Anda di halaman 1dari 29

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian terkait kesiapan kawasan green industry ini merupakan penelitian kuantitatif
yang menjadikan teori sebagai dasar dalam melakukan penelitian. Untuk mengetahui syarat
keiapan green industry dilakukan sintesa dari beberapa teori. Variabel kawasan industri dalam
green city didapatkan dari sintesa komponen-komponen green city dan komponen-komponen
kawasan industri. Setelah itu dilakukan sintesa variabel kawasan industry dalam green city
dengan komponen-komponen green industry dari teori-teori sehingga didapatkan variabel
green indutri. Variabel green industry ini lantas disintesa dengan aspek-aspek kesiapan
sehingga didapatkan syarat kesiapan green industry. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
bagan berikut:

Gambar 2. 1 Kerangka Teori


Sumber: Penulis 2017
2.1 Kesiapan
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kesiapan berasal dari kata dasar
“siap” yang memiliki arti “sudah sedia”, sedangkan kesiapan merupakan kondisi dimana
orang , sistem atau organisasi siap dalam menghadapi suatu situasi dan melaksanakan
serangkaian tindakan terencana. Kesiapan terjadi jika ada ketuntasan dalam rencana, ada
kecukupan dan latihan dari pelaku, serta ketersediaan dukungan pelayanan atau sistem
(Buiseness Dictionary,2016). commit to user
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan ada 3 hal yang harus dilakuakan untuk
mewujudkan “kesiapan”, yaitu:
a. Ketuntasan dalam rencana
Tuntas memiliki arti selesai secara menyeluruh. Ketuntasan dalam rencana berati
rencana-rencana yang dibuat harus selesai secara menyeluruh.
b. Kecukupan dan latihan dari pelaku
Kecakupan berasal dari kata dasar cakup yang artinya “dapat memenuhi kebutuhan,
tidak perlu ditambah lagi.”
c. Ketersediaan dukungan pelayanan atau sistem
Ketersediaan (sedia), berarti sudah ada. Kesiapa suatu sarana pendukung pelayanan
atau sistem pelayanan untuk dapat digunakan atai dioperasikan dalam waktu yang telah
ditentukan.
2.2 Green City
Berbagai permasalahan kota yang terjadi saat ini saling terkait seperti mata rantai yang
memerlukan penanganan ekstra. Kepadatan penduduk di perkotaan yang tidak merata
ditambah lagi dengan perpindahan penduduk yang tak terkendali menjadi penyebab utama
dari kemacetan di perkotaan bahkan sampai menyebabkan kelumpuhan lalu lintas. Kemacetan
yang terjadi membuat waktu, energi, dan biaya yang dibutuhkan untuk perjalanan menjadi
tidak efisien. Hingga pada akhirnya masalah ini akan bermuara pada pemanasan global dan
perubahan iklim.
Kota yang baik merupakan kota yang mempertimbangkan pemanasan global dan
perubahan iklim sebagai dampak dari permasalahan perkotaan yang ada (Joga, 2013). Salah
satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membangun kota lestari atau kota hijau yang
didukung jaringan infrastruktur hijau, termasuk hutan-hutan kota, sebagai penyangga
kehidupan kota.
Menurut Nirwono Joga (2013), terdapat tujuh langkah yang mampu dilakukan untuk
mewujudkan kota hijau:
a) Adanya dukungan pemerintah di tingkat kota maupun tingkat krusial dalam penataan
lingkungan perkotaan. Komitmen dari pemerintah baik pusat maupun daerah tidak
kalah penting dengan peraturan-peraturan pro-lingkungan yang dibuatnya.
b) Melakukan pendekatan menyeluruh/komprehensif sehingga memberikan dampak
berantai terhadap keberhasilan semua pihak. Dimana perencanaan kota hijau dapat
memadukan pengembangan ruang terbuka hijau, pengelolaan dan daur ulang sampah,
commit to user
serta perbaikan sanitasi.

13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c) Mementingkan kesejahteraan penduduk. Pengembangan kota hijau tidak hanya
bertujuan untuk memperbaiki kualitas lingkungan, karena saat kualitas lingkungan
yang baik telah terwujud maka tingkat kesejahteraan penduduk juga mengalami
peningkatan.
d) Teknologi tepat guna yang mampu mengurangi dampak lingkungan.
e) “Agenda Coklat” pembangunan kota yang berfokus pada kesehatan manusia dan
pengurangan kemiskinan, serta “Agenda Hijau” untuk meningkatkan keberlanjutan
ekosistem.
f) Penataan permukiman kumuh sebagai upaya perbaikan lingkungan perkotaan. Dimana
permukiman kumuh sering menjadi salah satu penyebab pencemaran lingkungan kota.
g) Adanya dukungan kuat dari masyarakat untuk mewujudkan kota hijau.

Dalam buku Gerakan Kota Hijau, Nirwono Joga (2013) menyebutkan bahwa Kota hijau
memiliki 8 atribut yang menyusunnya, meliputi:
a) Green Planning and Design
Tersedianya masterplan kota sebagai pedoman perencanaan teknis yang mampu
mengakomodir aspirasi dari segala pihak terkait dan masyarakat. Masterplan yang ada
harus selaras dengan dokumen-dokumen perencanaan diatasnya seperti RTRW maupun
RDTR. Pemerintah juga harus tegas dan berani untuk mengendalikan penggunan lahan
sesuai dengan peraturan (masterplan) yang ada.
b) Green Open Space
Dalam pembangunan kota hijau dikenal dengan istilah infrastruktur hijau (urban green
infrastructure). Infrastruktur hijau sendiri terdiri jaringan ruang terbuka hijau yang
memberikan dukungan pada sistem kehidupan kota serta melindungi nilai dan fungsi
ekosistem. Infastruktur hijau merupakan jaringan terpadu yang terdiri dari area (hub) dan
jalur (link). Lahan yang telah ditetapkan sebagai RTH semestinya tidak dikonversi untuk
peruntukan lain.
c) Green Transportation
Meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi memicu kepadatan jalan, kemacetan,
peningkatan emisi karbon dan pencemaran udara yang merupakan masalah krusial di
perkotaan. Sistem transportasi hijau hadir untuk mengatasi permasalahan ini misalnya
dengan mengurai simpul kemacetan yang ada (sistem kawasan berbayar, membangun jalur
pejalan kaki dan jalur sepeda) serta pengembangan sistem transportasi masal.
commit to user

14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
d) Green Building
Adanya kewajiban bagi para pengembang untuk membangun properti hijau untuk
mendukung kota hijau. Misalnya peraturan hunian hijau yang memiliki koefisien dasar
bangunan (KDB) ideal 70 persen sehingga kebutuhan koefisien dasar hijau sebesar 30
persen dapat terpenuhi. Selain itu kontruksi bangunan juga diarahkan untuk menggunakan
material lokal dan mudah didaur ulang. Bangunan didesain untuk mengalirkan sirkulasi
cahaya dan udara dengan lebih leluasa.
e) Green Community
Penduduk dari berbagai golongan berpartisipasi dalam usaha pelestarian lingkungan
dalam mewujudkan kota hijau, misalnya dengan menghemat dan mendaur ulang sampah,
menghemat pemakaian listrik dan air bersih, mengurangi pemakaian kendaraan pribadi,
dan sebagainya. Corporate Social Responsibility (CSR) juga bertanggung jawab
mengalokasikan anggarannya untuk mendukung pembangunan kota hijau.
f) Green Energy
Mengurangi emisi korbon merupakan yang dilakukan suatu kota untuk mengantisipasi
perubahan iklim. Penghematan energi yang digunakan dalam kegiatan sehari hari selain
mampu mengatasi perubahan iklim dan mewujudkan kota hijau, juga mampu menghemat
anggaran belanja energi (nilai ekonomis)
g) Green Waste
Pengelolaan sampah dilakukan dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recyle). Dari segi
kebijakan dapat didukung dengan adanya rencana induk pengelolaan sampah berupa
pengurangan sampah, strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan kebersihan,
penyediaan sarana dan prasarana kebersihan, pengembangan infrastruktur pengolahan
sampah multisimpul (desentralisasi).
h) Green Water
Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan menyebabkan kebutuhan akan air bersih
juga mengalami peningkatan. Tata guna lahan perkotaan harus mementingkan ketersediaan
lahan untuk resapan air misalnya dalam bentuk RTH. Selain itu konsep siklus air perkotaan
yang terdiri dari air hujan, air limpasan, air permukaan, air bawah tanah, air bersih dan air
bekas bisa lebih dioptimalkan konservasinya.

Kota Hijau atau Green City merupakan kota yang ramah lingkungan. Ukuran dari ramah
lingkungan yang dimaksud dapat berupa tingkat polusi dan emisi karbon; penggunaan energi
commit
dan air; kualitas air; volume sampah dan to user daur ulang; prosentase ruang terbuka
banyaknya
hijau; serta alih fungsi lahan pertanian (Meadows & Brugmann, 1999). Sebagian besar

15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
indikator yang dapat mengukur green city berhubungan langsung dengan keberlangsungan
lingkungan hidup. Keseimbangan antara pembangunan dan pengembangan kota dengan
kondisi dan kelestarian lingkungan hidupnya sangat diperhatikan dalam konsep green city.
Kota Hijau merupakan kota yang memanfaatkan air dan energi secara efektif dan efisien;
mengurangi produksi limbah; menerapkan sistem transportasi terpadu; menjamin kesehatan
lingkungan; mensinergikan lingkungan alami dan buatan; berdasarkan perencanaan kota yang
berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (Kementrian Pekerjaan Umum,
2011). Kota hijau cenderung mempertahankan lahan terbuka yang ada dan membatasi
pembangunan fisik sebagai upaya dalam menyeimbangkan kondisi lingkungan. Pembangunan
yang dilakukan dalam kota hijau lebih terfokus pada pengembangan kualitas lingkungan serta
pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan.
Terdapat 8 atribut Green City (Philip Rode dan Ricky Burdett, 2011), antara lain:
a. Green Planning and Design, merupakan perencanaan tata ruang disini menggunakan
prinsip pembangunan berkelanjutan. Tata guna lahan dan bangunan yang disusun
haruslah ramah lingkungan namun tetap memperhatikan unsur atraktif dan estetik.
b. Green Open Space, sebagai salah satu atribut terpenting dari Kota Hijau, RTH
berfungsi dalam mengatasi pencemaran lingkungan yang ada, menambah estetika
suatu kota, serta menciptakan iklim yang nyaman bagi suatu kota. RTH dapat
diciptakan melalui perluasan taman-taman kota, jalur hijau, dan sebagainya.
c. Green Waste, yaitu pengolahan sampah yang dilakukan harus menggunakan prinsip
3R, yaitu reduce (pengurangan), reuse (penggunaan ulang) dan recycle (daur ulang).
d. Green Transportation, berfokus pada pembangunan transportasi masal yang
berkualitas sehingga dapat mengurangi kendaraan pribadi yang menyebabkan polusi
udara dan emisi karbon.
e. Green Water, yaitu efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan air juga menjadi salah
satu fokus atribut Kota Hijau. Dengan teknologi yang ada, semua air yang digunakan
berusaha untuk kembali diserap tanah sehingga dapat dimanfaatkan kembali.
f. Green Energy, yaitu pengunaan energi yang ada berusaha dikurangi maupun diganti
dengan energi yang dapat terbarukan.
g. Green Building, yaitu pembangunan gedung-gedung didasarkan pada prinsip ramah
lingkungan yang efisien.
h. Green Community, yaitu terkait strategi untuk melibatkan berbagai stakeholder dalam
pengembangan Kota Hijau.
commit to user
Kedelapan atribut green city yang ada terus berkembang disesuaikan dengan kebutuhan
manusia, lingkungan, maupun perkembangan jaman yang terjadi. Misalnya green production,

16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
green innovation, environment plan, dan sebagainya. Konsep ini merupakan akumulasi
kebutuhan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tetap melestarikan
lingkungan hidup.
Kajian teori Green City tersusun dari beberapa peneliti maupun organisasi, diantaranya
D. Meadows (1999), J. Brugmann (1999), Kementrian Pekerjaan Umum (2011), serta United
Nation Envirment Program/UNEP (2011). Selanjutnya dilakukan sintesis terhadap teori green
city yang telah tersusun. Hasil sintesis teori ini nantinya kan menjadi masukan dalam
perumusan variabel penelitian. Berikut merupakan hasil sintesis dari teori Green City:
a. Green energy, green water, dan green waste merupakan bentuk dari efisiensi maupun
efektifitas sumber daya alam serta upaya pengelolaan limbah dalam penerapan konsep
green city (UNEP, 2011). Efisiensi dan efektifitas sumber daya alam perlu dilakukan
untuk menjaga kelestarian sumber daya tersebut di masa depan. Pemanfaatan energy
terbarukan dan pengembangan sumber energi baru juga mampu menjadi salah satu
upaya dalam pelestarian sumber daya. Limbah yang dihasilkan dari berbagai aktivitas
makhluk hidup harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu agar tidak mencemari
lingkungan, salah satu prinsip yang dapat diterapkan yakni 3R (reduce, reuse,
recycle).
b. Green open space atau ruang terbuka hijau (RTH) adalah elemen penting dalam
pengembangan konsep green city (UNEP, 2011). RTH merupakan paru-paru kota.
Keberadaannya mampu mengurangi kadar polusi pada suatu kota. RTH juga dapat
menjadi media interaksi bagi penduduk kota.
c. Green transportation atau transportasi hijau berfokus pada pembangunan sarana dan
prasarana transportasi masal dengan tujuan mengurangi penggunanaan transportasi
pribadi(UNEP, 2011). Menurunnya penggunaan transportasi pribadi dapat menekan
angka emisi kendaraan bermotor salah satu penyebab polusi udara. Selain itu green
transportation juga mengakomodir kebutuhan para pejalan kaki dan pengguna sepeda
sebagai salah satu bentuk trasnportasi yang ramah lingkungan.
d. Green planning and design yaitu perencanaan tata ruang kota yang berprinsip pada
pembangunan kota berkelanjutan (UNEP, 2011). Green community merupakan bentuk
partisipasi berbagai stakeholder dalam perencanaan dan pembangunan green city
(UNEP, 2011). Kedua komponen ini saling memiliki keterkaitan, dimana perencanaan
tata ruang kota dapat berhasil apabila ada pastisipasi dari berbagai stakeholder yang
berperan tidak hanya sebagai objek melainkan juga subjek dari perencanaan.
commit to user

17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pada dasarnya pengembangan konsep green city menitik beratkan pada dengan 3 aspek,
yakni pengembangan ekonomi, lingkungan dan komunitas.
a. Ekonomi Hijau
Pengembangan kota hijau selain bertujuan untuk mereduksi emisi dan ancaman dari
perubahan iklim juga memiliki tujuan untuk meningkatkan pendapatan suatu kota, dengan
kata lain kota harus tetap memperhatikan kegiatan ekonomi disamping keberlangsungan
lingkungan. Ekonomi hijau merupakan pendekatan yang digunakan dalam mewujudkan
perkembangan ekonomi dalam konsep green city (Kemenkeu, 2015).
Terdapat 5 sektor ekonomi yag menjadi focus dalam pendekatan ekonomi hijau:
1) Kehutanan, pertanahan dan maritime; terkait perlindungan terhadap lahan hutan,
rehabilitasi tanah, rehabilitasi terumbu karang.
2) Agrikultural; terkait adaptasi musim panen, rehabilitasi irigasi tanaman, perbaikan
terhadap kebun minyak
3) Energy dan Industry; terkait efisiensi energy, pengembangan energy baru dan
terbarukan, efisiensi sumber daya industry, serta CSR (cpprporate social
responsibility)
4) Transportasi dan sarana prasarana publik; terkait transportasi public, managemen
limbah, infrastruktur yang tahan akan perubahan iklim.
5) Pendidikan dan kesehatan; terkait pendidikan terkait lingkungan dan pelayanan
kesehatan akibat adanya perubahan iklim
6) Sektor lain; seperti asuransi bencana alam, management penanggulangan
bencana.
Ekonomi hijau adalah ekonomi yang ingin meningkatkan kesejahteraan dan keadilan
social. Ekonomi hijau bertujuan menghilangkan dampak negative pertumbuhan ekonomi
terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. Ekonomi hijau juga berarti
perekonomian yang rendah karbon atau tidak menghasilkan emisi dan polusi ke
lingkungan, hemat sumber daya alam dan berkeadilan social (UNEP, 2010).
Terdapat tiga prinsip besar dari pembangunan ekonomi hijau, yaitu:
1) Ekonomi yang terus tumbuh
2) Memberikan lapangan kerja serta mengurangi kemiskinan
3) Tanpa mengabaikan perlindungan terhadap lingkungan

commit to user

18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Prinsip prinsip ini menjadi dasar dalam proses penetapan berbagai bentuk kebijakan,
perencanaan dan program di berbagai sektor pembangunan ekonomi.
b. Infrastruktur Lingkungan Hijau
Lingkungan disini diartikan sebagai bangunan, baik pada lingkup kota maupun
wilayah yang lebih luas, beserta semua tempat yang tekait dengan kelestarian lingkungan
seperti ruang terbuka hijau, taman, habitat asli makhluk hidup, habitat liar, dan sebagainya.
Sedangkan infrastruktur hijau merupakan pendekatan perencanaan yang digunakan untuk
perlindungan terhadap presentase lahan yang terus berkurang akibat adanya pemenuhan
kebutuhan oleh masyarakat (Mc. Donald, dkk;2005).
Infrastruktur lingkungan hijau merupak salah satu upaya dalam mewujudkan kota
hijau. Salah satu tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan infrastruktur
lingkungan hijau adalah mempertahankan kelestarian lingkungan tanpa mengorbankan
kebutuhan pembangunan ekonomi dan social. Elemen green planning dan green
infrastructure pada pengembangan green city merupakan upaya konservasi lingkungan
dalam mencapai pembangunan kota hijau. Salah satu strategi yang dapat diadopsi adalah
dengan mencanangkan target 100-0-100, yaitu 100% air minum yang aman, 0% luas
kawasan kumuh, dan akses 100% terhadap sanitasi yang layak. Target 100-0-100 ini pun
telah menjadi target unggulan dari pemerintah pusat dalam mengatasi krisis social ekologi
(Ciptakarya, 2015).
Lingkungan merupakan pendukung sistem infrastruktur, sistem ekonomi didukung
oleh sistem infrastruktur, sesta sistem social merupakan objek dan sasaran dari sistem
infrastruktur yang didukung oleh sistem ekonomi (Grigg, 2010 dalam Kotoatile, R.J.,
2005). Gambarannya adalah seperti bagan berikut:

Gambar 2. 2 Kedudukan Lingkungan-Ekonomi-Sosial (Komunitas)


Sumber: Grigg, 2010 dalam Kotoatile, R.J., 2005
c. Komunitas (Masyarakat) Hijau
Mengembangan green city berarti juga membangun komunitas (masyarakat) kota yang
berinisiatif, partisipatif, dan bekerjasama dalam melakukan perubahan dan gerakan
bersama. Penataan kota yang partisipatif dan mengadaptasi.
Masyarakat sebagai komunitas commit to user
dalam kehidupan suatu perkotaan merupakan modal
social yang kuat dalam menghadapi masalah social di perkotaan, seperti kriminalitas dan
pengangguran, degradasi lingkungan, serta tingkat kesejahteraan menurun. Green City

19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mendorong inisiatif dan prakarsa dari masyarakat untuk mengembangkan jaringan kerja
sama kreatif terhadap pemerintah sebagai pemangku kepentingan perkotaan, menciptakan
mekanisme dan reformasi birokrasi dalam pelaksanaan kegiatan bidang penataan ruang
yang mengakomodir inisiatif masyarakat secara berkesinambungan. (Joga, 2013).
Coorporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk bentuk tanggung jawab
social sebuah perusahaan dalam pengembangan masyarakat (community development).
Dibutuhkan tahapan perencanaan pengembangan masyarakat yang tepat sehingga tujuan
dari CSR perusahaan dapat tercapai. Tahapan tersebut meliputi (KLH, 2013):
1) Pemetaan Sosial (Social Mapping)
Pemetaan social dilakukan untuk mengidentifikasi actor, organisasi, forum sosial
serta kedudukannya dalam masyarakat; masalah social; potensi dan masalah social
kawasan; potensi pengembangan energy baru dan terbarukan kawasan; serta program
yang dibutuhkan kawasan. Pemetaan social dapat dilakukan melalui metode Forum
Grup Discussion (FGD) sehingga informasi yang didapat lebih akuran karena
bersumber langsung dari masyarakat kawasan serta kondisi fisik kawasan. Infromasi
dari pemetaan sosial nantinya akan menjadi masukan bagi CSR dalam merumuskan
program-progam maupun kegiatan yang dibutuhkan masyarakat. Sehingga kegiatan
CSR tidak hanya terpaku pada proposal yang diajukan masyarakat, namun dapat lebih
tepat sasaran sesuai kebutuhan masyarakat berdasarkan pemetaan social yang telah
dilakukan.
2) Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja (Renja) CSR
Renstra dan Renja CSR merupakan pedoman tentang apa yang harus dikerjakan
CSR sebagai bentuk tanggung jawab social dalam kurun waktu tertentu. Renstra CSR
berbeda dengan Renstra perusahaan. Renstra CSR hanya mencangkup strategi
perusahaan dalam menjalankan mandatnya di bidang tanggung jawab social. CSR
pada kawasan green industry bukan hanya bentuk tanggung jawab social perusahaan
terhadap masyarakat disekitarnya melainkan juga bentuk tanggung jawab social
terhadap keerlangsungan lingkungan hidup di sekitarnya. Program-program dalam
renstra CSR dirumuskan dari kegiatan pemetaan social yang telah silakukan pada
tahapan sebelumnya.

Dalam perkembangannya komponen-komponen yang ada dalam konsep green city ini
diadopsi untuk melahirkan konsep-konsep pengembangan wilayah baru yang berprinsip pada
commit
kelestarian lingkungan. Misalnya komponen to user
green planning, green waste, green water, green
energy, green transportation, yang diadopsi ke dalam konsep green industry.

20
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2. 1 Sintesis Komponen Green City


Nirwono Joga Meadows and Kementrian Pekerjaan United Nation Enviroment Sintesa Alasan
(2013) Brugmann (1999) Umum (2011) Program/UNEP (2011)
Green energy Penggunaan energy Efektif dan efisien Green energy Green energy Efisiensi dan efektivitas penggunaan energy
penggunaan energy merupakan focus dari green energy, salah satu
atribut dari green city.
Green water Kualitas air Efektif dan efisien Green water Green water Hemat penggunaan air dan enciptakan air yang
penggunaan air berkualitas merupakan green water dalam
mendukung pelestarian lingkungan kota.
Green waste Volume sampah dan Mengurangi produksi Green waste Green waste Green waste dalam hal ini mencangkup upanya
daur ulang limbah mengurangi limbah dan pengelolaan limbah
dengan prinsip 3R
Green open space Prosentase RTH Green open space Green open Green open space adalah elemen terpenting
space green city yang berfngsi mengurangi polusi,
menambah estitika, serta menciptakan
kenyamanan
Tingkat polusi dan emisi
karbon
Green - Sistem transportasi Green transportation Green Green transportation yang berfokus pada
transportation terpadu transportation pembangunan transportasi masal berkelanjutan
sebagi upaya mengurangi penggunaan
kendaraan pribadi.
Green planning Alih fungsi lahan Perencanaan dengan Green planning and design Green Perencanaan tata ruang yang berprinsip pada
and design pertanian prinsip berkelanjutan planning and pembangunan kota yang berkelanjutan
design
Green building - - Green building - Tidak sesuai untuk dikaji dalam ranah ilmu
PWK
Green community - - Green community Green Green community dalam hal ini merupakan
community bentuk pastisipasi berbagai stakeholder dalam
pembangunan kota hijau.
- - Kesehatan lingkungan - - Tidak sesuai untuk dikaji dalam ranah ilmu
PWK
- - Sinergi lingkungan alami - - Tidak sesuai untuk dikaji dalam ranah ilmu
dan buatan PWK
Sumber: Joga (2013), Meadows and Brugmann (1999), Kementrian Pekerjaan Umum (2011), United Nation Enviroment Program/UNEP (2011), dan Penulis (2017)

21
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.3 Kawasan Industri
Dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 dijelaskan yang dimaksud dengan
kawasan industri adalah kawasan tempat kegiatan industri berpusat yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana penunjang kegiatan didalamnya serta dikelola dan dikembangkan oleh
suatu Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri.
Definisi kawasan industri yang tertera dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996 ini
jelas menunjukan perbedaan antara kawasan industri dengan kawasan peruntukan industri.
Kawasan peruntukan industri merupakan bentang alam yang ditetapkan oleh pemerinah
berwenang dalam rencana tata ruang sebagai peruntukan kegiatan industri. Sedangkan
kawasan industri atau zona industri adalah tempat tumbuh dan berkembangnya kegiatan
industri baik berupa industri pengolahan dasar maupun industri hilir yang berorientasi pada
konsumen dan membentuk suatu kawasan teraglomerasi dalam suatu kegiatan ekonomi yang
memiliki daya ikat spasial.
Dalam pengembangan kawasan industri terdapat beberapa unsur fisik maupun non fisik
yang harus dipenuhi (Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1996), diantaranya:
1) Ketersediaan Lahan
Lahan kawasan industri merupakan suatu areal atau bentang tanah yang memiliki luas
minimal 10 hektar hingga 300 hektar dan dimanfaatkan untuk kegiatan industry dengan
status tanah sebagai hak guna bangunan induk (HGB Induk) atas nama perusahaan
kawasan industri serta memiliki batas fisik/pagar yang jelas. Lahan di suatu kawasan
industri biasanya telah berbentuk kavling-kavling siap bangun.
2) Prasarana/jaringan
Prasarana/jaringan yang harus disediakan oleh pihak pengelola kawasan industri
merupakan prasarana/jaringan yang mampu menunjang kegiatan industri. Prasarana
tersebut meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan kominikasi,
jaringan drainase, jaringan sanitasi, IPAL industry, jaringan evaluasi bencana.
3) Sarana Penunjang Industri
Suatu kawasan industri diwajibkan membangun sarana penunjang kegiatan industri di
dalamnya, seperti kantor pengelola, poliklinik, kantin, sarana peribadatan, perumahan
karyawan/mess karyawan, pos keamanan, sarana olah raga, serta halte angkutan umum.
4) Pengelola Kawasan Industri
Dalam pelaksanaan operasional suatu kawasan industri membutuhkan badan pengelola
khusus. Suatu kawasan industri biasanya dikelola oleh suatu perusahaan kawasan industri,
commit to user
yaitu badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia, yang ditunjuk oleh dan/atau menerima hak dan kewajiban dari perusahaan

22
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kawasan industri khusus untuk melaksanakan pengelolaan sebagian atau seluruh kawasan
industry.
5) Kebijakan dan Ijin Terkait Kawasan Industri
Kebijakan dan Ijin dari pihak yang memiliki kewenangan berperan sebagai payung
hukum dalam pengembangan kawasan industri. Kebijakan dan ijin terkait kawasan industri
diantaranya ijin AMDAL (analisa mengenai dampak lingkungan), ijin usaha kawasan
industri, dll.
6) Peraturan Kawasan Industri
Peraturan kawasan industri merupakan peraturan yang dibuat oleh pengelola kawasan
industri maupun pemerintah daerah terkait. Didalamnya diatur hak dan kewajiban dari
perusahaan pengelola kawasan industri dan perusahaan industri dalam pengeloaan dan
pemanfaatan kawansan industri.
Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan segala kegiatan industri yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh
perusahaan kawasan industri (UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustryan). Pengembangan
kawasan industri bertujuan untuk memepercepat pembangunan, penyebaran dan pemerataan
perindustryan ke seluruh wilayah. Penyediaan infrastruktur sebagai salah satu kelengkapan
kawasan industri dilakukan diluar maupun didalam kawasan industri oleh pemerintah dan
pemerintah daerah. Infrastruktur kawasan industri yang harus disediakan minimal meliputi:
1) Lahan industry;
2) Fasilitas jaringan energi dan/atau kelistrikan;
3) Fasilitas jaringan komunikasi;
4) Fasilitas jaringan sumber daya air;
5) Fasilitas sanitasi; dan
6) Fasilitas jaringan trasnportasi.
Kawasan industri/Industrial Estate atau sering disebut juga Industrial Park merupakan
kawasan yang dibangun pada suatu lahan dengan peruntukan sesuai untuk kegiatan ekonomi
mengolah bahan baku/sumber daya industri sehingga memiliki nilai jual/nilai tambah yang
lebih tinggi, baik dilihat dari lokasinya yang strategis maupun zoning kawasan yang tepat.
Kawasan industri perlu didukung dengan ketersediaan infrastruktur (utilitas) yang memadai
serta kemudahan dalam aksesibilitas trasportasi baik barang maupun manusia (tenaga kerja).
Suatu kawasan industri biasanya dikelola secara administratif oleh perserangan atau lembaga
terkait yang berwenang (Komite Nasional Kawasan Industri Amerika Serikat/National
commit to user
Industrial Zoning Committee’s USA, 1975).

23
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kawasan industri merupakan suatu daerah atau kawasan yang didominasi oleh aktivitas
industri. Kawasan industri biasanya dilengkapi oleh berbagai fasilitas pendukung kegiatan
industri didalamnya, seperti peralatan-peralatan pabrik (industrial plants), laboratorium untuk
pengembangan industri, bangunan perkantoran industri, bank, serta prasarana umum lainnya
mencangkup perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka hijau, dll (ULI, 1975).
Industrial Estate atau kawasan industri menempati suatu lahan yang sesuai untuk
peruntukan kegiatan industri dan dilengkapi dengan jaringan jalan, fasilitas transportasi, dan
utilitas umum. Perencanaan kawasan industri harus mempertimbangkan pengembangan
bangunan pabrik/industri yang mungkin terjadi kedepannya. Dalam pengembangan dan
pelaksanaan kegiatannya, suatu kawasan industri perlu dikontrol dan dikelola oleh manajemen
industry yang dapat berasal dari pemerintah berwenang ataupun pihak swasta (William Bredo,
1969).
Terdapat dua peraturan dan tiga teori yang menjelaskan mengenai kriteria kawasan
industri yaitu Kepres Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri; UU No. 3 Tahun 2014
tentang Perindustryan; National Industrial Zoning Committee’s USA; The Urban Land
Institute (1975); dan William Bredo (1969). Masing-masing menitik beratkan pada
ketersediaan lahan untuk kegiatan kawasan industri serta infrastruktur penunjang kegiatan
industri. Teori dari National Industrial Zonning Committee’s USA, William Bredo (1969),
serta Kepres No.41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri juga menyebutkan suatu kawasan
industri harus dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta untuk melakukan pengelolaan
kawasan industri.
a. Lahan kawasan industri merupakan aspek fisik yang diperuntukan guna
pengembangan kawasan industri dengan luas antara 10 hingga 300 hektar (Kepres
Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri). Lahan yang dimanfaatkan untuk
pengembangan kawasan industri juga harus sesuai dengan arahan peruntukannya.
Selain itu dari segi lokasi, lahan kawasan industri haruslah strategis karena akan
mempengaruhi aksesibilitas baik barang maupun tenaga kerja kawasan industri.
b. Infrastruktur kawasan industri memiliki tujuan utama untuk menunjang kelancaran
kegiatan industri di kawasan (Kepres Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan
Industri; UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; National Industrial Zoning
Committee’s USA; The Urban Land Institute, 1975; dan William Bredo, 1969).
Infrastruktur kawasan industri yang dimaksud terdiri atas sarana penunjang (kantor
pengelola, tempat ibadah, ruang terbuka, dan sebagainya); prasarana (air bersih,
commit to user
telekomunikasi, listrik, drainasi, sanitasi, dan sebagainya); dan transportasi (jaringan
jalan, pedestrian, halte, moda transportasi).

24
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Manajemen pengelola kawasan industri berperan dalam pelaksanaan operasional
kawasan industri (Kepres Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri; UU No. 3
Tahun 2014 tentang Perindustrian; National Industrial Zoning Committee’s USA; The
Urban Land Institute, 1975; dan William Bredo, 1969). Kawasan industri dapat
dikelola oleh pemerintah yang berwenang maupun pihak swasta, seperti perusahaan
kawasan industri.
d. Kebijakan kawasan industri didalamnya meliputi zoning kawasan, ijin kegiatan,
maupun kebijakan-kebijakan terkait kawasan industri (Kepres Nomor 41 Tahun 1996
tentang Kawasan Industri; UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; National
Industrial Zoning Committee’s USA; The Urban Land Institute, 1975; dan William
Bredo, 1969). Kebijakan kawasan industry berperan sebagai payung hukum bgi
kawasan industri dalam menjalankan kegiatan industri di dalamnya.

commit to user

25
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2. 2 Sintesis Komponen-komponen Kawasaan Industri


Kepres Nomor 41
UU No. 3 Tahun 2014 National
Tahun 1996 The Urban Land William Bredo
tentang Industrian Zoning Sintesis Alasan
tentang Kawasan Institute (1975) (1969)
Perindustrian Committee’s USA
Industri
Ketersediaan lahan Kawasan pemusatan Lahan dengan Kawasan dengan Lahan untuk Lahan Kawasan Lahan merupakan aspek fisik utama
kegiatan industri peruntukan dominasi kegiatan kegiatan Industri untuk pengembangan suatu kawasan
kegiatan industri industri industri industri.
Prasarana/jaringan Prasarana (jaringan Prasarana - Tersedia utilitas Infrastruktur Infrastruktur, baik sarana, prasarana
energy, jaringan Kawasan maupun trasnportasi merupakan aspek
komunikasi, jaringan Industri fisik pendukung dalam kelancaran
air, jaringan sanitasi) proses produksi di kawasan industri.
Sarana penunjang Sarana penunjang Sarana Sarana pendukung -
industri industri industri
- - Aksesibilitas - Sarana dan
tranportasi barang prasarana
dan manusia transportasi
Pengelola kawasan - Pengelola kawasan - Pengelola Manajemen Manajemen pengola industri bertugas
industri industri kawasn industri Pengelola mengatur segala hal terkait kawasan
Kawasan industri baik secara internal maupun
Industri koordinasi eksternal dengan kawasan
industri lain dan pemerintah daerah
maupun nasional.
Kebijakan, - Zoning kawasan - - Kebijakan Kebijakan, ijin kegiatan, dan zoning
peraturan, dan ijin yang tepat Kawasan merupakan payung hukum bagi
kawasan industri Industri kawasan industri

Sumber: Kepres Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri; UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian; National Industrian Zoning Committee’s USA; The Urban
Land Institute (1975); dan William Bredo (1969); Penulis (2017)

26
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2.4 Sintesisi Green Industri

2.4.1 Sintesis Komponen Kawasan Industri dalam Green City


Hasil sintesis dari teori kawasan industri dengan teori green city digunakan untuk
merumuskan komponen-komponen kawasan industri dalam green city. Komponen-komponen
industri dalam green city akan memberikan gambaran tidak hanya dari segi industrinya atau
konsep ramah lingkungannya saja, melainkan keterkaitan antara keduanya. Dari sintesis yang
telah dilakukan didapatkan komponen-komponen kawasan industri dalam green city,
meliputi: Infrastruktur Green Water; Infrastruktur Green Waste; Lahan Green Open Space;
Infrastruktur Green Transportation Lahan Pengembangan Untuk Green Planning And
Design; Infrastruktur Green Community; Green Management; serta Green Policy.
Tabel 2. 3 Sintesis Komponen Kawasan Industri dalam Green City
Komponen Kawasan Industri
Lahan Infrastruktur Manajemen Pengelola Kebijakan
(aspek fisik utama (sarana, prasarana (mengatur segala hal (payung hukum bagi
untuk maupun trasnportasi terkait kawasan industri
kawasan industri)
pengembangan suatu yang merupakan baik secara internal
kawasan industri) aspek fisik maupun koordinasi
pendukung dalam eksternal dengan
kelancaran proses kawasan industri lain
produksi di kawasan dan pemerintah daerah
industri) maupun nasional)
Green energy - Infrastruktur green
energy
Green water - Infrastruktur green
water
Green waste - Infrastruktur green
Komponen Green City

waste
Green open Lahan green open -
space space
Green - Infrastruktur green Green management Green policy
transportatio transportation
n
Green Lahan Perencanaan
planning and pengembangan infrastruktur
design untuk green berwawasan
planning and design lingkungan
Green - -
community
Sumber: Joga (2013); Meadows and Brugmann (1999); Kementrian Pekerjaan Umum (2011); United Nation
Enviroment Program/UNEP (2011); Kepres Nomor 41 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri; UU No. 3 Tahun
2014 tentang Perindustrian; National Industrian Zoning Committee’s USA; The Urban Land Institute (1975);
dan William Bredo (1969); Penulis (2017)

commit to user

27
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.4.2 Green Industry


Konsep Green Industry berasal dari konsep Green Plan dan Green City yang terus
berkembang seiring dengan berjalannya waktu dan disesuaikan pula dengan kebutuhan
manusia dalam menjaga keberlangsungan lingkungan tempat tinggalnya. Konsep-konsep lain
yang juga berlatar belakang kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan diantaranya
industri berwawasan lingkungan, industri bersih, green product, green marketing, dsb. Green
Industry merupakan konsep penting bagi suatu kota dalam mewujudkan kondisi social
ekonomi yang berkelanjutan. Konsep Green Industry lahir dari akumulasi kebutuhan manusia
akan kegiatan ekonomi yang aktif namun tetap ramah lingkungan.
Konsep green industry telah berkembang dari konsep green plan sejak tahun 1989 di
Canada. Konsep ini menitik beratkan pada pembangunan ekonomi dan pelestarian
lingkungan. Unsur-unsur “green” diterapkan dalam konsep ini agar pembangunan social
ekonomi yang berlangsung tidak lepas dari nilai-nilai ramah lingkungan. Namun luasan
maupun tingkatan perubahan lingkungan yang diharapkan dari konsep green industry tidak
dapat diukur dengan pasti. Karena perubahan yang terjadi disesuaikan dengan kebutuhan
penerapan konsep green industry pada tiap-tiap wilayah (Zhang, 2016).
Secara garis besar terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Green
Industry untuk menghadapi perubahan iklim dan krisis ekonomi global yang terjadi, pertama
melakukan efisiensi dan efektivitas penggunaan bahan baku dan energy dalam proses
produksi (green productivity), yang kedua adalah mengurangi dampak limbah dan polusi
terhadap wilayah sekitarnya. Green Industry bertujuan untuk menciptakan kawasan industri
yang memanfaatkan bahan baku secara efisien, menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat,
mengembangkan dan memanfaatkan clean technology, serta menciptakan suatu sistem
produksi yang berkelanjutan (UNIDO, 2010).
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 05/M-IND/PER/1/2011 tentang
Program Penganugrahan Penghargaan Industri Hijau, yang dimaksud dengan Industri Hijau
(Green Industry) merupakan industri berwawasan lingkungan yang menyelaraskan
pertumbuhan dengan kelestarian lingkungan hidup mengutamakan efisiensi dan efektivitas
penggunaan sumber daya alam serta bermanfaat bagi masyarakat. Beberapa kriteria Green
Industry menurut Peraturan Menteri Perindustrian Nomor: 05/M-IND/PER/1/2011 tentang
Program Penganugrahan Penghargaaan Industri Hijau, diantaranya:

commit to user

28
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1) Penerapan proses produksi bersih, termasuk penerapan proses 3R (reuse, recycle,
reduce);
2) Memenuhi dokumen lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, seperti AMDAL, ANDAL, dan ANDALALIN;
3) Memiliki sistem pengelolaan limbah padat, cair maupun udara; serta
4) Memiliki program kepedulian terhadap masyarakat sekitar (CSR).
Menurut Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035,
pembangunan industri hijau bertujuan untuk mewujudkan industri yang berkelanjutan dalam
rangka efisiensi dan efektivitas pembangunan sumber daya alam secara berkelanjutan
sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan keberlangsungan dan
kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Untuk
mewujudkan industri hijau, maka diperlukan suatu sistem terpadu yang terdiri dari
penyusunan standar industri hijau, pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau dan
auditor industri hijau, pembinaan kepada industri khususnya IKM dalam pemenuhan standar
industri hijau serta fasilitas untuk industri hijau.
Green Industry merupakan salah satu akibat dari adanya usaha konservasi dan
perlindungan terhadap lingkungan. Dalam pengertian yang lebih sempit Green Industry
diartikan sebagai bagaimana industri memanfaatkan energi dan mengelola lingkungan. Secara
umum Green Industry merupakan industri yang efektif dalam penggunaan sumber daya serta
sedikit menghasilkan polusi lingkungan (Wei, Yuqu, & Jiaping). Untuk dapat efisien dalam
penggunaan sumber daya dan meminimalisir polusi yang dihasilkan, dikembangkanlah
berbagai teknologi dengan konsep ekologi dalam suatu industri yang disebut dengan Green
Inovation (Zhang, 2016). Green Inovation yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing industri, misalnya teknologi aeration di Inggris dan standar emisi sulfur
dioksida yang diterapkan di Jepang. Kedua inovasi ini mampu menekan polusi udara di
masing-masing kawasan industri (Bu, 2006).
Penerapan konsep Green Industry bertujuan untuk memperbaiki kondisi lingkungan,
mempromosikan kestabilan pembangunan ekonomi, menciptakan lapangan kerja pagi
masyarakat, efisiensi energi, serta menciptakan masyarakat yang peduli terhadap lingkungan
(Lu S., 2013).
Terdapat empat teori dan dua peraturan mengenai konsep green industry dari UNIDO
(2010); Zhang Wei, Jin Yuguo, dan Wang Jiaping (2014); Lu S., Huang M., Su P., Tseng.,
Chen (2013); Yongli Zhang (2016); Permenperin Nomor: 05/M-IND/PER/1/2011 tentang
commit to user
Penganugrahan Penghargaaan Industri Hijau; dan Rencana Induk Pembangunan Industri
Nasional tahun 2015-2035. Keempat teori dan satu peraturan menjabarkan kriteria dari green

29
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
industry atau industri hijau yang menitik beratkan pada pelestarian lingkungan untuk
mewujudkan suatu pembangunan ekonomi. Berikut adalah sintesis teori green industri
1) Green plan merupakan rencana kawasan yang berpedoman pada konsep ramah
lingkungan (Yongli Zhang, 2016). Rencana sendiri merupakan suatu pedoman/dasar
yang digunakan dalam pengembangan suatu kawasan.
2) Green prosses adalah semua hal yang dapat mendukung terwujudnya konsep ramah
lingkungan dalam industri manufactur (Lu Yong-Long, dkk: 2015). Green prosses
sendiri terdiri dari efektivitas penggunaan sumber daya serta mengurangi dampak
limbah pada lingkungan industri.
3) Masyarakat merupakan subjek sekaligus objek dari perencanaan. Partisipasi dari
masyarakat dalam suatu proses perencanaan menjadikan rencana yang dihasilkan lebih
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sehingga rencana juga lebih tepat sasaran.
4) Dokumen lingkungan terdiri dari AMDAL, ANDAL, dan ANDALALIN. Dokumen
lingkungan sendiri memberikan informasi apakah keberadaan industri dan kegiatan
yang terjadi didalamnya telah sesuai dengan daya tampung lingkungannya.

commit to user

30
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2. 4 Sintesis Green Industry


Permenperin
United Nations No.05/M-
Zhang Wei, Jin Lu S., Huang
Industrial IND/PER/1/2011
Yongli Zhang RIPIN 2015- Yuguo, dan M., Su P.,
Development tentang Sintesis Alasan/Dasar
(2016) 2035 Wang Jiaping Tseng., Chen
Organization Penganugrahan
(2014) (2013)
(2010) Penghargaan
Industri Hijau
Rencana merupakan
Standar
acuan. dasar dalam
Green plan - - lingkungan - - Green plan
pengembangan
hijau
kawasan
Efektivits
penggunaan bahan Efektif dalam Memperbaiki Green prosses
baku dan energy - penggunaan kondisi merupakan hal-hal
dalam proses sumber daya lingkungan yang mendukung
Green prosses,
produksi terwujudnya konsep
Pelestarian Pelestarian terdiri dari
Mengurangi dampak Sedikit ramah lingkungan
lingkungan lingkungan  Energi
limbah dan polusi Sistem pengelolaan menghasilkan dalam industri
-  Limbah
agibat proses limbah dan 3R polusi manufactur (Lu
produksi lingkungan Yong-Long, dkk:
Sistem produksi 2015)
Proses produksi bersih - -
yang berkelanjutan
Menciptakan Program kepedulian Menciptakan
- - Masyarakat
lapangan kerja masyarakat (CSR) lapangan kerja
Keterlibatan merupakan objek
Masyarakat yang
masyarakat dan subjek dari
- - - - peduli
perencanaan.
lingkungan
Ketersediaan
Dokumen lingkungan Ketersediaan
dokumen
- - (AMDAL, ANDAL, - - dokumen
lingkungan sebagai
ANDALALIN) lingkungan
payung hukum
- Clean technology - - - - -
Kestabilan
Pembangunan
- - - pembangunan - -
ekonomi
ekonomi
Sumber: UNIDO (2010); Zhang Wei, Jin Yuguo, dan Wang Jiaping (2014); Lu S., Huang M., Su P., Tseng., Chen (2013); Yongli Zhang (2016); Kementrian Perindustrian (2011);
RIPIN (2015-2035) dan Penulis (2017)

31
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.4.3 Sintesis Kawasan Green Industry


Hasil sintesa dari komponen kawasan industri dalam green city dan komponen green
industry akan menghasilkan variabel penelitian. Sehingga karakteristik/komponen green
industry yang mrupakan variabel penelitian ini tidak dilihat langsung dari teori yang ada
namun juga mensejajarkannya dengan komponen kawasan industri dalam suatu green city,
yang merupakan konsep awal dari berkembangnya green industry. Dari sintesis yang
dilakukan, diketahui komponen green industry dalam penelitian ini adalah:
Tabel 2. 5 Sintesa Kawasan Green Industry
Komponen
Komponen Green Alasan/Dasar
Kawasan Industri Variabel
Industry
dalam Green City
Lahan green Green plan merupakan rencana
planning and design kawasan yang berpedoman pada
konsep ramah lingkungan (Yongli
Zhang, 2016), yang mencangkup 3
aspek penting green city:
Perencanaan
Green plan Green plan 1. Rencana pengembangan kawasan
infrastruktur
industri hijau
berwawasan
2. Rencana pengembangan
lingkungan
infrastruktur lingkungan hijau
3. Rencana pengembangan kawasan
komunitas hijau
Infrastruktur green
energy Green prosses merupakan hal-hal
yang mendukung terwujudnya
Infrastruktur green
konsep ramah lingkungan dalam
water
Green prosses industri manufactur (Lu Yong-Long,
Infrastruktur green Green process
 Lahan dkk: 2015). Termasuk di dalamnya:
waste
 Infrastruktur 1. Lahan industri
Lahan green open
2. Sarana penunjang industri
space
3. Prasarana penunjang industri
Infrastruktur green 4. Transportasi penunjang industri
transportation

Green management, meliputi:


Keterlibatan 1. Pengelola kawasan industri
Green management Green management
masyarakat 2. Masyarakat sekitar kawasan
industri dalam bentuk CSR Hijau

Green policy merupakan payung


hukum kawasan green industri, yang
Green policy Dokumen lingkungan Green policy meliputi:
1. Dokumen ijin lingkungan
2. Peraturan perundang-undangan
Sumber: UNIDO (2010); Zhang Wei, Jin Yuguo, dan Wang Jiaping (2014); Lu S., Huang M., Su P., Tseng.,
Chen (2013); Yongli Zhang (2016); Kementrian Perindustrian (2011); RIPIN (2015-2035) dan Penulis (2017)

Dari keseluruhan sintesis yang telah dilakukan maka dapat dirumuskan variabel
penelitian pada table berikut:
Tabel 2. 6 Variabel Penelitian
Variabel
Aspek yang diukur Definisi Operasional Sumber
Penelitian
1.Green plan 1. Rencana Tersedianya rencana yang terkait keseluruhan Yongli Zhang,
pengembangan rantai proses produksi dan bertujuan untuk: 2016;
industri hijau 1. Mereduksi emisi dan mengelola limbah UNEP 2010;
commit to energy
2. Efisiensi user dan sumber daya industri UNEP, 2011;
3. Pengembangan energi baru dan terbarukan KLH, 2013
2. Rencana Tersedia rencana pengembangan seluruh
pengembangan bangunan maupun tempat (sarana, prasarana,
infrastruktur transportasi) terkait pemenuhan kebutuhan

32
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Variabel
Aspek yang diukur Definisi Operasional Sumber
Penelitian
lingkungan hijau makhluk hidup dan kelestarian lingkungan.
3. Renaca Terdapat perencanaan pengembangan
pengembangan masyarakat, dengan tahapan sebagai berikut:
komunitas hijau 1. Pemetaan social
2. Perumusan renstra dan renja CSR
2.Green prosses 4. Lahan industri Ketersediaan lahan untuk penunjang Lu Yong-Long,
berlangsungnya kegiatan green industri dkk: 2015
5. Sarana penunjang Tersedianya sarana dasar dan penunjang
industri kegiatan industri yang ramah lingkungan
pada rasius ≤ 400 meter dari perusahaan
industri sehingga mampu dijangkau dengan
berjalan kaki
6. Prasarana penunjang Adanya prasarana penunjang yang
industri mendukung kegiatan green industry
7. Transportasi Adanya transportasi penunjang yang
penunjang industri mendukung kegiatan green industry
3.Green 8. Pengelola kawasan Pengelola kawasan industri yang berwawasan UNIDO, 2010
industri lingkungan Joga, 2013
management
9. CSR Hijau Salah satu bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap masyarakat yang terdampak akan
adanya industri
4.Green policy 10. Dokumen perijinan Tersedianya dokumen perijinan dalam UNIDO, 2010
melaksanakan usaha green industri, meliputi: Permenperin
1. Izin zoning No.05/M-
2. Izin gangguan /Hinder Ordonatie (HO) IND/PER/1/2011
3. Izin mendirikan bangunan tentang PPIH
4. AMDAL, ANDAL, ANDALALIN
5. Izin instalasi limbah
6. Izin usaha perdagangan
11. Peraturan perundang- Tersedianya peraturan perundang-undangan UNIDO, 2010
undangan dalam skala kabupaten, dengan lingkup UU No.10 Tahun
bahasan terkait karakteristik kawasan green 2004 tentang
industri, yaitu: Pembentukan
1. Lahan kawasan industri hijau PUU; Permenperin
2. Infrastruktur penunjang industri hijau No.05/M-
3. Manajemen pengelola industri hijau IND/PER/1/2011
tentang PPIH
Sumber: UNEP (2010);UNEP (2011); UNIDO (2010); KLH (2013); Zhang Wei, Jin Yuguo, dan Wang Jiaping
(2014); Lu S., Huang M., Su P., Tseng., Chen (2013); Yongli Zhang (2016); Joga (2013); Kementrian
Perindustrian (2011); RIPIN (2015-2035); UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan PUU dan
Penulis (2017)

Variabel terpilih terdiri dari green plan, green prosses, green management, dan green
policy. Variabel ini terpilih karena adanya keterkaitan antara sintesis komponen kawasan
industri dalam green city dengan komponen-komponen green industri. Dalam variabel green
plan, keberadaan rencana sebagai pedoman dalam pengembangan kawasan menjadi aspek
penting (Zhang, 2016 dan RIPIN, 2015-2035). Rencana tersebut meliputi 3 aspek penting
green industri, yaitu rencana industri hijau, rencana infrastruktur lingkungan hijau, serta
rencana komunitas (masyarakat) hijau (Joga, 2013). Dalam melakukan kegiatan produksinya
kawasan industri perlu ditunjang dengan sarana, prasarana dan transportasi. Suatu kawasan
green industri harus dikelola oleh manajemen pengelola yang berwawasan lingkungan serta
melibatkan dan memperhatikan keberadaan masyarakat disekitar kawasan industri (UNIDO,
commit tokegiatannya
2010). Dan sebagai pedoman dalam melakukan user perlu adanya dokumen perijinan
serta peraturan perundang-undangan yang mengatur kawasan green industri.

33
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Untuk mendapatkan parameter penelitian adalah dengan cara mengukur aspek-aspek
dari variabel penelitian. Dalam hal ini aspek-aspek dari variabel penelitian adalah hasil dari
akumulasi komponen kawasan industri dalam green city dan komponen komponen green
industri. Aspek-aspek seperti rencana berwawasan lingkungan dan lahan pengembangan
kawasan menjadi aspek yang akan diukur dari green plan. Parameter-parameter dari aspek-
aspek variabel didapatkan dari sintesis teori sebelumnya.
Tahap selanjutnya adalah menghubungkan antara aspek kesiapan dengan parameter
variabel kawasan green industri sehingga didapatkan parameter kesiapan kawasan green
industri. Kesiapan terdiri dari dua aspek yaitu ketuntasan rencana dan ketersediaan sarana
atau sistem. Parameter green industri dihubungkan dengan salah satu aspek kesiapan yang
sesuai. Tabel 8 adalah Tabel keterkaitan aspek kesiapan dengan variabel penelitian terkait
kawasan green indutry.

commit to user

34
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 1 Sintesa Aspek Kesiapan Green Industri


Aspek Kesiapan
Kecukupan*) Ketersediaan Sarana atau Sistem
Ketuntasan Rencana
Jumlah aspek yang ada Adanya sarana/dukungan pelayanan/sistem
Rencana-rencana yang dibuat secara
sudah dapat memenuhi yang dapat digunakan atau dioperasikan
menyeluruh meliputi semua aspek
kebutuhan dalam kurun waktu yang telah ditentukan
Green plan Tersedianya renc
proses produksi d
Rencana pemgembangan industri hijau 1. Mereduksi em
2.Efisiensi energ
3.Pengembangan
Tersedia rencan
Rencana pengembangan infrastruktur maupun tempat (
lingkungan hijau pemenuhan kebu
lingkungan.
Terdapat perencan
tahapan sebagai b
1. Pemetaan soci
Rencana pengembangan komunitas hijau
industri
2. Perumusan re
utama pelestar
Green process Proporsi lahan ka
Lahan industri dan zoning pen
mampu meminim
Green Industri

Tersedianya saran
Sarana penunjang industri
yang berada pada
Tersedianya pras
penunjang kegiata
Prasarana penunjang industri
penggunaan ener
meminimalisir pem
Tersedianya trans
Transportasi penunjang industri
meminimalisisr pe
Green management Manajemen peng
Ketuntasan manajemen pengelola kawasan fungsi menajeria
mengadopsi 8 atribut green city actuating, contro
melaksanakan 4 (empat) fungsinya green city

Tersedia CSR H
Ketuntasan perusahaan industri melaksanakan terhadap masyar
commit to user tanggungjawabnya terhadap masyarakat dan sekitar, yang kegi
lingkungan hidup dalam bentuk CSR Hijau

Green policy Green industri d


Izin zoning; Izin
Dokumen ijin lingkungan mendirikan b
ANDALALIN; I
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dari sintesis yang telah dilakukan, maka definisi operasional variabel akhir dari
penelitian “Tingkat Kesiapan Kawasan Industri Teras-Mojosongo sebagai Kawasan Green
Industri Kabupaten Boyolali” adalah sebagai berikut:
1. Green Plan
a. Rencana pengembangan industri hijau
Industri hijau merupakan bentuk nyata dari aspek ekonomi hijau yang menjadi aspek
penting dalam green city. Ketuntasan rencana pengembangan hijau mencangkup
tersedianya rencana yang mengatur seluruh proses rantai produksi yang terjadi di dalam
industri hijau dengan tujuan untuk mereduksi energi dan mengelola limbah; efisiensi
energi dan sumber daya industri; serta pengembangan energi baru dan terbarukan.
b. Rencana pengembangan infrastruktur lingkungan hijau
Infrastruktur lingkungan hijau dideskripsikan sebagai segalan bentuk bangunan
maupun tempat yang bermanfaat untuk mempermudah manusia melakukan kehidupan
sehari-harinya. Dalam arti lebih sempit infrastruktur lingkungan hijau berarti sarana,
prasarana, serta transportasi kawasan. Untuk pengembangan infrastruktur lingkungan
hijau juga dibutuhkan rencana sehingga pengembangan yang dilakukan dapat terarah dan
tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Rencana tersebut melputi rencana pengembangan
sarana, rencana pengembangan prasarana, serta rencana pengembangan transportasi
kawasan.
c. Rencana pengembangan komunitas hijau
Pengembangan komunitas merupakan tanggung jawab social yang harus dilakukan
oleh setiap perusahaan. Coorporate Social Responsibility (CSR) merupakan bentuk
bentuk tanggung jawab social sebuah perusahaan dalam pengembangan masyarakat
(community development). Terdapat dua tahapan yang harus dilakukan dalam
perencanaan pengembangan masyarakat, yaitu pemetaan social serta perumusan program-
program dalam bentuk rencana strategis dan rencana kerja CSR. Pada proses pemetaan
social dilakukan juga pengidentifikasian potensi pengembangan energy dan sumber daya
industri sehingga diharapkan nantinya pergerakan dalam distribusi bahan baku industri
dapat diminimalisir. Perumusan program-program dalam Renstra dan Renja CSR tidak
hanya ditujukan kepada masyarakat sekitar industri melainkan juga lingkungan hidup
kawasan yang juga menerima dampak kegiatan industri.

commit to user

36
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Green Process
a. Lahan industri
Proporsi lahan terbangun ideal (KDB 70% dan KDH 30%); serta zoning industri yang
tepat mampu mengefisienkan pergerakan (jarak bangunan kurang dari 300 meter) dalam
proses produksi. Efisiennya pergerakan yang terjadi juga dapat berdampak pada
penggunaan bahan bakar yang dapat diminimalisir. Apabila keadaan ini dapat dicapai,
maka industri tersebut dikatakan siap menjadi green industri.
b. Sarana penunjang industri
Suatu kawasan industri dapat dikatakan siap menjadi green industri apabila memiliki
kelengkapan sarana penunjang berupa sarana peribadatan, sarana kesehatan, sarana
ekonomi, sarana bermukim (mess pekerja) dan ruang terbuka hijau. Sarana penunjang
tersebut terletak pada radius 400 meter dari perusahaan industri, sehingga mampu
dijangkau dengan berjalan kaki dan meminimalisis penggunaan kendaraan berbahan bakar
BBM.
c. Prasarana penunjang industri
Suatu kawasan industri dapat dikatakan siap menjadi green industri apabila memiliki
kelengkapan prasarana penunjang sebagai berikut jaringan green energy, jaringan telefon,
jaringan green water, jaringan green waste. Prasarana maupun sistem jaringan yang ada
harus mampu mewujudkan tujuan utama kawasan green industri yaitu mengefisienkan
penggunaan energy dan sumber daya industri, serta meminimalisis pembuangan limbah.
d. Transportasi penunjang industri
Sistem transportasi hijau ditandai dengan adanya ruas jalan yang bebas macet atau
dengan kata lain ruas jalan memiliki arus ideal (LOS≤0,74) serta ketersediaan alat
transportasi masal, yang mampu menekan penggunaan alat tranpostasi pribadi, maupun
ketersediaan alat transportasi berbahan bakar non BBM.

3. Green Management
a. Manajemen Pengelola Kawasan
Keberadaan manajemen pengelola kawasan merupakan tolak ukur dari kesiapan
pengembangan kawasan green industri. Manajemen pengelola sendiri memiliki fungsi
utama manajerial Planning, Organizing, Actuating, Controlling/POAC (Terry, 2000).
POAC merupakan pendekatan proses yang digunakan dalam mendeskripsikan fungsi
manajemen. Pada tahap planning, manajemen pengelola memiliki hak dan kewajiban
commit dan
untuk menenukan tujuan utama kawasan to user
cara untuk mencapainya (rencana). Pada
tahap organizing, manajemen pengelola akan melakukan pengorganisasian untuk

37
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
membagi tugas dalam mencapai tujuan kawasan. Pengorganisasian ini dilakukan
berdasarkan skill dan kemampuan dari masing-masing anggota kawasan (perusahaan
industri). Pada tahap actuating, manajemen pengelola kawasan dituntut mampu
mengoptimalkan sumber daya yang ada serta membangkitkan kesadaran anggotanya
dalam melaksanakan rencana dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan
dalam tahap controlling, manajemen pengelola akan menilai apakan tujuan di awal dapat
tercapai dan jika belum mampu tercapai akan dilakukan tindakan korektif. Manajemen
pengelola kawasan dikatakan tuntas apabila terlibat dalam keempat proses tersebut serta
dalam keempat fungsi tersebut manajemen pengelola mengadopsi 8 atribut green industri.
b. CSR Hijau
Coorporate Social Responsibility (CSR) merupakan tanggung jawab social perusahaan
terhadap individu, lingkungan, maupun kawasan/kota yang mengalami dampak dari
kegiatannya. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengalokasikan anggaran secara
regular guna melaksanakan kegiatan CSR (UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas; dan PP No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Perseroan Terbatas). CSR Hijau merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan yang
terlah mengadopsi 8 atribut kota hijau. Adanya kegiatan CSR Hijau yang melibatkan
masyarakat sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap lingkungan merupakan salah
satu tolak ukur kesiapan kawasan green industri.

4. Green Policy
a. Dokumen Perijinan
Tersedianya dokumen-dokumen perizinan terkait kawasan green industri
(Permenperin No.05/M-IND/PER/1/2011 tentang PPIH) seperti Ijin tata ruang; Ijin
gangguan kepada masyarakat sekitar; Dokumen lingkungan (UKL-UPL); Ijin IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah); IMB (Ijin Mendirikan Bangunan); serta SIUP (Surat
Ijin Usaha Perdagangan); menjadi salah satu tolak ukur kesiapan kawasan industri
menjadi green industri. Dokumen ijin lingkungan ini dikeluarkan oleh stakeholder terkait
dalam rangka evaluasi terkait dampak lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan industri.
Apabila dampak yang dihasilkan industri melebihi ambang batas yang telah ditentukan
oleh stakeholder terkait, dokumen ijin lingkungan dapat ditahan maupun tidak
dikeluarkan.
b. Peraturan Perundang-undangan Daerah
Peraturan perundang-undangancommit
dibuatto untuk
user melaksanakan peraturan di tingakat
atanya namun menyesuaikan dengan kandisi khusu daerah yang bersangkutan. Peraturan

38
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perundang-undangan daerah terdiri dari peraturan daerah yang dibuat oleh DPRD serta
peraturan kepala daerah/keputusan kepala daerah yang dibuat oleh kepala daerah. Untuk
Kawasan Industri Teras-Mojosongo sendiri yang dimaksud dengan peraturan perundang-
undangan daerah merupakan peraturan perundang-undangan daerah Kabupaten Boyolali.
Sedangkan materi peraturan perundang-undangan yang perlu diperhatikan, yaitu terkait
karakteristik kawasan industri, meliputi lahan kawasan industri, infrastruktur kawasan
industri, serta manajemen pengelola industri (Permenperin No.05/M-IND/PER/1/2011
tentang PPIH).

commit to user

39
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Contents
2.1 Kesiapan ........................................................................................................................ 12

2.2 Green City ..................................................................................................................... 13

2.3 Kawasan Industri ........................................................................................................... 22

2.4 Sintesisi Green Industri ................................................................................................. 27

2.4.1 Sintesis Komponen Kawasan Industri dalam Green City ...................................... 27

2.4.2 Green Industry ........................................................................................................ 28

2.4.3 Sintesis Kawasan Green Industry........................................................................... 32

Gambar 2. 1 Kerangka Teori .................................................................................................... 12


Gambar 2. 2 Kedudukan Lingkungan-Ekonomi-Sosial (Komunitas) ...................................... 19

Tabel 2. 1 Sintesis Komponen Green City ............................................................................... 21


Tabel 2. 2 Sintesis Komponen-komponen Kawasaan Industri ................................................. 26
Tabel 2. 3 Sintesis Komponen Kawasan Industri dalam Green City ...................................... 27
Tabel 2. 4 Sintesis Green Industri ............................................................................................ 31
Tabel 2. 5 Sintesa Kawasan Green Industri ............................................................................. 32
Tabel 2. 6 Variabel Penelitian .................................................................................................. 32

commit to user

40

Anda mungkin juga menyukai