Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT FILARIASIS

Makalah ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah


Keperawatan Medikal Bedah Semester III

Dosen Pengampu : Yani T,M.Kep

Disusun oleh Tingkat 2C Kelompok 4 :

1. Intan Puspita S
2. Muhammad Faisal
3. Mutiara Khairunnisa
4. Nindi Dwi Yuliana
5. Nony Nabila P.N
6. Puja Julianturi
7. Via Monica

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH CIREBON

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjakan kepada Tuhan yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Filariasis’’. Penyusunan
makalah ini bertujuan sebagai penunjang mata kuliah Keperawatan Medical
Bedah 1 yang nantinya dapat digunakan mahasiswa untuk menambah
wawasan dan pengetahuannya.

Penyusun menyadari bahwa dalam proses prnyusunan makalah ini


masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penyusunanya.
Namun demikian, penyusun telah berupaya dengan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu, masukan, saran, kritik, dan usul yang sifatya untuk perbaikan
dari berbagai pihak khususnya Bapak/Ibu sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Dan harapan penyusun semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.

Cirebon, 1 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

JUDUL HALAMAN ............................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1


1.2 Tujuan ...................................................................................... 2
1.3 Sistematika Penulisan ................................................................. 2

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................... 4

2.1 Definisi Filariasis ........................................................................ 4


2.2 Etiologi Filariasis ........................................................................ 5
2.3 Epidemiologi ............................................................................... 7
2.4 Manifestasi Klinis Tanda Gejala ................................................. 7
2.5 Pencegahan dan Penanganan Medis dan Keperawatan ............... 9

BAB 3 PENUTUP .................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan ................................................................................. 11


3.2 Saran ....................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 12

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang


merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan
kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
komprehensif serta ditujukan kepada individu keluarga masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencangkup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan
keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan serta pemeliharaan kesehatan dengan
penekanan serta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien (Perry, Potter.
2005)

Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai
diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa
orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh
masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800 untuk
mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970,
obat yang lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha
menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan
Penyakit Kaki Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filariasis yang
disebabkan oleh cacing khusus cukup banyak ditemui di negeri ini dan cacing
yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori,
Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia dan Wuchereria
merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing
jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di
pulau Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta
manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan
Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan periodisitas

1
subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia sebagian
besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk
Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya
ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles
dapat ditemukan di daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010)

Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang


disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak dapat pengobatan daapt
menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat
kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat
bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain
sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada
tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di
231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang.
Hasil survay laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata
mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi
cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk
ketularan karena nyamuk penularannya tersebar luas. Untuk memberantas
penyakit ini sampai tuntas. (chairufatah,alex.2009)

WHO sudah menetapkan kesepakatan global (The Global Goal of


Elimination of lympatic filariasis as a public Health Problem by the year 2020).
Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan misal dengan DEC dan
albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi yang endemis dan perawatan
kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan
mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit
gajah secara berthap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan.
Perluasan wilayah akan dilaksanakan 5 tahun.

Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah


penyakit endemis yang apa tidak ditangani secara cepat akan memperluas
penyebaran dan penularannya kepada manusia. Oleh karena itu kita perlu

2
mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan
paparan dari fakta inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk membahas
kasus mengenai penyakit filariasis ini dan sebagai pemenuhan tugas pada blok
sistem imun dan hematologi. (riyanto, harun.2005)

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan
Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Filariasis.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit
filariasis
b. Mahasiswa mampu menganalisa data sesuai dengan pengkajian pada
pasien dengan penyakit filariasis.
c. Mahasiswa mampu membuat diagnosa keperawatan pada pasien dengan
penyakit filariasis
d. Mahasiswa mampu membuat rencana Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan penyakit filariasis
e. Mahasiswa mampu melakukan Implementasi Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan penyakit filariasis
f. Mahasiswa mampu mengevaluasi intervensi keperawatan yang telah
dilakukan pada pasien dengan penyakit filariasis.

1.3 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tugas pembuatan makalah ini sebagai


berikut: Bab 1 pendahuluan. bab ini berisi latar belakang masalah, tujuan
makalah, dan sistematika penulisan. Bab 2 pembahasan bab ini berisi tentang
definisi, etiologi, manifestasi, dan upaya pencegahan pada penyakit filariasis.
Bab 3 penutup, pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Filarialis


Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik
dan tropik, disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe.
(Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit
menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar /
saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam
berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik
berupa elefantiasis. Filariasis ialah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat menahun (kronis)
dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun
laki-laki. (Witagama,dedi.2009)

Skema Rantai Penularan Filariasis (Depkes RI, 2009)


Filariasis limfatik disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori, merupakan penyakit yang ditularkan oleh

4
nyamuk, menyerang kelenjar dan pembuluh getah bening. Sampai saat ini
filariasis limfatik masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama (Nuchprayoon, 2009) karena berhubungan dengan kemiskinan dan
merupakan penyebab kecacatan di daerah tropis dan subtropis (Supali et al.,
2006). Filariasis limfatik disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori, merupakan penyakit yang ditularkan oleh
nyamuk, menyerang kelenjar dan pembuluh getah bening. Sampai saat ini
filariasis limfatik masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
utama (Nuchprayoon, 2009) karena berhubungan dengan kemiskinan dan
merupakan penyebab kecacatan di daerah tropis dan subtropis (Supali et al.,
2006).

2.2 Etilogi
1. Hospes
Manusia yang mengandung parasit selalu dapat menjadi sumber infeksi
bagi orang lain yang rentan. Biasanya pendatang ke daerah endemis lebih
rentan terhadap infeksi filariasis dan lebih menderita daripada penduduk
asli. Pada umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi, karena
lebih banyak kesempatan untuk mendapat infeksi (exposure). Juga gejala
penyakit lebih nyata pada laki-laki, karena pekerjaan fisik yang lebih berat.
2. Hospes Reservoar
Tipe B.malayi yang dapat hidup pada hewan merupakan sumber infeksi
untuk manusia. Hewan yang sering ditemukan mengandung infeksi adalah
kucing dan kera terutama jenis Presbytis, meskipun hewan lain mungkin
juga terkena infeksi.
3. Vektor
Banyak spesies nyamuk telah ditemukan sebagai vektor filariasis,
tergantung pada jenis cacing filarianya. W.bancrofti yang terdapat di daerah
perkotaan di tularkan oleh Cx.quinquefasciatur yang tempat perindukannya
air kotor dan tercemar. W.bancrofti di daerah pedesaan dapat dituiarkan
oleh bermacam spesies nyamuk. Di Irian Jaya W.bancrofti ditularkan
terutama oleh An.farauti yang dapat menggunakan bekas jejak kaki

5
binatang untuk tempat perindukannya. Selain itu ditemukan juga sebagai
vektor : An.Koliensis, An.punctulatus, Cx.annulirostris dan Ae.Kochi,
W.bancrofti didaerah lain dapat ditularkan oleh spesies lain, seperti
An.subpictus di daerah pantai NTT. Selain nyamuk Culex, Aides pernah
juga ditemukan sebagai vektor. B.malayi yang hidup pada manusia dan
hewan biasanya ditularkan oleh berbagai spesies mansonia seperti
Ma.uniformis, Ma.bonneae, Ma.dives dan lain-lain, yang berkembang biak
di daerah rawa di Sumatra, Kalimantan, Maluku dan lain-lain. B.malayi
yang periodik ditularkan oleh An.Barbirostris yang memakai sawah sebagai
tempat perindukannya, seperti di daerah Sulawesi. B.timori, spesies yang
ditemukan di Indonesia sejak 1965 hingga sekarang hanya ditemukan di
daerah NTT dan Timor-Timor, ditularkan oleh An.barbirostris yang
berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di darah
pedalarnan.
4. Agent
Filariasis disebabkan oleh cacing filarial pada manusia, yaitu (1)
W.bancrofti; (2) B.malayi; (3) B.timori; (4) Loa loa; (5) Onchocerca
volvulus; (6) Acanthocheilonema perstants; (7) Mansonella azzardi. Yang
terpenting ada tiga spesies, yaitu W.bancrofti, B.malayi, dan B timori.
Cacing ini habitatnya dalam sistern peredaran darah, limpha, otot, jaringan
ikat atau rongga serosa. Cacing dewasa merupakan cacing yang langsing
seperti benang berwarna putih kekuningan, panjangnya 2 - 70 cm, cacing
betina panjangnya lebih kurang dua kali cacing jantan. Biasanya tidak
mempunyai bibir yang jelas, mulutnya sederhana, rongga mulut tidak nyata.
Esofagus berbentuk seperti tabung, tanpa bulbus esofagus, biasanya bagian
anterior berotot sedangkan bagian posterior berkelenjar. Filaria
membutuhkan insekta sebagai vektor. Nyarnuk culex adalah vektor dari
penyakit filariasis W.bancrofti dan B.malayi. Jumlah spesies Anopheles,
Aedes, Culex, dan Mansonia cukup banyak, tetapi kebanyakan dari spesies
tersebut tidak penting sebagai vektor alami.

6
2.3 Epidemiologi
Penyakit Filariasisi terutama ditemukan didaerah Khatulistiwa dan
merupakan masalah didaerah dataran rendah kadang-kadang dapat juga
ditemukan daerah bukit yang terlalu tinggi. Di Indonesia penyakit ini lebih
banyak ditemukan didaerah pedesaan. Didaerah kota hanya w.bancrofti yang
telah ditemukan seperti di kota Jakarta, Tanggerang, Pekalongan dan
Seamarang dan mungkin dikota-kota lainnya.

Di Indonesia Filariasis tersebar luas daerah endemi terdapat dibnayak


pulau diseluruh Nusantara seperti di Sumatera, Jawa, Klaimantan Sulawesi,
NTT, Irian Jaya dan Maluku.Pemberantasan Filariasis sudah dilakukan oleh
Departemen Kesehatan sejak tahun 1970 dengan pemberiian DEC dosis rendah
jangka panjang (100 mg/minggu selama 40 minggu). Survei prevalensi filiriasis
yanng dilakukan oleh Departemen kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi
infeksi cukup tinggi bervariasi dari 0,5%-19,46% (P2M & PLP , 1999)9.
Prevalensi infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya
ada tendensi menurun dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang
menyebabka perubahan lingkunagan Untuk dapat memahami epidemiologi
filariasis perl diperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor
dan keadaan lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup
masing-masing.

2.4 Manifestasi Klinis Tanda Gejala


1. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa
pada sistem limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis.
Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis yang
disebut occult filariasis.
Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan
limfangitis dan limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya
obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas

7
kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan
dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:

a. Masa prepaten

Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya


mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya
sebagian tdari penduduk di daerah endemik yang menjadi
mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua
kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini
termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.

b. Masa inkubasi

Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya


gejala klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.

2. Gejala klinik akut


Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang
disertai panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral.
Penderita dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun
amikrofilaremik.

3. Gejala menahun

Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama.


Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis
masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang
mengganggu aktivitas penderita serta membebani keluarganya.
(Witagama,dedi.2009)

8
2.5 Pencegahan dan Penanganan Medis dan Keperawatan
1. Upaya Pencegahan Filariasis
Pencegahan filariasis dapat dilakukan dengan menghindari gigitan
nyamuk (mengurangi kontak dengan vektor) misalnya menggunakan
kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi dengan kasa nyamuk,
menggunakan obat nyamuk, mengoleskan kulit dengan obat anti nyamuk,
menggunakan pakaian panjang yang menutupi kulit, tidak memakai pakaian
berwarna gelap karena dapat menarik nyamuk, dan memberikan obat anti-
filariasis (DEC dan Albendazol) secara berkala pada kelompok beresiko
tinggi terutama di daerah endemis. Dari semua cara diatas, pencegahan yang
paling efektif tentu saja dengan memberantas nyamuk itu sendiri dengan
cara 3M.
2. Upaya Pengobatan Filariasis
Pengobatan filariasis harus dilakukan secara masal dan pada daerah
endemis dengan menggunakan obat Diethyl Carbamazine Citrate (DEC).
DEC dapat membunuh mikrofilaria dan cacing dewasa pada pengobatan
jangka panjang. Hingga saat ini, DEC adalah satu-satunya obat yang efektif,
aman, dan relatif murah. Untuk filariasis akibat Wuchereria bankrofti, dosis
yang dianjurkan 6 mg/kg berat badan/hari selama 12 hari. Sedangkan untuk
filariasis akibat Brugia malayi dan Brugia timori, dosis yang dianjurkan 5
mg/kg berat badan/hari selama 10 hari. Efek samping dari DEC ini adalah
demam, menggigil, sakit kepala, mual hingga muntah. Pada pengobatan
filariasis yang disebabkan oleh Brugia malayi dan Brugia timori, efek
samping yang ditimbulkan lebih berat. Sehingga, untuk pengobatannya
dianjurkan dalam dosis rendah, tetapi pengobatan dilakukan dalam waktu
yang lebih lama. Pengobatan kombinasi dapat juga dilakukan dengan dosis
tunggal DEC dan Albendazol 400mg, diberikan setiap tahun selama 5 tahun.
Pengobatan kombinasi meningkatkan efek filarisida DEC. Obat lain yang
juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah antibiotik semisintetik
dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas luas terhadap nematoda
dan ektoparasit. Obat ini hanya membunuh mikrofilaria. Efek samping yang
ditimbulkan lebih ringan dibanding DEC. Terapi suportif berupa pemijatan

9
juga dapat dilakukan di samping pemberian DEC dan antibiotika,
khususnya pada kasus yang kronis. Pada kasus-kasus tertentu dapat juga
dilakukan pembedahan.
3. Upaya Rehabilitasi Filariasis
Penderita filariasis yang telah menjalani pengobatan dapat sembuh
total. Namun, kondisi mereka tidak bisa pulih seperti sebelumnya. Artinya,
beberapa bagian tubuh yang membesar tidak bisa kembali normal seperti
sedia kala. Rehabilitasi tubuh yang membesar tersebut dapat dilakukan
dengan jalan operasi.

10
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang


disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak dapat pengobatan
daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan
alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak
dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain
sehinggamenjadi beban keluarga. Dari uraian diatas dapat kita simpulkan
penyakit filariasis adalah penyakit endemis yang apa tidak ditangani secara
cepat akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia.
Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang
terkait dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka kami selaku
penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis ini dan
sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem imun dan hematologi. (riyanto,
harun.2005)

3.2 Saran
Kami berharap bahwa makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan penulis juga dapat mengetahui tentang penyakit filariasis.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anne Lanham, Lillian. (2013). “The Curse of Lymphatic Filariasis: Would the
Continual Use of Diethylcarbamazine Eliminate this Scourge in Papua New
Guinea?”. Journal of Discipline of Public Health, School of Medicine,
Faculty of Health Sciences, Flinders University, Adelaide, Australia. 1 (1), 1-
8.

Anonim. (2015). “Ascariasis”. Jurnal Universitas Gajah Mada. 1-8.

Anonym, Eliminating Lymphatic filariasis, WHO

http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Frames/A-F/Filariasi/body Filariasis

Ariska, B.M. (2011). “Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi
Cacing Askariasis Lumbricoides pada Murid SDN 201/IV di Kelurahan
Simpang IV Sipin Kota Jambi”. Skripsi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas. 1-5.

Ferlianti, R., Supali, T. dan Wibowo, H. (2012). “Optimalisasi Real Time PCR
Untuk Diagnosis Filariasis Bancrofti pada Sediaan Hapus Darah Tebal”.
Jurnal Kedokteran YARSI Jakarta. 20(1), 14-22.

Garjito, T A. et al. (2013). “Filariasis dan Beberapa Faktor yang Berhubungan


dengan Penularannya di Desa Pangku-Tolele, Kecamatan Ampibabo,
Kabupaten Parigi-Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah”. Jurnal Vektora Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga.
5 (2), 54-65.
Hendrie, Christine. (2009). Prevalensi IgG4. Literatur Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 5-16.

Juriastuti, P., Kartika, M. dan Djaja, I. M. (2010). “Faktor Risiko Kejadian Filariasis
di Kelurahan Jati Sampurna”. Jurnal Departemen Kesehatan Lingkungan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok 16424,
Indonesia. 14(1), 31-36.

12
Kusnoto. et al. (2014). Helmintologi Kedokteran Hewan. Sidoarjo: Zifatama
Publisher.

Masrizal. (2013). “Penyakit Filariasis”. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas


Andalas. 7 (1), 32-38.

Rasmaliah. (2007). “Askariasis Sebagai Penyakit yang Perlu Diingat Kembali”.


Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 82-85.

Schmidt, G.D. dan Roberts, L.S. 2000. Foundation of Parasitology, Sixth Ed. USA:
McGraw-Hill Higher Education

Stanley, I. dan Djuardi, Y. (2014). “Relationship Between Ascaris Lumbricoides


Infection and Body Mass Index-for-Age in School-aged Children Living in
Nangapanda Subdistrict, East Nusa Tenggara”. Thesis of Department of
Parasitology, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia. 1-21.

13

Anda mungkin juga menyukai