E.1. PENDEKATAN
Untuk mencapai keberhasilan dalam Revisi RTRW Kabupaten Teluk Wondama maka
diperlukan beberapa pendekatan yang dapat menunjang dan menginterprestasikannya, yakni:
1. Pendekatan keterpaduan perencanaan dari bawah dan dari atas (top down and bottom up
planning). Pendekatan ini menggunakan dua sisi yaitu penyerapan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat luas dan penyesuaian dengan kemampuan pembiayaan pemerintah sebagai
pengayom masyarakat.
2. Pendekatan Intersektoral Holistik atau disebut juga sebagai perencanaan komprehensif yaitu
pendekatan perencanaan yang dimulai dengan diagnosis secara umum diwilayah perencanaan
melalui pengamatan potensi dan masalah masing-masing kawasan untuk pengembangan
ekonomi masyarakat dan lingkup wilayah, ketersediaan dan kemampuan/kualitas sumberdaya
manusia, kebutuhan sarana dan prasarana, kemampuan pemerintah dan pengadaan program-
program pembangunan/ pengembangan.
3. Pendekatan perencanaan yang berkelanjutan, dengan prinsip yaitu agar didalam perencanaan
dan pengembangan/pengendalian program menjadi lebih terpadu dan berkesinambungan
(Sustainability of tourism development approach) yang berpijak kepada:
Kesinambungan antara aspek kelestarian dan pengembangan yang berorientasi masa
depan atau jangka panjang;
Penekanan pada nilai manfaat pelayanan bagi masyarakat guna mewujudkan
kesejahteraan;
Prinsip pengelolaan sumberdaya yang tidak merusak tetapi berkelanjutan bagi budaya,
sosial dan ekonomi;
Keselarasan antara penataan ruang, aktivitas, lingkungan dan masyarakat.
4. Pendekatan masyarakat (community approach) yaitu:
Pendekatan terhadap masyarakat tersebut dimulai dengan menggunakan bahasa dialog
maupun dengan penyebaran kuisioner antara perencana dengan pelaku pembangunan
(stakeholder) guna menyelaraskan persepsi dalam pemanfaatan tata ruang.
5. Esensi Penataan Ruang:
Penataan ruang merupakan Proses Perencanaan Tata Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang, untuk Mewujudkan Ruang yang :
Aman: masyarakat dapat menjalankan aktivitas kehidupannya dengan terlindungi dari
berbagai ancaman,
Nyaman: memberi kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk mengartikulasikan
nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai manusia dalam suasana yang tenang dan
damai,
Produktif: proses produksi dan distribusi berjalan secara efisien sehingga mampu
memberikan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat sekaligus
meningkatkan daya saing,
Berkelanjutan: kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan,
tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun juga generasi yang akan datang.
E.1.2. Pendekatan
Untuk mencapai keberhasilan dalam Revisi RTRW Kabupaten Teluk Wondama maka
diperlukan beberapa pendekatan yang dapat menunjang dan menginterprestasikannya, yakni:
a. Pendekatan keterpaduan perencanaan dari bawah dan dari atas (top down and bottom
up planning). Pendekatan ini menggunakan dua sisi yaitu penyerapan aspirasi dan
kebutuhan masyarakat luas dan penyesuaian dengan kemampuan pembiayaan
pemerintah sebagai pengayom masyarakat.
b. Pendekatan Intersektoral Holistik atau disebut juga sebagai perencanaan komprehensif
yaitu pendekatan perencanaan yang dimulai dengan diagnosis secara umum diwilayah
perencanaan melalui pengamatan potensi dan masalah masing-masing kawasan untuk
pengembangan ekonomi masyarakat dan lingkup wilayah, ketersediaan dan
kemampuan/kualitas sumberdaya manusia, kebutuhan sarana dan prasarana,
kemampuan pemerintah dan pengadaan program-program pembangunan/
pengembangan.
E.1.3. Prinsip
Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Teluk Wondama disusun dengan
prinsip Pembangunan Berkelanjutan. Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan sehingga Kabupaten
Pembangunan Berkelanjutan adalah wilayah pemerintahan administrasi kabupaten yang
menyelenggarakan pembangunan dengan menerapkan prinsip perlindungan, pengawetan dan
pemanfaatan sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati secara bijaksana dan lestari serta
menjaga dan memulihkan lingkungan hidup dan ekosistem penting yang telah terdegradasi.
E.2. METODOLOGI
E.2.1. Revisi RTRW
E.2.1.1. Metode Pengumpulan Data
Berdasarkan jenis datanya maka kegiatan pengumpulan data melalui survey dilakukan
melalui 2 (dua) metode pengumpulan data, yaitu :
1. Penjaringan aspirasi masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui FGD
2. Pengenalan kondisi fisik dan sosial ekonomi wilayah.
Dari total nilai dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai minimum dan maksimum total
nilai. Dari angka di atas, nilai minimum yang mungkin diperoleh adalah 32 sedangkan nilai
maksimum yang dapat diperoleh adalah 160. Dengan demikian, pengkelasan dari total nilai ini
adalah:
1. Kelas A dengan nilai 32 – 58
2. Kelas B dengan nilai 59 – 83
3. Kelas C dengan nilai 84 – 109
4. Kelas D dengan nilai 110 – 134
5. Kelas E dengan nilai 135 – 160
Dari hasil analisis analisa SKL Kemudahan Dikerjakan, terdapat 5 kategori kemampuan lahan
yaitu kemudahan dikerjakan sangat rendah sampai dengan tinggi, seperti disajikan pada Tabel
dibawah ini.
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi lahannya
dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan disebut kestabilan
lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya mudah longsor,
mudah bergerak yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan atau permukiman
dan budidaya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan, perkebunan dan resapan air.
❖ Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi
Tujuan analisis SKL Kestabilan Pondasi adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan
untuk mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi
yang sesuai untuk masing-masing tingkatan.
Sasaran yang diharapkan tercapai dengan melakukan analisis ini adalah:
1. Mengetahui gambaran daya dukung tanah secara umum.
2. Memperoleh gambaran tingkat kestabilan pondasi di wilayah dan/atau kawasan.
3. Mengetahui perkiraan jenis pondasi dari masing-masing tingkatan kestabilan pondasi
Dari hasil analisis SKL Kestabilan Pondasi, terdapat 4 kategori kemampuan lahan yaitu
kestabilan pondasi rendah sampai dengan tinggi, seperti disajikan pada tabel berikut.
Dari hasil analisis SKL Ketersediaan Air, terdapat 4 kategori kemampuan lahan yaitu
ketersediaan air rendah sampai dengan ketersediaan air tinggi, seperti disajikan pada tabel
berikut.
Ketersediaan air sangat tinggi artinya ketersediaan air tanah dalam dan dangkal cukup banyak.
Sementara ketersediaan air sedang artinya air tanah dangkal tak cukup banyak, tapi air tanah
dalamnya banyak.
❖ Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase
Tujuan analisis SKL untuk Drainase adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam
mematuskan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal
maupun meluas dapat dihindari.
Sasaran yang diharapkan tercapai dengan melakukan analisis ini adalah:
1. Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam proses pematusan.
2. Memperoleh gambaran karakteristik drainase alamiah masing-masing tingkatan
kemapuan drainase.
Dari hasil analisis SKL untuk drainase, terdapat 3 kategori kemampuan lahan yaitu drainase
kurang, drainase sedang dan drainase cukup, seperti disajikan pada tabel berikut.
Drainase berkaitan dengan aliran air serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase tinggi artinya
aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Drainase kurang berarti aliran air sulit dan
mudah tergenang.
❖ Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi
Tujuan analisis SKL terhadap Erosi adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang mengalami
keterkikisan tanah, sehingga dapat diketahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi serta
antisipasi dampaknya pada daerah yang lebih hilir.
Sasaran yang diharapkan tercapai dengan melakukan analisis ini adalah:
1. Mengetahui tingkat keterkikisan tanah di wilayah dan/atau kawasan perencanaan.
2. Mengetahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi.
3. Memperoleh gambaran batasan pada masing-masing tingkatan kemampuan terhadap
erosi.
4. Mengetahui daerah yang peka terhadap erosi dan perkiraan arah pengendapan hasil
erosi tersebut pada bagian hilirnya.
Dari hasil analisa SKL terhadap Erosi, terdapat 5 kategori kemampuan lahan yaitu tidak ada
erosi, erosi sangat rendah sampai dengan tingkat erosi tinggi, seperti disajikan pada tabel
berikut.
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi berarti
lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah berarti lapisan
tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak ada pengelupasan
lapisan tanah.
❖ Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah
Tujuan analisis SKL Pembuangan Limbah adalah untuk mengetahui daerah-daerah yang
mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan akhir dan pengolahan limbah, baik
limbah padat maupun limbah cair.
Dari hasil analisa SKL Pembuangan Limbah, terdapat 3 kategori kemampuan lahan yaitu
kemampuan lahan untuk pembuangan limbah kurang, kemampuan lahan untuk pembuangan
limbah sedang dan kemampuan lahan untuk pembuangan limbah cukup, seperti disajikan
pada tabel berikut ini.
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau
tidak sebagai lokasi pembuangan. SKL pembuangan limbah kurang berarti wilayah tersebut
kurang/tidak mendukung sebagai tempat pembuangan limbah.
❖ Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Bencana Alam
Tujuan analisis SKL terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari sisi geologi, untuk
menghindari/mengurangi kerugian dan korban akibat bencana tersebut.
Sasaran yang diharapkan tercapai dengan melakukan analisis ini adalah:
1. Mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi penampungan
akhir dan pengolahan limbah padat atau sampah.
2. Mengetahui daerah yang mampu untuk ditempati lokasi penampungan akhir dan
pengolahan limbah cair.
3. Mempersiapkan daerah-daerah tersebut dan pengamanannya sebagai lokasi
pembuangan akhir limbah.
SKL terhadap Bencana Alam merupakan pertampalan (overlay) dari peta rawan bencana alam
di wilayah perencanaan, yaitu peta rawan bencana gunung berapi dan gerakan tanah/longsor.
Morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi pada peta rawan bencana gunung api dan
longsor. Sedangkan lereng datar yang dialiri sungai dinilai tinggi pada rawan bencana banjir.
Kelas 1 artinya rawan bencana alam dan kelas 5 artinya tidak rawan bencana alam.
▪ Membandingkan daya tampung ini dengan jumlah penduduk yang ada saat ini dan
proyeksinya untuk waktu perencanaan. Untuk daerah yang melampaui daya tampung
berikan persyaratan pengembangannya.
❖ Persyaratan dan Pembatasan Pengembangan
Langkah pelaksanaan meliputi:
▪ Menginventarisasi kendala fisik masing-masing arahan peruntukan lahan berdasarkan
klasifikasi kemampuan lahan dan satuan-satuan kemampuan lahan.
▪ Menginventarisasi batasan-batasan pengembangan pada masing-masing arahan
peruntukan lahan menurut arahan-arahan kesesuaian lahan, klasifikasi kemampuan
lahan, serta satuan-satuan kemampuan lahan.
▪ Menentukan persyaratan dan pembatas pengembangan/pembangunan pada masing-
masing peruntukan lahan berdasarkan hasil inventarisasi tersebut di atas.
Pt = Po + a.t
Keterangan:
Pt : jumlah penduduk pada tahun t
Po : jumlah penduduk pada tahun awal
a : rata-rata pertambahan penduduk
t : selisih tahun
▪ Metode Eksponensial
Rumus:
Pt = Po (1+r)n
Keterangan:
Pt : jumlah penduduk pada tahun t
Po : jumlah penduduk pada tahun awal
r : rata-rata pertumbuhan penduduk
n : lama proyeksi
Dengan menggunakan rumus tersebut, kita bisa melihat sejauh mana peningkatan kualitas
pembangunan manusia dari tahun ke tahun. Sehingga akan terukur apakah proses
pembangunan manusia dikatakan berangsur naik atau justru turun.
D. Analisa Sistem Permukiman/Pusat Kegiatan/Sistem Perkotaan dan Fungsi Pusat Permukiman
1) Perhitungan Tingkat Keterpusatan Eksisting
Analisis tingkat keterpusatan eksisting (sistem perkotaan) yang didasarkan pada hasil
identifikasi sebaran daerah fungsional perkotaan-perkotaan (functional urban area) yang
ada di wilayah kabupaten. Analisis ini juga dilengkapi dengan analisis interaksi
antarpusatpusat permukiman atau jangkauan pelayanan yang ada di wilayah kabupaten.
Analisis ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode analisis antara lain skala
gutman, skalogram, indeks sentralitas, sociogram, christaller, indeks keutamaan,
dan/atau metode analisis lainnya. Diantara beberapa metode analisa tersebut yang
biasa digunakan adalah indeks sentralitas dan skalogram.
2) Indeks Sentralitas
lndeks sentralitas merupakan bagian dari indeks fungsi wilayah atau yang sering disebut
dengan analisis fungsi yang merupakan analisis terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang
tersebar di wilayah studi, dalam kaitannya dengan berbagai aktivitas
penduduk/masyarakat, untuk memperoleh/memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut
(Riyadi, 2003). lndeks sentralitas dimaksudkan untuk mengetahui struktur/hierarki
pusat-pusat pelayanan yang ada dalam suatu wilayah perencanaan pembangunan,
seberapa banyak fungsi yang ada, berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang
dilayani serta seberapa besar frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan
wilayah permukiman (Riyadi, 2003).
Frekuensi keberadaan fungsi menunjukkan jumlah fungsi sejenis yang ada dan tersebar
di wilayah tertentu, sedangkan frekuensi kegiatan menunjukkan tingkat pelayanan yang
mungkin dapat dilakukan oleh suatu fungsi tertentu di wilayah tertentu.
Dengan:
X = Jumlah fungsi per Sarana
Y = X/Total fungsi(Xi)*100
Xi = Total fungsi per Sarana
Yi = Total bobot (Yi = 100/Xi)
Perbelanjaan
Perkantoran
Nilai Indeks
Pertokoan
Penyiaran
Komulatif
Hiburan
Khusus
Swasta
Pasar
Pasar
Pusat
Pusat
Bank
Nilai
Biro
No. Nama Distrik
1
2
3
4
5
6
7 dst
Sumber: Hasil Analisis, 2022
4. Industri
Kawasan Sentra
Kawasan Showroom Nilai Nilai
No. Nama Distrik Peruntukkan Industri
Industri Industri Komulatif Indeks
Industri Kecil
1
2
3
4
5
6
7 dst
Sumber: Hasil Analisis, 2022
5. Pariwisata
Biro Perjalanan Money Nilai Nilai
No. Nama Distrik Obyek Wisata
/Travel Agent Changer Komulatif Indeks
1
2
3
4
5
6
7 dst
Sumber: Hasil Analisis, 2022
6. Sarana Pelayanan Umum
a. Pendidikan
Perguruan
No. Nama Distrik SMA SMP Nilai Komulatif Nilai Indeks
Tinggi
1
2
3
4
5
6
7 dst
Sumber: Hasil Analisis, 2022
No. Distrik Masjid Gereja Pura Vihara Nilai Komulatif Nilai Indeks
1
2
3
4
5
6
7 dst
Sumber: Hasil Analisis, 2022
d. Olahraga
No. Nama Distrik Stadion Sport Center Nilai Komulatif Nilai Indeks
1
2
3
4
5
6
7 dst
Sumber: Hasil Analisis, 2021
e. Transportasi (Terminal, Stasiun, Terminal Kargo)
No. Nama Distrik Terminal Stasiun Terminal Cargo Nilai Komulatif Nilai Indeks
1
2
3
4
5
6
7 dst
Sumber: Hasil Analisis, 2022
Tabel ini menjelaskan tentang penggunaan air rata-rata untuk rumah tangga.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa, rata-rata total kebutuhan air untuk
rumah tangga adalah sebanyak 295 liter/orang/hari. Penggunaan air
terbanyak ialah untuk keperluan toilet, yaitu sebanyak 70 liter/orang/hari.
Sedangkan, penggunaan air paling sedikit ialah untuk keperluan dapur, yaitu
sebanyak 45 liter/orang/hari.
Berdasarkan standar yang dikeluarkan oleh Departemen Kimpraswil tahun
2003, kebutuhan air domestik (rumah tangga) untuk kota dibagi dalam
beberapa kategori, yaitu:
a. Kategori Kota I (Metropolitan)
b. Kategori Kota II (Kota Besar)
c. Kategori Kota III (Kota Sedang)
d. Kategori Kota IV (Kota Kecil)
e. Kategori Kota V (Desa)
Untuk mengetahui standar kebutuhan air domestik pada tiap-tiap kategori
dapat di lihat pada tabel dibawah ini:
Tabel ini menjelaskan tentang standar kebutuhan air domestik untuk tiap
kategori. Kebutuhan air untuk tiap kategori bervariasi, sesuai dengan
kategori daerahnya. Semakin besar kategorinya, maka kebutuhan airnya juga
Tabel ini menjelaskan mengenai standar kebutuhan air minum untuk fasilitas
di daerah perkotaan. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa, standar
kebutuhan air minum untuk fasilitas di daerah perkotan bervariasi, tidak
sama antar jenis sarana.
3. Sistem Penyediaan Air Bersih
Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia nomor 16 tahun 2005 tentang
pengembangan sistem penyediaan air minum menyebutkan bahwa suatu sistem
penyediaan air bersih yang mampu menyediakan air yang dapat diminum dalam jumlah
yang cukup merupakan hal penting bagi suatu kota besar yang modern. Unsur-unsur yang
membentuk suatu sistem penyediaan air yang modern yaitu sumber-sumber penyediaan,
sarana-sarana penampungan, sarana-sarana penyaluran, sarana-sarana pengolahan,
sarana-sarana penyaluran (dari pengolahan) tampungan sementara, dan sarana-sarana
distribusi.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang
pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) merupakan satu-kesatuan sistem
fisik (teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum. Terdapat pada peraturan
tersebut pasal 5 disebutkan bahwa:
a) SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan
perpipaan
b) SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit
distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan.
c) SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa
tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air
kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.
d) SPAM harus dikelola secara baik dan berkelanjutan.
e) Ketentuan teknis mengenai SPAM bukan jaringan perpipaan diatur lebih lanjut
dengan peraturan menteri.
Gambar E. 13 Inlet
e) Siphon
Siphon dibangun bila ada persilangan dengan sungai. Siphon dibangun
dibawah penampang sungai, karena tertanam di dalam tanah maka pada
waktu pembangunannya harus dibuat secara kuat sehingga tidak terjadi
keretakan atau kerusakan konstruksi. Permen PU No 12 tahun 2014
menyatakan bahwa siphon adalah bangunan air yang berfungsi mengalirkan
air bagian bawah jalan, jalan kereta api, dan bangunan lainnya dengan
menggunakan gravitasi.
f) Pintu Air
Pintu air memiliki peran dalam menunjang sistem drainase. Pada kondisi air
di hilir tinggi, baik air pasang maupun air banjir, maka air dari drainase tidak
dapat mengalir ke pembuang, bahkan dimungkinkan terjadi aliran balik.
Pada ujung saluran drainase perlu dilengkapi dengan bangunan pengatur
berupa pintu pengatur untuk menghindari terjadinya aliran balik (Suripin,
2004).
Gambar E. 17 Gorong-Gorong
h) Bangunan Terjun
Bangunan terjun diperlukan bila penempatan saluran terpaksa harus
melewati jalur dengan kemiringan dasar (S) yang cukup besar (Edisono,
1997). Bangunan terjun dibangun untuk mengurangi kemiringan saluran
yang terlalu curam. Bangunan terjun berfungsi untuk mereduksi kelajuan air
yang mengalir deras, sehingga tidak merusak bangunan lainnya. Permen PU
No 12 tahun 2014 menyatakan bahwa bangunan terjun adalah bangunan
yang berfungsi menurunkan kecepatan aliran air dari hulu. Bangunan ini
direncanakan pada saluran dengan kemiringan yang curam sehingga
terdapat batas kecepatan maksimum air.
𝑉 = 𝛼. 𝛽. 𝐼. 𝐴. 𝑇 (2-1)
Keterangan:
V = volume tampungan air hujan (m3)
α = Koefisien limpasan
Keterangan:
H = Tinggi muka air dalam sumur (m)
F = Adalah faktor geometric (m)
Q = Debit air masuk
Sedangkan jenis pewadahan sampah juga disesuaikan dengan sumber sampah agar
seluruh sampah yang terkumpul dapat tertampung dengan baik. Pada Tabel dibawah ini
ditunjukkan jenis wadah yang sesuai untuk masing-masing sumber sampah.
PENYEDIAAN:
AGRICULTURE • AIR BERSIH
AQUACULTURE
• IRIGASI
DEBIT
ARUS
ERODIBILITAS
F=1-R
Tingkat keandalan dapat dinyatakan dalam satuan waktu dan volume. Keandalan
menurut satuan waktu dinyatakan sebagai:
𝑛
𝑅𝑡 = 𝑥 100 %
𝑁
Dimana:
Rv : adalah keandalan waktu
n : adalah jumlah waktu kebutuhan air terpenuhi; dan
N : adalah jumlah seluruh waktu
Sedangkan tingkat keandalan menurut volume didefinisikan sebagai:
𝑣
𝑅𝑣 = 𝑥 100 %
𝑉
Dimana:
Rv : adalah keandalan menurut volume
v : adalah volume penyediaan air; dan
V : adalah volume air yang dibutuhkan.
𝐸𝑡𝑐 = 𝑘𝑐 × 𝐸𝑇𝑜
dimana:
Etc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
ET0 = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
kc = koefisien tanaman
𝐸𝑡𝑜 = 𝑘𝑝 × 𝐸𝑝𝑎𝑛
Koefisien Tanaman
Nilai-nilai koefisien tanaman untuk padi, sesuai dengan tahap pertumbuhannya, dan
berdasarkan metode perhitungan rumus evapotranspirasi Penman (Nedeco/Prosida atau
FAO) adalah sebagai berikut pada tabel berikut.
Perkolasi
Laju perkolasi berkisar antara 1 – 3 mm/hari, bergantung pada sifat-sifat tanahnya
apakah lempung, lanau atau pasir.
Pergantian lapisan air
Pergantian lapisan air biasa dilakukan setelah pemupukan. Pergantian lapisan air ini
pada umumnya dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari
selama ½ bulan) pada saat sebulan dan dua bulan setelah tanam.
Curah hujan efektif
Curah hujan efektif dapat diperkirakan sebesar 70 % dari curah hujan minimum tengah-
bulanan dengan periode ulang 5 tahun (R80%).
𝑅𝑒 = 0,7 × 𝑅80%
dimana:
Re = Hujan Efektif
R80% = Hujan minimum 5 tahunan
Sedangkan untuk perikanan di kolam, Nippon Koei (1993) menyarankan penggunaan indeks
kebutuhan air 7 mm/hari, yang berada sedikit dibawah kebutuhan rata-rata untuk irigasi yang
8,64 mm/hari atau 1 liter/s/ha.
6) Kebutuhan Air Lingkungan
Goodman (1984) menyatakan bahwa kebutuhan air mencakup kebutuhan untuk rumah-
tangga, perkotaan dan industri, irigasi, tenaga listrik, navigasi, serta kebutuhan air untuk
rekreasi, perikanan dan satwa liar. Kebutuhan air yang terakhir ini dapat diartikan sebagai
kebutuhan air untuk lingkungan atau pemeliharaan aliran sungai. Pedoman Studi Proyek
Pengairan PSA 01 (Ditjen Pengairan) juga telah memuat perlunya pemeliharaan aliran untuk
satwa langka.
Aliran Pemeliharaan Sungai
Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2011 tentang Sungai, yang telah batal demi hukum
karena induknya yaitu Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air telah
dibatalkan, menyatakan bahwa besarnya aliran pemeliharaan sungai adalah debit andalan
95%. Besarnya aliran pemeliharaan sungai ini setara ini dengan debit kering 20 tahunan, suatu
angka yang relatif kecil, namun pada wilayah sungai dengan pemanfaatan sumber daya yang
maksimal dipandang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan pengguna air lainnya.
Kelemahan pendekatan ini adalah pada sungai dengan kondisi daerah tangkapan air yang
masih alami pada umumnya memiliki fluktuasi yang relatif kecil dan akibatnya nilai Q 95%
menjadi besar mendekati Q80% dan debit rata-rata. Untuk menghindari hal ini, dapat digunakan
Metode Tennant, di mana besarnya aliran pemeliharaan dinyatakan sebagai persentase dari
debit aliran sungai rata-rata, dengan nilai persentase minimum 10% dari debit rata-rata.
i. Neraca Ketersediaan dan Kebutuhan Air
Neraca air menyatakan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air. Selain dinyatakan
sebagai ketersediaan air dikurangi kebutuhan air, juga lazim digunakan Indeks Pemakaian Air
(IPA) yang merupakan rasio antara pemakaian air dengan ketersediaan air. IPA ini telah umum
digunakan sebagai indikator neraca air pada DAS dan Wilayah Sungai (Ditjen Sumber Daya Air,
2003).
Dalam menghitung neraca air, perlu diperhatikan berbagai pendefinisian mengenai
ketersediaan air, yaitu apakah digunakan ketersediaan rata-rata, ketersediaan pada musim
kemarau, atau ketersediaan yang dapat diandalkan.
Banyaknya air yang tersedia dapat juga dinyatakan berlaku dalam suatu areal tertentu,
misalnya pada suatu pulau, wilayah sungai, daerah aliran sungai, dan infrastruktur sumber daya
air, misalnya bendung irigasi, di mana satuan yang kerap digunakan adalah banyaknya air yang
tersedia pada satu satuan waktu, misalnya juta meter kubik per tahun atau milimeter per hari.
Untuk pengambilan air yang terletak di bagian hulu dari DAS, neraca air sebaiknya dihitung atas
dasar ketersediaan air pada lokasi pengambilan air, bukan pada ketersediaan air di seluruh
DAS.
Teras Kredit
(UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, PP 34 Tahun 2006 tentang Jalan dan PP 26 Tahun 2008
tentang RTRWN)
Dari Hasil analisis di atas, maka dapat direkomendasikan beberapa ruas jalan yang perlu
ditingkatkan fungsinya.
a) Konektivitas
Model penggunaan tanah dan transportasi dalam hal ini mempunyai hubungan yang sangat
erat sekali dan merupakan dasar-dasar penting dalam perencanaan tata guna tanah dan sistem
transportasi dalam hal ini meliput:
Model Aksesibilitas (Daya Hubung)
Menunjukkkan suatu sistem untuk melakukan hubungan dengan tempat lainnya dalam suatu
tata ruang kegiatan. Daya hubung ini merupakan kemampuan transportasi yang dinyatakan
dalam jarak geografis, waktu tempuh, biaya perjalanan dan kenyamanan dalam perjalanan.
Daya hubung ini dinyatakan sebagai berikut :
S ( j)
A(i,j) = x
D (i. j )
Dimana :
A (ij) = Daya hubung relatif I ke j
S (j) = daya tarik total j, yang merupakan fungsi j
D (i,j) = Jarak i ke j
x = Derajat jarak yang diperoleh dari studi empiris
Dari analisis ini dapat diketahui tempat - tempat (lokasi - lokasi) yang mempunyai daya hubung
tinggi merupakan potensi bagi kegiatan yang bersifat produktif karena adanya keuntungan
lokasi, mempunyai nilai dan harga tanah yang lebih tinggi dan intensitas penggunaan ruangnya
tinggi dalam perencanaan tanah kota dimasa akan datang.
Model Analisis Tingkat Kemudahan Pencapaian
Pada prinsipnya penggunaan model analisis ini adalah untuk mengetahui seberapa mudahnya
suatu tempat (lokasi) dicapai dari lokasi yang lain.
Teknik analisisnya adalah sebagai berikut :
KFT
A =
d
Dimana:
A = Nilai aksesibilitas
Keterangan :
LQ = Besarnya kuotien lokasi kegiatan basis
Si = Jumlah variabel kegiatan i di daerah penelitian
S = Jumlah variabel kegiatan i di seluruh wilayah studi
Ni = jumlah seluruh variabel di daerah penelitian
N = jumlah seluruh variabel di seluruh wilayah studi
Jika rasio lebih besar dari 1 (LQ > 1) menunjukkan kegiatan ekspor atau basis dan jika
LQ = 1 menunjukkan bahwa wilayah tersebut mampu untuk mencukupi kebutuhannya
sendiri dan bila LQ < 1 menunjukkan bahwa wilayah tersebut tidak mampu untuk
mencukupi kebutuhannya sendiri dan cenderung untuk impor. Dari hasil tersebut, bila LQ
> 1 diberikan tanda positif (+) dan bila LQ = 1 diberikan tanda positif (+) dan bila LQ < 1
maka diberikan tanda negatif (-). Analisis ini mengasumsikan kondisi untuk kurun waktu
3-10 tahun.
b) Analisa Growth-Share
1. Growth
Growth untuk melihat tingkat pertumbuhan produktivitas dari tahun ke tahun.
Rumus:
Growth = Tn – Tn-1 x 100
Tn-1
Keterangan:
Tn = Jumlah produksi tahun ke-n
Tn-1 = Jumlah produksi tahun awal
Dari hasil tersebut (growth 1 dan growth 2) dirata-rata. Hasil dari rata-rata diatas
kemudian data dan hasilnya dijadikan standart bagi rata-rata produksi lain. Tanda
positif (+) dinyatakan bahwa produksi tersebut berpotensi dan tanda negatif
dianggap bahwa produksi tersebut kurang berpotensi.
(-)
Dimana:
KG = Angka Koefisien Gini
Xi = Proporsi jumlah rumah tangga komulatif dalam kelas i
fi = Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas i
Yi = Proporsi jumlah pendapatan rumah tangga kumulatif dalam kelas i
Pengukuran tingkat ketimpangan atau ketidakmerataan pendapatan yang relatif sangat
sederhana pada suatu negara dapat diperoleh dengan menghitung rasio bidang yang
terletak antara garis diaogonal dan kurva lorenz dibagi dengan luas separuh bidang
dimana kurva lorenz itu berada. Rasio inilah yang dikenal sebagai rasio konsentrasi Gini
(Gini Concentration Ratio) yang seringkali disingkat dengan istilah koefisien Gini (Gini
Coefficient).
Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan
(pendapatan/kesejahteraan) agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar
antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan yang sempurna) (Haris
Munandar,2000). Berikut nilai koefisien indeks Gini dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
n
Vw = Σ (yi - y)2(fi/n) 0<Vw<1 ...........................................................................(2.3)
i=1
Dimana :
yi = PDRB perkapita daerah i
y = PDRB perkapita rata-rata seluruh daerah
fi = jumlah penduduk daerah i
n = jumlah penduduk seluruh daerah
0<Vw<1
Dimana:
yi = PDRB perkapita daerah i
y = PDRB perkapita rata-rata
seluruh daerah
fi = jumlah penduduk daerah i
n = jumlah penduduk seluruh
n
daerah KG= Σ (Xi+1- Xi)(Yi +Yi+1)
(Sjafrizal,2008) i=1
Atau
n
KG= Σ fi (Yi+1+ Yi)
i=1
Dimana:
KG = Angka Koefisien Gini
Perhitungan indeks Kapasitas Fiskal Daerah / IKFD Kabupaten Teluk Wondama dihitung
dengan cara membagi Kapasitas Fiskal Daerah kabupaten tersebut dengan rata-rata
Kapasitas Fiskal Daerah seluruh kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Timur.
Analisa Potensi Sumber Pendanaan
Analisa potensi sumber pendanaan di Kabupaten Teluk Wondama dilakukan dengan
menganalisa kemampuan sumber-sumber pendanaan dengan mengacu pada diagram
berikut ini.
SUMBER
PENDANAAN PAD
Ruang Fiskal
Pendapatan Daerah
DAK
Investasi
(Pembentukan Modal Tetap Brutto)
Primer
Penanaman Modal
(Realisasi Investasi) Sekunder (Industri)
Tersier
L. Analisis Kelembagaan
Analisis kelembagaan dilakukan untuk memahami kapasitas pemerintah kabupaten dalam
menyelenggarakan pembangunan yang mencakup struktur organisasi dan tata laksana
pemerintahan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana kerja, produk-produk pengaturan
serta organisasi nonpemerintah, perguruan tinggi dan masyarakat dengan menggunakan
diagram.
Penyelenggaraan penataan ruang diselenggarakan dengan memperpadukan berbagai
kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
Sehingga dalam perpaduan berbagai kepentingan diperlukan penguatan fungsi koordinasi
sebagai upaya untuk meningkatkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan penataan ruang. Koordinasi penyelenggaraan penataan ruang dilakukan
melalui koordinasi dalam satu wilayah administrasi, koordinasi antar daerah, dan koordinasi
antar tingkatan pemerintahan.
Jenis dan mekanisme koordinasi:
1. Koordinasi dalam satu wilayah administrasi merupakan koordinasi antar instansi dalam
masing-masing wilayah administrasi.
BUPATI
MENTERI GUBERNUR
WALIKOTA
Forum Penataan Ruang bertugas untuk membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dengan memberikan masukan dan pertimbangan dalam Pelaksanaan Penataan Ruang.
Forum Penataan Ruang berdasarkan wilayah kerjanya terdiri atas:
1. Forum Penataan Ruang pusat.
▪ Pembentukan FPR ditingkat pusat ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
▪ Anggota FPR pusat terdiri atas perwakilan dari kementerian/lembaga terkait
Penataan Ruang, asosiasi profesi, asosiasi akademisi, dan tokoh Masyarakat
2. Forum Penataan Ruang provinsi.
▪ Pembentukan FPR ditingkat provinsi ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
▪ Anggota FPR provinsi terdiri atas instansi vertikal bidang tata ruang dan
pertanahan, perangkat daerah, asosiasi profesi, akademisi, dan tokoh masyarakat
3. Forum Penataan Ruang kabupaten/kota.
▪ Pembentukan FPR ditingkat kabupaten/kota ditetapkan dengan Keputusan
Bupati/Walikota.
▪ Anggota FPR kabupaten/kota terdiri atas instansi vertikal bidang tata ruang dan
pertanahan, perangkat daerah, asosiasi profesi, akademisi, dan tokoh masyarakat.
Anggota FPR yang berasal dari unsur asosiasi profesi, akademisi, dan tokoh masyarakat harus
memiliki pemahaman terhadap:
1. kondisi dan permasalahan pembangunan setempat;
2. potensi pengembangan wilayah setempat;
3. kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
Kementerian /Lembaga
Asosiasi Profesi Akademisi Tokoh Masyarakat
dan Perangkat Daerah
Pelaku Usaha
Kelompok Kerja
Unsur pemerintah dan unsur
masyarakat yang dipandang
memiliki kompetensi terkait
dengan substansi yang
dibahas dalam kelompok
kerja.
2 PENYUSUNAN PETA
Penyusunan Peta dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dilakukan dengan
menggunakan software Sistem Informasi Geografis (SIG). Penggunaan SIG dalam pemetaaan tata
ruang telah dilakukan sejak lama dan semakin berkembang hingga saat ini. Dalam perkembangannya
tersebut terdapat penyempurnaan-penyempurnaan yang berujung pada Peraturan Menteri
ATR/Kepala BPN Nomor 14 Tahun 2021 Pedoman Penyusunan Basis Data Dan Penyajian Peta
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, Serta Peta Rencana Detail Tata Ruang
Kabupaten/Kota.
4 ATURAN TOPOLOGI
Topologi merupakan ketentuan yang terkait dengan hubungan antar objek-obyek spasial berupa
titik, garis maupun area dari suatu unsur geografis. Topologi diperlukan untuk mengelola geometri
dari objek-objek spasial yang digunakan bersama (shared geometry) serta untuk menjaga integritas
data.
Tahapan pengecekan topologi dilaksanakan dengan memperhatikan ketentuan sebagai
berikut:
a) Melakukan pembentukan topologi (topology build) sesuai dengan topological rules yang
ditetapkan. Pembentukan topologi secara iteratif mencakup topologi dalam satu unsur
maupun topologi antar unsur dari geometri titik dan garis.
No Entitas Geometri Aturan Topologi
1 Titik (Jembatan & Toponim Must Be Disjoint
Tabel E. 47 Tabel Format Atribut Peta Rencana Struktur Ruang dan Contoh Pengisiannya
Tabel E. 48 Tabel Format Atribut Peta Rencana Pola Ruang dan Contoh Pengisiannya
Tabel E. 49 Tabel Format Atribut Peta Penetapan Kawasan Strategis dan Contoh Pengisiannya
10 PENYUSUNAN KLHS
Pendekatan Penyusunan
Dalam pembuatan KLHS terdapat atau dikenal empat jenis pendekatan yang dilakukan. Empat
kategori atau model kelembagaan (pendekatan) KLHS ini muncul sebagai refleksi atas adanya
perbedaan dalam menyikapi peraturan perundangan (UNEP 2002; Saddler 2005).
1. KLHS dengan Kerangka Dasar AMDAL (EIA Mainframe)
2. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan (Environmental Appraisal Style)
3. KLHS sebagai Kajian Terpadu atau Penilaian Keberlanjutan (IntegratedAssessment/
Sustainability Appraisal)
4. KLHS sebagai pendekatan untuk pengelolaan berkelanjutan sumberdayaalam
(Sustainable Resource Management)
Berdasarkan empat jenis pendekatan yang ada pendekatan yang dipilih untuk pembuatan
KLHS adalah pendekatan ke tiga yaitu KLHS sebagai Kajian Terpadu atau Penilaian Keberlanjutan
(Integrated Assessment/ Sustainability Appraisal). Jenis pendekatan ini, KLHS ditempatkan sebagai
Tabel E. 50 Daftar Uji Penapisan Kebijakan, Rencana dan/atau Program yang Berpotensi
Menimbulkan Dampak dan/atau Risiko Lingkungan Hidup
Penilaian
Uraian Pertimbangan dan Kesimpulan
Kriteria Penapisan Kesimpulan:
(didukung data dan informasi yang
(Penjelasan Pasal 15 (Signifikan atau
menjelaskan apakah kebijakan, rencana
No ayat 2 UUPPLH) Tidak
dan/atau program yang ditapis menimbulkan
Signifikan)
risiko/dampak terhadap lingkungan hidup)
1 Perubahan iklim
Kerusakan, kemerosotan,
2 dan/atau kepunahan
keanekaragaman hayati
Peningkatan intensitas dan
cakupan wilayah bencana
3 banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran hutan dan
lahan
Penurunan mutu dan
4
kelimpahan sumber daya alam
Peningkatan alih fungsi
5
kawasan hutan dan/atau lahan
Peningkatan jumlah penduduk
6
miskin atau terancamnya
B. PELAKSANAAN KLHS
Sebagaimana ditetapkan dalam UU PPLH No. 32 Tahun 2009 (Pasal 15 Ayat 3) serta tercantum
pada peraturan menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 69 Tahun 2017 pasal 13,
pembuatan dan pelaksanaan KLHS dilakukan melalui mekanisme:
1. Pengkajian pengaruh KRP terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
2. Perumusan alternatif penyempurnaan KRP; dan
3. Penyusunan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan KRP yang
mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Identifikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, aspek ekonomi,
dan aspek lingkungan hidup
Identifikasi dan perumusan isu pembangunan berkelanjutan dilaksanakan melalui proses
pengumpulan isu pembangunan berkelanjutan, penapisan isu pembangunan berkelanjutan
strategis, serta pemilihan isu pembangunan berkelanjutan prioritas
Tabel E. 54 Contoh Isu Pembangunan Berkelanjutan KLHS Revisi RTRW Kabupaten Teluk Wondama
Isu - isu Pembangunan
No Penjelasan Singkat Usulan
Berkelanjutan
Pengembangan
Pemanfaatan dikhawatirkan
1 pemanfaatan panas bumi Bappeda
merusak lingkungan
(geothermal) Blawan - Ijen
▪ Perubahan ekosistem ▪ Bappeda
▪ Penurunan luas daerah ▪ Dinas Lingkungan Hidup dan
resapan air Perhubungan
Alih fungsi lahan pertanian
2 ▪ Erosi ▪ Dinas Pu dan Penataan Ruang
produktif
▪ Ancaman terhadap ketahanan ▪ Pemerintah desa dan distrik
pangan. ▪ LPSM
▪ Masyarakat petani
• Perubahan fungsi lahan
Tumbuhnya bangunan di
• Berkurangnya kuantitas Bappeda
kawasan lindung sempadan
3 dan kualitas air LPSM
mata air, dan di sempadan
• Peningkatan resiko
jaringan irigasi)
pencemaran sampah
• TPA hanya 1 untuk skala
▪ Bappeda
Sistem pengelolaan satu kabupaten
▪ Dinas Lingkungan Hidup dan
persampahan 3R belum • Belum adanya pemilahan
4 Perhubungan
optimal dan kurang sampah di hulu
▪ Dinas Pu dan Penataan Ruang
kepedulian masyarakat • Pengelolaan sampah belum
optimal
Perubahan fungsi hutan Bappeda
Berkembangnya budidaya
menjadi perkebunan sehingga Dinas Pertanian
5 kopi rakyat pada kawasan
dapat mengurangi iklim yang Fokker
hutan lindung
sesuai untuk kopi itu sendiri
Alih fungsi lahan seharusnya
Tumbuhnya bangunan pada
sebagai jalur hijau justru ▪ Dinas Pu dan Penataan Ruang
6 ruwasja dan rumija
dimanfaatkan sebagai
(sempadan jalan)
bangunan penduduk
Sistem persampahan masih
konvensional, dibakar ditimbun,
Kepedulian masyarakat
dan tanpa pemilahan Dinas Lingkungan Hidup dan
7 terhadap lingkungan masih
Sanitasi masih banyak yang Perhubungan
kurang (sosial)
konvensional, terutama di
pedesaan
▪ Perubahan ekosistem ▪ Bappeda
▪ Penurunan luas daerah ▪ Dinas Lingkungan Hidup dan
Alih fungsi lahan untuk resapan air Perhubungan
8 perumahan dan industri ▪ Erosi ▪ Dinas Pu dan Penataan Ruang
cenderung meningkat ▪ Ancaman terhadap ketahanan ▪ Pemerintah desa dan distrik
pangan. ▪ LP2SM
▪ Masyarakat petani
Perekonomian masyarakat
Belum adanya ekonomi kreatif
cenderung homogen di
sehingga pemanfaatan lahan
9 sektor pertanian (belum LP2SM
cenderung sama dan kurang
berkembang ekonomi
variatif
kreatif)
Produktivitas singkong untuk
Tape sebelumnya merupakan
tape sebagai produk
10 produk unggulan Kabupaten Dinas Pertanian
unggulan daerah terancam
Teluk Wondama
budidaya sengon dan kopi
Semakin tingginya luas lahan
terbangun akan mengurangi
jumlah air permukaan yang
Kuantitas air bersih dapat terserap tanah, selain itu Dinas PU dan Penataan Ruang
11
menurun terjadinya perubahan iklim Dinas Lingkungan Hidup
mengakibatkan proses sirkulasi
air tanah berubah sehingga
tidak dapat terserap tanah