TATA RUANG BERKUALITAS Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Jawa Timur, tepatnya di bagian paling timur Pulau Jawa. Kabupaten Banyuwangi memiliki luas wilayah sekitar 5.782,50 km2 dengan pembagian wilayah sebanyak 24 kecamatan, 28 kelurahan, dan 189 desa. Sebagian besar wilayah Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah kawasan hutan. Area hutan ini mencapai sekitar 32%, persawahan sebesar 12%, perkebunan sebesar 14%, ladang sebesar 3%, tambak sebesar 17%, dan daerah pemukiman sebesar 22%. Berbicara mengenai tata ruang, penataan ruang dapat berfungsi sebagai alat perencanaan daerah yang dapat merumuskan kebijakan pembangunan secara integrasi, komprehensif, dan holistic. Kabupaten Banyuwangi sangat terkenal dengan sektor pariwisatanya. Untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Infrastruktur juga merupakan segala sesuatu penunjang utama terselenggaranya suatu proses pembangunan suatu daerah. Infrastruktur juga berpengaruh penting bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia, antara lain dalam peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja, serta peningkatan kemakmuran yang nyata. Permasalahan lingkungan Kabupaten Banyuwangi berawal dari permasalahan spasial (keruangan). Masalah spasial ini meliputi tidak efisiennya penggunaan lahan tertentu, penggunaan lahan tidak sesuai dengan peruntukkan serta tingginya konversi kawasan tidak terbangun menjadi terbangun. Banyak lahan dijadikan permukiman akibat semakin banyaknya penduduk. Dalam pembangunan permukiman maupun perumahan harus memperhatikan beberapa indikator agar tidak muncul permukiman kumuh. Beberapa indikator tersebut, yaitu: Bangunan gedung Jalan lingkungan Penyediaan air minum Drainase lingkungan Pengelolaan air limbah Pengelolaan persampahan Proteksi kebakaran Permasalahan tata ruang sangat berdampak pada permasalahan lingkungan seperti banjir, kekeringan, erosi, longsor, dan turunnya muka air tanah. Perubahan alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan rencana pola ruang mengakibatkan permasalahan lingkungan yang serius dan perlu adanya solusi untuk kebijakan pembangunan keberlanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan salah satu kebijakan publik yang digunakan sebagai payung hukum dalam proses pembangunan suatu wilayah. Kebijakan publik pada dasarnya adalah pedoman yang diformulasikan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, karena kebijakan publik biasanya ditetapkan oleh pihak pemerintah. Kebijakan tata ruang sebagai bentuk kebijakan publik mengharuskan adanya keterlibatan stakeholder dalam penyusunannya. Dilatar belakangi oleh berbagai masalah lahan kritis dan tercemarnya udara di wilayah perkotaan, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melakukan upaya penyelamatan dengan berpatok pada Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi nomor 08 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi tahun 2012-2032, yaitu “Pada kawasan permukiman perkotaan ditetapkan luas ruang terbuka hijau sebesar minimal 30% dari luas kawasan perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau publik sebesar 20% dan ruang terbuka hijau privat sebesar 10%”. Ruang Terbuka Hijau kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi guna mendukung manfaat langsung atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut (Dep. Pekerjaan Umum, 2008). Pada tahun ini, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengapresiasi Kabupaten Banyuwangi yang menyediakan 20% tanah untuk ruang terbuka hijau (RTH) publik di wilayah perkotaan. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melaksanakan pembangunan dan pengadaan RTH hampir di setiap Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. RTH memiliki fungsi yang tidak terbatas tidak seperti taman rukun tetangga, taman rukun warga, taman kelurahan dan taman kecamatan yang hanya mampu memberikan manfaat yang terbatas yaitu untuk kawasan tertentu dan hanya diperuntukkan bagi penduduk dengan jumlah tertentu. RTH di Kabupaten Banyuwangi ini di desain agar mampu menyumbangkan fungsi dan manfaat untuk memenuhi kebutuhan udara segar, air bersih, dan fungsi-fungsi lainnya. Namun, semua itu tidak lepas dengan munculnya permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini, yaitu terjadinya banjir bandang di Kecamatan Kalibaru akibat luapan air sungai. Sebelumnya, Pemkab Banyuwangi menyebutkan, penyebab terjadinya banjir bandang di Kecamatan Kalibaru, salah satunya karena alih fungsi lahan. Kondisi lahan yang berubah ekstrem dari yang semula jenis tanaman keras telah beralih ke tanaman produksi khususnya tanaman tebu yang rapuh terhadap hujan dan erosi. Menurut Bupati Banyuwangi, saat ini Pemkab Banyuwangi tengah membuat perencanaan terkait pengalihan air dari hulu, agar tidak lagi masuk ke sungai-sungai kecil yang ada di sekitar pemukiman warga sekitar. Upaya pencegahan pun dilakukan dengan reboisasi, menjaga kebersihan dan pertimbangan alih fungsi lahan di daerah yang rawan bencana. Secara umum, banjir terjadi akibat tidak berfungsinya drainase sebagai saluran untuk menyalurkan kelebihan air. Pemanfaatan lahan yang tidak tertib turut menyebabkan persoalan drainase di perkotaan menjadi sangat kompleks. Di beberapa wilayah di Kabupaten Banyuwangi drainasenya banyak yang rusak dan belum adanya perbaikan sehingga mengakibatkan banjir dan terganggunya kenyamanan akses jalan. Maka perlu adanya strategi untuk penanganannya. Dalam pengaplikasian perpetaan, diperlukan juga analisis persebaran zona yang dapat berdampak bencana banjir, tsunami dan bencana lainnya di Kabupaten Banyuwangi. Diharapkan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi lebih tanggap lagi terhadap pembangunan dan perbaikan infrastruktur khususnya sarana dan prasarana di wilayah yang sulit dijangkau agar perlahan permasalahan tersebut dapat teratasi. DAFTAR PUSTAKA Fitriana, E. D. (2014). Implementasi kebijakan tata ruang wilayah Dalam mewujudkan pembangunan kota berkelanjutan (Studi di Kabupaten Magetan) (Doctoral dissertation, Brawijaya University). Hakim, L., Rochima, E., & Wyantuti, S. (2021). Implementasi Kebijakan dan Realisasi Rencana Tata Ruang Kec. Garut Kota di Kab. Garut: Studi Analisis Kebijakan. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik, 12(2), 163-175. 2 Adianti, S. Y. (2020). Perencanaan Tata Ruang sebagai Upaya Mewujudkan Pembangunan Kota Berkelanjutan (Studi Analisis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mojokerto). Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 6(1), 108-117. Saroinsong, F. B. (2017). (Similarity Check) KENYAMANAN TERMAL RUANG TERBUKA HIJAU DI KAMPUS UNSRAT BERDASARKAN PERSEPSI PENGUNJUNG.