Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan pembangunan kota saat ini menunjukkan kecenderungan

terjadinya aktivitas pembangunan yang tidak seimbang. Pembangunan yang

hanya berfokus pada sektor ekonomi dengan pemenuhan ruang-ruang kota

dengan fasilitas maupun sarana prasarana berupa kawasan terbangun yang

berisi bangunan fisik. Keseimbangan lingkungan dimungkinkan terwujud

dengan adanya ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan yang

tetap terjaga dan terpelihara baik secara kuantitas maupun kualitasnya.

Pembangunan gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, serta industri-

industri baik besar maupun industri kecil sangat gencar dilakukan. Namun

sebaliknya maraknya fenomena tersebut tidak terjadi dalam hal pembangunan

taman-taman, hutan kota, kawasan penyangga serta pembangunan lain yang

berorientasi pada keseimbangan lingkungan. Dalam perencanaan

pengembangan kota, peranan taman, tanaman, dan pohon cukup besar, bukan

hanya sebagai penghias kota, tetapi juga untuk menciptakan suasana

lingkungan yang nyaman. Keseimbangan lingkungan merupakan faktor

penting dalam menciptakan kondisi kota yang sehat dan nyaman.

Bentuk atau model penataan kota yang dapat menciptakan kualitas

lingkungan yang optimal adalah melalui penataan kota yang tidak hanya

berfokus pada pengembangan kawasan terbangun untuk fungsi-fungsi sosial

maupun ekonomi tetapi juga mempertimbangkan keberadaan atau

1
ketersediaan ruang terbuka hijau. Perkembangan perkotaan haruslah seirama

dengan kebutuhan dan pertumbuhannya harus direncanakan secara tepat guna

tercapainya kenyamanan hidup dalam lingkungan yang sehat, misalnya

terbentuknya keseimbangan antara ruang terbangun dan RTH secara

proporsional.

Ruang terbuka hijau adalah area memanjang atau jalur dan/atau

mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh

tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

Ruang terbuka hijau merupakan salah satu komponen yang tingkat

ketersediannya baik secara kualitas maupun kuantitas harus selalu

diperhitungkan dalam proses perencanaan kota (Roswidyatmoko Dwihatmojo,

2013). Semakin berkurangnya ruang terbuka hijau karena keterbatasan lahan

akan menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan seperti polusi, banjir,

dan sebagainya.

Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) khususnya pada wilayah

perkotaan sangat penting dan bermanfaat. Keberadaan RTH sangat diperlukan

bagi wilayah perkotaan.Adanya RTH diharapkan mampu menanggulangi

permasalahan lingkungan perkotaan terutama dalam menetralisir dampak

negatif yang disebabkan oleh aktivitas perkotaan. Ketersediaan lahan di Kota

Bekasi yang semakin sempit dan terbatas lantaran peralihan fungsi lahan

menjadi tempat kegiatan ekonomi ketimbang sebagai RTH yang notabene

sangat dibutuhkan oleh warga.

2
Pembentukan Ruang Terbuka Hijau pada kawasan perkotaan

ditegaskandalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, yang menyatakan bahwa

tujuan pembentukan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan antara lain

meningkatkan mutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih

dan sebagai sarana penanganan Iingkungan perkotaan serta dapat menciptakan

keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk

kepentingan masyarakat. Penyedian ruang terbuka hijau (RTH) merupkan

upaya dalam peningkatan kualitas lingkungan dalam perkotaan sebesar 30%,

hal ii yang belum terpenuhi di beberapa kota di Indonesia. Salah satunya ialah

kota Baubau telah menerapkan Undang-undang No 26 Tahun 2007 tentang

penataan ruang dan selanjutnya di tegaskan dalam peraturan daerah kota

Baubau no 4 tahun 2014 tentang rancana tata ruang wilayah kota Baubau pada

pasal 7 point g yaitu ‘menetapkan RTH minimal 30 ( tiga puluh) persen dari

luas wilayah kota’. Pemerintah kota Baubau sebagai daerah yang telah

berkembang, telah memenuhi luas ruang terbuka hiajau yaitu 45.68% dari luas

wilayah atau 13.254,8 Ha yang teridiri dari ruang terbuka hijau public dan

ruang terbuka hijau privat dengan luas masing-masing 42,80% dan 2,88%.

Eksistensi RTH di perkotaan sering diabaikan karena dianggap tidak

memberikan keuntungan ekonomi secara langsung dan akibatnya luas areal

RTH semakin berkurang. Berkurangnya RTH ini terjadi akibat meningkatnya

kebutuhan lahan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan

pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang meningkat dari waktu

3
ke waktu akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan pada

pemanfaatan lahan sehingga perlu mendapat perhatian khusus terutama

berkaitan dengan penyediaan ruang untuk permukiman, fasilitas umum dan

sosial serta ruang-ruang publik di perkotaan.

Di Kota Baubau beberapa daerah sudah memenuhi Ruang Terbuka

Hijau (RTH) yaitu Kecamatan Bungi, Kecamatan Sorowolio, Kecamatan

Wolio, dan Kecamatan Kokalukuna adalah Kecamatan yang memiliki RTH

mencukupi dengan proporsi >30%. Namun, ternyata masih ada beberapa

Kecamatan yang seharusnya sudah memenuhi standar Ruang Terbuka Hijau

tetapi pada kenyataannya belum memenuhi standar tersebut, terlihat dari data

hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Universitas Halu

Oleo yang bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Baubau tahun

2017, bahwa masih ada beberapa kecamatan yang belum memenuhi standar

30% tersebut seperti pada Kecamatan Batupoaro memiliki Ruang Terbuka

Hijau yang sangat kecil yaitu 2,76% RTH Publik dan 14,63% RTH Privat,

Kecamatan Murhum memiliki 0,9% RTH Publik dan 10,11% RTH Privat.

Kecamatan Betoambari 17,36% RTH Publik dan 12,35% RTH Privat.

Kecamatan Lea-Lea RTH Publik 22,61% dan 0,09% RTH Privat dari laus

masing-masing wilyah kecamatan.

Kesadaran pemerintah dan masyarakat terhadap lingkungan terus

dikembangkan. Berbagai program untuk meningkatkan kualitas lingkungan

mulai digerakkan untuk menghindari kerusakan kota di masa depan.

Pengelolaan fisik lingkungan kota diwujudkan pemerintah melalui program-

4
program yang bertujuan meningkatkan keberlanjutan lingkungan kota.

Berkelanjutan yang dimaksud adalah adanya keseimbangan baik secara

ekonomi, sosial maupun lingkungan alam.

Kota Hijau (Green City) merupakan kota yang ramah lingkungan, dalam

hal pengefektifan dan mengefisiensikan sumberdaya air dan energi,

mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin

adanya kesehatan lingkungan, dan mampu mensinergikan lingkungan alami

dan buatan, yang berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang

berpihak pada prinsipprinsip pembangunan yang berkelanjutan (lingkungan,

sosial, dan ekonomi) (Budihardjo, 2005 : 56).

Perkembangan kota di jaman modern menyebabkan adanya masalah

yang sering terjadi didalamnya, seperti tergusurnya sebagian ruang terbuka

hijau atau ruang luar yang disebabkan oleh adanya perkembangan kota itu

yang meletakkan kepentingan bisnis dan komersial golongan atas di atas

kepentingan umum. Pertumbuhan kota yang bertambah tiap tahun

menyebabkan perubahan tata guna lahan. Salah satu dampaknya adalah

meningkatnya aliran permukaan langsung dan menurunnya kuantitas air yang

meresap ke dalam tanah, sehingga terjadi banjir pada musim hujan dan

ancaman kekeringan pada musim kemarau (Wahyuningtyas, 2011 : 24).

Kota Baubau merupakan sebuah kota yang terletak di propinsi sulawesi

tenggara menjadi kawasan terbangun dimana banyak perumahan dan

permukiman berkembang didalamnya. Selain itu juga terdapat penambahan

bangunan baru, baik yang telah dan masih akan terbangun di wilayah kota.

5
Penggunaan lahan terbangun dan luasan RTH di kota baubau mengalami

perubahan dengan salah satu penyebabnya adalah pembangunan jalan, yang

berakibat adanya perubahan penggunaan lahan di sekitar jalan tersebut

Perubahan ketersediaan RTH sebagai fungsi ekologis penyerap air

dalam mendukung berkembangnya kawasan Kota Baubau sebagai kawasan

permukiman, perdagangan dan jasa, mengakibatkan RTH masih belum

memadai dalam upaya menciptakan lingkungan yang bebas dari

banjir/genangan air, hal ini dapat dilihat dari masih adanya keberadaan

banjir/genangan air di wilayah Kota Baubau. Keberadaan banjir/genangan air

selain dari faktor curah hujan di waktu musim hujan sehingga dalam

mencaptakan pembangunan kota menjadi kota hijau masih jauh dari apa yang

diharapkan.

Pemerintah Kota Baubau berusaha untuk mewujudkan wilayah kota

yang aman dan nyaman untuk ditinggali, serta produktif dalam artian mampu

memberikan hasil yang optimal dengan meningkatkan produktifitas perkotaan

maupun kegiatan lain yang mampu memberikan nilai tambah bagi Kota

Baubau sehingga dalam pelaksanaan Pengembangan Kota Hijau

pemerintahan Kota Baubau sudah melakukan pembenahan-pembenahan tata

ruang kota diantaranya merevitalisasi atau pembangunan kembali Taman

Kota. Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai lahan/kawasan

melalui pembangunan kembali dalam suatu kawasan yang dapat

meningkatkan fungsi kawasan sebelumnya.

6
Perbaikan taman terus dilakukan, pada tahun 2020 dimana

pembangunaan taman kota juga merupakan taman bermain anak-anak sebagai

salah satu fasilitas, disediakan pula tempat bersantai. Perbaikan taman di

wilayah kota marah, lapangan merdeka dan taman segitiga memang sudah

berjalan beberapa tahun belakangan, akan tetapi ada beberapa faktor yang

sering kali menghambat pembangunannya, serta belum memenuhi atribut

Kota Hijau. Pentingnya dilakukan revitalisasi pada Taman-taman di kota

Baubau adalah sebagai upaya meningkatkan fasilitas publik kota dengan

menyediakan ruang terbuka publik secara gratis dan tentunya revitalisasi ini

mengacu pada konsep Green City sehingga dapat terwujudnya Baubau

menjadi Kota Hijau

Berdasarkan dari uraian diatas, penulis tertarik melakukan penelitian

dengan judul“Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Dalam Mewujudkan Green

Cityoleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Baubau”

B. Rumusan Masalah

Berdasar pada lingkup penelitian tersebut diatas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

1 . Bagaimanakah Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Dalam Mewujudkan

Green City oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Baubau?

2. Apakah faktor yang mempengaruhi Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

Dalam Mewujudkan Green City oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota

Baubau?

7
C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Dalam

Mewujudkan Green City oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Baubau.

2. Untuk mengatahui Faktor yang mempengaruhi Pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau Dalam Mewujudkan Green City oleh Dinas Lingkungan

Hidup Kota Baubau.

D. Manfaat Penelitian

Bertolak dari pemikiran tersebut, Adapun manfaat yang diharapkan

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat akademis, diharapkan dapat memberikan khasanah bacaan di

lingkungan almamater dan menambah wawasan penulis serta bahan

kajian lebih lanjut yang berkenaan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau

dan konsep Green City di Kota Baubau.

2. Secara praktis diharapkan dapat memberi masukan yang baik bagi pihak

yang berkepentingan (pemerintah setempat) khususnya para aparatur

pelaksana dalam menerapkan mengadakan Pengembangan Ruang Terbuka

Hijau dan Green City di Kota Baubau

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengelolaan

Pengelolaan, pada dasarnya adalah pengendalian dan pemanfaatan

semua sumber daya yang memuat suatu perencanaan diperlukan untuk

penyesuaian suatu kerja tertentu.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengelolaan terdiri dari empat

pengertian, diantaranya:

1. Pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola;

2. Pengelolaan adalah proses melakukan kegiatan tertentu dengan

menggerakkan tenaga orang lain;

3. Pengelolaan adalah proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan

dan tujuan organisasi;

4. Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal

yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan

Menurut Soewarno Handayaningrat pengelolaan juga bisa

diartikan penyelenggaraan suatu kegiatan. Pengelolaan bisa diartikan

manajemen, yaitu suatu proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota

organisasi dan penggunaan-penggunaan sumber daya sumberdaya organisasi

lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan.

Menurut T.Hani Handoko, pengelolaan adalah proses yang membantu

merumuskan suatu kebijakan dan tujuan organisasi atau proses yang

9
memberikan pengawasan pada suatu yang terlibat dalam pelaksanaan dan

pencapaian tujuan.

Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau diantaranya:

a. Fisik (dasar eksistensi lingkungan), bentuknya bisa memajang, bulat

maupun persegi empat atau panjang atau bentukbentuk geografis lain

sesuai geo topografinya.

b. Sosial, Ruang Terbuka Hijau merupakan ruang untuk manusia agar

bisa bersosialisasi.

c. Eknomi, Ruang Terbuka Hijau merupakan sumber produk yang dapat

dijual atau mempunyai nilai perekonomian yang tinggi.

d. Budaya, Ruang Terbuka Hijau termpat mengekspresikan diri dari seni dan

budaya masyarakat setempat.

e. Kebutuhan akan terlayaninya hak-hak manusia untuk mendapatkan

lingkungan yang aman, nyaman, indah dan lestari

Menurut Suparman, A., dkk. (2014:76) Dalam pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau terdapat beberapa tahapan untuk membuat atau mengelola

Ruang Terbuka Hijau yang baik diantaranya:

a. Perencanaan

Perencanaan adalah sebuah patokan untuk mempermudah pengaturan agar

tercapainya sebuah tujuan, membuat strategi untuk mencapai tujuan

tersebut dan mengembangkan rencana aktifitas kerjaan organisasi.Dalam

pengelolaan ruang terbuka hijau tahapan perencanaan sangatlah penting

10
yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang kewenangan

karena digunakan untuk melihat dan menjadikan rancangan awal

mengenai suatu ruang wilayah yang akan dijadikan sebuah ruang terbuka

hijau

b. Pemanfaatan

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau merupakan upaya melibatkan

masyarakat, swasta, lembaga badan hukum dan atau perseorangan baik

padatahap perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian. Peran

masyarakat, swasta dan badan hukum dalam penyediaan RTH Publik,

meliputi penyediaan lahan, pembangunan dan pemeliharaan RTH

c. Pembinaan dan Pengawasan

Pembinaan dan pengawasan Ruang Terbuka Hijau diatur dalam Pasal 17

ayat (1) Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

penataan RTHKP. (2) Gubernur mengkoordinasikan pembinaan dan

pengawasan terhadap penataan RTHKP Kabupaten/Kota.

B. Konsep Ruang Terbuka Hijau

A. Pengertian Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang berbentuk

jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat

terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah

maupun yang sengaja di tanam. Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007

tentang penataan ruang menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus

berupa RTH yang terdiri dari 20% publik dan 10% privat. RTH publik

11
adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah

kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara

umum. Contoh RTH Publik adalah taman kota, hutan kota, sabuk hijau

(green belt), RTH di sekitar sungai, pemakaman, dan rel kereta api.

Sedangkan RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang

perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain

berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang

ditanami tumbuhan Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh

masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun

secara tidak langsung dalam kurun waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu

sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang terbuka hijau seperti taman

kota, hutan dan sebagainya (Utomo dalam Haryanti, 2008 : 46).

Ruang Terbuka Hijau kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka

suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi

guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan

oleh RTH dalam Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi utama ini

dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan

kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologis. dan konservasi

hayati. RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan,

kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (Nurhayati,

2012)

Penyediaan RTH memliki tujuan menurut Irwan, Z. D. (2007:45)

sebagai berikut:

12
1. Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air,

2. Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara

lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk

kepentingan masyarakat.

3. Meningkatakan keserasian lingkunagn perkotaan sebagai sarana

pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan

bersih

Menurut Stephen dkk dalam Afrizal (2012 : 16) bahwa RTH yang telah

ada baik secara alami ataupun buatan diharapkan dapat menjalankan empat

(4) fungsi sebagai berikut :

Fungsi ekologis antara lain : paru-paru kota, pengatur iklim mikro,

sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitas

satwa, penyerap polutan dalam udara, air dan tanah, serta penahan angin.

a. Fungsi sosial budaya antara lain : menggambarkkan ekspresi budaya

lokal, media komunikasi, dan tempat rekreasi warga.

b. Fungsi ekonomi antara lain : sumber produk yang bisa dijual seperti

tanaman bunga, buah, daun, dan sayur mayur. Beberapa juga berfungsi

sebagai bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan lain-

lain.

c. Fungsi estetika antara lain meningkatkan kenyamanan, memperindah

lingkungan kota baik skala mikro (halaman rumah/lingkungan

pemukiman), maupun makrolansekap kota secara keseluruhan);

13
menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan

tidak terbangun.

Menurut Fandeli dalam Nurhayati (2012:23) Manfaat RTH

berdasarkan fungsinya dibagi dalam kategori sebagai berikut :

1. Manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu

membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan

mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, dan buah).

2. Manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible),

yaitu pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan

kelangsungan persediaan air tanah, dan pelestarian fungsi lingkungan

beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati dan

keanekaragaman hayati)

Proses penyusunan rencana tata ruang partisipatif dan cara pandang

bahwa rencana tata ruang merupakan komitmen yang harus dipenuhi

menunjukkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang sangat

menenkankan pada pentingnya keterpaduan antar sektor, antar-daerah dan

antar pemangku kepentingan. Keterpaduan ini tidak hanya terbatas pada

upaya untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam satu wilayah yang

luas, tetapi juga dalam pengembangan berkala makro seperti dalam

penyediaan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan.

Dengan penekanan pada keterpaduan antar-pemangku kepentingan,

pengembangan ruang terbuka hijau dapat dipandang dari berbagai sudut

pandang menurut Diane Wildsmith (2009:39) sebagai berikut:

14
1. Lingkungan/ekologi; ruang terbuka hijau merupakan paru-paru kota

sekaligus penjaga kestabilan iklim mikro.

2. Sosial; ruang terbuka hijau merupakan tempat/media masyarakat untuk

sekaligus berinteraksi mendapatkan kebutuhan rekreatif.

3. Ekonomi; keberadaan ruang terbuka hijau adalah satu faktor yang dapat

secara signifikan meningkatkan nilai lahan di sekitarnya, disamping

ruang terbuka hijau sendiri dapat dimanfaatkan untuk kegiatan

ekonomi yang bersifat temporer (di Eropa, pemanfaatan taman kota

sebagai “open market” dengan frekuensi satu kali dalam satu minggu

adalah hal biasa).

4. Arsitektur, ruang terbuka hijau merupakan unsur pembentuk lansekap

kawasan yang mampu memberikan ciri keindahan.

Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa keterpaduan antar

pemangku kepentingan dapat dikembangkan denngan mendorong para

pemangku kepentingan untuk melihat suatu obyek dari sisi positif masing-

masing. Secara kualitas, RTH perlu dibangun dan dikembangkan untuk

memenuhi beberapa kebutuhan dasar penghuninya.Ruang Terbuka Hijau

yang ada di Kota Baubau menurut Perda No 4 Tahun 2014 tentang Tata

Ruang, pada pasal 40 (1) RTH kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. RTH taman kota dan lingkungan;

Perkembangan Kota Baubau yang semakin dinamis, maka

perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang di Kota Baubau perlu

15
dilakukan secara integral melalui Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Baubau (RTRW). Hal ini ditujukan agar terjadi kesesuaian antara

penggunaan ruang terhadap kapasitas maksimal daya tampung Kota

Baubau guna menciptakan keserasian dan keseimbangan lingkungan, baik

dari segi fungsi dan intensitas penggunaan tanahantar bagian wilayah kota

maupun dalam satu bagian wilayah kota. Disamping itu, ditujukan pula

bagi upaya mengoptimalkan pemanfaatan ruang untuk meningkatkan daya

guna dan hasil guna pelayanan sarana dan prasarana perkotaan sesuai

dengan jenjang fungsinya masing-masing

B. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau dikelaskan menjadi dua kelompok yaitu ruang

terbuka hijau (RTH) publik dan ruang terbuka hijau (RTH) privat. RTH

publik adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi

tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota, sedangkan RTH privat adalah

RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab

pihak swasta, perseorangan, masyarakat yang dikendalikan melalui izin

pemanfaatan ruang oleh pemerintah kabupaten/kota

RTH privat dalam perda tersebut ditetapkan sebesar sepuluh persen

dari luas kota yang terdiri atas pekarangan, halaman perkantoran, halaman

pertokoan, halaman tempat usaha, dan taman atap bangunan.

16
C. Ruang Terbuka Hijau sebagai Ruang Publik

Ruang terbuka hijau merupakan salah satu bagian dari ruang publik.

Sebagai ruang publik yang baik seharusnya memiliki nilai-nilai di bawah

ini:

1) Ruang yang responsive

Artinya ruang publik didesain dan diaturuntuk melayani kebutuhan

pemakainya. Pada ruang publik masyarakat juga dapat menemukan

ide-ide baru sehingga dapat dikatakan sebagai tempat mencari

inspirasi.

2) Ruang yang demokratis

Ruang publik harus dapat melindungi hak-hak kelompok pemakainya.

Ruang publik dapat dipakai oleh semua kelompok dan memberikan

kebebasan bertindak bagi pemakainya sehingga untuk sementara

mereka dapat memiliki ruang publik tersebut. Ini berarti pada suatu

ruang publik seseorang dapat bebas melakukan apa saja yang mereka

inginkan, tetapi tetap memperhatikan batasan yang berlaku sehingga

tidak mengganggu kebebasan orang lain.

3) Ruang yang memiliki arti atau makna

Ruang publik harus dapat memberikan pemakainya berhubungan kuat

dengan ruang publik itu sendiri, kehidupan pribadinya, dan dunia yang

lebih luas. Ruang publik yang memberikan arti seperti ini akan

membuat masyarakat selalu ingin berkunjung.

17
D. Pendekatan Kebutuhan RTH berdasarkan Fungsinya

Pendekatan ini didasarkan pada bentuk-bentuk fungsi yang dapat diberikan

oleh ruang terbuka hijau terhadap perbaikan dan peningkatan kualitas

lingkungan atau dalam upaya mempertahankan kualitas yang baik.

1) Daya Dukung Ekosistem

Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dilandasi pemikiran bahwa

ruang terbuka hijau tersebut merupakan komponen alam yang berperan

menjaga keberlanjutan proses di dalam ekosistemnya. Oleh karena itu,

ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung terhadap

keberlangsungan lingkungannya. Dalam hal ini ketersediaan ruang

terbuka hijau di dalam lingkungan binaan manusia berdasarkan UU

Nomor 26 Tahun 2007 setidaknya 30% dari luas total wilayah

administratif perkotaan.

2) Pengendalian Gas Berbahaya dari Kendaraan Bermotor

Gas-gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor sebagai gas

buangan bersifat menurunkan kesehatan manusia dan makhluk hidup

lainnya, terutama yang berbahaya seperti NO2, CO, dan SO2.

Diharapkan ruang terbuka hijau mampu mengendalikan gas-gas

berbahaya tersebut meskipun ruang terbuka hijau sendiri dapat menjadi

sasaran kerusakan oleh gas tersebut. Oleh karena itu, pendekatan yang

dilakukan adalah mengadakan dan mengatur susunan ruang terbuka

hijau dengan komponen vegetasi di dalamnya yang mampu menjerat

maupun menyerap gas-gas berbahaya.

18
Sifat dari vegetasi di dalam ruang terbuka hijau yang diunggulkan adalah

kemampuannya melakukan aktivitas fotosintesis, yaitu proses

metabolisme di dalam vegetasi dalam menyerap gas karbondioksida

(CO2), lalu membentuk gas oksigen (O2). Gas karbondioksida (CO2)

adalah jenis gas buangan kendaraan bermotor yang berbahaya lainnya,

sedangkan gas oksigen adalah gas yang diperlukan bagi kegiatan

pernafasan manusia. Dengan demikian, ruang terbuka hijau selain mampu

mengatasi gas berbahaya dari kendaraan bermotor, juga menambah saluran

oksigen yang diperlukan manusia. Besarnya kebutuhan ruang terbuka

hijau dalam mengendalikan gas karbon dioksida ditentukan berdasarkan

target minimal yang dapat dilakukan untuk mengatasi gas karbon dioksida

dari sejumlah kendaraan di kawasan perkotaan tertentu

C. Konsep Green City

1. Pengertiaan Green City

Menurut King, Ross dan Yuen dalam (Abdoellah 2016:32), kota

berkelanjutan atau Eco-city adalah kota yang memiliki konsep

berkelanjutan yang melibatkan aspek ekologi, ekonomi, dan budaya dari

suatu kota. Saat ini konsep kota berkelanjutan banyak diterapkan dalam

konsep perencanaan lanskap permukiman baru. Hal tersebut membuktikan

para pengembang kawasan permukiman mulai menyadari pentingnya

keberlanjutan lingkungan dengan mengutamakan perencanaan lanskap

yang berbasis ekologi

19
Kota hijau (green city) adalah kota yang sehat secara ekologis atau

sebagai kota yang memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber daya

air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi

terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan menyinergikan lingkungan

alami dan buatan. Kota hijau memiliki misi tidak hanya sekedar

‘menghijaukan’ kota melainkan lebih luas dan komprehensif yaitu Kota

yang Ramah Lingkungan. Misi kota hijau antara lain memanfaatkan secara

efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah,

menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan,

dan Mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan

perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip

pembangunan berkelanjutan baik secara lingkungan, sosial dan ekonomi

secara seimbang.

Inisiatif mewujudkan kota hijau memiliki makna strategis karena

dilatar belakangi oleh beberapa faktor, antara lain pertumbuhan kota yang

begitu cepat dan berimplikasi terhadap timbulnya berbagai permasalahan

perkotaan seperti kemacetan, banjir, permukiman kumuh, kesenjangan

sosial, dan berkurangnya luasan ruang terbuka hijau. Selain itu, beberapa

tahun terakhir permasalahan perkotaan semakin berat karena hadirnya

fenomena perubahan iklim yang menuntut kita semua untuk memikirkan

secara lebih seksama dan mengembangkan gagasan cerdas yang

dituangkan ke dalam kebijakan dan program yang lebih komprehensif

sekaligus realistis sebagai solusi perubahan iklim (Ernawi, 2012 : 38).

20
2. Atribut Kota Hijau

Terdapat 8 atribut kota hijau menurut (Joga, Nirwono dan Iwan Ismaun.

2011 : 98) yaitu :

a. Green Planning and Design (Perencanaan dan Perancangan Agenda

Hijau). Peningkatan kualitas rencana tata ruang dan rancang kota yang

lebih sensitif terhadap agenda hijau, upaya adaptasi dan mitigasi

terhadap perubahan iklim.

b. Green Open Space (Ruang Terbuka Hijau) Perwujudan kualitas,

kuantitas, dan jejaring RTH perkotaan melalui pembangunan ruang

terbuka hijau sesuai dengan karakteristik kota/kabupaten,

c. Green Waste (Pembuangan Hijau) Penerapan prinsip 3R dengan

menerapkan prinsip zero waste yaitu mengurangi sampah/limbah,

mengembangkan proses daur ulang dan meningkatkan nilai tambah.

d. Green Transportation, (Transportasi Hijau) Pengembangan sistem

transportasi yang berkelanjutan yang mendorong warga untuk

menggunakan transportasi publik ramah lingkungan, misalnya jalur

sepeda, jalur pejalan kaki, dsb.

e. Green Water (Air Hijau) Peningkatan efisiensi pemanfaatan dan

pengelolaan sumberdaya air dengan menerapkan konsep eco drainase

dan zero run off.

f. Green Energy (Energi Hijau) Pemanfaatan sumber energi yang efisien

dan ramah lingkungan.

21
g. Green Building (Bangunan Hijau) Penerapan bangunan ramah

lingkungan (hemat air, energi, struktur, dsb)

h. Green Community (Komunitas Hijau) Peningkatan kepekaan,

kepedulian, dan peran serta aktif antara pemerintah dan masyarakat

dalam pengembangan atribut-atribut kota hijau.

3. Kriteria konsep Green City:

a. Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang berlaku, seperti

UU 24/2007: Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi kota

waspada bencana), UU 26/2007: Penataan Ruang, UU 32/2009:

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dll.

b. Konsep Zero Waste (Pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang

terbuang).

c. Konsep Zero Run-off (Semua air harus bisa diresapkan kembali ke

dalam tanah, konsep ekodrainase).

d. Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).

e. Transportasi Hijau (penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan

berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan transportasi bukan

kendaraan bermotor - berjalan kaki, bersepeda, delman/dokar/andong,

becak.

f. Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%,

RTH Privat 10%)

g. Bangunan Hijau

h. Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)

22
Berdasarkan penjelasan atribut kota hijau diatas, dan kriteria kota

Hijau maka dalam mendukung kebijakan green city maka dibutuhkan

RTH 30%. Dalam KTT Bumi II di Johannesburg, Afrika Selatan (Earth

Summit II, 2002) disepakati bahwa kota-kota harus menyediakan RTH

minimal 30% dari luas kota untuk keseimbangan ekologis, penyediaan

RTH untuk fungsi keseimbangan ekosistem berguna untuk penyediaan

udara bersih, penyerapan karbondioksida, sekaligus mengurangi efek

rumah kaca dan pemanasan kawasan kota (Joga 2011:93). Untuk

mengimplementasikan kesepakatan internasional tersebut dimana tiap kota

harus mampu menyediakan RTH minimal 30% dari luas kota, pemerintah

Indonesia menuangkannya dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, dalam UU No. 26 Tahun 2007 tersebut mengamanatkan

perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan

dan pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang luasnya minimal 30%

dari luas kota. RTH perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat

dimana proporsi RTH meliputi 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat

23
D. Kerangka Pikir

Kerangka Pikir dalam penelitian ini adalah :


Mewujudkan Green City
Penglolaan Ruang
Terbuka Hijau Transportasi Hijau (penggunaan transportasi
massal, ramah lingkungan berbahan bakar
1. Perencanaan terbarukan, mendorong penggunaan transportasi
2. Pemanfaatan bukan kendaraan bermotor - berjalan kaki,
3. Pembinaan dan Pengawasa bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
Sumber : Suparman, A., dkk. Sumber : Joga, Nirwono dan Iwan Ismaun. (2011:98)
(2014:76)

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan


Ruang Terbuka Hijau
Dalam Mewujudkan Green City

Gambar 2.1
Kerangka Pikir

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, yaitu data yang

dikumpulkan berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka. Menurut

Bogdandan Taylor, sebagaimana yang dikutip oleh (Lexy J. Moleong 2014:45)

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Lebih lanjut lagi Lexy J. Moleong (2014:45, penelitian deskriptif adalah

suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun

rekayasa manusia dan tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat

perencanaan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat

populasi atau daerah tertentu.

B. Variabel Penelitian

Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah

1. Variabel bebas (X) yaitu Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

2. variabel terikatnya (Y) yaitu Mewujudkan Sustainable City

C. Defnisi Operasional

Setelah melihat dan memahami beberapa konsep yang telah teruraikan,

maka untuk mempermudah dalam mencapai tujuan penelitian perlu disusun

defenisi operasional yang dapat dijadikan sebagaia cuan dalam penelitian ini,

antara lain:

25
1. Ruang Terbuka Hijau adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan

atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,

tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang

sengaja di tanam.

2. Sustainable City adalah kota yang memiliki konsep berkelanjutan yang

melibatkan aspek ekologi, ekonomi, dan budaya dari suatu kota. Saat ini

konsep kota berkelanjutan banyak diterapkan dalam konsep perencanaan

lanskap permukiman baru.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut (Arikunto 2014:108) “Populasi adalah keseluruhan

subjek penelitian, apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada

dalam wilayah maka penelitiannya merupakan penelitian populasi”.

Sedangkan menurut (Sugiyono 2015:90): “populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya.”

Dari dua pendapat diatas direkomendasikan populasi penelitian

ini adalah seluruh Pegawai Dinas Lingkungan Hidup Kota Baubau yang

bejumlah 26 orang

26
2. Sampel

Arikunto (2014:109) menyatakanbahwa: ”sampel merupakan

sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Untuk menentukan sampel

dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, dimana dalam hal ini

peneliti akan memilih sampel yang dipandang lebih tahu, maka pilihan

akan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan

kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Adapun sampel dari

penelitian ini adalah :

a. Kepala Dinas Lingkungan Hidup : 1 orang


b. Sekretris Dinas Lingkungan Hidup : 1 orang
c. Kapala bidang Dinas Lingkungan Hidup : 1 orang
d. Kepala SeksiDinas Lingkungan Hidup : 2 orang
e. Staff Dinas Lingkungan Hidup : 3 orang
Jadi Jumlah Sampel dalam penelitian ini adalah 8 Orang
E. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 2 (dua) sumber

utama yaitu :

1) Data primer, yaitu keseluruhan data hasil penelitian yang diperolehn melalui

wawancara dan observasi .

2) Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait dan studi literature

dan studi dokumentasi, terutama yang berkaitan dengan masalah penelitian.

27
F. Teknik Pengumpulan Data

Menurut (Arikunto 2010) teknik pengumpulan data sebagai berikut

a. Observasi

Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung dilapangan. Fungsi

pengamatan dalam penelitian ini adalah menjelaskan serta merinci gejala

yang terjadi

b. Wawancara

Jenis wawancara dalam penelitian ini adalah in-depthinterview,

dimana wawancara dilakukan dengan mengadakan pertemuan dan

perbincangan secara mendalam dengan informan sesuai dengan kebutuhan

peneliti tentang akan berkembang dari konsep semula, kejelasan yang

diteliti. Wawancara dilakukan secara formal dan informal, dalam

wawancara formal peneliti menggadakan interviewguide yaitu teknik

penggumpulan data dengan menyusun panduan wawancara secara

sistematis.

c. Studi Kepustakaan.

Dalam hal ini penulis berusaha membaca literatur, prosedur,

dikatakan serta laporan penelitian terdahulu yang sesuai atau yang

berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data interaktif,

dengan teknik ini setelah data terkumpul akan dilakukan analisa melalui tiga

komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

28
Masing-masing komponen dapat melihat kembali komponen yang lain

sehingga data yang terkumpul akan benar-benar mewakili sesuai dengan

permasalahan yang diteliti. Menurut (Miles dan Hubberman 2007:34) bahwa

analisis interaktif dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut.

1. Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang kasar

yang muncul dari catatan tertulis dilapangan. Reduksi data sudah dimulai

sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual,

tentang pemilihan kasus, pertanyaan yang diajukan dan tentang cara

pengumpulan data yang dipakai. Reduksi data berlangsung terus-menerus

selama penelitian berlangsung dan merupakan bagian dari analisis.

2. Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinana dan penarikan kesimpulan dalam pengambilan tindakan.

Informasi disini termasuk didalamnya adalah matrik, skema, tabel dan

jaringan kerja yang terkait dengan kegiatan penelitian. Dengan penyajian

data peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan dapat mengerjakan

sesuatu pada analisis data.

3. Penarikan kesimpulan/verifikasi, yaitu mencari arti benda-benda,

mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin,

atau sebab-akibat dan proposisi. Singkatnya, makna-makna yang muncul

dari data harus diuji kebenarannya, kekokohannya, dan kecocokannya.

29
H. Tempat dan Jadwal Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Dinas Lingkungan Hidup karena merupakan

salah satu Dinas baertugas dalam pengembangan Ruang Terbuka Hijau di Kota

Baubau.

2. Jadwal penelitin

Penelitian ini telah dilaksanakan pada awal Desember sampai awal

Februari 2024, untuk lebih jelasnya jadwal penlitian dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 3.1
Jadwal Penelitian

Pelaksanaan Dalam Bulan


Desember Januari Januari
No Deskripsi Kegiatan
2023 2024 2024
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Proses Pemasukan Jidul
Penelitian (Usulan Jidul
Penelitian)
2 Penyusunan Proposal
3 Bimbingan Proposal
4 Ujian Proposal
5 Perbaikan Proposal
6 Penelitian
7 Penyusunan Skripsi
8 Bimbingan Skripsi
9 Ujian Skripsi
10 Perbaikan Skripsi

30
31

Anda mungkin juga menyukai