Proses pada gambar di atas pasti sudah tak asing lagi. Rantai makanan merupakan suatu proses yang
berkelanjutan. Energi yang dihasilkan tanaman sebagai produsen berpindah dari satu konsumen ke
konsumen lainnya sampai akhirnya kembali ke dalam tanah. Setelah itu, proses rantai makanan ini akan
berulang kembali. Untuk menjaga proses tersebut terus berlanjut, lingkungan dan sumber daya yang ada
perlu dijaga agar tetap optimal dan seimbang. Demikian juga dengan kota yang terdapat kawasan kerja,
hunian, dan kawasan rekreasi. Warga kota melakukan kegiatan perekonomian untuk menjaga
keberlangsungan kota itu sendiri. Namun, berbagai kegiatan masyarakat dan pertumbuhan jumlah penduduk
berpotensi terhadap meningkatnya dampak lingkungan pada skala yang tak terduga. Dipicu semakin
tingginya kesadaran global akan dampak meningkatnya kegiatan ekonomi terhadap lingkungan, Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan sebuah konferensi. Konferensi PBB pada tahun 1972 di Stockholm,
Swedia tentang Lingkungan Hidup Manusia (Human Environment) menandai dimulainya penataan
perlindungan lingkungan dalam hubungannya dengan manusia dan pembangunan alam secara global.
Sekitar satu dekade kemudian, pada tahun 1983 PBB membentuk Komisi Brundtland. Empat tahun
kemudian, Komisi Brundtland mengeluarkan sebuah laporan yang menjelaskan tentang deinisi sustainable
development atau pembangunan berkelanjutan sebagai berikut.
Pada tahun 2015, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals yang
disingkat menjadi SDGs disepakati bersama pada sidang umum PBB. Terdapat 17 tujuan yang menjadi
prioritas dalam TPB/SDGs. Salah satunya tujuan nomor 11, yaitu kota dan permukiman yang berkelanjutan.
Kota dan permukiman yang berkelanjutan, yaitu tentang pembangunan berkelanjutan skala kota. Untuk
mendesain kota yang berkelanjutan tidak lepas dari tata kota yang inklusif, mengadopsi eisiensi sumber
daya, dan mempunyai ketahanan terhadap perubahan iklim. Proses pembangunan berkelanjutan dilakukan
dengan menyeimbangkan sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Kota yang berkelanjutan menurut United Nations Development Programme (UNDP) adalah kota yang
inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. UNDP mengembangkan tujuan-tujuan untuk mencapai kota dan
permukiman yang berkelanjutan pada tahun 2030. Berikut aspek-aspek yang perlu diperhatikan agar tujuan
tersebut tercapai.
a. Inklusif
Perencanaan kota berkelanjutan mengakomodasi keberagaman penduduknya dan keberagaman
aktivitas dari penghuninya. Keberagaman penduduk ini termasuk wanita, anak-anak, lansia, dan
disabilitas. Masingmasing kelompok mempunyai aktivitas berbedabeda yang membutuhkan sarana
dan prasana yang beragam. Berikut ini beberapa hal yang dapat dipertimbangkan.
Tersedianya keberagaman fungsi kawasan, yakni sebagai tempat bekerja,
hunian/permukiman, rekreasi, atau sosial.
Memaksimalkan ruang terbuka hijau untuk kegiatan sosial budaya maupun kegiatan yang
produktif, misalnya urban farming.
Pembangunan jalur taktil di jalur pejalan kaki yang dapat membantu penyandang disabilitas
netra.
Pembangunan lift di stasiun transportasi publik yang terletak di bagian jalan yang lebih
tinggi.
b. Aman
Penyediaan akses terhadap rumah yang aman dan layak. Selain itu, diperlukan penyediaan
akses transportasi publik yang berkelanjutan untuk menunjang kegiatan ekonomi dan sosial
warganya.
Usaha-usaha untuk mengurangi jejak karbon dengan melakukan eisiensi energi, perbaikan
kualitas udara, dan melakukan pengelolaan limbah. Akan lebih baik lagi jika limbah tersebut
menjadi material yang bermanfaat, misalnya pupuk.
Perencanaan akses terhadap ruang terbuka hijau dan ruang publik untuk kegiatan produktif
maupun sosial.
Perbaikan kualitas air dan konservasi air dengan pemanenan air hujan maupun pengolahan air
limbah.
c. Tangguh
Memperkuat ketahanan tanggap bencana alam, misalnya gempa dan dampak iklim ekstrem, di
antaranya membuat desain bangunan tahan gempa, akses saat terjadi bencana, dan lain
sebagainya.
d. Berkelanjutan
Perlu adanya manajemen terhadap semua perencanaan agar aktivitas eisiensi energi,
perbaikan kualitas udara, pengelolaan limbah, dan lain sebagainya menjadi budaya bagi
masyarakat hingga akhirnya menjadi kegiatan yang berkelanjutan.
Menjaga situs budaya maupun alam yang sudah menjadi situs warisan dunia.
2. Konsep Sustainable Building
Sebuah bangunan merupakan bagian yang terintegrasi dalam suatu perencanaan kota. Secara
konsep, sustainable building merupakan pembangunan yang berkelanjutan dalam skala yang lebih
kecil, yaitu bangunan gedung. Bangunan pada tapak perlu memperhatikan sumber energi yang
digunakan. Konsep kota berkelanjutan selain harus memperhatikan usaha untuk meminimalkan
penggunaan sumber daya tak terbarukan, juga mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
terbarukan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keberlanjutan adalah berlangsung terus
menerus. Suatu bangunan yang berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
penghuninya agar aman, sehat, tangguh, dan berkelanjutan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut, antara lain:
Eisiensi energi.
Pemeliharaan air.
Pengelolaan limbah.
Penyediaan ruang terbuka hijau.
Melakukan perbaikan kualitas udara.
Memperhatikan akses terhadap transportasi publik dan fasilitas publik untuk kegiatan sosial
di sekitar tapak bangunan.
Mengaplikasikan penggunaan material lokal secara optimal untuk mengurangi jejak karbon.