B. Waktu Pelaksanaan
Hari,Tanggal : Rabu, 31 Juli 2019
Waktu : 10.00-selesai
Tempat : Laboratorium Entomologi Kesehatan Lingkungan Poltekkes
Kemenkes Surabaya

C. Dasar Teori
Uji presipitin adalah pengujian yang dilakukan terhadap darah pada
lambung nyamuk untuk mengetahui sumber darah tersebut atau preferensi darah
yang disukai oleh nyamuk yang bersangkutan. Tiap jenis nyamuk memiliki
kesukaan tersendiri mengenai sumber darah yang dihisapnya, ada yang lebih
menyukai darah hewan (zoofilik), dan ada juga yang lebih menyukai darah
manusia (anthropofilik). Preferensi sumber darah ini penting untuk diketahui,
karena berkaitan dengan kemampuan nyamuk untuk menularkan penyakit.
Perilaku pemilihan inang berpengaruh pada dinamika penularan penyakit
tular vektor. Jika suatu jenis nyamuk lebih memilih inang manusia dibandingkan
inang hewan, maka kapasitas vektorialnya memiliki nilai yang tinggi. Selain itu,
dengan mengetahui perilaku pemilihan inang yang dilakukan nyamuk, maka dapat
disusun program pengendalian vektor yang sesuai dengan bionomik nyamuk di
lokasi tersebut. Terdapat 2 macam pemeriksaan presipitin, yaitu secara molekuler
dengan menggunakan PCR dan secara imunologi dengan menggunakan ELISA,
Ring Precipitation Test, ataupun Agar Gel Immunodifussion.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 4


D. Alat dan Bahan
Alat : 8. Aspirator
9. Paper cup
1. Jarum seksi
2. Kertas saring Bahan :
3. Mikroskop
1. Nyamuk fullfet
4. Alat tulis
2. Silica gel
5. Amplop
3. Klorofom
6. Label
7. Plastik

E. Prosedur Kerja
1. Siapakan kertas saring berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm.
2. Kertas saring tersebut dibagi menjadi 16 bagian
3. Pilihlah nyamuk hasil tangkapan resting dalam rumah, keluar rumah dan sekitar
kandang ternak yang penuh dengan darah, tusuklah dengan menggunakan jarum
seksi pada nyamuk tersebut kemudian tekan bagian perut pada darah keluar
teteskan pada kertas saring tersebut (satu kolom, satu spesies nyamuk)
4. Darah nyamuk diratakan sehingga merata meresap
5. Pemakaian jarum atau sudut kaca benda harus diganti setiap ekor nyamuk
sehingga tidak terkontaminasi antara tetes darah dari nyamuk satu dengan yang
lainnya
6. Setelah kertas saring terisi semua dengan darah nyamuk perkolom dilanjutkan
dengan kertas saring berikutnya
7. Seluruh kertas saring yang telah berisi darah dimasukkan kedalam amplop yang
ukuran lebih besar dari kertas saring tersebut
8. Amplop berisi specimen dimasukkan kedalam kotak kardus yang telah diisi
dengan silikagel. Guna silikagel tersebut untuk menghindari semut dan
tumbuhnya jamur.
9. Kirim ke subdit pengendalian vektor dengan ditjen pp&pl jl percetakan negara
no. 29 jakarta pusat

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 5


F. Hasil dan Pembahasan
Prisipitin test untuk mengetahui jenis darah yang terkandung di perut nyamuk.
Dengan demikian dapat diketahui besar kecilnya indeks darah manusia sebagai salah
satu parameter untuk mengetahui besarnya kapasitas vektor dari nyamuk yang
bersangkutan. Dari besarnya indeks darah manusia nyamuk dapat di bedakan menjadi
anthropofilik dan zoofilik.
Namun dalam praktikum kali ini, kita hanya melakukan pembedahan
kandungan darah dalam nyamuk dari membedah sampai membuat memasukkannya
dalam amplop hal ini berhubungan dengan cara mengirim bahan specimen presipitin
test kepada subdit pengendalian vektor.
Jadi, dalam praktikum kali ini kita hanya dapat melakukan cara membedah
darah dalam tubuh nyamuk sampai menyiapkan bahan specimen presipitin test untuk
siap dikirikan ke subdit pengendalian vektor, untuk hasil apakah darah nyamuk
tersebut termasuk golongan zoopilik atau antropopilik hanya dapat diketahui setelah
kita mengirimkan berkasnya ke jakarta karena salah satu kelemahan uji presipitin ialah
peralatan yang susah dan di Indonesia uji presipitin hanya dapat dilakukan di Jakarta.

G. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Prisipitin test untuk mengetahui jenis darah yang terkandung di perut
nyamuk. Dengan demikian dapat diketahui besar kecilnya indeks darah manusia
sebagai salah satu parameter untuk mengetahui besarnya kapasitas vektor dari
nyamuk yang bersangkutan. Dari besarnya indeks darah manusia nyamuk dapat di
bedakan menjadi anthropofilik dan zoofilik.
Nyamuk dari penangkapan hinggap di dinding dalam rumah, luar rumah, dan
sekitar kandang ternak dan rumah dalam kandang dikeluarkan darahnya dengan
menekan ujung updoment diatas kertas saring yang telah di bagi menjadi 16 bagian
yang sama. Setelah diberi keterangan nama kolektor, lokasi penangkapan dan
tanggal penangkapan siap untuk dikirim ke subdit pengendalian vektor jakarta pusat

Saran

Perlu dilakukan kegiatan uji presipitin nyamuk Aedes aegypti sehingga hasilnya
dapat digunakan sebagai salah satu upaya pengendalian, misalnya digunakan sebagai
pengendalian untuk mengurangi/menekan populasi nyamuk Aedes aegypti.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 6


LAMPIRAN

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 7


BAB II

UJI SUSCEPTIBILITY

A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui data dasar dan kerentanan vector pada racun serangga dalam program
pengendalian vector malaria.
2. Mengetahui perubahan-perubahan tingkat kerentana vector setelah ada
penyemprotan.

B. WAKTU PELAKSANAAN
Hari, tanggal : Kamis, 01 Agustus 2019
Pukul : 10.00 WIB – selesai
Tempat : Laboratorium Entomologi jurusan Kesehatan Lingkungan
Surabaya

C. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Resistensi Nyamuk

Menurut WHO (1992) dalam (Novita, Kiki. 2016) resistensi terhadap


insektisida adalah kemampuan individu serangga dalam populasi untuk bertahan
hidup terhadap suatu dosis insektisida yang dalam keadaan normal dapat
membunuh spesies serangga tersebut. Resistensi merupakan suatu fenomena
evolusi yang disebabkan oleh seleksi serangga hama yang diberi perlakuan
insektisida secara terus menerus. Secara prinsip mekanisme resistensi ini akan
mencegah insektisida berikatan dengan titik targetnya atau tubuh serangga menjadi
mampu untuk mengurai bahan aktif insektisida sebelum sampai pada titik sasaran.
Jenis atau tingkatan resistensi itu sendiri meliputi tahap rentan, toleran baru
kemudian tahap resisten.

Resistensi insektisida merupakan suatu kenaikan proporsi individu dalam


populasi yang secara genetik memiliki kemampuan untuk tetap hidup meski
terpapar satu atau lebih senyawa insektisida. Peningkatan individu ini terutama
oleh karena matinya individu-individu yang sensitif insektisida sehingga
memberikan peluang bagi individu yang resisten untuk terus berkembangbiak dan
meneruskan gen resistensi pada keturunannya (Novita, Kiki. 2016).

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 8


Jenis resistensi vektor (nyamuk) terhadap insektisida dapat berupa resistensi
tunggal, resistensi ganda (multiple resistance) atau resistensi silang (cross
resistance). Resistensi tunggal adalah resistensi pada populasi serangga terhadap
satu jenis insektisida sedangkan resistensi ganda (silang) adalah perkembangan
resistensi pada populasi serangga termasuk nyamuk akibat penekanan secara
selektif insektisida lain dengan mekanisme sama/target site sama, tetapi bukan dari
satu kelompok insektisida (WHO, 1992). Menurut Herat (1997) yang dikutip oleh
Sucipto (2015) bahwa status resistensi terhadap serangga, diukur menggunakan
prosedur standar WHO dengan uji Susceptibility, yaitu metode standar yang tepat
untuk mengukur resistensi insektisida khususnya di lapangan. Kriteria yang
digunakan untuk menginterpretasi hasil Letal Concentration (LC50) atau LC100
adalah :

 Kematian 99-100 % = Susceptible/Rentan/Peka


 Kematian 80-98 % = Toleran
 Kematian <80 % = Resisten

a. Jenis-jenis Resistensi

Menurut WHO (1975) penggunaan insektisida pada pengendalian populasi


nyamuk, menyebabkan tekanan seleksi atas individu nyamuk yang memiliki
kemampuan untuk tetap hidup bila kontak dengan insektisida dengan mekanisme
berbeda. Resistensi secara umum dikenal 3 tipe, yaitu :

1) Vigour tolerance, sedikit kenaikan toleransi terhadap satu atau beberapa


insektisida (penurunan kerentanan), dihasilkan dari seleksi kontinyu populasi
serangga yang tidak memiliki gen spesifik untuk resistensi terhadap insektisida
tertentu. Toleransi juga disebabkan oleh variasi karakteristik morfo-fisiologis
seperti, ukuran kutikula tebal dan tingginya kandungan lemak berperan dalam
fenomena resistensi non spesifik.
2) Resistensi fisiologis, populasi serangga mungkin terseleksi untuk tetap hidup
terhadap tekanan insektisida tertentu oleh mekanisme fisiologis yang berbeda
(enzim mendetoksifikasi timbunan insektisida dalam lemak). Contoh resistensi
fisiologis adalah nyamuk yang resisten dapat meningkat akibat penggunaan
insektisida seperti Malathion dan Sipermethrin. Tipe resistensi ini adalah

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 9


reversible (dapat pulih seperti semula) ketika tekanan insektisida dihilangkan,
tetapi kerentanannya jarang dapat kembali ke nilai sebelumnya dan menurun
kembali dengan cepat manakala penggunaan insektisida dimulai lagi.
3) Resisten Perilaku (resistance behavioristic), adalah kemampuan populasi
nyamuk lari/menghindar dari efek insektisida karena perilaku alamiah atau
modifikasi perilaku mereka (induced behavior) akibat insektisida. Hal ini
dilakukan dengan cara menghindari permukaan atau udara yang mendapat
perlakuan insektisida atau memperpendek periode kontak (Novita, Kiki. 2016).
b. Deteksi Resistensi Vektor Terhadap Insektisida

Penentuan status kerentanan spesies nyamuk vektor secara berkala sangat


diperlukan untuk mendapatkan data dasar deteksi lebih lanjut dan monitoring
terjadinya resistensi. Dengan mengetahui status kerentanan spesies vektor, maka
akan memberikan masukan terhadap kebijakan program dalam menentukan jenis
insektisida dan strategi yang akan digunakan. Disamping itu hasil uji resistensi
dapat digunakan dalam memahami mekanisme terjadinya penurunan kerentanan
vektor (resistensi).Pemantauan resistensi vektor terhadap insektisida pada setiap
spesies vektor di setiap strata eko-epidemiologi seharusnya dilakukan secara
berkala 1-2 tahun oleh sektor kesehatan tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
(Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Deteksi resistensi vektor terhadap insektisida dapat dilakukan dengan


berbagai cara yaitu :

1) Deteksi secara konvensional dengan metode standar WHO susceptibility test


menggunakan impregnated paper. Deteksi secara susceptibility adalah uji
tingkat resistensi yang digunakan oleh WHO dengan menggunakan impregnated
paper (lembaran yang sudah mengandung insektisida). Uji susceptibility
dilakukan menggunakan stadium dewasa dari serangga uji. Persyaratan untuk uji
susceptibility yang harus dipenuhi adalah jumlah yang cukup serta kondisi
fisiologis serangga yang baik. Kondisi fisiologis yang baik diantaranya
keseragaman umur serangga, stadium, ukuran, harus hidup dan kenyang darah
atau kenyang gula. Pada uji susceptibility kematian serangga uji dicatat setelah
pemaparan insektisida dan setelah diholding (dipisahkan dari paparan
insektisida) selama semalam (24 jam).

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 10


2) Deteksi secara biokimia atau enzimatis menggunakan mikroplat. Deteksi secara
biokimia adalah uji resistensi nyamuk terhadap insektisida yang sangat esensial
berdasarkan kuantifikasi enzim yang bertanggung jawab pada proses resistensi
seperti uji mikroplat untuk insensitive asetilkholinesterase dan uji mikroplat
untuk aktivitas enzim esterase non-spesifik. Keunggulan dari uji biokimia adalah
informasi status kerentanan diperoleh lebih cepat dan dapat menunjukan
mekanisme penurunan kerentanan (Resistensi dan toleransi) yang di ukur pada
serangga secara individu (Novita, Kiki. 2016).
3) Deteksi secara molekuler. Deteksi secara molekuler adalah dengan
mengidentifikasi gen yang menjadi target kelompok insektisida secara
konvensional, yang salah satunya adalah gen voltage gated sodium channel
(VGSC). Gen VGSC merupakan mekanisme resistensi serangga terhadap
insektisida DDT dan golongan piretroid yang ditunjukkan dengan adanya titik
mutasi. Mutasi gen VGSC pada nyamuk Aedes aegypti terjadi pada sembilan
lokus yang berbeda (Novita, Kiki. 2016).

2. Taksonomi dan Siklus Hidup Aedes aegypti


a. Taksonomi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut:
Filum : Artropoda
Kelas : Hexapoda/lnsecta
Subklas : Pterygota
Ordo : Diptera
Familia : Culicidae
Subfamilia : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti ((Novita, Kiki. 2016).
b. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Pada dasarnya siklus hidup nyamuk berawal dari peletakan telur oleh
nyamuk betina.Dari telur muncul fase kehidupan air yang masih belum matang
disebut larva yang berkembang melalui empat tahap kemudian bertambah ukuran
hingga mencapai kepompong nyamuk dewasa membentuk diri sebagai betina atau
jantan dan tahap nyamuk dewasa muncul dari pecahan di belakang kulit
kepompong.Nyamuk dewasa makan, kawin dan nyamuk betina memproduksi telur

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 11


untuk melengkapi siklus dan memulai generasi baru.Beberapa spesies nyamuk
hanya satu generasi per tahun yang lainnya bisa mempunyai beberapa generasi
selama musim dengan kondisi iklim yang menguntungkan.Mereka sangat
bergantung pada iklim dari kondisi lingkungan lokal terutama suhu dan curah hujan
(Novita, Kiki. 2016).

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu: telur -


jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam
air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah
telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium
kepompong berlangsung antara 2–4 hari.Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk
dewasa selama 9-10 hari.Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Depkes
RI, 2008).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat :
a. Tabung uji dengan tanda merah dan g. Higrometer
hijau h. Paper cup
b. Plate i. Sussceptibilty kit
c. Cincin/copper j. Beaker glass
d. Mangkok k. Sendok
e. Aspirator l. Alat tulis
f. Nampan plastik m. Buku catatan

2. Bahan :
a. Nyamuk Aedes Aegypti e. Handscone
b. Impregnated paper f. Kapas
c. Air gula g. Masker
d. Kertas HVS

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 12


E. PROSEDUR KERJA
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengisi impregnated paper kedalam tabung succeptibility test, jangan lupa diberi
ring lock pada sisi atas dan bawah tabung.

3. Mengambil 25 ekor nyamuk yang ada sudah dikembangbiakkan menggunakan


aspirator ke dalam tabung berwarna hijau.

4. Sambung antara tabung hijau dan tabung merah, lalu memasukkan nyamuk ke
dalam tabung succeeptibility test kebagian tabung berwarna merah dengan cara

ditiup sampai tidak ada nyamuk tersisa.

5. Selanjutnya menutup pembatas tabung succeptibility test agar nyamuk tetap berada
di area tabung berwarna merah.
6. Mengukur suhu dan kelembaban lingkungan sekitar menggunakan hygrometer
sebelum dilakukan kontak dengan racun selama 1 jam.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 13


7. Selanjutnya membiarkan nyamuk tersebut kontak dengan racun selama 1 jam.
8. Setelah 1 jam, diamati berapa jumlah nyamuk yang mati, jika ada yang tidak
mati/setengah sadar maka pindahkan kembali pada tabung yang berwarna hijau.
9. Menyiapkan kapas yang telah dibasahi dengan air gula dan letakkan di atas tabung
succeptibility test warna hijau.

10. Tunggu dan amati hasil setelah 12-24 jam.

F. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Hasil Praktikum

Hasil Setelah 1 jam Setelah 24 jam

Jumlah nyamuk hidup 5 2

Jumlah nyamuk mati 20 23

Suhu 29.40C 30.60C

Kelembaban 40% 38%

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 14


2. PEMBAHASAN
Dari tabel hasil pratikum di atas dapat diketahui bahwa jumlah nyamuk yang
masih hidup setelah 1 jam dibiarkan berjumlah 5 ekor, jumlah nyamuk yang mati setelah
1 jam kontaminasi dengan impregnated paper adalah 20 ekor, dengan suhu 29.40C dan
kelembapan 40%. Sedangkan jika dibiarkan selama 24 jam jumlah nyamuk yang
mengalami kematian bertambah menjadi 23 ekor, dan yang masih hidup berjumlah 2
ekor dengan suhu 30.60C dan kelembapan 38%.
Perhitungan kematian nyamuk :
23
𝑥100% = 92%
25
Dari perhitungan kematian nyamuk menghasilkan angka 92%, maka nyamuk
tersebut tergolong tolerance, karena lebih dari 80% dan kurang dari 97%. Artinya adalah
sedikit kenaikan toleransi terhadap satu atau beberapa insektisida (penurunan
kerentanan), dihasilkan dari seleksi kontinyu populasi serangga yang tidak memiliki gen
spesifik untuk resistensi terhadap insektisida tertentu. Toleransi juga disebabkan oleh
variasi karakteristik morfo-fisiologis seperti, ukuran kutikula tebal dan tingginya
kandungan lemak berperan dalam fenomena resistensi non spesifik.

G. KESIMPULAN

Nyamuk yang diuji berada dalam kategori tolerance, hal ini disebabkan oleh
berbagai macam faktor. Beberapa diantaranya adalah adanya seleksi kontinyu populasi
serangga yang tidak memiliki gen spesifik untuk resistensi terhadap insektisida tertentu,
penggunaan insektisida yang sama pada tiap stadium, dan variasi karakteristik morfo-
fisiologis.

H. SARAN
1. Dalam memberantas serangga, khususnya nyamuk harus ditentukan cara
pengendaliannya melalui racun apa yang tepat untuk tiap stadium.
2. Tidak menggunakan insektisida yang sama pada tiap stadium.
3. Penggunaan insektisida berdasar 4 kaidah yakni tepat waktu, tepat dosis, tepat
sasaran, tepat metode.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 15


DAFTAR PUSTAKA
Firda Yanuar P. Et Al. Penentuan Status Resistensi Aedes Aegypti Dengan Metode
Susceptibility Di Kota Cimahi Terhadap Cypermethrin.Jurnal Vektora Vol Iii
No 1. Cimahi
Husmawati, Sitta. 2006. Penggunaan Deltamethrin sebagai Pengendalian
Ektoparasit Argulus sp. pada Ikan Maskoki (Carassius auratus L).
Surabaya: Universitas Surabaya.
Novita, Kiki. 2016. Uji Resistensi Malathion dan Sipermethrin Terhadap Nyamuk
Aedes aegypti di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue Kota
Medan Tahun 2016. Medan : Universitas Sumatera Utara.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 16


BAB III

UJI CHOLINESTRASE

A. TUJUAN PRAKTIKUM

Digunakan untuk membantu menentukan apakah fungsi hati masih baik atau tidak.
Ketika kadar cholinesterase menurun, ada gangguan fungsi hati.

B. WAKTU PELAKSANAAN

Hari, tanggal : Rabu, 07 agustus 2019

Pukul : 10.00 WIB – selesai

Tempat : Laboratorium Entomologi jurusan Kesehatan Lingkungan


Surabaya

C. DASAR TEORI

Digunakan untuk menguji larutan apakah masih memenuhi persyaratan atau


kadarluasanya, cara menguji:ambil tabung test lengkap dengan penutupnya tempatkan
pada rak yang tersedia dengan menggunakan botol yang belabel “indikator” tambahkan
0,5 ml indikator solution ke dalam tabung test (tutup secepatnya), ambil darah kapiler
10 ul pada kontrol person (tidak terpapar organoposfat) masukan ke dalam tabung yang
telah berisi larutan Bromotymol blue(indicator), tambahkan 0,5 ml lariutan
acetylcholine perchlorate kedalam tabung, homogenkan dengan pelan jangan sampai
timbul gelembung, pindahkan larutan dari tabung tes ke cuvet masukan cuvet ke dalam
comperator, hidupkan comperator sampai hasilnya cocok dengan warna standar dan
hasilnya cocok dengan warna standar dan baca hasil yang diperoleh (hasil harus 12,5 %
atau kurang).Blood blank (blanko darah)Ambil darah 10 ul darah control person
masukan dalam tabung test yang telah berisi 1,0 ml aquades (free CO2), homogenkan
lalu pindahkan larutan kedalam cuvet dan tempetkan pada comperator sebelah kiri
dipindahkan sampai pemeriksaan darah sampel.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 17


D. ALAT DAN BAHAN
Alat
 Kapas alkohol 70%
 kapas kering
 lanset
 pipet mikro
 tabung reaksi
 rak
 label nama
 cuvet
 yellow tip autoclik
 komperator dan stopwatch

Bahan
 Sampel darah kapiler
 alkohol 70%
 acetylcholine perlorate
 aquades bebas CO2
 larutan bromtymol blue.

E. Prosedur Kerja
1. JJika orang tersebut telah melewati ambang batas , maka harus di idtirahatkan. Jika
hasil dibawah 50 maka akan diberi peringatan atau disuruh minum susu murni,
kacang hijau + telur ayam setengah matang
2. Daerah yang memiliki banyak sawah (lumajang, nganjuk, dan jombang). Orangnya
akan berkontak langsung dengan penyemprotan. (±40 orang)
3. Siapkan 1 orang kontrol + 40 orang yang diperiksa
Kontrol = warna merah
Orang = No = Umur, Nama, Alamat

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 18


F. Hasil Pengamatan

No Kode sampel Hasil (%) Ket


1. Hilal 87,5 Normal
2. Imel 87,5 Normal
3. Ogi 87,5 Normal

Kesimpulan
Berdasarkanhasil penelitian yang telah dilakukan tentang analisis tingkat enzim
cholinesterase pestisida dalam kelompok A dapat ditarik kesimpulam sebagai
berikut:Hasil uji laboratorium menunjukan bahwa kadar cholinesterase dalam darah 3
orang mengalami keracunan ringan. Dari hasil uji t didapatkan thitung> ttabelberarti
Ada pengaruh kadar cholinesterase terhadap kelompok A

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 19


LAMPIRAN

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 20


DAFTAR PUSTAKA

Marisa, Nadya Dwi,Pratuna. 2018. (pdf). Analisa kadar cholinesterase dalam darah
Dan keluhan kesehatan pada petani kentang kilometer XI kota sungai penuh.
STIKes Perintis Padang : Jurnal Kesehatan Perintis

Ipmawati, Putri Aria dkk. 2016. (pdf). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
keracunan pestisida pada petani di Desa Jati, Kecamatan Sawangan,
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah : Jurnal Kesehatan Masyarakat

Rahmawati, Yeviana Dwi. Martiana, Tri. 2014. (pdf). Pengaruh faktor karakteristik petani
dan metode penyemprotan terhadap kadar kolinesterase : Jurnal Kesehatan
Masyarakat

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 21


BAB IV

UJI EVIKASI

A. TUJUAN PRAKTIKUM

Untuk menyebarkan pestisida ke udara atau lingkungan melalui asap yang diharapkan
dapat membunuh nyamuk dewasa yang infektif, sehingga rantai penularan DHF bisa
diputuskan dan populasinya secara keseluruhan akan menurun.

B. WAKTU PELAKSANAAN

Hari, tanggal : Kamis, 08 agustus 2019

Pukul : 10.00 WIB – selesai

Tempat : Laboratorium Entomologi jurusan Kesehatan Lingkungan


Surabaya

C. DASAR TEORI

Fogging merupakan penyemprotan insektisida sebagai upaya membatasi penularan


penyakit demam berdarah dengue ( DBD ) di rumah penderita penyakit DBD serta
lokasi sekitarnya dan di tempat - tempat umum.
Pengasapan ( Fogging ) dalam rangka pengendalian nyamuk vektor DHF, lazimnya
digunakan fog machine atau fog generator dengan spesifikasi dan persyaratan tertentu.
Ada 2 jenis fog generator, yakni sistem panas (misalnya pulsfog, swingfog) dan sistem
dingin (yaitu ULV grond sprayer). Untuk memperoleh hasil yang optimum, beberapa
hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1. Konsentrasi larutan /solusi, dalam hal ini perlu diperhatikan tentang dosis akhir
(misal : konsentrasi solusi untuk malation = 4-5 % dan dosis = 438 gr/ha) dan cara
pembuatan larutan
2. Nozzle yang dipakai harus sesuai dengan bahan pearut yang digunakan dan debit
keluaran yang diinginkan
3. Jarak moncong mesin dengan obyek/target (max. 100 m, efektif 50 m).
4. Kecepatan dan posisi berjalan ketika mem-fog untuk swingfog -+ 2-3 menit setiap
500 m2untuk satu rumah berikut halamanya, sedangkan untuk ulv 6-8 km/jam
5. Waktu foging disesuaikan dengan kepadatan atau aktifitas puncak dari vektor yang
bersangkutan. Biasanya untuk AE jam 09.00-11.00

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 22


6. Ulangan (cycle), biasanya dengan interval seminggu
7. Tenaga/operator, untuk sistem panas 2 orang/mesin. Untuk sistem dingin 3
orang/mesin

D. ALAT DAN BAHAN


 Alat
1. Sangkar nyamuk untuk uji
2. Aspirator
3. Thermohygrometer
4. Mesin pengasap Swin fog
5. Gelas plastik ( piper cup )
6. Nampan
7. Timer

 Bahan
1. Nyamuk aedes sejumlah 10 ekor untuk diluar dan 10 ekor di dalam ruangan
2. Insektisida
3. Bahan bakar ( bensin dan solar )

E. Prosedur Kerja
1. Ambil 10 ekor nyamuk dengan menggunakan aspirator dan masukkan ke sangkar
uji lalu beri label untuk luar ruangan
2. Kemudian ambil juga 10 ekor nyamuk menggunakan aspirator dan masukkan ke
sangkar uji lalu beri label untuk dalam ruangan
3. Setelah selesai kemudian taruh sangkar uji tersebut sesuai tempat yang tertera pada
label
4. Setelah itu persiapkan alat fogging swim fog untuk melakukan pengasapan
5. Lakukan pengasapan menggunakan alat fogging tersebut, dan semprot daerah
dalam dan juga luar ruangan
6. Setelah itu tunggu hingga 1 jam dan hitung berapa banyak nyamuk yang pingsan di
dalam maupun yang diletakkan di luar rumah

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 23


7. Kemudian setelah satu jam letakkan nyamuk pada gelas plastik lalu letakkan
didalam nampan yang berisi air, dan diatas gelas plastik tersebut letakkan kapas
yang telah dibasahi dengan air gula
8. Diamkan lagi selama 24 jam, amati dan catat berapa nya

F. Hasil Pengamatan
1. Setelah 1 jam
Suhu dan presentase : Max : 31,9ºC , 67%
Min : 29,0º C, 43 %

Jumlah nyamuk yang mati Jumlah nyamuk yang


sementara hidup

Luar 3 ekor 7 ekor

Dalam 10 ekor 0 ekor

Keterangan :

Dari praktikum ini di dapatkan hasil nyamuk yang hidup setelah 1 jam dilakukan
pengasapan (foging ) yang ditempatkan diluar ruang sebanyak 10 ekor, sedangkan
untuk yang didalam ruang sebanyak 0 ekor nyamuk yang hidup. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh daya bunuh racun insektisida yang sudah tidak kuat lagi, sehingga
nyamuk hanya mengalami mati sementara (pingsan) bahkan masih hidup. Selain itu
juga dikarenakan adanya air gula yang digunakan untuk kekuatan nyamuk.
Selain itu untuk hasil didalam ruang didapatkan nyamuk yang lebih banyak mati,
daripada diluar ruang hal ini dapat dipengaruhi oleh daya bunuh insektisida yang sudah
tidak kuat, dan juga dipengaruhi oleh kondisi tempat yang luasnya juga berbeda,
sehingga mengakibatkan kematian yang berbeda pula didalam dan diluar ruang.

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa lingkungan yang tidak


bersih sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit demam berdarah sehingga perlu
dilakukan tindakan pencegahan .Tindakan tersebut meliputi diantaranya kebersihan di
lingkungan dan pelaksanaan fogging atau pengasapan.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 24


Daftar Pustaka

Yulianti Zulfia.2011.Analisis Faktor Yang Berhubungan dengan Permintaan Fogging


Focus di Kelurahan Panggung Kecamatan Tegal Timur Kota Tegal Tahun
2010.Universitas Negeri Semarang : Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat.

S Agus Samsudrajat. 2008. Laporan Praktikum Pengendalian Vektor Fogging.


Surakarta.Universitas Muhammadiyah Surakarta: Fakutas Ilmu Kesehatan
Masyarakat

Ambarwati.Sri Darnoto.dan Dwi Astuti.Fogging Sebagai Upaya Untuk Memberantas


Nyamuk Penyebar Demam Berdarah di Dukuh Tuwak Desa Gonilan,
Kartasura

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 25


LAMPIRAN

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 26


BAB V
UJI BIOESSAY
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk menilai dan mengetahui daya tahan dan efektivitas racun serangga di
lapangan pada bermacam-macam lingkungan.

B. WAKTU PELAKSANAAN
Hari, tanggal : Rabu, 14 Agustus 2019
Pukul : 10.00 WIB – selesai
Tempat : Laboratorium Entomologi jurusan Kesehatan Lingkungan
Surabaya

C. LANDASAN TEORI
a. Pengendalian Vektor
Dalam PERMENKES RI No 374/MENKES/PER/III/2010, pengendalian
vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk:
1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak
lagi beresiko untuk terjadinya penularanan penyakit di suatu wilayah.
2. Menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor
dapat dicegah. Vektor merupakan makhluk hidup yang perlu untuk
dikendalikan.
Terdapat 3 metode pengendalian vektor yaitu:
1. Pengendalian secara fisik dan mekanik
Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk
mencegah,, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan
populasi vektor secara fisik dan mekanik. Contohnya: modifikasi dan
manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman
bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll), pemasangan kelambu, memakai
baju lengan panjang, penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle
barrier), pemasangan kawat.

2. Pengendalian secara biologi


Pengendalian secara biologi yaitu pemanfaatan predator yang menjadi
musuh vektor dan bioteknologi sebagai alat untuk mengendalikan vektor.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 27


Misalnya, predator pemakan jentik (ikan, mina padi,dan lain sebagainya),
pemanfaatan bakteri, virus, fungi, manipulasi gen (penggunaan vektor jantan
mandul dan lain sebagainya)
3. Pengendalian secara kimia
Pengendalian secara kimia merupakan pengendalian vektor dengan
menggunakan pestisida kimia. Misalnya, penggunaan kelambu berinsektisida,
larvasida dan lain sebagainya

b. Vektor
Vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular
penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat
dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting
karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar
(Soulsby dalam Beriajaya).

c. Pengertian Nyamuk
Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut
klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi
menjadi 109 genus dan Anophelinae yang terbagi menjadi 3 genus. Di seluruh
dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk namun sebagian besar dari spesies
nyamuk tidak berasosiasi dengan penyakit virus (arbovirus) dan penyakitpenyakit
lainnya. Jenis–jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, dari subfamili Culicinae
adalah Aedes sp, Culex sp, dan Mansonia sp, sedangkan dari subfamili
Anophelinae adalah Anopheles sp (Harbach,2008).
Semua jenis nyamuk membutuhkan air untuk hidupnya, karena larva nyamuk
melanjutkan hidupnya di air dan hanya bentuk dewasa yang hidup di darat
(Sunaryo, 2001). Telur nyamuk menetas dalam air dan menjadi larva. Nyamuk
betina biasanya memilih jenis air tertentu untuk meletakkan telur seperti pada air
bersih, air kotor, air payau, atau jenis air lainnya. Bahkan ada nyamuk yang
meletakkan telurnya pada axil tanaman, lubang kayu (tree holes), tanaman
berkantung yang dapat menampung air, atau dalam wadah bekas yang
menampung air hujan atau air bersih (Rattanarithikul dan Harrison, 2005).
Telur nyamuk menetas dalam air dan menjadi larva. Larva nyamuk hidup
dengan memakan organisme kecil, tetapi ada juga yang bersifat sebagai predator

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 28


seperti larva Toxorhynchites sp yang memangsa jenis larva nyamuk lain yang
hidup dalam air. Kebanyakan nyamuk betina menghisap darah manusia atau
hewan lain seperti kuda, sapi, babi, dan burung dalam jumlah yang cukup
sebelum perkembangan telurnya. Namun ada jenis nyamuk yang bersifat spesifik
dan hanya menggigit manusia atau mamalia
 Aedes aegypti
Aedes aegypti adalah nyamuk yang termasuk dalam subfamili Culicinae,
famili Culicidae, ordo Diptera, kelas Insecta. Nyamuk ini berpotensi untuk
menularkan penyakit demam berdarah dengue (DBD). DBD adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan demam mendadak, perdarahan baik di kulit
maupun di bagian tubuh lainnya serta dapat menimbulkan syok dan kematian.
Penyakit DBD ini terutama menyerang anak-anak termasuk bayi, meskipun
sekarang proporsi penderita dewasa meningkat.
Taksonomi Aedes aegypti Urutan klasifikasi dari nyamuk Aedes aegypti
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Subphylum : Uniramia

Kelas : Insekta

Ordo : Diptera

Subordo : Nematosera

Familia : Culicidae

Sub family : Culicinae

Tribus : Culicini

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 29


d. Uji Bio Assay
Bio Assay adalah kemampuan insektisida membunuh serangga bergantung
pada bentuk, cara masuk kedalam tubuh serangga, macam bahan kimia,
konsentrasi dan jumlah (dosis) insektisida. Selain itu juga harus memperhatikan
faktor-faktor yaitu spesies serangga yang akan di berantas, ukuran, stadium,
system pernapasam dan bentuk mulut, penting juga mengetahui habitat dan
perilaku serangga dewasa termasuk kebiasaan makannya. Untuk mengetahui
efektif atau tidaknya insektisida yang digunakan dalam program pengendalian
vektor perlu dilakukan uji bio assay. Uji Bioassay adalah suatu cara untuk
mengukur efektivitas suatu insektisida terhadap vektor penyakit. Ada 3 jenis Uji
Bioassay yaitu :
1. Uji bioassay kontak langsung (residu)
2. Uji bioassay kontak tidak langsung (air bioassay) (residu)
3. Uji bioassay untuk pengasapan (fogging/ULV)

e. Pestisida
Pestisida (Inggris : Pesticide) berasal dari kata pest yang berarti organisme
pengganggu tanaman (hama) dan cide yang berarti mematikan atau racun. Jadi
pestisida adalah racun yang digunakan untuk membunuh hama. Menurut USEPA
(United States Environmental Protection Agency), pestisida merupakan zat atau
campuran yang digunakan unuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau
memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman dan mikroorganisme pengganggu
(Soemirat, 2003 dalam Zulkanain, 2010).
Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI NO.24/Permentan/SR.140/4/2011
tentang syarat dan tatacara pendaftaran pestisida menyatakan pestisida merupakan
semua zat kimia dan bahan lain serta zat renik dan virus yang dipergunakan
untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
2. Memberantas rerumputan
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman
tidak termasuk pupuk

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 30


5. Memeberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan
ternak
6. Memberantas atau mencegah hama-hama air
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam
rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; dan/atau
8. Memberantas atau mencegah biatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada
tanaman, tanah atau air.
Suatu jenis pestisida dapat diperoleh dalam beberapa bentuk formulasi yang
berbeda, berikut adalah beberapa jenis formulasi pestisida yang umum digunakan
dan di perdagangkan (Sastroutomo, 1992):
1. Emulsi Pekat (Emulsifiable Concentrate)
Bahan ini merupakan formulasi cairan yang bahan aktifnya dapat larut dalam
pelarut yang tidak larut dalam air seperti minyak. Oleh karena itu, jika formulasi
ini dicampurkan dengan air maka akan membentuk emulsi pekat. Sehingga untuk
mengurangi emulsi, maka dicampurkan zat penahan emulsi. Selain
ditambahkannya zat penahan emulsi, pencampuran dosis yang sesuai dapat
mengurangi terjadinya emulsi. Kestabilan emulsi sangat dipengaruhi oleh pH air
dan kondisi penyimpanan.

2. Serbuk Basah (Wettable Powders)


Serbuk basah merupakan formulasi pestisida yang kering dengan kandungan
bahan aktif yang cukup tinggi. Apabila formulasi ini dicampurkan dengan air,
maka akan terbentuk dua lapisan yang terpisah dimana bagian serbuknya akan
berada di bagian atas. Untuk menghindarai hal ini, formulasi dicampurkan dengan
bahan pembasah (wetting agent), karena tanpa adanya bahan ini serbuk tidak akan
dapat bercampur dengan air. Pada umumnya, formulasi serbuk basah
mengandung 50-75% tanah liat atu bedak sehingga formulasi ini dapat cepat
tenggelam ketika dicampur air dan mengendap di bagian bawah tangki
penyemprot. Sehingga apabila akan digunakan harus diaduk terlebih dahulu.
Pestisida dalam formulasi ini sering digunakan untuk mengendalikan jenis jasad
pengganggu.

3. Serbuk Larut Air (Water Soluble Powders)

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 31


Sama halnya dengan formulasi serbuk basah, formulasi ini merupakan formulasi
kering. Perbedaannya adalah formulasi ini dapat membentuk larutan jika
dicampur dengan air. Formulasi ini biasanya mengandung 50% bahan aktif.
Biasanya diperlukan bahan pembasah atau bahan perata jika digunakan untuk
menyemprot tanaman yang mempunyai permukaan batang atau daun yang
licin dan berbulu.

4. Suspensi
Terdapat jenis-jenis pestisida yang dapat terlarut dalam air atau pelarutan
minyak. Selain itu ada beberapa jenis pestisisda yang hanya larut pada jenis-jenis
pelarut orgaik yang sulit untuk diperoleh sehingga formulasinya mahal dan sulit
diperdagangkan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka bahan murninya harus
dicampur terlebih dahulu dengan serbuk tertentu dan sedikit air sehingga
terbentuk campuran pestisida dengan serbuk halus yang basah. Campuran ini
dapat bercampur dengan rata jika larutan dalam air sebelum disemprotkan.
Komposisi inilah yang dikelan dengan suspensi.

5. Debu
Debu merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana untuk dipakai, debu
merupakan formulasi kering yang mengandung konsentrasi bahan aktif yang
sangat rendah yaitu berkisar 1-10%. Bahan murninya dicampurkan dengan bahan
liat kemudian dihancurkan menjadi halus seperti debu. Formulasi ini biasanya
digunakan dalam bentuk kering tanpa perlu dicampur dengan air atau zat pelarut
lainnya. Pestisida jenis ini sangat mudah utuk digunakan dikawasan yang sempit.
Debu pestisida mudah melekat pada daun yang basah, oleh karena itu sering
digunakan pada waktu masih pagi. Dikarenkana ukurannya yang sangat kecil,
sehingga formulasi ini bisa dengan mudah diterbangkan oleh angin ke tempat lain
yang bukan sasarannya. Hal inilah yang menyebabkan formulasi ini tidak tepat
digunakan di daerah yang terbuka dan luas.

6. Butiran (Granules)
Formulasi ini menyerupai debu tetapi dengan ukuran yang besar dan dapat
digunakan langsung tanpa cairan atau dicampur dengan bahan pelarut. Bahan
aktif dari formulasi ini pada mulanya berbentuk cair tetapi setelah dicampur

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 32


dengan butiran, bahan aktifnya akan menyerap atau melekat pada butiran. Jumlah
bahan aktif yang terdapat pada formulasi ini biasanya berkisar antara 2-45%.

7. Aerosol
Penyemprotan nyamuk, penyemprotan wangi-wangian, penyemprot rambut dan
lain sebagainya merupakan beberapa contoh aerosol yang sering kita gunakan.
Insektisida semprot telah banyak dikembangkan sejak Perang Dunia II. Jenis
insektisida tersebut hanya efektif terhadap serangga yang terbang atau merayap
dengan pengaruh residu yang sangat rendah. Bahan aktifnya mudah larut dan
menguap dengan ukuran butiran kurang dari 10µm sehingga mudah terhisap
manusia pada saat bernafas, oleh karena itu pada waktu melakukan penyemprotan
sebaiknya nafas ditahan.

8. Umpan
Umpan merupakan makanan atau bahan-bahan tertentu yang telah dicampur
dengan racun. Bahan ini menjadi daya penarik jasad pengganggu sasaran. Umpan
dapat digunakan di rumah, kantor, kebun ataupun sawah dan bisa digunakan pada
tikus, lalat, burung ataupun siput.

9. Gas
Fumigan merupakan formulasi dalam bentuk gas atau cairan yang mudah
menguap. Gas ini dapat menyerap dikulit. Fumigan sering digunakan untuk
mengendalikan hama-hama gudang, hama-hama, dan jamur patogen yang berada
di dalam tanah. Fumigan dapat memberikan pengaruh yang total terhadap segala
jenis jasad pengganggu termasuk biji-biji gulma di dalam tanah. Gas-gas yang
digunakan dalam fumigasi dangat beracun terhadap manusia.

f. Jenis-jenis Pestisida
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa
mematikan semua jenis serangga, seperti nyamuk, kecoa, kutu bususk, rayap
dan sebagainya.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.
3. Bakterisida disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 33


4. Nermatisida, digunakan untuk mengendalikan atau memberantas hama
cacing (nematoda). Hama ini sering merusak akar atau umbi tanaman.
5. Herbisida adalah senyawa kimia beracun yang dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma, seperti enceng
gondok, rumput teki, dan alang-alang.
6. Rodentisida adalah pestisida untuk memberantas binatang pengerat, misalnya
tikus.

g. Insektisida
Insektisida adalah salah satu dari jenis pestisida selain jenis fungisida,
rodentisida, herbisida, nematisida, bakterisida, virusida, acorisida, mitiusida,
lamprisida dan lain-lain. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973
batasan dari pestisida adalah semacam zat kimia dan bahan lain serta jasad renik
dan virus yang digunakan untuk :
1. Memberantas atau mencegah hama, penyakit yang merusak tanaman, bagian
tanaman atau hasilhasil pertanian.
2. Memberantas gulma.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman (tidak
termasuk pupuk).
5. Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan peliharaaan/ternak.
6. Memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga.
7. Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau binatang perlu yang dilindungi.
Pestisida sebelum sampai ke tangan petani terlebih dahulu harus melalui
Komisi Pestisida (Kompes) yang tugasnya mengawasi dan memberi izin
pemakaian pestisida di Indonesia. Kompes berada di bawah lindungan
Departemen Pertanian dan biasanya ditetapkan untuk dua kali satu tahun. Ini
berarti bahwa pabrik-pabrik pestisida tidak dapat begitu saja atau secara
sembarangan untuk menghasilkan obat pemberantasan hama tersebut dan
memaksakan penggunaannya.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 34


h. Lamda-cyhalothrin 10% WP
Lambda-cyhalothrin adalah lebar spetrum insektisida untuk pengendalian
hama serangga kesehatan masyarakat dan bahan kimia pertanian.. Lambda
Cyhalothrin 10% WP hanya untuk kesehatan masyarakat dan penggunaan rumah
tangga saja. Tidak digunakan pada tanaman pangan apapun. NCON 10 WP adalah
insektisida spektrum luas yang digunakan sebagai semprotan sisa terhadap
nyamuk vektor dewasa yang memiliki kepentingan kesehatan masyarakat dan
pengendalian nyamuk, lalat rumah, dan kecoak. Bahan aktif lambda-Cyhalothrin
adalah pyrethroid sintetis baru yang dikembangkan sebagai hasil pencarian yang
ekstensif.
Lamba-cyhsloyhrin digunakan untuk:
1. kesehatan masyarakat insektisida untuk mengusir dan membunuh nyamuk.
lalat, kecoa, semut dan menggigit serangga lainnya dalam kesehatan
masyarakat, ternak dan industri.
2. Digunakan untuk agrokimia pestisida untuk pengendalian hama termasuk
kutu daun, kumbang, kupu-kupu larva, tanaman termasuk kapas, sereal, hop,
Omamentals, kentang, sayuran atau orang lain.

D. ALAT DAN BAHAN


Alat
1. Aspirator
2. Kerucut plastic
3. Masking tape/ paku/ karet gelang
4. Gelas plastik/kertas
5. Sling hygrometer dan thermometer
6. Isolasi
7. Gunting
8. Alat penyemprot pada dinding
9. Kapas
Bahan
1. Nyamuk yang masih hidup
2. Racun insektisida
3. Larutan gula

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 35


E. PROSEDUR KERJA
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Kemudian siapkan kerucut plastik yang dibawahnya telah dilapisi dengan spons
3. Lalu siapkan atau campurkan racun insektisida yang akan di uji degan air sesuai
dengan takarannya, dan masukkan kedalam alat penyemprot untuk dinding
4. Semprotkan racun tersebut ke semua bagian dinding yang akan dipasang kerucut
plastik, semprot secara merata pada dinding tembok, dinding triplek, dll
5. Lalu ambil nyamuk dari kotak nyamuk menggunakan aspirator taruh pada gelas
plastik
6. Kemudian tempelkan kerucut plastik yang sudah dilapisi dengan spons pada
dinding yang telah disemprot dengan insektisida
7. Tempelkan juga satu kerucut plastik yang sudah dilapisi dengan spons pada
dinding yang tidak disemprot dengan insektisida sebagai control
8. Masukkan nyamuk yang telah disiapkan pada grelas plastik tadi, dan masukkan
pada kerucut plastik yang ada di dinding menggunakan aspirator masing – masing
25 ekor nyamuk setiap kerucut
9. Tutup ujung kerucut dengan menggunakan kapas
10. Tunggu sampai satu jam dan hitung berapa banyak nyamuk yang mati
11. Setelah satu jam ambil semua nyamuk yang ada pada kerucut plastik menggunakan
aspirator dan masukkan pada gelas plastik yang telah diberi label, catat berapa
banyak nyamuk yang mati, kemudian ukur suhu maksimum dan minimum pada
ruangan tersebut
12. Kemudian taruh nyamuk tersebut pada nampan yang berisi air air dan beri kapas
yang telah dibasahi dengan air gula dan taruh diatas gelas plastik tersebut.
13. Tunggu selama 24 jam
14. Setelah 24 jam catat berapa banyak nyamuk yang mati dan hitung suhu masksimum
dan minimumnya

F. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PRAKTIKUM

Terhadap 3 media untuk uji coba bioassay :


1. Pada tembok dari semen, dari 25 ekor nyamuk, setelah kontak 1 jam dengan racun
ternyata 21 ekor nyamuk mati

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 36


2. Pada tempeh dari rotan, dari 25 ekor nyamuk, setelah kontak 1 jam dengan racun
ternyata 25 ekor nyamuk mati semua.
3. Pada pintu dari kayu, dari 25 ekor nyamuk hasilnya adalah 25 ekor nyamuk,
setelah kontak 1 jam dengan racun ternyata 25 ekor nyamuk yang masih hidup.
PEMBAHASAN
Dari praktikum yang dilakukan pada Kamis, 15 Agustus 2019 di
Laboratorium Entomologi Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya Poltekkes
Kemenkes Surabaya. Didapatkan hasil bahwa dari 3 media yaitu pada dinding
semen yang telah dilakukan penyemprotan, setelah ditunggu selama satu jam dari
25 nyamuk uji sebanyak 21 nyamuk yang mati. Hal ini menunjukkan bahwa racun
Lamdha-cyhalothein 10% wp mempunyai kemampuan dalam membunuh nyamuk
dalam 1 jam yang cukup baik karena dapat membunuh 84% dari nyamuk uji, Pada
media rotan yang telah dilakukan penyemprotan, setelah ditunggu selama satu jam
dari 25 nyamuk uji, semua nyamuk mati semua. Sedangkan di pintu yang telah
dilakukan penyemprotan, setelah ditunngu selama satu jam dari 25 nyamuk uji,
semuanya masih hidup.
Nyamuk dikatakan mati jika nyamuk tersebut, tidak dapat terbang, tidak
dapat bangun tegak, kakinya sudah tidak kuat untuk menyangga tubuhnya,
meskipun kakinya masih gerak sedikit tapi jika nyamuk tersebut tidak bisa terbang
dan berdiri maka nyamuk tersebut dikatakan

G. KESIMPULAN DAN SARAN


Bioassay merupakan kemampuan insektisida membunuh serangga bergantung
pada bentuk, cara masuk kedalam tubuh serangga, macam bahan kimia, konsentrasi
dan jumlah (dosis) insektisida. Dari praktikum yang telah kami lakukan dapat
diketahui bahwa pengendalian vektor nyamuk dapat dilakukan dengan metode
bioassay karena dianggap cukup efektif. Dimana pengujian dapat dilakukan pada
ruangan tertutup dan ruang terbuka dengan jumlah nyamuk 25 ekor tiap kerucut
plastik pada 3 media yang berbeda yaitu : pada tembok sebanyak 21 ekor nyamuk
yang mati, pada tempeh dari rotan sebanyak 25 ekor nyamuk yang mati dan pada
pintu dari kayu 25 ekor nyamuk mati.
Dalam praktikum uji bioassay hendaknya dilakukan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan agar dapat meminimalisir terjadinya kesalahan dan mendapatkan
hasil yang akurat sesuai yang diharapkan.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 37


H. DAFTAR PUSTAKA
Amalia Akita. 2015. Pengaruh Pelatihan Dan Pendampingan Melalui Sms Reminder
Terhadap Perilaku Pengendalian Nyamuk Aedes Aegypty Dalam
Pencegahan Penyakit Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Medan
Helvetia Tahun 2015 (Tesis). Medan. Universitas Sumatera Utara.
Hiswani. 2012. Pencegahan Penyakit Dbd. Medan. Universitas Sumatera Utara.
Jenis-jenis Pestisida. 2013 di kutip dari buku IPA FISIKA SMP diakses
pada tanggal 7-12-2017
Kartika Ishartadiati. 2014. Aedes Aegypti Sebagai Vektor Demam
Berdarah
Dengue. Surabaya. Universitas Wijaya Kusuma Lambda-cyhalothrin
diakses pada hari jum’at pada tanggal 25 Oktober 2019 melalui
https://indonesian.alibaba.com/product-detail/names-chemicals-pesticide-
of-lambda-cyhalothrin-10-wp-62-5gram-water-
solublebag60279998777.html

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 38


Lampiran

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 39


BAB VI

SURVEY JENTIK

A. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa terampil dalam melakukan pengukuran kepadatan (density)
larva/jentik di permukiman/tempat-tempat umum.
2. Mahasiswa dapat mengetahui jenis larva/jentik yang tertangkap dalam
pengamatan.
3. Mahasiswa mengetahui bionomic dari larva/jentik nyamuk (fungsi, bahan, dan
volume kontainer) dipergunakan.
4. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi hasil pengukuran kepadatan
larva/jentik dengan parameter House Index, Container Index, Breteau Index dan
Density Figure.
5. Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan upaya pengendalian keberadaan
larva/jentik di permukiman atau tempat-tempat umum.

B. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Jum’at, 11 Oktober 2019
Waktu : 06.00-09.00 WIB
Tempat : Gubeng Kertajaya Surabaya

C. Dasar Teori

1. Pemberantasan Habitat Jentik dan Nyamuk

Angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang cenderung sulit turun


menyebabkan berbagai upaya pemberantasan terus dilakukan. Sebagaimana kita kenal,
metode pemberantasan habitat nyamuk ini, misalnya dengan upaya pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), masih dianggap cara paling efektif. Berkaitan dengan hal
tersebut pemerintah memiliki program kajian yaitu dengan melakukan survei jentik
pada rumah-rumah warga.
Jumantik kepanjangan dari Juru Pemantau Jentik merupakan seorang petugas
khusus yang secara sukarela mau bertanggung jawab untuk melakukan upaya
pemantauan jentik nyamuk DBD Aedes Aegypti di wilayah-wilayah dengan

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 40


sebelumnya melakukan pelaporan ke kelurahan atau puskesmas terdekat. Tugas dari
Jumantik pada saat memantau wilayah – wilayah diantaranya :
a. Menyambangi rumah-rumah warga untuk cek jentik.
b. Mengecek tempat penampungan air dan tempat yang dapat tergenang air bersih
apakah ada jentik dan apakah sudah tertutup dengan rapat. Untuk tempat air yang sulit
dikuras diberi bubuk larvasida (abate).
c. Mengecek kolam renang serta kolam ikan agar bebas dari keberadaan jentik
nyamuk.
d. Membasmi keberadaan pakaian/kain yang tergantung di dalam rumah.
Pemantauan jentik nyamuk dilakukan satu kali dalam seminggu, pada waktu pagi
hari,apabila diketemukan jentik nyamuk maka jumantik berhak untuk memberi
peringatan kepada pemilik rumah untuk membersihkan atau menguras agar bersih dari
jentik-jentik nyamuk.
Selanjutnya jumantik wajib membuat catatan atau laporan untuk dilaporkan ke
kelurahan atau puskesmas terdekat dan kemudian dari Puskesmas atau kelurahan
dilaporkan ke instansi terkait atau vertikal. Selain petugas Juru Pemantau Jentik
(Jumantik), tiap-tiap masyarakat juga wajib melakukan pengawasan/pemantauan jentik
di wilayahnya (self Jumantik) dengan minimal tekhnik dasar 3M Plus, yaitu;
a. Menguras
Menguras adalah membersihkan tempat-tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti kolam renang, bak kamar mandi, ember air, tempat air
minum, penampungan air , lemari es ,dll
b. Menutup
Menutup adalah memberi tutup secara rapat pada tempat air yang ditampung
seperti bak mandi, botol air minum, kendi, dll
c. Mengubur
Mengubur adalah menimbun dalam tanah bagi sampah-sampah atau benda yang
sudah tidak dipakai lagi yang berpotensi untuk tempat perkembangbiakan dan bertelur
nyamuk di dalam rumah.
Plus Kegiatan-kegiatan Pencegahan, seperti :
a. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
b. Menaburkan bubuk Larvasida di tempat-tempat air yang sulit dibersihkan.
c. Tidak menggantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan horden
yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 41


d. Menggunakan obat nyamuk / anti nyamuk.
e. Membersihkan lingkungan sekitar,terutama pada musim penghujan.
Dengan melakukan tindakan-tindakan positif seperti yang telah disebutkan di atas
akan dapat menekan atau mengurangi penyebaran dan perkembangbiakan vektor
nyamuk sehingga meminimalisasi ancaman tertular penyakit DBD, Chikungunya,
ataupun Malaria.
2. Definisi Container
Kontainer merupakan semua tempat/wadah yang dapat menampung air yang mana
air didalamnya tidak dapat mengalir ke tempat lain. Dalam container seringkali
ditemukan jentik-jentik nyamuk karena biasanya kontainer digunakan nyamuk untuk
perindukan telurnya. Misalnya saja nyamuk Aedes aegypti menyukai kontainer yang
menampung air jernih yang tidak langsung berhubungan langsung dengan tanah dan
berada di tempat gelapsebagai tempat perindukan telurnya. (Dinkes DKI Jakarta, 2003)
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2003), tempat perindukan nyamuk Aedes
aegypti dibedakan menjadi 3, yaitu:
a. Tempat penampungan air (TPA), yaitu tempat untuk menampung air guna
keperluan sehari–hari seperti tempayan, bak mandi, bak WC, ember, dan lain–lain.
b. Bukan TPA, seperti tempat minum hewan peliharaan, barang–barang bekas (ban
bekas, kaleng bekas, botol, pecahan piring/gelas), vas bunga, dll.
c. Tempat penampungan air alami (natural/alamiah) misalnya tempurung kelapa,
lubang di pohon, pelepah daun, lubang batu, potongan bambu, kulit kerang dll.
Kontainer ini pada umumnya ditemukan diluar rumah.

3. Definisi Nyamuk
Nyamuk termasuk jenis serangga yang masuk pada kelas Hexapoda orde Diptera.
Pada umumnya nyamuk mengalami 4 tahap dalam siklus hidupnya (metamorfosis),
yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu telur – larva – pupa – dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup
didalam air, sedangkan stadium dewasa hidup diluar air. Pada umumnya telur akan
menetas dalam 1-2 hari setelah terendam dalam air. Stadium jentik biasanya
berlangsung antara 5-15 hari, dalam keadaan normal berlangsung 9-10 hari. Stadium
berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2 hari, kemudian menjadi nyamuk
dewasa dan siklus tersebut akan berlangsung kembali. Dalam kondisi yang optimal,

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 42


perkembangan dari stadium telur sampai menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu
sedikitnya 9 hari.

Nyamuk
Betina
Dewasa

Nyamuk Telur
Muda (1-2 hari)

Pupa (2- Jentik


4 hari) (7-9 hari)

Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti


Induk nyamuk biasanya meletakkan telur nyamuk pada tempat yang berair dan
tidak mengalir. Pada tempat kering, telur nyamuk akan rusak dan mati. Kebiasaan
meletakkan telur dari nyamuk berbeda-beda tergantung dari jenisnya.
a. Nyamuk Anopheles akan meletakkan telurnya di permukaan air satu persatu atau
bergerombol tetapi saling lepas, telur Anopeles mempunyai alat pengapung.
b. Nyamuk Culex akan meletakkan telur di permukaan air secara bergerombolan dan
bersatu berbentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung.
c. Nyamuk Aedes meletakkan telur yang mana menempel pada dinding kontainer dan
mengapung di permukaan air.

Gambar 2.2. Perbedaan nyamuk Anopheles, Aedes dan Culex

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 43


Menurut Ririh Yudhastuti (2011), adapun sifat nyamuk dewasa berbeda-beda
bergantung dari spesies nyamuknya. Berikut sifat-sifat umum yang dimiliki adalah :

1) Nyamuk betina membutuhkan darah untuk proses reproduksi seperti pembentukan


telur, sedangkan nyamuk jantan senang tetap tinggal didaerah dekat perindukannya,
atau di tumbuh-tumbuhan.
2) Nyamuk memiliki jarak terbang yang berbeda-beda tergantung jenis spesiesnya.
Misalnya nyamuk Anopheles bisa mencapai jarak terbang hingga 3 km. Selain itu,
hal tersebut dipengaruhi oleh kelembaban udara. Penyebaran dari nyamuk itu
sendiri bisa bersifat aktif maupun pasif.
3) Nyamuk juga memiliki waktu yang spesifik dalam mencari mangsa. Misalnya
nyamuk Anopheles, Culex dan Mansonia menyukai senja hingga fajar dalam
mencari mangsanya. Sedangkan nyamuk Aedes aegypti mencari mangsa di siang
hari. Ditinjau dari tempat hidupnya, nyamuk dibedakan atas beberapa macam yaitu
: (1) Nyamuk yang senang berinduk di air payau (salt marsh type); dan (2) Nyamuk
yang senang berinduk di genangan air yang sifatnya sementara, dibedakan atas :
4) Temporary pool type, jenis nyamuk ini senang berinduk di genangan air yang
sifatnya sementara, seperti bekas pijakan kerbau, manusia, dan sebagainya.
5) Artifial container type, nyamuk yang senang di perindukan genangan air yang
terdapat di kaleng bekas, ban bekas, gelas plastik bekas yang biasanya dibuang oleh
manusia disembarang tempat.
6) Treehole type, jenis nyamuk ini pada dasarnya memiliki selera yang sama seperti
jenis Temporary pool type, hanya saja pada jenis ini banyak ditemukan terutama
pada daerah yang sering hujan atau curah hujannya tinggi, misalnya di lubang-
lubang pohon.
7) Rock pool type, sama halnya dengan Treehole type, hanya saja yang dipilih pada
genangan air di lubang-lubang di batu karang atau padas.

Sedangkan jika ditinjau dari tempat persembunyiannya atau tempat


peristirahatannya, maka nyamuk dikategorikan kedalam dua jenis yaitu :

1.) Natural resting station type, dimana tempat peristirahatannya dalam lubang-
lubang yang ditemui secara alamiah, misalnya pada pohon-pohon, batu karang
atau padas, dan lain sebagainya.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 44


2.) Artifial resting station type, dimana tempat peristirahatannya pada tempat-tempat
yang terbentuk karena hasil karya manusia, baik yang sifatnyasengaja maupun
tidak sengaja misalnya dalam rumah disela-sela baju yang digantung, adanya
kaleng bekas, dan sebagainya.

4. Angka Kepadatan Jentik


Untuk mengetahui kepadatan vektor nyamuk pada suatu tempat, diperlukan survei
yang meliputi survei nyamuk, survei jentik serta survei perangkap telur (ovitrap). Data-
data yang diperoleh, nantinya dapat digunakan untuk menunjang perencanaan program
pemberantasan vektor. Dalam pelaksanaannya, survei dapat dilakukan dengan
menggunakan 2 metode (Depkes RI, 2005), yakni :
1. Metode Single Larva
Survei ini dilakukan dengan cara mengambil satu jentik disetiap tempat-tempat yang
menampung air yang ditemukan ada jentiknya untuk selanjutnya dilakukan identifikasi
lebih lanjut mengenai jenis jentiknya.
2. Metode Visual
Survei ini dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap tempat
genangan air tanpa mengambil larvanya.

Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk Aedes
aegypti akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan ukuran sebagai
berikut:
1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah
yang diperiksa.

Jumlah rumah yang positif jentik


HI = X 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa

2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari
seluruh kontainer yang diperiksa

Jumlah kontainer yang positif jentik


CI = X 100 %
Jumlah kontainer yang diperiksa

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 45


3. Breteu Index (BI) adalah jumlah kontainer dengan larva dalam seratus
rumah.
Jumlah kontainer yang positif jentik
BI = X 100 %
100 rumah yang diperiksa

4. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase antara rumah yang tidak
ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa.

Jumlah rumah yang (-) jentik


ABJ = X 100 %
Jumlah rumah yang diperiksa

HI lebih menggambarkan penyebaran nyamuk di suatu wilayah. Density figure


(DF) adalah kepadatan jentik Aedes aegypti yang merupakan gabungan dari HI, CI dan
BI yang dinyatakan dengan skala 1-9 seperti tabel menurut WHO Tahun 1972di bawah
ini :
Tabel 2.1 Larva Index
Density figure Container Index Breteau Index
House Index (HI)
(DF) (CI) (BI)
1 1–3 1-2 1-4
2 4–7 3-5 5–9
3 8 – 17 6-9 10 – 19
4 18 – 28 10 -1 4 20 – 34
5 29 – 37 15 – 20 35 -49
6 38 – 49 21 - 27 50 – 74
7 50 -59 28 - 31 75 – 99
8 60 – 76 32 – 40 100 – 199
9 >77 >41 >200
Sumber: WHO (1972)

Keterangan Tabel :
DF = 1 = kepadatan rendah
DF = 2-5 = kepadatan sedang

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 46


DF = 6-9 = kepadatan tinggi.
Berdasarkan hasil survei larva dapat ditentukanDensity Figure. Density Figure
ditentukan setelah menghitung hasil HI, CI, BI kemudian dibandingkan dengan tabel
Larva Index. Apabila angka DF kurang dari 1 menunjukan risiko penularan rendah, 1-
5 resiko penularan sedang dan diatas 5 risiko penularan tinggi.

D. Alat dan Bahan


1. Senter
2. Pipet
3. Botol
4.. Gayung

E. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Mengamati semua penampungan air baik di dalam maupun diluar rumah
3. Menanyakan kepada pemilik rumah letak penampungan air
4. Mengamati ada tidaknya jentik
5. Mengamati secara makroskopis jentik
6. Jika ditemukan larva atau jentik, amati dan catat rumah, letak container, jenis,
jumlah dan waktu PSN serta pemberian bubuk abate
7. Menghitung kepadatan jentik dengan parameter : HI, CI, BI dan DF

F. Hasil dan Pembahasan

Tabel Hasil

Nama Petugas RT Jumlah Rumah yang Keterangan Jentik


Diperiksa

Hilal 1 6 +1

Imel, Deffani 2 9 +1

Risma, Rany 3 11 -

Aricha, Ogi, Rika, 4 11 -


Dila

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 47


Eva, Nurisya, Herlis 5 11 +1

Rara, Indri 6 11 -

Intan, Vena 7 11 +2

Assyifaul, Alivia 8 11 +3

Total 81 8

Angka Parameter Digunakan :


- Angka Bebas Jentik (ABJ)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ (−)𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎
ABJ = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
73
ABJ = x 100% = 90%
81

Pembahasan
Dari hasil pengamatan larva atau jentik di permukiman Kertajaya pada tanggal
11 Oktober 2019 pukul 06.00 WIB dan dengan menggunakan single larvae methode di
temukan jumlah rumah (+) larva ada 8 buah dari 81 rumah yang diperiksa. Sedangkan
pada jumlah container (+) larva ada 5 buah dari 189 buah container yang diperiksa.
Dan adapun angka parameter yang digunakan yaitu Angka Bebas Jentik (ABJ)
yang merupakan jumlah rumah (-) larva dibagi dengan jumlah rumah yang diperiksa
dikalikan 100.
Untuk nilai ABJ 90% dimana dikatakan masih diperlukannya pengendalian oleh
warga setempat. Dengan beberapa cara seperti selalu menguras bak mandi setiap 1
minggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, selalu
menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah jangan sampai di rumah ada sampah
seperti botol plastik atau kaleng yang dapat menjadi tempat penampungan air alamiah,
selalu membersihkan tempat mandi burung, membersihkan pot-pot yang tergenang air
dan menaburkan bubuk abate.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 48


G. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan larva atau jentik di permukiman Kertajaya pada tanggal

11 Oktober 2019 pukul 06.00 WIB dan dengan menggunakan single larvae methode di

temukan jumlah rumah (+) larva ada 8 buah dari 81 rumah yang diperiksa. Sedangkan

pada jumlah container (+) larva ada 5 buah dari 189 buah container yang diperiksa.

ABJ 90%.

H. Saran
Setiap rumah di Gubeng Kertajaya hendaknya melakukan pembenahan
sesegera mungkin seperti :
1. Menguras bak mandi setiap 1 minggu sekali
2. Menutup tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tondon
3. Selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah jangan sampai di rumah
ada sampah seperti botol plastik atau kaleng yang dapat menjadi tempat
penampungan air alamiah,
4. Selalu membersihkan tempat mandi burung, kolam dan lain-lain
5. Membersihkan pot-pot yang tergenang air dan
6. Menaburkan bubuk abate

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 49


Lampiran

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 50


BAB VII

KEPADATAN LALAT

A. Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa terampil dalam melaksanakan pemantauan kepadatan lalat
2. Agar mahasiswa mampu melakukan analisis dari pemantauan kepadatan lalat

B. Waktu Pelaksanaan
Tanggal Pelaksanaan : 25 Oktober 2019
Waktu Pelaksanaan : Pukul 06.00 – 08.30
Tempat Pelaksanaan : Pasar Tambak Rejo

C. Dasar Teori
1. Pengertian dan Pola Hidup Lalat
Lalat adalah jenis serangga yang berasal dari Subordo
Cyclorrapha Ordo Diptera yang pada umumnya mempunyai sepasang sayap asli serta
sepasang sayap kecil yang digunakan untuk menjaga stabilitas saat terbang. Selain itu,
lalat memiliki kecenderungan untuk memilih warna alami batang (coklat), dan warna
alami dari buah yaitu warna hijau ( seperti : apel, mangga).

Gambar Lalat
Pola Hidup Lalat
Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut :
a. Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik,
tinja,sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang
menumpuk secara kumulatif sangat disenangi oleh lalat dan larva lalat, sedangkan
yang tercecer dipakai tempat berkembang biak lalat.
b. Jarak Terbang

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 51


Jarak terbang sangat tergantung pada adanya makan yang tersedia.Jarak
terbang efektif adalah 450 - 900 meter. Lalat tidak kuat terbang menantang arah
angin, tetapi sebaliknya lalat akan terbang mencapai 1 km.
c. Kebiasaan Makan
Lalat dewasa sangat aktif sepanjang hari, dari makanan yang satu ke
makanan yang lain. Lalat sangat tertarik pada makan yang dimakan oleh manusia
sehari-hari, seperti gula, susu, dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah.
Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam bentuk cair atau
makan yang basah, sedangkan makan yang kering dibasahi oleh ludahnya terlebih
dahulu lalu dihisap.
d. Tempat Istirahat
Pada siang hari, bila lalat tidak mencari makan, mereka akan beristirahat
pada lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik,
serta tempat-tempat dengan yang tepi tajam dan permukaannya vertikal. Biasanya
tempat istirahat ini terletak berdekatan dengan tempat makannya atau tempat
berkembang biaknya, biasanya terlindung dari angin. Tempat istirahat tersebut
biasanya tidak lebih dari 4,5 meter di atas permukaan tanah.
e. Lama Hidup
Pada musim panas, berkisar antara 2-4 pekan.Sedangakan pada musim
dingin bisa mencapai 20 hari.
f. Temperatur
Lalat mulai terbang pada temperatur 15oC dan aktifitas optimumnya pada
temperatur 21oC.Pada temperatur di bawah 7,5oC tidak aktif dan diatas 45oC terjadi
kematian.
g. Kelembaban
Kelembaban erat kaitannya dengan temperatur setempat.
h. Cahaya
Lalat merupakan serangga yang bersifat fototrofik, yaitu menyukai cahaya.
Pada malam hari tidak aktif, namun dapat aktif dengan adanya sinar buatan.

2. Pengertian dan Penjelasan tentang Fly Grill


Fly grill merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk mengukur
kepadatan lalat di suatu tempat. Fly grill dapat dibuat dari bilah – bilah kayu yang
lebarnya 1,9 cm dan tebalnya 1,5 cm dengan panjang masing – masing 82 cm sebanyak

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 52


21 dan dicat warna putih. Bilah – bilah yang telah disiapkan dibentuk berjajar dengan
jarak 2,2 cm pada kerangka kayu yangtelah disiapkan dan pemasangan bilah kayu pada
kerangkanya sebaiknya memakai sekrup sehingga dapat dibongkar pasang. Fly grill
dipakai untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara meletakkan Fly grill pada
tempat yang akan diukur kepadatan lalatnya. Kemudian dihitung jumlah lalat yang
hinggap di atas Fly grill dengan menggunakan alat penghitung (hand counter) selama
30 detik. Sedikitnya pada setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan kemudian dari 5
kali hasil perhitungan lalat yang tertinggi dibuat rata – ratanya dan dicatat dalam kartu
hasil perhitungan .

Gambar Fly grill dan Hand Counter


Selanjutnya angka rata – rata hasil perhitungan digunakan sebagai petunjuk
(indeks) populasi pada satu lokasi tertentu. Sedangkan sebagai interpretasi hasil
pengukuran indeks populasi lalat pada setiap lokasi (Blok Grill) sebagai berikut :
a. 0 – 2 : Rendah atau tidak menjadi masalah
b. 3 – 5 : Sedang dan perlu dilakukan pengamanan terhadap tempat-tempat
berkembangbiakan lalat (tumpukan sampah, kotoran hewan dan lain – lain).
c. 6 – 20 : Tinggi / padat dan perlu pengamanan terhadap tempat – tempat
berkembangbiakan lalat dan bila mungkin direncanakan upaya pengandaliannya.
d. >21: Sangat tinggi / sangat padat dan perlu dilakukan pengamanan
terhadap tempat – tempat perkembangbiakan lalat dan tindakan pengendalian lalat.
Lalat menyukai tempat-tempat yang berbau menyengat dan tempat yang cukup
lembab. Sedangkan,warna yang disukai lalat umumnya adalah warna natural seperti
warna cokelat pada batang dan hijau seperti buah atau sayur segar. Keberadaan lalat
memang cukup mengganggu, tidak hanya dalam estetika saja, tetapi juga menyebabkan
berbagai penyakit.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 53


D. Alat dan Bahan
Alat Bahan :
1. Alat tulis Lalat
2. Alat Penghitung (Hand Counter)
3. Fly Grill
4. Stopwatch
5. Kamera Digital
6. Formulir
7. Higrometer

E. Prosedur Kerja
1. Tentukan lokasi penghitungan kepadatan lalat
2. Keluarkan fly grill dan amati kondisi sekitar
3. Letakkan fly grill pada titik sampling yang telah ditentukan.
4. Hitung kepadatan lalat di titik tersebut dengan durasi setiap 30 detik ada berapa
lalat yang menempel.
5. Ulangi penghitungan kepadatan lalat pada titik berbeda di area yang sama hingga
mendapatkan 10 titik.
6. Lakukan hal yang sama pada area berbeda, tidak boleh kurang dari 5 titik.
7. Hitung rata-rata kepadatan lalat setiap titik dari 5 penghitungan tertinggi
kemudian dibagi 5.
8. Tulis hasil kepadatan lalat di area yang berbeda pada form yang telah disediakan.
9. Ambil 5 angka tertinggi kemudian dibagi 5.
10. Jangan lupa untuk mencatat suhu dan kelembapan rata-rata yang ada di pasar
dengan hygrometer.

F. Hasil dan Pembahasan

Hasil Praktikum
Hasil Pengukuran Kepadatan
Titik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Sayur 1 3 1 4 5 2 0 1 1 0 3

Daging 1 0 3 1 3 3 0 3 1 2 2

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 54


Ayam 0 3 3 7 1 5 1 2 22 0 8

Warung 3 3 1 8 0 0 0 0 0 0 1

TPS 1 6 6 12 5 9 3 3 16 3 10

Buah 2 1 0 0 0 0 2 0 0 0 1

Ikan 0 0 0 2 0 1 0 4 0 0 1

Sembako 1 2 1 2 0 0 0 0 0 0 1

Rumus Kepadatan Lalat di Pasar:


KL = 10+8+3+2+1
= 24/5
=5/block grill

Pembahasan
Berdasarkan data yang telah diketahui di atas, kepadatan lalat pada Pasar
Tambak Rejo adalah 5/block grill. Menurut Dirjen PPM dan PLP No. 281 Tahun 1989,
hasil ini adalah sedang (3-6). Cara pengendaliannya yaitu pengamanan pada tempat
berkembang biak.

G. Kesimpulan
Lalat sangat menyukai hidup di tempat yang lembab, kotor, dan bau seperti
pasar tradisional, terminal, tempat sampah, kantin, dll. Hal ini dapat menjadi tempat
berkembang biak yang potensial bagi lalat, sehingga sangat membahayakan bagi
kehidupan manusia. Penyakit yang disebabkan oleh lalat sangat beragam, contohnya
diare, disentri, miasis, dll.
Berdasarkan pengukuran kepadatan lalat di Pasar Tambak Rejo didapatkan
hasil 5/block grill. Hasil ini berdasarkan Dirjen PPM dan PLP No. 281 Tahun 1989
dalam kategori sedang. Maka penanganannya adalah pengamanan pada tempat
berkembangbiak.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 55


H. Saran
1. Dalam memberantas lalat harus mengerti pola hidup dari lalat agar mempermudah
pengamanan dan tidak salah sasaran.
2. Selalu menjaga kebersihan sekitar agar tidak menjadi tempat berkembang biak
berbagai vector.
3. Memberantas tempat berkembang biak dengan melakukan pengurangan potensi
maupun pengamanan.
4. Melakukan pemeriksaan kepadatan lalat secara berkala, agar dapat mengetahui
perkembangan yang ada di lapangan untuk mengambil keputusan selanjutnya.

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 56


Daftar Isi

Azizah, R dan Heru R (2006).Studi tentang Perbedaan Jarak Perumahan ke TPA


Sampah Open Dumping dengan Indikator Tingkat Kepadatan Lalat dan
Kejadian Diare (Studi di Desa Kenep Kecamatan Beji Kabupaten
Pasuruan).http://www.journal. Unair .ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-06.pdf

Jannah, Dewi Nur. (2006). Perbedaan Kepadatan Lalat pada Berbagai Warna Fly
Grill.http://www.adln.fkm.unair.ac.id/gdl
.php?mod=browse&op=read&id=adlnfkm-adln-s2-2006-dewinurjan-283

Kepmenkes.(2007). Pedoman Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3) di


Rumah Sakit.www.depkes.go.id/downloads/Kepmenkes/ KMK%20432-
IV%20K3%20RS.pdf.

Wulan, Audry (2009). Pengukuran Kepadatan Lalat di Area TPA Ngronggo


Salatiga.http://audrywulan.blogspot.com/2009/11/pengukuran-kepadatan-lalat-
di-area-tpa.html

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 57


Lampiran

LAPORAN BESAR PRAKTIKUM PVBP | 58

Anda mungkin juga menyukai