Anda di halaman 1dari 13

RESUME

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

DOSEN MATA KULIAH:


Dr. Ir. Mirza Irwansyah, MBA. MLA.

DISUSUN OLEH:
Muhammad Faris (2204204010023)

UNIVERSITAS SYIAH KUALA


FAKULTAS TEKNIK
MAGISTER ARSITEKTUR
2022
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan lahan, kota, bisnis, masyarakat,
dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi masa depan" (menurut Brundtland Report dari PBB, 1987. Pembangunan
berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development.
Sedangkan arsitektur berkelanjutan atau “Sustainable Architecture” adalah konsep
arsitektur yang menerapkan energi terbarukan bagi sebuah bangunan , penghematan material ,
penggunaan material yang ramah lingkungan dan sebagainya. Terbentuknya konsep ini bisa
ditelusuri ke awal 1970-an, munculnya label seperti “rendah energi”, “solar” dan “pasif”
digunakan untuk menunjukkan pendekatan desain berkaitan dengan konsep yang bertujuan
untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dalam mengoperasikan
bangunan. Konsep arsitektur yang baik telah berubah dari yang gagasan awalnya adalah
tentang bangunan yang sensitif atau tanggap terhadap lingkungannya menjadi bangunan yang
akan melindungi lingkungan secara memadai dari potensi pencemaran dan degradasi yang
disebabkan oleh tempat tinggal manusia.
“Kemanusiaan memiliki kemampuan untuk membuat pembangunan berkelanjutan –
untuk memastikan bahwa pembangunan memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Pembangunan
berkelanjutan bukanlah suatu keadaan harmoni yang tetap, melainkan suatu proses perubahan
di mana eksploitasi sumber daya, arah investasi, orientasi pengembangan teknologi, dan
perubahan kelembagaan dibuat sesuai dengan kebutuhan masa depan dan masa kini.” (WCED
1990: 8)
Definisi ini mengandung dua elemen, yang pertama, mengakui atau menyetujui adanya
konsep “kebutuhan”, terutama kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal
yang penting bagi kehidupan manusia dan juga kebutuhan tambahan yang bertujuan untuk
membuat hidup lebih nyaman. Kedua menyetujui konsep “konsisten” dalam penggunaan
sumber daya untuk teknologi dan sosial agar terciptanya lingkungan yang bekemampuan untuk
memenuhi kebutuhan sekarang dan masa depan. Dengan metode ini mendukung gagasan
pembangunan berkelanjutan sebagai gagasan yang tidak hanya menjaga namun juga
meningkatkan kualitas hidup.
The Earth Summit yang diadakan pada bulan Juni 1992 di Rio de Janeiro, Brasil,
merupakan peristiwa penting menggerakan pembangunan berkelanjutan. Peristiwa tersebut
menyatukan sejumlah negara, organisasi, dan warga negara dari seluruh dunia, serta itu
merupakan pertama kalinya negara-negara maju dan berkembang mencapai persetujuan
tentang beberapa masalah sulit yang berkaitan dengan lingkungan dan pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas
daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan
ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan. Dokumen-dokumen PBB,
terutama dokumen hasil World Summit 2005 menyebut ketiga hal dimensi tersebut saling
terkait dan merupakan pilar pendorong bagi pembangunan berkelanjutan.
Skema pembangunan berkelanjutan:pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi
Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep pembangunan
berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "keragaman budaya penting bagi manusia
sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian "pembangunan tidak
hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai alat untuk mencapai
kepuasan intelektual, emosional, moral, dan spiritual". dalam pandangan ini, keragaman
budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan pembangunan berkelanjutan.

Peran Penduduk atau masyarakat merupakan bagian penting atau titik sentral dalam
pembangunan berkelanjutan, karena peran penduduk sejatinya adalah sebagai subjek dan objek
dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang
cepat, namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang
ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung
lingkungan yang semakin terbatas, Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu
negara, diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas
itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan
baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Dalam disiplin arsitektur, sebuah pernyataan yang mengakui bahwa desainer bangunan
professional harus merumuskan pekerjaan mereka dalam hal desain yang berkelanjutan dibuat
pada pertemuan Union of International Architects (UIA) World Congress of Architects di kota
Chicago Juni 1993. Mereka menyampaikan dalam Deklarasi Copenhagen, bangunan dan
industri konstruksi berdampak pada perubahan iklim yang terjadi saat ini. Dampak-dampak ini
dapat dikurangi dengan menentukan bentuk sistem lingkungan binaan (built environment).
UIA berkomitmen mengurangi dampak ini melalui Sustainable by Design Strategy progam
atau strategi desain berkelanjutan yang dapat didefinisikan lebih detail dalam 9 bagian:
- Sustainable by Design (SbD) dimulai pada tahapan awal proyek dan melibatkan
komitmen seluruh pihak: klien, desainer, insinyur, pemerintah, kontraktor, pemilik,
pengguna, dan komunitas;
- SbD harus mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi dan penggunaannya di
masa depan berdasarkan Full Life Cycle Analysis and Management (Analisa dan
Manajemen sepenuhnya dari Daur Hidup Bangunan);
- SbD harus mengoptimalkan efisiensi melalui desain. Penggunaan energi terbarukan,
teknologi modern dan ramah lingkungan harus diintegrasikan dalam praktek
penyusunan konsep proyek tersebut;
- SbD harus menyadari bahwa proyek – proyek arsitektur dan perencanaan merupakan
sistem interaktif yang kompleks dan terkait pada lingkungan sekitarnya yang lebih luas,
mencakup warisan sejarah, kebudayaan dan nilai – nilai sosial masyarakatnya;
- SbD harus mencari healthy materials (material bangunan yang sehat) untuk
menciptakan bangunan yang sehat, tata guna lahan yang terhormat secara ekologis dan
sisual, dan kesan estetik yang menginspirasi, meyakinkan dan memuliakan;
- SbD harus bertujuan untuk mengurangi carbon imprints, mengurangi penggunaan
material berbahaya, dan dampak kegiatan manusia, khususnya dalam lingkup
lingkungan binaan, terhadap lingkungan;
- SbD terus mengusahakan untuk meningkatkan kualitas hidup, mempromosikan
kesetaraan baik lokal maupun global, memajukan kesejahteraan ekonomi, serta
menyediakan kesempatan – kesempatan untuk kegiatan bersama masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat;
- SbD mengenal juga keterkaitan lokal dan sistem plane bumi yang mempengaruhi
segenap umat manusia. SbD juga mengakui bahwa populasi urban tergantung pada
sistem desa-kota yang terintegrasi, saling terkait untuk keberlangsungan hidupnya (air
bersih, udara, makanan, tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, kebudayaan
dan lain – lain);
- Terakhir, SbD juga mendukung pernyataan UNESCO mengenai keberagaman budaya
sebagai sumber pertukaran, penemuan, kreativitas sangat diperlukan oleh umat
manusia.

UIA juga mengingatkan perlunya integrasi antara mikro – meso – makro untuk mencapai
“Sustainable Architecture.” Konsep ini dapat tergambar dalam gambar sbb:

Arsitektur berkelanjutan juga mencari cara untuk meminimalisasi dampak negatif


terhadap lingkungan dari bangunan dengan cara meningkatkan efisiensi dan kebijaksanaan
dalam implementasi material, energi dan pengaturan ruang. Setiap langkah yang dilakukan di
masa-kini akan berdampak pada generasi di masa-depan, maka kesadaran akan lingkungan
perlu diterapkan pada desain bangunan. Arsitektur dan bangunan menawarkan potensi terbesar
untuk pembentukan lingkungan yang berkelanjutan. Desain dan perencanaan yang baik dapat
membantu menggunakan sumber daya dengan lebih cermat, meningkatkan daya tahan
bangunan, dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Kota yang berkelanjutan adalah Kota yang baik untuk semua makhluk yang tinggal diwilayah
tersebut Dalam mewujudkan kawasan permukiman/kota dan kehidupan masyarakat yang lebih
baik menuju pengembangan Terdapat 7 (tujuh) komponen utamanya.
1. Resilient City
- Konsep resilient city adalah konsep perencanaan kota tangguh yang memiliki sistem
ketahanan terhadap berbagai macam gangguan, seperti bencana dan berketahanan
perubahan iklim.
- Urbanisasi dan pembangunan hanya dapat berkelanjutan bila dapat beradaptasi untuk
kebutuhan masa kini/depan terhadap risikonya, dan tahan terhadap konsekuensi
perubahan iklim atau bencana alam.

2. Green City
- Yaitu Membangun kota yang ramah lingkungan dan efisien karbon.
- Cara merencanakan dan mendesain kota akan mempunyai implikasi yang signifikan
terhadap seberapa jauh akan berketahanan, efisien sumber daya, dan pro-lingkungan.
- RTH 30% harus dicapai, selain atribut kota hijau lainnya.

3. Safe and Healthy City


- Merancang permukiman/kota yang lebih aman dan lebih sehat.
- Sebuah permukiman/kota yang mampu merancang berbagai tantangan dampak
urbanisasi keamanan, sekaligus harus layak huni dengan lingkungan yang sehat agar
mampu mendayagunakan potensi2 untuk solusi yang berkelanjutan.

4. Inclusive City
- Kota dimana semua masyarakat mampu hidup bersama-sama dengan aman dan
nyaman, serta mempuntai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi penuh dalam
dimensi spasial, sosial dan ekonomi tanpa adanya diskriminasi
- Membangun kawasan permukiman/kota yang inklusif secara sosial, aksesibel, pro-
poor, dan sensitif gender.
- Pembangunan yang berkeadilan sosial penting untuk menciptakan masa depan
perkotaan yang berkelanjutan.

5. Planned City
- Kota harus direncanakan dengan baik, dan dirancang dengan kreatif untuk manfaat
keberlanjutan.
- Urbanisasi dan pembangunan berkelanjutan memerlukan proses perencanaan dan
kerangka politik yang partisipatif dan penekanan khusus pada keseimbangan kebutuhan
sosial, lingkungan, dan ekonomi.
- Kota direncanakan dan juga dirancang
6. Productive City
- Mewujudkan kawasan permukiman/kota yang efisien dan tempat yang layak untuk
berusaha produktif.
- Perencanaan kota yang dapat mempromosikan dan mendorong kehidupan bagi semua
warganya yang dapat memiliki peluang ekonomi baik pada skala lokal maupun
regional.

7. An Imageable City
- Mewujudkan kawasan permukiman/kota yang memiliki jati diri serta berkearifan lokal.
- Pembangunan kawasan permukiman/kota yang menghargai nilai2 aset budaya bangsa,
aspek kesejarahan atau pusaka (heritage), baik yang terukur maupun yang tidak terukur,
seperti kawasan kota lama, permukiman tradisional, dan banguna/ kawasan bersejarah.
Masa kini dan ke depan, issues partisipasi dan kolaborasi serta kemitraan dalam
pengembangan permukiman dan perkotaan harus direspon secara efektif, dengan memberi
solusi bagi percepatan pembangunan, mobilisasi sumberdaya, 10 (sepuluh) alasan
mengapa perlu kolaborasi:

1. Kota sebagai tantangan abad 21


Jumlah penduduk perkotaan telah melebihi separuh jumlah penduduk dunia, daerah
perkotaan menjadi fokus dampak urbanisasi yang cepat, globalisasi dan perubahan
iklim.

2. Jumlah penduduk yang terus tumbuh


Jumlah penduduk global di perkotaan akan mencapai 60% pada tahun 2030, dan 70%
pada tahun 2050. Jumlah kota berpenduduk lebih dari 1 juta jiwa akan mencapai 450,
dengan lebih dari 20 kota sebagai megacity, dengan penduduk melampaui 10 juta jiwa

3. Kota yang bebas kumuh


Indonesia telah mencanangkan kawasan permukimannya yang bebas kumuh pada
akhir tahun 2019. Masih sebagai tantangan adanya perumahan yang tidak layak huni,
permukiman ilegal,dan keterbatasan infrastruktur dasar untuk menuju kota yang bebas
kumuh

4. Menghadapi perubahan iklim


Pertumbuhan penduduk perkotaan dan perubahan pola konsumsi memberikan tekanan
pada sumberdaya yang terbatas. Risiko perubahan iklim di daerah perkotaan
mempengaruhi ketersediaan air bersih, infrastruktur fisik, transport, barang dan jasa
ekosistem, dan penyediaan energi.
5. Emisi Gas Rumah Kaca yang rendah
Konsentrasi penduduk perkotaan membuat kota mengkonsumsi energi terbanyak,
sekitar 70% dari total emisi dari bumi.

6. Kawasan perkotaan sebagai peluang ekonomi


Urbanisasi dan kepadatan perkotaan juga memberikan nilai, bila direncanakan dengan
baik dan kompak, menawarkan keunggulan usaha, daya saing dan pekerjaan, sekaligus
untuk mengangkat masyarakat miskin.

7. Tempat masa depan generasi berikut


Secara global, penduduk berusia muda, 15-24 tahun, mewakili 18% dari penduduk
dunia. 85% dari penduduk muda dunia tinggal di negara berkembang. Jumlah
penduduk muda terus tumbuh, terutama di negara sedang tumbuh, seperti Asia, dan di
banyak kota, lebih dari 50% penduduknya berusia dibawah 24 tahun.

8. Kota yang kreatif dan produktif


Kota merupakan mesin kreasi dan inovasi, dengan 40 wilayah perkotaan terbesar/mega
memiliki 66% kegiatan ekonomi global, dan 85% dari seluruh inovasi teknologi dan
ilmiah. Kapitalisasi ekonomi aglomerasi (terpusat) dan peningkatan peluang untuk
pertumbuhan kehidupan di seluruh strata sosial-ekonomi.

9. Kita mencintai kota kita


Kota sebagai tempat berkehidupan, komunitas dan tempat kita berinteraksi, bersosial
budaya, satu dengan lainnya.

Salah satu contoh kota yang sudah menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan di
asia adalah Singapura.

Ini merupakan metode Perencanaan Tata Ruang Komprehensif Berbasis ekologi


Konsep Tata Ruang Singapura

Konsep sirkulasi Singapura


Perencanaan yang mempertimbangkan kondisi keanekaragaman hayati (kondisi ekologi),
kapasitas atau daya dukung lingkungan (kondisi fisik lainnya) serta kondisi sosial-ekonomi
yang mempengaruhi kawasan. Kemudian di dalam prosesnya perencanaan infrastruktur
lainnya seperti tata air, transportasi masal, pengelolaan limbah dan sampah, konservasi energi,
dan lain-lain harus diintegrasikan. Serta melibatkan peran serta para pemegang kepentingan
(stakeholders) dlm penentuan tata ruang tersebut.
Selanjutnya, beberapa konsep “Sustainable Architecture for Homes” atau “Arsitektur
Rumah Tinggal yang Berkelanjutan.” Dan Kerangka “LEED for Homes” Kerangka ini
diusulkan oleh USGBC (United States Green Building Council) pada tahun 2008. LEED for
Homes ini dikembangkan secara khusus untuk 25% konstruksi rumah baru di Amerika agar
dapat menjadi “Sustainable Homes” atau “Rumah yang Berkelanjutan.” LEED for Homes ini
juga disiapkan untuk membantu pembangun (builder) rumah untuk membangun rumah dengan
lebih baik. Sehingga Rumah tsb harus memenuhi persyaratan sbb:
 Memiliki desain strategi yang meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya;
 Memilih bahan bangunan, peralatan dan siste, bangunan yang ramah lingkungan, tahan
lama;
 Dibangun dengan proses konstruksi yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga
peralatan- peralatan di atas dapat dipasang secara baik.
 Selain itu semua pertimbangan LEED harus diintegrasikan seawall mungkin dalam
proses desain rumah tsb.

Ada 8 kriteria yang dibahas dalam Guideline ini di antaranya ialah:

 Proses Inovasi dan Desain (Innovation and Design Process/ ID) akan membahas
tentang metode desain, kandungan pengaruh kawasan (regional) dalam system
penilaian dan contoh level performa;
 Lokasi dan Tautan (Location and Linkages/ LL) membicarakan penempatan dari
rumah secara sosial dan lingkungan yang berdampaj pada komunitas yang lebih luas;
 Pengelolaan Tapak yang Berkelanjutan (Sustainable Sites/ SS) membahas penggunaan
lahan dengan memperhatikan pencegahan dampak kepada tapak.
 Efisiensi Air (Water Efficiency/ WE) membahas praktek untuk menggunakan air
secara efisien baik di dalam atau di luar rumah.
 Energi dan Atmosfir (Energy and Atmosphere) membahas efisiensi energi dari segi
desain selubung bangunan serta sistem pemanasan dan pendinginan.
 Material dan Sumber Daya (Materials and Resources/ MR) membicarakan efisiensi
penggunaan material, pemilihan material ramah lingkungan serta pengurangan limbah
pada saat konstruksi.
 Kualitas Udara Dalam Ruangan (Indoor Environmental Quality/ EQ) membicarakan
peningkatan kualitas udara dengan mengurangi polusi dan kesempatan paparan
dengan polutan.
 Kesadaran dan Pendidikan (Awareness & Education/ AE) membahas pendidikan
pemilik, penyewa dan manajer bangunan mengenai operasi dan pemeliharaan dari
elemen bangunan ramah lingkungan dari rumah yang bersertifikat LEED.

Untuk mengetahui apakah sebuah bangunan sudah termasuk berkelanjutan atau belum,
sudah ada beberapa sistem penilaian telah dikembangkan untuk mengukur tingkat
keberlanjutan sebuah bangunan dengan kriteria penilaian dan sertifikasi. Dengan tolak ukur
yang diberikan, desain, konstruksi, dan pengoperasian bangunan berkelanjutan akan
disertifikasi. Dengan menggunakan beberapa kriteria yang disusun dalam pedoman dan daftar
pemeriksaan, pemilik dan operator gedung diberikan hasil terukur yang komprehensif terhadap
kinerja gedung mereka. Kriteria hanya mencakup aspek pendekatan bangunan terhadap
keberlanjutan, seperti efisiensi energi, atau mencakup pendekatan pembangunan lubang
dengan mengidentifikasi kinerja di bidang utama seperti pengembangan situs berkelanjutan,
kesehatan manusia dan lingkungan, penghematan air, pemilihan bahan, kualitas lingkungan
dalam ruangan, aspek sosial dan kualitas ekonomi.
Selain itu, tujuan sistem peringkat adalah untuk menjamin aspek-aspek pembangunan
berkelanjutan selama tahap perencanaan dan konstruksi. Berbagai aspek tersebut diurutkan
dalam kategori keseluruhan, seperti tuntutan energi atau kelompok kualitas ekologi, ekonomi
dan sosial. Untuk setiap aspek, ada satu atau lebih tolak ukur, yang perlu diverifikasi untuk
memenuhi persyaratan atau mendapatkan poin.
Tabel Perbandingan Sistem Peringkat yang berbeda untuk Bangunan Berkelanjutan

Sumber: Green Building – Guidebook for Sustainable Architecture

Proses sertifikasi berarti jaminan kualitas bagi pemilik dan pengguna gedung. Kriteria
penting dalam penilaian yang baik atau berhasil adalah kenyamanan, kegunaan, dan upaya
yang memadai selama berbagai tahap proses desain.
Dapat disimpulkan bahwa pendekatan arsitektur berkelanjutan perlu diterapkan secara
menyeluruh dengan melihat segala daur hidup dari bangunan tersebut. Konsep ini tidak cukup
jika hanya diterapkan pada elemen-elemen bangunan secara terpisah. Konsep ini seharusnya
dapat membantu menjawab tantangan masalah lingkungan seperti pemanasan global. Di sisi
lain pemenuhan kebutuhan rumah yang terjangkau juga perlu menjadi perhatian Pemerintah
dan Pengembang secara serius. Maka diperlukan kolaborasi dalam pelaksanaannya, tidak
hanya mengandalkan satu pihak. Agar proses penerapan lancar juga diperlukan kolaborasi serta
kemitraan dalam pengembangan permukiman dan perkotaan
Diperlukan juga solusi dalam penerapan konsep rumah berkelanjutan yang Low Cost, Low
Tech, Low Negative Impact Development. Hal ini disebabkan karena masalah ekonomi dan
menjadi pertimbangan utama di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Agar bisa
diimplementasi maka dibutuhkan adaptasi dan penyempurnaan konsep arsitektur berkelanjutan
sesuai dengan kondisi Indonesia. Pandangan para Arsitek, Masyarakat, Para Pengembang serta
Pemerintah tentang arsitektur berkelanjutan juga perlu disempurnakan dengan sosialisasi dan
advokasi agar proses menuju pembangunan berkelanjutan terwujudkan berkat kerjasama
disemua pihak dan semua sektor

DAFTAR PUSTAKA:
Bauer, Michael. Mösle, Peter. Schwarz, Michael. (2007). Green Building – Guidebook for
Sustainable Architecture. Springer.
Hegger. Fuchs. Stark. Zeumer (2008). Energy Manual, Sustainable Architecture. Birkhäuser.
https://www.republika.co.id/berita/rhs46x423/bsi-bangun-kantor-cabang-berkonsep-hijau-
dan-berkelanjutan-di-aceh
Williamson, Terry. Radford, Antony. Bennets, Helen. (2003). Understanding Sustainable
Architecture. Spon Press.
Doerr Architecture, Definition of Sustainability and the Impacts of Buildings
sumber: http://www.doerr.org/services/sustainability.html

Mangunwijaya,Y.B., Prawoto,E.A. (1999), Tektonika Arsitektur, Penerbit Cemeti Art


House, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai