Perancangan Kota
”GREEN CITY”
STUDI KASUS : KOTA COPENHAGEN
Dosen Pengampu :
Dano Quinta Revana, ST. MT.
Di Susun Oleh :
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kota
Sebagai pusat dari berbagai kegiatan, tentu kota memiliki kepadatan penduduk yang
lebih tinggi di bandingkan wilayah sekitarnya. Dalam segi soial kependudukan, Kota memiliki
karakterisitik tersendiri untuk penduudk yang bermukim di wilayah perkotaan. Penduduk
perkotaan cenderung lebih bersifat individual, namun lebih bisa menyesuaikan dengan
perubahan sosial yang ada. Masyarakat kota memiliki pola pikir yang lebih kompleks dan
beragam dalam sudut pandang suatu permasalahan. Hal tersebut tentu tidak jauh dari tuntutan
wilayah perkotaan yang lebih pada pemenuhan kebutuhan ekonomi, dibandingkan pada
kebutuhan bersosial.
Kota yang merupakan pusat kegiatan, memiliki sarana dan prasarana yang lebih
lengkap dan memadai. Hal tersebut juga menarik penduduk untuk berbondong-bondong datang
ke kota demi kebutuhan sarana dan prasarana yang lebih memadai karena daerah asal mereka
kurang memadai. Dalam segi fisik, kota bisa berwajah cantik/teratur atau malah tidak teratur
bergantung pada pengelolaan tata kotanya. Massa bangunan di wilayah perkotaan lebih padat
dan bermacam-macam. Kompleksnya wilayah perkotaan menjadikan permasalahan di daerah
perkotaan juga semakin tinggi. Sebagai salah satu contoh yaitu permasalahan lingkungan di
perkotaan. Sebagai contoh, akibat massa bangunan yang sangat padat. Akibatnya, ketersediaan
lahan kosong juga terbatas yang diperlukan untuk RTH sebagai penyeimbang lingkungan.
Dalam hal ini, diperlukan konsep space to place agar tidak ada lahan yang terbuang begitu saja.
Pertumbuhan kota di seluruh dunia sangatlah pesat dan bahkan hampir tidak terkontrol.
Peran kota yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi dasar mengapa
kota haruslah terus berkembang baik dari fisik maupun non fisik. Untuk itu, diperlukannya
konsep kota untuk menjaga agar lingkungan di dunia khususnya perkotan tidak rusak dan tetap
terjaga sehingga tidak ada yang dikorbankan akibat pertumbuhan kota yang sangat pesat ini.
Konsep kota berkelanjutan, merupakan konsep kota mandiri yang muncul karena
inisiatif dalam menanggapi degradasi lingkungan perkotaan. Keberlanjutan ini bukanlah hal
baru, namun sudahh lama muncul pada abad ke-19. Keberlanjutan muncul akibat isu perkotaan
yang semakin kompleks permasalahannya akibat perpindahan penduduk yang sangat masif ke
kota. untuk itu, perencana pembangunan kemudian mencetuskan konsep yang bisa menangani
permasalahan lingkungan, ekonomi, dan sosial melalui pembangunan berkelanjutan pada kota.
Upaya peningkatan kualitas perencanaan dan perancangan kota yang mengadopsi prinsip
konsep pembangunan kota berkelanjutan meliputi penyusunan RDTR, RTBL atapun
Masterplan kawasan yang telah mempertimbangkan rencana penyediaan atau konservasi area
hijau (RTH).
2. Green Community
Peran aktif masyarakat atau komunitas serta institusi swasta dalam pengembangan kota hijau.
Peningkatan mutu kualitas maupun kuantitas ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan sesuai
dengan karakter Kota atau Kabupaten dengan proporsi minimal RTH kota adalah 30% dari luas
kawasan.
Upaya pengembangan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan melalui penerapan
prinsip bangunan gedung hijau.
5. Green Energy
Pemanfaatan sumber energi yang tidak terbarukan secara efisien dan ramah lingkungan dengan
memanfaatkan sumber energi yang terbarukan (energi alternatif).
6. Green Transportation
Upaya mengatasi permasalahan sistem transportasi khususnya kemacetan dan polusi kendaraan
bermotor dengan mengembangkan transportasi berkelanjutan yang berprinsip pada
pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan.
7. Green Water
Efisiensi pemanfaatan sumber daya air untuk keberlangsungan hidup dengan memaksimalkan
penyerapan air, mengurangi limpasan air, dan mengefisienkan pemakaian air.
8. Green Waste
Upaya pengelolaan limbah/sampah untuk menciptakan zero waste dengan menerapkan konsep
3R : Reduse (mengurangi sampah), Reuse (memberi nilai tambah bagi sampah hasil proses
daur ulang), Recycle (mendaur ulang sampah).
BAB III
GAMBARAN UMUM
Geografis
Kopenhagen adalah ibu kota dan kota terbesar di Denmark dengan jumlah
penduduk kawasan urban 1.268.698 jiwa dan kawasan metropolitan sebanyak 2.013.009 jiwa.
Kopenhagen merupakan bagian dari kawasan Oresund, terdiri dari Zealand, Lolland, Falster
dan Bornholm di Denmark dan Scania di Swedia.
Kota Copenhagen terletak di pantai timur , sebagian di pulau Amager dan sejumlah
pulau kecil lainnya. Kopenhagen berbatasan dengan Oresund di timur, selat yang memisahkan
Denmark dengan Swedia. Kota Malmö dan Landskrona terletak di seberang selat dari kota ini.
Iklim
Kopenhagen berada pada zona iklim lautan . Cuacanya bagian dari kawasan bertekanan
rendah dari Atlantik sehingga kondisinya tidak stabil sepanjang tahun. Hujuan seringkali turun
dari Juli hingga September. Meski bisa ada salju dari akhir Desember hingga akhir April, bisa
juga turun hujan dengan suhu rata-rata di sekitar titik beku.
Juni adalah bulan paling banyak sinar matahari dengan rata-rata 8 jam sehari. Juli
adalah bulan paling hangat dengan suhu harian rata-rata 20 °C. Sebaliknya, sinar matahari
paling sedikit ada di bulan November, rata-rata kurang dari 2 jam sehari dan hanya 1,5 jam
sehari dari Desember sampai Februari.
Di musim semi menghangat kembali dengan sinar matahari rata-rata 4 hingga 6 jam
sehari dari Maret sampai Mei. Februari adalah bulan paling kering sepanjang tahun. Ada
beberapa perkecualian di mana pada kondisi ekstrem, curah salju bisa mencapai 50 cm selama
24 jam di musim dingin, sedangkan suhu di musim panas pernah mencapai 33 °C (91 °F).
Karena letaknya di belahan bumi utara, jumlah sinar matahari sangat berbeda di musim
panas dan musim dingin. Di musim panas, matahari bersinar mulai jam 04:26 dan terbenam
jam 21:58, 17 jam 32 menit. Di musim dingin, matahari baru mulai bersinar pukul 08:37 dan
terbenam jam 15:39, hanya 7 jam 2 menit.
Penduduk
Penduduk di Kota Kopenhage menunjukkan bahwa 439.824 (77.3%)
penduduk adalah orang Denmark, 41.423 imigran dan 4.628 keturunan dari negara-negara
barat (8.1%), 56.026 imigran dan 27.099 keturunan dari negara non-Barat (14.6%).
Agama terbesar kedua yang dianut penduduk adalah Islam, sekitar 10% populasi kota.
Meski tidak ada data resmi, diperkirakan ada sekitar 175.000-200.000 Muslim tinggal di kota
ini, terbanyak di kawasan Nørrebro dan Vestegnen. Ada juga 7.000 penganut Yahudi di
Denmark, sebagian besar ada di kota ini.
Dari segi kuliner, Copenhagen juga memiliki begitu banyak restoran yang menyandang
gelar Michelin Stars. Copenhage memiliki berbagai potensi yang mampu memikat para
pengunjung untuk terus bertambah dalam mengunjungi Kota Copenhage.
1. Arsitektur
Copenhagen tengah menjadi sorotan dunia. Hal tersebut tidak terlepas dari
julukan pusat desain dan arsitektur yang disandang kota ini. Copenhagen dikenal akan
tata lanskapnya yang memukau. Deretan rumah penduduk dengan arsitektur yang khas
menampilkan fasad bangunan dengan palet warna atraktif.
Taman Hiburan
Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya
menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29
juta ton dari sampah plastik tersebut diduga mencemari lautan. Indonesia merupakan negara
dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia. China memimpin
dengan tingkat pencemaran sampah plastik ke laut sekitar 1,23-3,53 juta ton/tahun.
Untuk mengurangi jumlah sampah dan mengolah sampah yang ada agar bermanfaat
diperlukan upaya seperti megubah sampah menjadi energi seperti yang dilakukan di Kota
Copenhagen ini yang mengubah sampah menjadi sumber energi listrik.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah
lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan
ekonomi, kehidupan sosial dan perlindungan lingkungan sehingga kota menjadi tempat yang
layak huni tidak hanya bagi generasi sekarang, namun juga generasi berikutnya. Salah satu kota
di dunia yang berhasil menerapkan Green City yaitu Kota Copenhagen yaitu ibukota Denmark.
Dari berbagai upaya yang dilakukan Kota Copenhagen, harusnya semua bisa di
terapkan di Indonesia. Namun semua kembali pada tingkat kepentingan dari permasalahan
wilayahnya dan perlahan dilakukan secara konsisten serta memanfaatkan peran aktif
masyarakatnya.