Dosen Pengajar :
Nama Kelompok A :
PRODI D-IV
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Karena berkat
rahmat serta hidayah – Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Besar Praktikum
PVBP-A dalam rangka untuk memenuhi tugas mata kuliah PVBP-A.
Kami menyadari bahwa pada laporan ini masih terdapat banyak kekurangan
mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan dari kami.
Akhir kata kami berharap Laporan Besar Praktikum PVBP-A ini dapat bermanfaat
bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala
perhatiannya kami mengucapkan banyak terima kasih.
Penyusun
UJI PRESIPITIN
A. Tujuan Praktikum
1. Agar dapat memahami pentingnya penyediaan bahan/specimen untuk uji
presipitin (pengendalian vektor)
2. Agar dapat menjelaskan tujuan penyediaan bahan/specimen presipitin test
3. Agar dapat menjelaskan dan menggunakan bahan dan peralatan presipitin test
4. Agat dapat mengetahui cara pengumpulan bahan presipitin test
B. Waktu Pelaksanaan
Hari,Tanggal : Rabu, 31 Juli 2019
Waktu : 10.00-selesai
Tempat : Laboratorium Entomologi Kesehatan Lingkungan Poltekkes
Kemenkes Surabaya
C. Dasar Teori
Uji presipitin adalah pengujian yang dilakukan terhadap darah pada
lambung nyamuk untuk mengetahui sumber darah tersebut atau preferensi darah
yang disukai oleh nyamuk yang bersangkutan. Tiap jenis nyamuk memiliki
kesukaan tersendiri mengenai sumber darah yang dihisapnya, ada yang lebih
menyukai darah hewan (zoofilik), dan ada juga yang lebih menyukai darah
manusia (anthropofilik). Preferensi sumber darah ini penting untuk diketahui,
karena berkaitan dengan kemampuan nyamuk untuk menularkan penyakit.
Perilaku pemilihan inang berpengaruh pada dinamika penularan penyakit
tular vektor. Jika suatu jenis nyamuk lebih memilih inang manusia dibandingkan
inang hewan, maka kapasitas vektorialnya memiliki nilai yang tinggi. Selain itu,
dengan mengetahui perilaku pemilihan inang yang dilakukan nyamuk, maka dapat
disusun program pengendalian vektor yang sesuai dengan bionomik nyamuk di
lokasi tersebut. Terdapat 2 macam pemeriksaan presipitin, yaitu secara molekuler
dengan menggunakan PCR dan secara imunologi dengan menggunakan ELISA,
Ring Precipitation Test, ataupun Agar Gel Immunodifussion.
E. Prosedur Kerja
1. Siapakan kertas saring berbentuk lingkaran dengan diameter 10 cm.
2. Kertas saring tersebut dibagi menjadi 16 bagian
3. Pilihlah nyamuk hasil tangkapan resting dalam rumah, keluar rumah dan sekitar
kandang ternak yang penuh dengan darah, tusuklah dengan menggunakan jarum
seksi pada nyamuk tersebut kemudian tekan bagian perut pada darah keluar
teteskan pada kertas saring tersebut (satu kolom, satu spesies nyamuk)
4. Darah nyamuk diratakan sehingga merata meresap
5. Pemakaian jarum atau sudut kaca benda harus diganti setiap ekor nyamuk
sehingga tidak terkontaminasi antara tetes darah dari nyamuk satu dengan yang
lainnya
6. Setelah kertas saring terisi semua dengan darah nyamuk perkolom dilanjutkan
dengan kertas saring berikutnya
7. Seluruh kertas saring yang telah berisi darah dimasukkan kedalam amplop yang
ukuran lebih besar dari kertas saring tersebut
8. Amplop berisi specimen dimasukkan kedalam kotak kardus yang telah diisi
dengan silikagel. Guna silikagel tersebut untuk menghindari semut dan
tumbuhnya jamur.
9. Kirim ke subdit pengendalian vektor dengan ditjen pp&pl jl percetakan negara
no. 29 jakarta pusat
Saran
Perlu dilakukan kegiatan uji presipitin nyamuk Aedes aegypti sehingga hasilnya
dapat digunakan sebagai salah satu upaya pengendalian, misalnya digunakan sebagai
pengendalian untuk mengurangi/menekan populasi nyamuk Aedes aegypti.
UJI SUSCEPTIBILITY
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui data dasar dan kerentanan vector pada racun serangga dalam program
pengendalian vector malaria.
2. Mengetahui perubahan-perubahan tingkat kerentana vector setelah ada
penyemprotan.
B. WAKTU PELAKSANAAN
Hari, tanggal : Kamis, 01 Agustus 2019
Pukul : 10.00 WIB – selesai
Tempat : Laboratorium Entomologi jurusan Kesehatan Lingkungan
Surabaya
C. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Resistensi Nyamuk
a. Jenis-jenis Resistensi
Pada dasarnya siklus hidup nyamuk berawal dari peletakan telur oleh
nyamuk betina.Dari telur muncul fase kehidupan air yang masih belum matang
disebut larva yang berkembang melalui empat tahap kemudian bertambah ukuran
hingga mencapai kepompong nyamuk dewasa membentuk diri sebagai betina atau
jantan dan tahap nyamuk dewasa muncul dari pecahan di belakang kulit
kepompong.Nyamuk dewasa makan, kawin dan nyamuk betina memproduksi telur
2. Bahan :
a. Nyamuk Aedes Aegypti e. Handscone
b. Impregnated paper f. Kapas
c. Air gula g. Masker
d. Kertas HVS
4. Sambung antara tabung hijau dan tabung merah, lalu memasukkan nyamuk ke
dalam tabung succeeptibility test kebagian tabung berwarna merah dengan cara
5. Selanjutnya menutup pembatas tabung succeptibility test agar nyamuk tetap berada
di area tabung berwarna merah.
6. Mengukur suhu dan kelembaban lingkungan sekitar menggunakan hygrometer
sebelum dilakukan kontak dengan racun selama 1 jam.
G. KESIMPULAN
Nyamuk yang diuji berada dalam kategori tolerance, hal ini disebabkan oleh
berbagai macam faktor. Beberapa diantaranya adalah adanya seleksi kontinyu populasi
serangga yang tidak memiliki gen spesifik untuk resistensi terhadap insektisida tertentu,
penggunaan insektisida yang sama pada tiap stadium, dan variasi karakteristik morfo-
fisiologis.
H. SARAN
1. Dalam memberantas serangga, khususnya nyamuk harus ditentukan cara
pengendaliannya melalui racun apa yang tepat untuk tiap stadium.
2. Tidak menggunakan insektisida yang sama pada tiap stadium.
3. Penggunaan insektisida berdasar 4 kaidah yakni tepat waktu, tepat dosis, tepat
sasaran, tepat metode.
UJI CHOLINESTRASE
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Digunakan untuk membantu menentukan apakah fungsi hati masih baik atau tidak.
Ketika kadar cholinesterase menurun, ada gangguan fungsi hati.
B. WAKTU PELAKSANAAN
C. DASAR TEORI
Bahan
Sampel darah kapiler
alkohol 70%
acetylcholine perlorate
aquades bebas CO2
larutan bromtymol blue.
E. Prosedur Kerja
1. JJika orang tersebut telah melewati ambang batas , maka harus di idtirahatkan. Jika
hasil dibawah 50 maka akan diberi peringatan atau disuruh minum susu murni,
kacang hijau + telur ayam setengah matang
2. Daerah yang memiliki banyak sawah (lumajang, nganjuk, dan jombang). Orangnya
akan berkontak langsung dengan penyemprotan. (±40 orang)
3. Siapkan 1 orang kontrol + 40 orang yang diperiksa
Kontrol = warna merah
Orang = No = Umur, Nama, Alamat
Kesimpulan
Berdasarkanhasil penelitian yang telah dilakukan tentang analisis tingkat enzim
cholinesterase pestisida dalam kelompok A dapat ditarik kesimpulam sebagai
berikut:Hasil uji laboratorium menunjukan bahwa kadar cholinesterase dalam darah 3
orang mengalami keracunan ringan. Dari hasil uji t didapatkan thitung> ttabelberarti
Ada pengaruh kadar cholinesterase terhadap kelompok A
Marisa, Nadya Dwi,Pratuna. 2018. (pdf). Analisa kadar cholinesterase dalam darah
Dan keluhan kesehatan pada petani kentang kilometer XI kota sungai penuh.
STIKes Perintis Padang : Jurnal Kesehatan Perintis
Ipmawati, Putri Aria dkk. 2016. (pdf). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
keracunan pestisida pada petani di Desa Jati, Kecamatan Sawangan,
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah : Jurnal Kesehatan Masyarakat
Rahmawati, Yeviana Dwi. Martiana, Tri. 2014. (pdf). Pengaruh faktor karakteristik petani
dan metode penyemprotan terhadap kadar kolinesterase : Jurnal Kesehatan
Masyarakat
UJI EVIKASI
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk menyebarkan pestisida ke udara atau lingkungan melalui asap yang diharapkan
dapat membunuh nyamuk dewasa yang infektif, sehingga rantai penularan DHF bisa
diputuskan dan populasinya secara keseluruhan akan menurun.
B. WAKTU PELAKSANAAN
C. DASAR TEORI
Bahan
1. Nyamuk aedes sejumlah 10 ekor untuk diluar dan 10 ekor di dalam ruangan
2. Insektisida
3. Bahan bakar ( bensin dan solar )
E. Prosedur Kerja
1. Ambil 10 ekor nyamuk dengan menggunakan aspirator dan masukkan ke sangkar
uji lalu beri label untuk luar ruangan
2. Kemudian ambil juga 10 ekor nyamuk menggunakan aspirator dan masukkan ke
sangkar uji lalu beri label untuk dalam ruangan
3. Setelah selesai kemudian taruh sangkar uji tersebut sesuai tempat yang tertera pada
label
4. Setelah itu persiapkan alat fogging swim fog untuk melakukan pengasapan
5. Lakukan pengasapan menggunakan alat fogging tersebut, dan semprot daerah
dalam dan juga luar ruangan
6. Setelah itu tunggu hingga 1 jam dan hitung berapa banyak nyamuk yang pingsan di
dalam maupun yang diletakkan di luar rumah
F. Hasil Pengamatan
1. Setelah 1 jam
Suhu dan presentase : Max : 31,9ºC , 67%
Min : 29,0º C, 43 %
Keterangan :
Dari praktikum ini di dapatkan hasil nyamuk yang hidup setelah 1 jam dilakukan
pengasapan (foging ) yang ditempatkan diluar ruang sebanyak 10 ekor, sedangkan
untuk yang didalam ruang sebanyak 0 ekor nyamuk yang hidup. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh daya bunuh racun insektisida yang sudah tidak kuat lagi, sehingga
nyamuk hanya mengalami mati sementara (pingsan) bahkan masih hidup. Selain itu
juga dikarenakan adanya air gula yang digunakan untuk kekuatan nyamuk.
Selain itu untuk hasil didalam ruang didapatkan nyamuk yang lebih banyak mati,
daripada diluar ruang hal ini dapat dipengaruhi oleh daya bunuh insektisida yang sudah
tidak kuat, dan juga dipengaruhi oleh kondisi tempat yang luasnya juga berbeda,
sehingga mengakibatkan kematian yang berbeda pula didalam dan diluar ruang.
Kesimpulan :
B. WAKTU PELAKSANAAN
Hari, tanggal : Rabu, 14 Agustus 2019
Pukul : 10.00 WIB – selesai
Tempat : Laboratorium Entomologi jurusan Kesehatan Lingkungan
Surabaya
C. LANDASAN TEORI
a. Pengendalian Vektor
Dalam PERMENKES RI No 374/MENKES/PER/III/2010, pengendalian
vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk:
1. Menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak
lagi beresiko untuk terjadinya penularanan penyakit di suatu wilayah.
2. Menghindari kontak dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor
dapat dicegah. Vektor merupakan makhluk hidup yang perlu untuk
dikendalikan.
Terdapat 3 metode pengendalian vektor yaitu:
1. Pengendalian secara fisik dan mekanik
Metode pengendalian fisik dan mekanik adalah upaya-upaya untuk
mencegah,, mengurangi, menghilangkan habitat perkembangbiakan dan
populasi vektor secara fisik dan mekanik. Contohnya: modifikasi dan
manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut, penenman
bakau, pengeringan, pengalihan/ drainase, dll), pemasangan kelambu, memakai
baju lengan panjang, penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle
barrier), pemasangan kawat.
b. Vektor
Vektor adalah parasit arthropoda dan siput air yang berfungsi sebagai penular
penyakit baik pada manusia maupun hewan. Ada beberapa jenis vektor dilihat
dari cara kerjanya sebagai penular penyakit. Keberadaan vektor ini sangat penting
karena kalau tidak ada vektor maka penyakit tersebut juga tidak akan menyebar
(Soulsby dalam Beriajaya).
c. Pengertian Nyamuk
Nyamuk merupakan vektor atau penular utama dari penyakit. Menurut
klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi
menjadi 109 genus dan Anophelinae yang terbagi menjadi 3 genus. Di seluruh
dunia terdapat lebih dari 2500 spesies nyamuk namun sebagian besar dari spesies
nyamuk tidak berasosiasi dengan penyakit virus (arbovirus) dan penyakitpenyakit
lainnya. Jenis–jenis nyamuk yang menjadi vektor utama, dari subfamili Culicinae
adalah Aedes sp, Culex sp, dan Mansonia sp, sedangkan dari subfamili
Anophelinae adalah Anopheles sp (Harbach,2008).
Semua jenis nyamuk membutuhkan air untuk hidupnya, karena larva nyamuk
melanjutkan hidupnya di air dan hanya bentuk dewasa yang hidup di darat
(Sunaryo, 2001). Telur nyamuk menetas dalam air dan menjadi larva. Nyamuk
betina biasanya memilih jenis air tertentu untuk meletakkan telur seperti pada air
bersih, air kotor, air payau, atau jenis air lainnya. Bahkan ada nyamuk yang
meletakkan telurnya pada axil tanaman, lubang kayu (tree holes), tanaman
berkantung yang dapat menampung air, atau dalam wadah bekas yang
menampung air hujan atau air bersih (Rattanarithikul dan Harrison, 2005).
Telur nyamuk menetas dalam air dan menjadi larva. Larva nyamuk hidup
dengan memakan organisme kecil, tetapi ada juga yang bersifat sebagai predator
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Uniramia
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Subordo : Nematosera
Familia : Culicidae
Tribus : Culicini
Genus : Aedes
e. Pestisida
Pestisida (Inggris : Pesticide) berasal dari kata pest yang berarti organisme
pengganggu tanaman (hama) dan cide yang berarti mematikan atau racun. Jadi
pestisida adalah racun yang digunakan untuk membunuh hama. Menurut USEPA
(United States Environmental Protection Agency), pestisida merupakan zat atau
campuran yang digunakan unuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau
memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman dan mikroorganisme pengganggu
(Soemirat, 2003 dalam Zulkanain, 2010).
Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI NO.24/Permentan/SR.140/4/2011
tentang syarat dan tatacara pendaftaran pestisida menyatakan pestisida merupakan
semua zat kimia dan bahan lain serta zat renik dan virus yang dipergunakan
untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian
2. Memberantas rerumputan
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman
tidak termasuk pupuk
4. Suspensi
Terdapat jenis-jenis pestisida yang dapat terlarut dalam air atau pelarutan
minyak. Selain itu ada beberapa jenis pestisisda yang hanya larut pada jenis-jenis
pelarut orgaik yang sulit untuk diperoleh sehingga formulasinya mahal dan sulit
diperdagangkan. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka bahan murninya harus
dicampur terlebih dahulu dengan serbuk tertentu dan sedikit air sehingga
terbentuk campuran pestisida dengan serbuk halus yang basah. Campuran ini
dapat bercampur dengan rata jika larutan dalam air sebelum disemprotkan.
Komposisi inilah yang dikelan dengan suspensi.
5. Debu
Debu merupakan formulasi pestisida yang paling sederhana untuk dipakai, debu
merupakan formulasi kering yang mengandung konsentrasi bahan aktif yang
sangat rendah yaitu berkisar 1-10%. Bahan murninya dicampurkan dengan bahan
liat kemudian dihancurkan menjadi halus seperti debu. Formulasi ini biasanya
digunakan dalam bentuk kering tanpa perlu dicampur dengan air atau zat pelarut
lainnya. Pestisida jenis ini sangat mudah utuk digunakan dikawasan yang sempit.
Debu pestisida mudah melekat pada daun yang basah, oleh karena itu sering
digunakan pada waktu masih pagi. Dikarenkana ukurannya yang sangat kecil,
sehingga formulasi ini bisa dengan mudah diterbangkan oleh angin ke tempat lain
yang bukan sasarannya. Hal inilah yang menyebabkan formulasi ini tidak tepat
digunakan di daerah yang terbuka dan luas.
6. Butiran (Granules)
Formulasi ini menyerupai debu tetapi dengan ukuran yang besar dan dapat
digunakan langsung tanpa cairan atau dicampur dengan bahan pelarut. Bahan
aktif dari formulasi ini pada mulanya berbentuk cair tetapi setelah dicampur
7. Aerosol
Penyemprotan nyamuk, penyemprotan wangi-wangian, penyemprot rambut dan
lain sebagainya merupakan beberapa contoh aerosol yang sering kita gunakan.
Insektisida semprot telah banyak dikembangkan sejak Perang Dunia II. Jenis
insektisida tersebut hanya efektif terhadap serangga yang terbang atau merayap
dengan pengaruh residu yang sangat rendah. Bahan aktifnya mudah larut dan
menguap dengan ukuran butiran kurang dari 10µm sehingga mudah terhisap
manusia pada saat bernafas, oleh karena itu pada waktu melakukan penyemprotan
sebaiknya nafas ditahan.
8. Umpan
Umpan merupakan makanan atau bahan-bahan tertentu yang telah dicampur
dengan racun. Bahan ini menjadi daya penarik jasad pengganggu sasaran. Umpan
dapat digunakan di rumah, kantor, kebun ataupun sawah dan bisa digunakan pada
tikus, lalat, burung ataupun siput.
9. Gas
Fumigan merupakan formulasi dalam bentuk gas atau cairan yang mudah
menguap. Gas ini dapat menyerap dikulit. Fumigan sering digunakan untuk
mengendalikan hama-hama gudang, hama-hama, dan jamur patogen yang berada
di dalam tanah. Fumigan dapat memberikan pengaruh yang total terhadap segala
jenis jasad pengganggu termasuk biji-biji gulma di dalam tanah. Gas-gas yang
digunakan dalam fumigasi dangat beracun terhadap manusia.
f. Jenis-jenis Pestisida
1. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia yang bisa
mematikan semua jenis serangga, seperti nyamuk, kecoa, kutu bususk, rayap
dan sebagainya.
2. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungsi/cendawan.
3. Bakterisida disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan aktif
beracun yang bisa membunuh bakteri.
g. Insektisida
Insektisida adalah salah satu dari jenis pestisida selain jenis fungisida,
rodentisida, herbisida, nematisida, bakterisida, virusida, acorisida, mitiusida,
lamprisida dan lain-lain. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973
batasan dari pestisida adalah semacam zat kimia dan bahan lain serta jasad renik
dan virus yang digunakan untuk :
1. Memberantas atau mencegah hama, penyakit yang merusak tanaman, bagian
tanaman atau hasilhasil pertanian.
2. Memberantas gulma.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman (tidak
termasuk pupuk).
5. Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan peliharaaan/ternak.
6. Memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga.
7. Memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia atau binatang perlu yang dilindungi.
Pestisida sebelum sampai ke tangan petani terlebih dahulu harus melalui
Komisi Pestisida (Kompes) yang tugasnya mengawasi dan memberi izin
pemakaian pestisida di Indonesia. Kompes berada di bawah lindungan
Departemen Pertanian dan biasanya ditetapkan untuk dua kali satu tahun. Ini
berarti bahwa pabrik-pabrik pestisida tidak dapat begitu saja atau secara
sembarangan untuk menghasilkan obat pemberantasan hama tersebut dan
memaksakan penggunaannya.
HASIL PRAKTIKUM
SURVEY JENTIK
A. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa terampil dalam melakukan pengukuran kepadatan (density)
larva/jentik di permukiman/tempat-tempat umum.
2. Mahasiswa dapat mengetahui jenis larva/jentik yang tertangkap dalam
pengamatan.
3. Mahasiswa mengetahui bionomic dari larva/jentik nyamuk (fungsi, bahan, dan
volume kontainer) dipergunakan.
4. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi hasil pengukuran kepadatan
larva/jentik dengan parameter House Index, Container Index, Breteau Index dan
Density Figure.
5. Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan upaya pengendalian keberadaan
larva/jentik di permukiman atau tempat-tempat umum.
B. Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal : Jum’at, 11 Oktober 2019
Waktu : 06.00-09.00 WIB
Tempat : Gubeng Kertajaya Surabaya
C. Dasar Teori
3. Definisi Nyamuk
Nyamuk termasuk jenis serangga yang masuk pada kelas Hexapoda orde Diptera.
Pada umumnya nyamuk mengalami 4 tahap dalam siklus hidupnya (metamorfosis),
yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu telur – larva – pupa – dewasa. Stadium telur, larva dan pupa hidup
didalam air, sedangkan stadium dewasa hidup diluar air. Pada umumnya telur akan
menetas dalam 1-2 hari setelah terendam dalam air. Stadium jentik biasanya
berlangsung antara 5-15 hari, dalam keadaan normal berlangsung 9-10 hari. Stadium
berikutnya adalah stadium pupa yang berlangsung 2 hari, kemudian menjadi nyamuk
dewasa dan siklus tersebut akan berlangsung kembali. Dalam kondisi yang optimal,
Nyamuk
Betina
Dewasa
Nyamuk Telur
Muda (1-2 hari)
1.) Natural resting station type, dimana tempat peristirahatannya dalam lubang-
lubang yang ditemui secara alamiah, misalnya pada pohon-pohon, batu karang
atau padas, dan lain sebagainya.
Setelah dilakukan survei dengan metode diatas, pada survei jentik nyamuk Aedes
aegypti akan dilanjutkan dengan pemeriksaan kepadatan jentik dengan ukuran sebagai
berikut:
1. House Index (HI) adalah jumlah rumah positif jentik dari seluruh rumah
yang diperiksa.
2. Container Index (CI) adalah jumlah kontainer yang ditemukan larva dari
seluruh kontainer yang diperiksa
4. Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase antara rumah yang tidak
ditemukan jentik terhadap seluruh rumah yang diperiksa.
Keterangan Tabel :
DF = 1 = kepadatan rendah
DF = 2-5 = kepadatan sedang
E. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Mengamati semua penampungan air baik di dalam maupun diluar rumah
3. Menanyakan kepada pemilik rumah letak penampungan air
4. Mengamati ada tidaknya jentik
5. Mengamati secara makroskopis jentik
6. Jika ditemukan larva atau jentik, amati dan catat rumah, letak container, jenis,
jumlah dan waktu PSN serta pemberian bubuk abate
7. Menghitung kepadatan jentik dengan parameter : HI, CI, BI dan DF
Tabel Hasil
Hilal 1 6 +1
Imel, Deffani 2 9 +1
Risma, Rany 3 11 -
Rara, Indri 6 11 -
Intan, Vena 7 11 +2
Assyifaul, Alivia 8 11 +3
Total 81 8
Pembahasan
Dari hasil pengamatan larva atau jentik di permukiman Kertajaya pada tanggal
11 Oktober 2019 pukul 06.00 WIB dan dengan menggunakan single larvae methode di
temukan jumlah rumah (+) larva ada 8 buah dari 81 rumah yang diperiksa. Sedangkan
pada jumlah container (+) larva ada 5 buah dari 189 buah container yang diperiksa.
Dan adapun angka parameter yang digunakan yaitu Angka Bebas Jentik (ABJ)
yang merupakan jumlah rumah (-) larva dibagi dengan jumlah rumah yang diperiksa
dikalikan 100.
Untuk nilai ABJ 90% dimana dikatakan masih diperlukannya pengendalian oleh
warga setempat. Dengan beberapa cara seperti selalu menguras bak mandi setiap 1
minggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, selalu
menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah jangan sampai di rumah ada sampah
seperti botol plastik atau kaleng yang dapat menjadi tempat penampungan air alamiah,
selalu membersihkan tempat mandi burung, membersihkan pot-pot yang tergenang air
dan menaburkan bubuk abate.
11 Oktober 2019 pukul 06.00 WIB dan dengan menggunakan single larvae methode di
temukan jumlah rumah (+) larva ada 8 buah dari 81 rumah yang diperiksa. Sedangkan
pada jumlah container (+) larva ada 5 buah dari 189 buah container yang diperiksa.
ABJ 90%.
H. Saran
Setiap rumah di Gubeng Kertajaya hendaknya melakukan pembenahan
sesegera mungkin seperti :
1. Menguras bak mandi setiap 1 minggu sekali
2. Menutup tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi, tondon
3. Selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah jangan sampai di rumah
ada sampah seperti botol plastik atau kaleng yang dapat menjadi tempat
penampungan air alamiah,
4. Selalu membersihkan tempat mandi burung, kolam dan lain-lain
5. Membersihkan pot-pot yang tergenang air dan
6. Menaburkan bubuk abate
KEPADATAN LALAT
A. Tujuan Praktikum
1. Agar mahasiswa terampil dalam melaksanakan pemantauan kepadatan lalat
2. Agar mahasiswa mampu melakukan analisis dari pemantauan kepadatan lalat
B. Waktu Pelaksanaan
Tanggal Pelaksanaan : 25 Oktober 2019
Waktu Pelaksanaan : Pukul 06.00 – 08.30
Tempat Pelaksanaan : Pasar Tambak Rejo
C. Dasar Teori
1. Pengertian dan Pola Hidup Lalat
Lalat adalah jenis serangga yang berasal dari Subordo
Cyclorrapha Ordo Diptera yang pada umumnya mempunyai sepasang sayap asli serta
sepasang sayap kecil yang digunakan untuk menjaga stabilitas saat terbang. Selain itu,
lalat memiliki kecenderungan untuk memilih warna alami batang (coklat), dan warna
alami dari buah yaitu warna hijau ( seperti : apel, mangga).
Gambar Lalat
Pola Hidup Lalat
Adapun pola hidup lalat adalah sebagai berikut :
a. Tempat Perindukan
Tempat yang disenangi lalat adalah tempat basah, benda-benda organik,
tinja,sampah basah, kotoran binatang, tumbuh-tumbuhan busuk. Kotoran yang
menumpuk secara kumulatif sangat disenangi oleh lalat dan larva lalat, sedangkan
yang tercecer dipakai tempat berkembang biak lalat.
b. Jarak Terbang
E. Prosedur Kerja
1. Tentukan lokasi penghitungan kepadatan lalat
2. Keluarkan fly grill dan amati kondisi sekitar
3. Letakkan fly grill pada titik sampling yang telah ditentukan.
4. Hitung kepadatan lalat di titik tersebut dengan durasi setiap 30 detik ada berapa
lalat yang menempel.
5. Ulangi penghitungan kepadatan lalat pada titik berbeda di area yang sama hingga
mendapatkan 10 titik.
6. Lakukan hal yang sama pada area berbeda, tidak boleh kurang dari 5 titik.
7. Hitung rata-rata kepadatan lalat setiap titik dari 5 penghitungan tertinggi
kemudian dibagi 5.
8. Tulis hasil kepadatan lalat di area yang berbeda pada form yang telah disediakan.
9. Ambil 5 angka tertinggi kemudian dibagi 5.
10. Jangan lupa untuk mencatat suhu dan kelembapan rata-rata yang ada di pasar
dengan hygrometer.
Hasil Praktikum
Hasil Pengukuran Kepadatan
Titik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sayur 1 3 1 4 5 2 0 1 1 0 3
Daging 1 0 3 1 3 3 0 3 1 2 2
Warung 3 3 1 8 0 0 0 0 0 0 1
TPS 1 6 6 12 5 9 3 3 16 3 10
Buah 2 1 0 0 0 0 2 0 0 0 1
Ikan 0 0 0 2 0 1 0 4 0 0 1
Sembako 1 2 1 2 0 0 0 0 0 0 1
Pembahasan
Berdasarkan data yang telah diketahui di atas, kepadatan lalat pada Pasar
Tambak Rejo adalah 5/block grill. Menurut Dirjen PPM dan PLP No. 281 Tahun 1989,
hasil ini adalah sedang (3-6). Cara pengendaliannya yaitu pengamanan pada tempat
berkembang biak.
G. Kesimpulan
Lalat sangat menyukai hidup di tempat yang lembab, kotor, dan bau seperti
pasar tradisional, terminal, tempat sampah, kantin, dll. Hal ini dapat menjadi tempat
berkembang biak yang potensial bagi lalat, sehingga sangat membahayakan bagi
kehidupan manusia. Penyakit yang disebabkan oleh lalat sangat beragam, contohnya
diare, disentri, miasis, dll.
Berdasarkan pengukuran kepadatan lalat di Pasar Tambak Rejo didapatkan
hasil 5/block grill. Hasil ini berdasarkan Dirjen PPM dan PLP No. 281 Tahun 1989
dalam kategori sedang. Maka penanganannya adalah pengamanan pada tempat
berkembangbiak.
Jannah, Dewi Nur. (2006). Perbedaan Kepadatan Lalat pada Berbagai Warna Fly
Grill.http://www.adln.fkm.unair.ac.id/gdl
.php?mod=browse&op=read&id=adlnfkm-adln-s2-2006-dewinurjan-283