Anda di halaman 1dari 53

Laporan Antara

BAB 2
PENDEKATAN DAN METODOLOGI

2.1 Kerangka Pendekatan Pengelolaan DAS

2.1.1 Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Kata sustainability sangat penting dalam sebuah kerangka pengembangan dan pembangunan. Kata
tersebut merujuk pada abilility of something to be sustained. Pendekatan Sustainability Development
saat ini umum digunakan dalam hal-hal yang terkait dengan kebijakan lingkungan atau etika bisnis,
terutama sejak dipublikasikannya istilah ini dalam dokumen Bruntland Report oleh World Commission
on Environtment and Development (WCED), tahun 1987. Dalam dokumen tersebut, sustainability
development diartikan sebagai :
"development that meets the needs of the present without compromising the ability of future
generations to meet their own needs. In a way that "promote[s] harmony among human beings and
between humanity and nature".
Dalam ekonomi, pengembangan seperti ini mempertahankan atau meningkatkan modal saat ini untuk
menghasilkan pendapatan dan kualitas hidup yang lebih baik. Modal yang dimaksud disini tidak hanya
berupa modal fisik yang bersifat privat, namun juga dapat berupa infrastruktur publik, sumberdaya
alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM).
Di Indonesia, pembangunan berkelanjutan ini muncul dari pemikiran untuk menanggapi tantangan
global di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, melalui pengembangan ketiga komponen tersebut
secara sinergi. Konsep ini memperhatikan kualitas pertumbuhan, bukan hanya kuantitasnya saja.
Dengan demikian, secara singkat pembangunan berkelanjutan ini dapat diartikan sebagai upaya
menumbuhkan perekonomian dan pembangunan sosial tanpa mengganggu kelangsungan lingkungan
hidup yang sangat penting artinya bagi generasi saat ini dan masa mendatang. Oleh karena itu,
pembangunan keberlanjutan menempatkan 3 pilar utama yang satu sama lainnya saling terkait dan
mendukung, yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi, 2) pemerataan sosial, dan 3) pelestarian lingkungan
hidup.
Dengan didasari oleh pendekatan eksternal, internal, dan sustainability, maka diharapkan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang akan dilakukan merupakan:

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-1
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

a. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya
perlindungan dan pengelolaan yang mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang sesuai dengan
potensi dan fungsi lingkungan hidup.

b. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang terpadu, artinya perlindungan dan pengelolaan
yang dianalisis dan dirumuskan menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan lingkungan
hidup yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun masyarakat.

c. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang, artinya
perlindungan dan pengelolaan yang dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan bagi persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan dan perkembangan antar
sektor, antar daerah, dan antara sektor dengan daerah.

d. Perlindungan dan pengelolaan yang berkelanjutan, artinya perlindungan dan pengelolaan yang
menjamin kelestarian kemampuan daya dukung sumberdaya alam.

Siregar (2004) menjelaskan ada 3 aset dalam pembangunan berkelanjutan yaitu sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan infrastruktur. Sumberdaya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat
digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sumberdaya manusia adalah semua potensi
yang terdapat pada manusia seperti akal pikiran, seni, dan keterampilan yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dirinya sendiri maupun orang lain atau masyarakat pada umumnya. Sedangkan
infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia
dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan
semaksimalnya, baik untuk saat ini maupun keberlanjutannya di masa yang akan datang.

Dalam pembangunan berkelanjutan terkandung dua gagasan penting yaitu pertama gagasan kebutuhan
yaitu kebutuhan esensial yang memberlanjutkan kehidupan manusia. Kedua gagasan keterbatasan yang
bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi
kebutuhan kini dan hari depan (Djajadiningrat, dan Famiola, 2004). Selanjutnya Djajadiningrat dan Famiola
(2004) menyatakan bahwa setiap elemen pembangunan berkelanjutan diuraikan menjadi empat hal yaitu:
pemerataan dan keadilan sosial, keanekaragaman, integratif dan perspektif jangka panjang.

Dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas), disebutkan bahwa dalam rangka mendukung
pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang ketiga, yaitu mempercepat pemulihan ekonomi dan
memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem ekonomi
kerakyatan, maka kebijakan di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada
upaya :

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-2
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

1). Mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat
diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya
dukung dan daya tampungnya;

2). Menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan sumberdaya alam
dan pencemaran lingkungan;

3). Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara bertahap;

4). Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal;

5). Menerapkan secara efektif penggunaan indikator untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup;

6). Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di
wilayah tertentu; dan

7). Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global.

Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan berkelanjutan menurut Propenas adalah terwujudnya
pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring dengan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat lokal serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu
yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat dan antar
negara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang
optimal.

2.2 Pendekatan

Dalam rangka pelaksanaan Kegiatan Pengendalian Dan Evaluasi Pencemaran Di Kali Cikarang, berikut ini
pendekatan yang dilakukan Konsultan dalam rangka Pekerjaan, yaitu :

1. Pendekatan Umum
2. Pendekatan Struktur Organisasi
3. Pendekatan Kelembagaan
4. Pendekatan Konseptual
5. Pendekatan Teknis Perencanaan

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-3
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

2.2.1 Pendekatan Umum

Pendekatan umum antara lain :

1. Membuat jadwal pelaksanaan pekerjaan untuk digunakan sebagai acuan saat pelaksanaan
pekerjaan.
2. Memahami maksud dan tujuan proyek. Merupakan hal yang sangat penting karena hanya dengan
pemahaman yang baik terhadap latar belakang dan tujuan proyek, maka dapat disusun metodologi
penanganan dan rencana kerja yang memuaskan. Pengetahuan dan pemahaman mengenai
maksud dan tujuan serta sasaran proyek sangat membantu sehingga pekerjaan diharapkan akan
berjalan dengan efisien dan efektif.
3. Berpedoman pada peraturan dan kebijakan pihak terkait.
• Pekerjaan ini akan selalu berpedoman pada peraturan dan kebijakan pihak yang terkait yang
berhubungan dengan sanitasi, persampahan dan air minum.
• Menggunakan peraturan dan kebijakan Pemerintah Daerah setempat serta kriteria/standar
dari Kementerian Pekerjaan Umum sebagai pedoman.

Kajian literatur dengan mereview materi informasi yang lainnya untuk memperkaya wacana sehingga
dalam mendesain materi teknis masterplan dan studi kelayakan ini akan didapat hasil yang lebih
sempurna dan terarah.

2.2.2 Pendekatan Struktur Organisasi

Struktur organisasi pelaksanaan pekerjaan disusun sedemikian rupa sehingga :

• Terbentuk kerjasama yang baik antara Konsultan dengan Pemberi Tugas.


• Adanya garis instruksi dan koordinasi yang jelas diantara tenaga Konsultan

Semua anggota tim Konsultan akan dilengkapi dengan uraian pekerjaan yang akan memberikan
gambaran yang jelas untuk setiap tenaga ahli mengenai tanggung jawab, wewenang dan hasil yang
diharapkan dari proyek

2.2.3 Pendekatan Kelembagaan

Dalam melakukan pekerjaan ini, Konsultan selain berhubungan langsung dengan instansi yang terlibat
langsung dengan pekerjaan ini (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi), juga
diperlukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait lainnya di daerah seperti Pemda/Bappeda Tingkat
I dan II, PDAM, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup tokoh masyarakat dan lain-lain.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-4
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

2.2.4 Pendekatan Konseptual

Pendekatan yang akan kami lakukan dalam menangani pekerjaan ini yaitu dengan terlebih dahulu
mengkaji, mengevaluasi dan menganalisa data-data kondisi pengelolaan air limbah eksisting, volume
buangan limbah di sepanjang Kali Cikarang, permasalahan-permasalahan yang terjadi, potensi-potensi
penanganan air limbah yang dapat dikembangkan, data kondisi wilayah (antara lain : administrasi
wilayah, fisik / morfologi kota, kependudukan, sosial-ekonomi-budaya-kesehatan masyarakat dan
lingkungan), Analisa terhadap kualitas air Kali Cikarang dengan melakukan sampling pada titik-titik yang
telah di tentukan, serta kajian terhadap studi-studi terkait.

2.3 Metodologi Pekerjaan

2.3.1 Tahapan Kegiatan

Tahapan pelaksanaan kegiatan dalam pekerjaan Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai, adalah
sebagai berikut:

1. Survei data primer dalam rangka menentukan titik-titik sumber pencemaran baik Domestik
maupun Industri dan non industri pada daerah sekitar Sungai Cikarang sebanyak 25 titik
sampling.

2. Survei data sekunder atau survei instansional untuk pengumpulan data pendukung terkait
sumber-sumber pencemar pada Sungai Cikarang.

3. Merumuskan rencana aksi dalam pengendalian pencemaran dan pengelolaan kualitas air pada
sungai Cikarang dengan melaksanakan tahapan, sebagai berikut:

a. Melakukan pengkajian terhadap kegiatan aktivitas usaha/kegiatan baik makro maupun


mikro yang dilakukan oleh masyarakat maupun badan usaha yang berada didalam DAS
Sungai Cikarang.

b. Analisa pemeriksaan laboratorium kualitas air sungai oleh laboratorium yang memiliki
syarat sebagai berikut:

 Memiliki surat izin usaha (SIUP) kecil yang masih berlaku dan dikeluarkan oleh instansi
pemerintah yang berwenang, SBU: Studi, penelitian dan bantuan teknik 1.SI masih
berlaku.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-5
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

 Laboratorium terakreditasi oleh komite akreditasi nasional (KAN) dan memiliki


sertifikat tanda registrasi kompetensi sebagai laboratorium lingkungan dari
kementerian lingkungan hidup.
 Laboratorium menerapkan SNI ISO/IEC 17025 (edisi SNI ISO/IEC 17025:2017)
 Alat-alat laboratorium selalu dikalibrasi minimal 1 tahun sekali ditujukkan dengan
sertifikat kalibrasi oleh instansi yang berwenang.
 Perusahaan sedang dalam kondisi tidak pailit (auidt keuangan minimal 2 tahun
terakhir)
Penyerahan hasil analisa pemeriksaan laboratorium
Melakukan perhitungan kajian terhadap daya tampung dan beban pencemar untuk
limbah domestik pada sungai Cikarang
Membuat rumusan detail rencana aksi pengendalian dan pengelolaan kualitas air
pada sungai Cikarang

2.3.2 Tahap Persiapan

Pada tahapan ini dilakukan persiapan pekerjaan, baik yang menyangkut persiapan administratif
maupun persiapan teknis. Persiapan teknis meliputi kegiatan mobilisasi personil dan koordinasi tim
kerja yang akan dilibatkan dalam keseluruhan pekerjaan, penajaman metoda dan rencana kerja,
penyiapan perangkat survei, penyiapan peta dasar serta pengumpulan data awal. Secara rinci, pokok
pekerjaan dan hasil kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

1. Mobilisasi Personil dan Koordinasi Tim Kerja


Meliputi kegiatan penyiapan tenaga ahli dan kegiatan koordinasi/diskusi antara tenaga ahli yang
terlibat dalam tim kerja konsultan. Tenaga ahli yang akan dilibatkan harus memenuhi kriteria yang
sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pekerjaan (bidang keahlian, kualifikasi personil, dan
pengalaman kerja). Penentuan personil yang akan dilibatkan dilakukan dengan
mempertimbangkan tingkat efesiensi dan efektifitas kerja yang dapat diberikan, sehingga proses
pelaksanaan pekerjaan dapat berlangsung secara efektif dan efesien.

Pada tahap awal, kegiatan koordinasi tim kerja konsultan bertujuan untuk mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara matang dan rinci, berkaitan dengan
proses pekerjaan yang akan dilakukan, Kegiatan ini meliputi penyusunan organisasi kerja,
penyusunan rencana kerja, pembagian kerja, serta kebutuhan fasilitas pendukung yang diperlukan
bagi kelancaran pelaksanaan pekerjaan.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-6
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

2. Penajaman Metode dan Rencana Kerja


Kegiatan ini bertujuan untuk menajamkan rencana/metodologi penanganan pekerjaan, sebagai
suatu pegangan yang harus ditaati oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan
pekerjaan ini. Rumusan rencana kerja ini secara garis besar meliputi detail kegiatan dan jadwal
pelaksanaan pekerjaan, pelibatan dan jadwal penugasan tenaga ahli, serta keluaran pekerjaan
yang harus dihasilkan.

3. Kajian dan Hipotesa Awal


a. Inventarisasi Karakteristik DAS
Inventarisasi karakteristik DAS dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data
informasi tentang biofisik sosial ekonomi dan kelembagaan dalam suatu DAS. Data biofisik
meliputi : Sumberdaya air, kerapatan drainase, topografi, tanah, iklim serta flora dan fauna.

Data Kelembagaan meliputi : organisasi, tugas dan peran multi pihak serta peraturan yang
terkait dengan pengelolaan DAS. Data yang dibutuhkan tersebut di atas diperoleh melalui
survei (wawancara dan pengukuran langsung) dan pengumpulan data skunder.

b. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dimaksud untuk mengetahui struktur permasalahan yang berhubungan
dengan sumberdaya air, lahan, investigasi, sosial ekonomi dan kelembagaan. Proses
identifikasi masalah dilakukan dengan pendekatan parstipatif melalui focus group Discusion
(FGD), pendapat ahli atau hasil-hasil penelitian. Metode identifikasi masalah dilakukan
dengan pendekatan Problem Tree dan Objective Tree.

c. Studi Terdahulu
Terdapat beberapa studi terdahulu untuk mendukung proses analisa kegiatan Pengendalian
dan Evaluasi Pencemaran Sungai adalah Studi daya tampung dan beban pencemar Sungai
Cikarang Tahun 2014.

4. Tahap Kajian Kebijakan Peraturan Perundang-undangan Terkait


a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244).

b. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140)

c. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-7
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

d. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.

e. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air.

f. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan
Status Mutu Air

g. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 213 tentang Baku Mutu Air dan
pengendalian Pencemaran Air Sungai Cimanuk, Sungai Cimalaya dan Sungai Bekasi.

h. Peraturan Daerah nomor 06 tahun 2016 tentang Pembentukan dan susunan Perangkat
Daerah Kabupaten Bekasi (Lembaran Daerah Kabupaten Bekasi Tahun 2016 no 06.

i. Peraturan Bupati Nomor 62 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan
fungsi organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja DLH Kabupaten Bekasi.

j. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 140

k. Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
pengendalian Pencemaran Air.

l. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah

m. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air.

5. Penyiapan Perangkat Survei


Sebagai langkah awal pelaksanaan survei lapangan yang akan dilakukan pada tahap berikutnya,
terlebih dahulu dilakukan beberapa persiapan yang diperlukan agar pelaksanaan survei dapat
berjalan dengan lancar. Persiapan yang dilakukan antara lain meliputi perumusan desain survei,
daftar kebutuhan data dan instansi sumber data/informasi, penyiapan personil (surveyor) dan
peralatan survei yang akan digunakan dalam kegiatan lapangan.

2.3.3 Tahap Survei dan Pengumpulan Data


Untuk mendukung penyediaan data sesuai kebutuhan analisis yang dinyatakan dalam metodologi dan
prosesnya maka disusun rancangan survai. Pada prinsipnya kategori data yang dibutuhkan meliputi data
sekunder dan data primer.

Data sekunder merupakan data yang telah tersedia yang telah diolah atau dikoleksi oleh pihak lain
seperti misalnya data statistik, data rekapan dari instansi terkait, dari dokumen perencanaan atau studi

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-8
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

tertentu dan literatur. Sedangkan data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya
tanpa perantara pihak lain.

Data primer dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yakni:

1. Data yang diambil dari hasil pengamatan lapangan langsung terhadap situasi tertentu.

2. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, diskusi atau kuisioner terhadap target group tertentu.

Berdasarkan pengkategorian data sekunder-primer disusun metode yang lebih spesifik sebagai berikut:

1. Survei Data Sekunder


Merupakan metode yang digunakan untuk mendapatkan informasi melalui data data sekunder.
Penggunaan kajian data sekunder dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang kawasan
perencanaan.

Pencarian data dapat dilakukan pada tahapan persiapan sebelum survei lapangan, atau dilakukan
pada saat survei lapangan. Karakter pekerjaan yang bersifat makro menjadikan pencarian data
sekunder menduduki peran sentral sebagi sumber data untuk kepentingan analisis dan dapat
menentukan perangkat data primer yang perlu dikoleksi.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2-9
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Gambar 2. 1 Metode Pengumpulan Data

Beberapa data sekunder yang dibutuhkan pada pekerjaan ini yaitu


a. Peta sungai (DAS) Cikarang
b. Curah hujan
c. Data sumber pencemaran
d. Peta Kabupaten Bekasi
e. Data Kondisi Umum Sungai
f. Data Demografi
g. Peta-Peta Dasar dan Tematik
h. Data Sosial dan Ekonomi Masyarakat

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 10
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

2. Survei Data Primer


a. Observasi Lapangan
Merupakan metode yang digunakan pada saat melakukan kajian lapangan. Metode ini ditujukan
untuk mendapatkan data faktual di lapangan berdasarkan hasil observasi langsung pada
kawasan, pengecekan ulang dan validasi dari hasil kajian sekunder, serta identifikasi
permasalahan.
 Metode Pengambilan sample
Pengukuran langsung, yaitu pengambilan sampel dan analisa laboratorium air sungai.
Pengambilan sampel air menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6989.57:2008
tentang Air dan Air Limbah – Bagian 57 (Metoda Pengambilan Contoh Air Permukaan).
Beberapa parameter yang dapat dilakukan pengukuran langsung di lapangan.
- Mempersiapkan bahan yang di perlukan pengambilan sampel.
- Pengambilan sampel air pada sungai yang telah ditentukan dengan kedalaman 1,5 –
2 meter
- Menentukan jarak pengambilan sampel pada 4 Segmen dalam jarak 100 meter
pengambilan sampel air.
- Mengambil sampel air dengan 4 Segmen 25 titik.
- Mengambil data-data yang dibutuhkan sesuai data yang di perlukan diluar dari
lapangan yaitu dari instansi yang terkait.
 Alat dan bahan
- Alat dan bahan pengambilan sampel kualitas air.
- Alat tulis dan buku
- gunting
- Tali
- Meter
- Botol sampel plastik 2 liter

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 11
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Tabel 2. 1 Pengukuran Lapangan

Tabel 2. 2 Analisa Laboratorium

b. Wawancara Semi Terstruktur


Metode wawancara merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan data dan informasi.
Kegiatan ini dipilih untuk dilakukan dengan dua alasan. Pertama, dengan wawancara, konsultan
dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi juga apa
yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa
mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa
sekarang, dan juga masa mendatang.
Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Artinya konsultan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh suatu
susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Tetapi untuk lebih mengarahkannya,
sudah disiapkan guideline pertanyaan inti untuk lebih lajut dikembangkan secara spontan sesuai
dengan perkembangan situasi wawancara itu sendiri.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 12
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

2.3.4 Tahap Analisis Data

Metode analisis data merupakan tahapan proses penelitian dimana data yang sudah di kumpulkan dan
di olah dalam rangka menjawab rumusan masalah. Dalam penelitian ini metode analisi data
menggunakan rumus metode indeks yang dilakukan yaitu:

1. Analisis Daerah Aliran Sungai (DAS)


Peta dasar yang dibuat dengan menggabungkan informasi dari sejumlah peta dengan tema yang
berbeda. Peta dasar dibuat dengan skala 1 : 50.000 dan selanjutnya pada peta tersebut akan
diplotkan batas-batas administrasi dan batas-batas Daerah Aliran Sungai (DAS), lokasi stasiun
hidrometeorologi (hujan, klimatologi, sungai, danau, air tanah), penyebaran daerah irigasi. Secara
umum peta dasar yang dibuat didalamnya terkandung hasil penggabungan informasi bersumber
dari peta-peta seperti ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 2. 3 Jenis-Jenis Peta untuk Penyusunan Peta Dasar

No Jenis Peta Skala Sumber Keperluan Data


1 Peta Rupa Bumi 1 : 50.000 Bakosurtanal Peta Topografi Dasar
Kondisi Geologi
2 Perta Geologi 1 : 1.000.000 Direktorat Geologi
daerah studi
Perta Kondisi Geohidrologi
3 1 : 1.000.000 Direktorat Geologi
Geohidrologi daerah studi
Peta Tata Guna
4 1 : 250.000 Bappeda -
Lahan
Sumber : Hasil Analisis, 2018

Mengingat peta-peta tersebut memiliki skala yang berbeda, maka langkah pertama yang perlu
dilakukan adalah penyeragaman skala. Seluruh peta tersebut akan didigitasi sehingga proses
tumpang-tindih (super imposed) peta dapat dengan mudah dilakukan.

2. Pemetaan Sebaran Kegiatan/Usaha Sektor


Berdasarkan data sekunder dan hasil inventasisasi dan identifikasi lapangan akan dilakukan
pemetaan terhadap 6 sektor kegiatan/usaha yang ada pada masing-masing DAS.

3. Analisis Kualitas Air


Analisis kualitas air akan dilakukan baik untuk data sekunder maupun data primer. Untuk analisis
Status Mutu Air, berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun
2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air bahwa ada 2 (dua) cara untuk menentukan
Status Mutu Air yaitu dengan Metode Indeks Pencemaran (IP) dan Metode Storet.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 13
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Analisis yang digunakan untuk menentukan Status Mutu Air Sungai Sungai Cikarang adalah
Metode Indeks Pencemaran (IP). Perhitungan status mutu air sungai adalah sebagai berikut :

PIj = √( Ci/Lij)2R + (Ci/Lij)2M


2
Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu suatu
Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari
hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj
adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij.
Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara :

- Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik.
- Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.
- Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan.
- Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat,
misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim
merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai
Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :
(Ci/Lij)baru = Cim - Ci(hasil pengukuran)
Cim - Lij

- Jika nilai baku Lij memiliki rentang


(1) untuk Ci ≤ Lij rata-rata
(Ci/Lij)baru = [ Ci - (Lij rata-rata ) ]
{(Lij minimum ) - (Lij rata-rata ) }

(2) untuk Ci ≥ Lij rata-rata


(Ci/Lij)baru = [ Ci - (Lij rata-rata ) ]
{ (Lij maksimum) - (Lij rata-rata ) }

(3) Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal Ci/Lij = 0,9
dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0.
Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi
kesulitan ini adalah :
- Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0.
- Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran lebih besar dari 1,0.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 14
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

(Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran


Setelah didapatkan nilai indeks pencemar, kemudian akan dikategorikan dalam beberapa
status mutu air. kategori kelas indeks pencemaran air sungai dapat dilihat pada tabel berikut
ini.

Tabel 2. 4 Kriteria Status Mutu Air Berdasarkan Metode IP

Nilai IP Status Mutu Tingkat Pencemaran


0 <= IPj <=1,0 A Baik
1,0 <= IPj <=5,0 B Tercemar Ringan
5,0 <= IPj <=10 C Tercemar Sedang
IPj >10 D Tercemar Berat
Sumber : Kepmen LH No 115 Tahun 2003
4. Analisis Potensi Beban Pencemaran Kegiatan/Usaha
Analisis Potensi Beban Pencemaran akan dilakukan untuk 6 (enam) sektor, yaitu : Industri,
Domestik, Persampahan, Pertanian, Peternakan dan Perikanan. Selengkapnya dapat dilihat pada
uraian berikut ini.
A. Sektor Domestik

 Karakteristik Air Limbah Domestik


Komposisi limbah cair domestik terdiri dari black water dan grey water, seperti pada tabel
berikut.
Tabel 2. 5 Karakteristik Limbah Domestik

Jenis Limbah
No Sumber Karakteristik
Domestik
Mengandung patogen dalam jumlah besar dan
Kotoran manusia
1 Black Water bersifat sangat berpengaruh terhadap
(Toilet)
kesehatan manusia
Limbah cair bekas Tidak mengandung excreta dan tidak terlalu
2 Grey Water
Mandi, cuci, dapur berbahaya untuk kesehatan manusia.
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Kandungan pencemar yang terdapat dalam grey water ditunjukkan seperti pada tabel
berikut ini.
Tabel 2. 6 Kualitas Grey Water

No. Parameter Satuan Konsentrasi


1 pH - 8,5
2 Temperatur °C 24
3 Amonium mg/L 10
4 Nitrit mg/L 0,005
5 Sulfat mg/L 150
6 Phospat mg/L 6,7

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 15
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

No. Parameter Satuan Konsentrasi


7 DO mg/L 4,01
10 BOD5 mg/L 189
11 COD mg/L 317
12 Khlorida mg/L 47
13 Zat Organik mg/L KMnO4 554
14 Detergen mg/L MBAS 2,7
15 Minyak mg/L <0,05
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Karakteristik limbah domestik berdasarkan komposisi limbah black water dan untuk
bahan organik-anorganik dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. 7 Karakteristik Limbah Black Water Berdasarkan Tinja dan Urine

No. Karakteristik Tinja Urine


1 Jumlah limbah basah/Orang/Hari 135 - 270 g 1,0 - 1,3 kg
2 Lumpur kering/Orang/Hari 35 - 70 g 50 - 70 g
Komposisi (%)
1 Kadar Air 66- 80% 93 - 96%
2 Bahan Organik 88- 97% - 85%
3 Nitrogen 5 - 7% - 19%
4 Fosfor, sebagai P2O5 3- 5,4% 2,5- 5,0%
5 Kalium sebagai K2O 1- 2,5% 3,0 - 4,5%
6 Karbon 44- 55% 11 - 17%
7 Kalsium, sebagai CaO 4,5% 4,5 - 6,0%
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Tabel 2. 8 Karakteristik Limbah Black Water Berdasarkan Cair-Padat Organik-Anorganik Detail

Komposisi cair-padat Komposisi organik- Komposisi detail


anorganik
99,9% - Limbah Cair
70% - bahan 0,07% 65% - Protein 0,0455%
Organik 25%- Karbohidrat 0,0175%
0,1% - Limbah Padat 10%- lemak 0,0070%
30% - bahan 0,03% Pasir, Garam dan Logam
Anorganik
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa grey water mengandung unsur pencemar
dengan kadar tinggi yang akan mengalami dekomposisi dan menimbulkan bau tidak
sedap ke lingkungan, juga bisa mencemari air tanah disekitarnya. Menurut, Naoko (2005)
komposisi volume dan kadar grey water dan black water seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 2. 9 Komposisi Black Water dan Grey Water

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 16
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Komposisi Black Water Grey Water


Volume 30% 70%
COD 44% 56%
NH4-N 97% 3%
PO4-N 80% 20%
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Walaupun kadar N dan P lebih tinggi pada black water, akan tetapi berdasarkan volume
grey water jauh lebih banyak sehingga black water dan grey water berpotensi untuk
menghasilkan limbah cair yang apabila tidak dikelola dengan baik akan menjadi sumber
pencemar yang mengganggu sumber air dan lingkungan.

Semua sumber pencemar air yang berada dalam wilayah inventarisasi kemudian
diidentifikasi berdasarkan jenis pencemar dan sumbernya. Jenis pencemar yang berasal
dari limbah domestik akan berbeda dengan jenis pencemar dari limbah non-domestik.
Tabel dibawah ini menyajikan contoh karakteristik air limbah domestik yang belum
diolah.

Tabel 2. 10 Karakteristik Air Limbah Domestik yang Belum Diolah

Konsentrasi
Jenis Pencemar Satuan
Rendah Sedang Tinggi
Padatan total (TS) mg/L 350 720 1200
Padatan terlarut (TDS) mg/L 250 500 850
Padatan tersuspensi (TSS) mg/L 100 220 350
Settleable solids mg/L 5 10 20
BOD5 mg/L 110 220 400
Organik karbon total (TOC) mg/L 80 160 290
COD mg/L 250 500 1000
Nitrogen total (N) mg/L 20 40 85
 Organik mg/L 8 15 35
 Amonia bebas mg/L 12 25 50
 Nitrit mg/L 0 0 0
 Nitrat mg/L 0 0 0
Fosfor total (P) mg/L 4 8 15
 Organik mg/L 1 3 5
 Inorganik mg/L 3 5 10
Klorida mg/L 30 50 100
Sulfat mg/L 20 30 50
Alkalinitas, sebagai CaCO3 mg/L 50 100 200
Lemak mg/L 50 100 150
Koliform total Jml./100mL 10 – 107
6
107– 108 107– 109
VOCs mg/L <100 100 - 400 > 400
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 17
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

 Perkiraan Jumlah Limbah Cair Domestik Dari Konsumsi Air Bersih


Produksi limbah cair rumah tangga dapat diperkirakan yaitu sekitar 80% - 90% dari
pemakaian air bersih. Khususnya untuk perencanaan diperlukan informasi besarnya
pemakaian air bersih rumah tangga (dinyatakan dalam pemakaian volume air per kapita
per hari), di Indonesia mengacu pada ketentuan yang dikeluarkan oleh Cipta Karya,
Kementerian PU, yang tergantung dari kategori kota seperti terlihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 2. 11 Kebutuhan Air Bersih Rumah Tangga

Kebutuhan Air Standar Kebutuhan


Jumlah Penduduk
No Kategori Kota Bersih Dasar
(Jiwa)
(L/O/H) (L/O/H)
1 Perdesaan <3.000 30 30
2 Kota Kecamatan 3.000–20.000 60- 100 45
3 Kota Kecil 20.000–100.000 105 - 1125 < 60
4 Kota Sedang 100.000–500.000 130 - 175 < 90
5 Kota Besar 500.000–1.000.000 180- 225 < 100
6 Kota Metropolitan >1.000.000 250- 300 120
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

 Potensi Emisi Limbah Cair Domestik


Besaran sumber pencemar air tak tentu diperkirakan dengan terlebih dahulu
menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masing-masing kategori kegiatan,
mengingat keterbatasan dalam pengukuran langsung untuk setiap sumber pencemar air
tak tentu dalam wilayah inventarisasi. Sub-bab berikut menyajikan metode estimasi
besaran untuk setiap kelompok kegiatan yang potensial menghasilkan air limbah yang
termasuk kategori sumber pencemar air tak tentu.

 Kegiatan Domestik dan Penggunaan Barang Konsumsi


Sumber-sumber yang berasal dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi
berikut ini dapat dibedakan menjadi:
a. Emisi polutan yang berasal dari proses sanitasi dan pencucian;
b. Emisi lainnya yang berkaitan dengan over polluted, misalnya menyebabkan proses
korosi, dan akumulasi pencemaran pada lumpur dasar sungai atau waduk.
Emisi limbah ke perairan dari proses sanitasi dan penggunaan produk permbersih,
emisi-emisi dari sampah (termasuk lindi) secara umum dapat menyebabkan
masalah-masalah lingkungan lewat kontaminasi sumber air permukaan dan air
tanah. Pencemar air yang terlibat mungkin bervariasi dari limbah organik sampai

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 18
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

organik sintetis dan logam berat, bergantung pada proses pencucian dan sifat-sifat
dari lindi sampahnya.
Pencemaran air dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi umumnya
digolongkan sebagai sumber pencemar air tak tentu. Hal ini karena dari kegiatan
domestik dan penggunaan barang konsumsi dapat menjadi sumber pencemar air
khususnya pada tingkat lokal. Akan tetapi, jika sumber-sumber individual terlalu kecil
atau terlalu banyak untuk diidentifikasi dan diukur sebagai sumber pencemar air
tertentu yang terpisah dalam inventarisasi, maka dari kegiatan domestik dan
penggunaan barang konsumsi yang secara khusus berasal dari sekumpulan kegiatan
individu dalam suatu daerah, secara umum digolongkan sebagai sumber pencemar
air tak tentu (diffused sources) dalam inventarisasi sumber pencemar air.
Berdasarkan PerMen LH No. 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian
Pencemaran Air, emisi sumber pencemar tak tentu dari kegiatan domestik seperti
pada tabel berikut ini.

Tabel 2. 12 Emisi Sumber Tak Tentu (Non Point Source)

Faktor Emisi
Sumber Pencemar Air (g/kapita/hari)
BOD COD Tot-N Tot-P
1. Permukiman
 Limbah Cair Tanpa Diolah 53 101,6 22,7 3,8
 Pakai Septic Tank 12,6 24,2 5,4 0,9
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Pada diatas, emisi BOD = 53 g/kapita/hari sepertinya terlalu besar jika dibandingkan
dengan emisi di berbagai negara lain pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. 13 Perbandingan Emisi BOD di Berbagai Negara

Emisi BOD
No Negara
(g/BOD/O/H)
1 Zambia 36
2 Kenya 23
3 South Asia 43
4 India 30–45
5 Francis ( perdesaan) 24–34
6 USA 45–78
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 19
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Potensi emisi sumber pencemar yang jika dilihat dari kondisi sosial ataupun
daerahnya (Kota s/d Pedalaman), hasil kajian di beberapa kota di Indonesia maka
emisi BOD untuk limbah domestik diklasifikasikan seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. 14 Klasifikasi Emisi BOD di Indonesia

Rata-rata Rasio
Rentang Emisi
No. Daerah Klasifikasi Beban ekivalen
(g/BOD/O/H)
(g/BOD/O/H) Kota
1 Kota Tinggi 37,5 – 42,5 40 1,0000
2 Pinggiran Kota Sedang 27,5 – 37,5 32,5 0,8125
3 Pedalaman Rendah 22,5 – 27,5 25 0,6250
Sumber : Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010
Catatan :
Sebagai acuan adalah untuk daerah Kota, sehingga jika penduduk yang ada di pinggiran kota perlu
dikali 0,8125 dan demikian juga untuk daerah pedalaman perlu dikali 0,625.

1. Formulasi Potensi Beban Pencemaran Air Untuk Kegiatan Domestik dan Penggunaan
Barang Konsumsi
a. Kebutuhan Data
Untuk memperkirakan besaran potensi beban pencemaran, terdapat dua jenis data
yang diperlukan, yaitu : jumlah penduduk dan faktor emisi per penduduknya, jika
diketahui kepadatan penduduknya (jumlah penduduk per luas wilayah) maka
diperlukan luas wilayah yang dinti njau pada daerah kajiannya, maka jumlah
penduduk = kepadatan penduduk x luas wilayahnya.
Sedangkan untuk penggunaan barang konsumsi adalah bahwa polutan (kg polutan
yang dibuang) dapat dihubungkan langsung dengan kepadatan populasi (jumlah
penduduk per luas wilayah) lewat penggunaan faktor emisi per kapita (kg polutan
yang dibuang per orang) dan data statistik pemasaran (misalnya data penjualan dan
data penggunaan produk). Informasi yang tersedia seharusnya berhubungan dengan
jumlah penduduk dan distribusi geografisnya, dari informasi ini kepadatan penduduk
dapat diperoleh untuk luas area tertentu yang masuk dalam daerah kajian
inventarisasi.
Faktor emisi untuk emisi yang berkaitan dengan penggunaan pelarut yang
terkandung dalam suatu produk ditentukan oleh komposisi produk tersebut.
Biasanya Negara produsen atau importer diharuskan untuk menyediakan informasi
ini. Apabila tidak tersedia informasi ini dapat digunakan faktor emisi dari negara lain
yang memiliki jenis kegunaan atau spesifikasi yang sama, atau membuat faktor emisi

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 20
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

yang tepat dengan menyesuaikaan faktor emisi yang tersedia. Estimasi yang
berdasarkan pengalaman sebaiknya juga dijadikan pertimbangan. Faktor-faktor
emisi ini kemudian dikombinasikan dengan data statistik penggunaan produk
berdasarkan kepadatan penduduk untuk mendapatkan perkiraan.
Untuk acuan
perhitungan, diatas seyogianya dapat dijadikan acuan untuk perhitungan potensi
beban pencemaran air.
b. Metode Estimasi
Potensi Beban Pencemaran Air dapat diperkirakan menggunakan rumus (02) yang
berdasarkan emisi individu dan rumus (03) jika berdasarkan emisi wilayah dengan
memperhitungkan kepadatan wilayahnya. Khusus untuk rumus (02) yang
berdasarkan emisi individu, rumusannya dapat disederhanakan : Faktor emisi yang
digunakan dalam persamaan di atas bersifat spesifik terhadap jenis tertentu sumber
pencemar air yang diestimasi dan jenis polutan tertentu yang diidentifikasi untuk
setiap sumber pencemar air tersebut. Apabila diinginkan hasil yang lebih baik maka
daerah geografis inventarisasi atau luas total dari diffused source sebaiknya dibagi
menjadi luas area yang lebih kecil yang memiliki kepadatan populasi masih seragam,
kemudian perkiraan ditentukan berdasarkan luas area yang lebih kecil tersebut
Metode alternatif lain untuk menghitung perkiraan untuk sumber pencemar dari
limbah domestik adalah mengalikan faktor emisi secara langsung dengan jumlah
penduduk yaitu seperti rumus (01) berikut :

PBPi = β x ϒ x JP x Ei ……………………………………………………………………………. (01)

Keterangan :
PBPd : Potensi Beban Pencemaran domestik (kg/hari)

β : Konversi Satuan (0,001)..........g menjadi kg
ϒ : Koefisien Transfer Beban jarak (0,3 – 1,0)......jarak sumber ke BAP
JP : Jumlah Penduduk (orang)
Ei : Emisi zat pencemar (g/orang/hari)
Namun jika hanya diketahui kepadatan penduduknya saja, maka PBPd dihitung
dengan rumus (04) tapi besaran JP= KP x LW (KP adalah Kepadatan penduduk/ha dan
LW adalah luas wilayah dalam ha).

c. Tingkat Keakuratan dan Kebutuhan Sumberdaya


Untuk kegiatan domestik sangat bergantung pada kualitas data jumlah penduduk
dan sistem tata air serta arah aliran untuk perhitungan potensi beban
pencemarannya. Sedangkan yang berkaitan dengan barangf konsumsi tergantung

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 21
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

dari proses pencucian, penggunaan pelarut dan produk lainnya, keakuratan estimasi
bergantung pada kualitas data konsumsi atau penggunaan produk, seperti: kualitas
data komposisi produk penyebab (contoh jenis pelarut, dan bahan aktif pembersih
kulit serta lainnya).
Semua teknik ini memerlukan waktu dan tenaga untuk mengumpulkan data yang
sangat tergantung pada kualitas data statistik dan/atau data pemasaran yang
tersedia. Identifikasi faktor emisi yang representatif membutuhkan penilaian yang
baik dan/atau melakukan test lapangan atau survey untuk mengkoreksi/ memvalidasi
dan/atau menyesuaikan faktor emisi internasional yang tersedia dari literatur.
2. Penerapan dan Penggunaan Hasil Perkiraan
Perkiraan awal bagi kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi merupakan
indikasi dari kontribusi nasional dari keseluruhan tujuan inventarisasi. Proses analisis
lebih lanjut dari sumber-sumber pencemar air dan perkiraan yang lebih baik menjadi
perhatian bagi masyarakat pada tingkat lokal dan studi kesehatan lingkungan yang
memeriksa misalnya pembuangan air limbah penduduk.
Perkiraan dari jenis ini dapat pula dikombinasikan dengan menerapkan model
penyebaran polutan melalui model komputer yang bahkan digunakan sebagai studi lebih
lanjut. Misalnya model untuk menyelidiki bagaimana polutan dari air lindi lahan urug
limbah padat dapat mengkontaminasi cadangan air tanah atau lapisan air dalam tanah.
3. Sumber Pencemaran Air Limbah Fasilitas Perkotaan
a. Karakteristik Air Limbah
Berbagai fasilitas perkotaan umumnya merupakan kegiatan domestik yang
diantaranya: perkantoran, hotel, restauran, stasion, airport, pertokoan/perdagangan
yang dkelompokan sebagai daerah komersial, fasilitas umum (fasum) dan fasilitas
sosial (fasos). Untuk memperkirakan beban pencemar air limbah perkotaan tidaklah
mudah dikarenakan besaran sangat bervariatif dan sulit untuk diukur secara
langsung pada bak-bak penampungan untuk periode harian/mingguan atau
bulanannya, maka pada umumnya untuk perhitungan volume air limbah diprediksi
dari kebutuhan air baku yang digunakan.
b. Perkiraan Jumlah Limbah Cair dari Konsumsi Air Bersih
Untuk memberikan gambaran dari berbagai kemungkinan besaran limbah cairnya
dari fasum & fasos ini ditaksir dari kebutuhan air bakunya yang dirinci dalam berbagai
jenis penggunanya dari masing-masing kelompok fasilitasnya. Limbah cair yang

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 22
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

dihasilkan fasilitas komersial bervariasi yang tergantung dari jenis dan aktifitas
(kantor akan berbeda dengan restoran), ditunjukkan pada tabel berikut ini:

Tabel 2. 15 Kebutuhan Air Untuk Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial

Debit, L/unit/hari
No Pemakaian Unit
Rentang Rata-rata
I. Fasilitas Komersial
1.1 Apartemen Penghuni 190 – 265 225
1.2 Hotel Tamu/Penginap 150 – 210 180
1.3 Restoran Tamu/Kursi 50 – 90 70
1.4 Kafetaria Tamu/Kursi 35 – 75 55
1.5 Bengkel Mobil/Motor Mobil 26 – 50 38
Motor 10 - 24 17
1.7 Tempat Cuci Mobil/Motor Mobil 100 - 140 120
Motor 25 - 65 45
II. Fasilitas Umum
2.1 Airport Pesawat 800 – 3.000 2.000
2.2 Stasiun Gerbong Kereta 650 – 2.000 1.400
Sumber: Pusat Litbang SDA, 2012
Ket : * Dapat dihitung berdasarkan jumlah pekerja atau pengunjung dan/atau jumlah toilet.
Fasilitas yang belum dideskripsikan dapat dihitung berdasarkan jumlah Pekerja/ Pengunjung/Tamu

c. Potensi Emisi Limbah Cair Fasilitas Perkotaan


Adapun berbagai fasilitas tersebut yang dikelompokan Fasum, Fasos dan Pasilitas
Komersial. Fasilitas umum berupa: Rumah Sakit, Sekolah, Penjara, Stasiun, Airport,
Pasar. Fasilitas sosial berupa: Rumah Ibadat. Fasilitas Komersial berupa: Apartemen,
Hotel, Restauran, Kafetaria, Industri.

B. Sektor Industri

Perkiraan parameter pencemar berdasarkan jenis industri, proses dan teknologi


pengolahannya seperti pada tabel berikut:

Tabel 2. 16 Perkiraan Komposisi Air Limbah Beberapa Jenis Industri

No Jenis Industri Perkiraan Jenis Pencemar Dalam Limbah


A. Industri Logam
1. Industri Baja Zat tersuspensi,minyak,asam,kapur,logam berat,soda.
2. Industri Pengecoran Sianida,NaOH,Cl2 ,Cu, Cr, F, Pb, Na, Zn, Zat tersuspensi,
Ca(OH)2, H2SO4, Na2CO3
3. Pabrikasi Metal Asam, basa, sianida, logam, dsb.
B. Industri Kimia
1. Industri bahan kimia Bahan kimia organik dan anorganik.
2. Industri kertas Selulosa, fiber, lignin,soda, Na2S, kertas, H2SO4,
3. Industri petrokimia NaHCO3 Amoniak,soda,asam sulfida,arsen,dsb.
4. Industri gas Fenol,amonia,sianida

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 23
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

No Jenis Industri Perkiraan Jenis Pencemar Dalam Limbah


5. Industri spirtus/alkohol Alkohol,karbohidrat
C. Industri Tekstil
1. Dying/finishing NaOH, Na2CO3, detergent,zat warna, kanji, malam,
alkohol,asam-asam,zat organik.
2. Batik FeSO4,CaO, tawas, NaOH, Na2CO3, Zat organik (asam
tanin dan zat warna), dll.
D. Industri Makanan
1. Pabrik Gula Zat tersuspensi, glukosa, ampas tebu, CaCO3,Ca–oksalat,
garam fosfat, SiO2, garam, Ca,dll.
2. Pengolahan Susu Zat organik (protein, lemak, laktosa)
3. Makanan-Minuman Zat tersuspensi, protein, padatan, minyak dan lemak.
4. Industri Farmasi Bahan kimia organik dan anorganik.
5. Penyamakan kulit Zat tersuspensi protein, CaCO3, Ca(OH)2, CaSO4, NaS,
Asam tanin, zat warna, H2SO4, Cr, dsb.
Sumber : Modul Pengelolaan Kualitas Air, Balai Lingkungan Keairan, Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Tabel 2. 17 Parameter Kualitas Air BMLC Industri

No. Jenis Industri Parameter Kualitas Air


TSS, Cl 2 , Tembaga(Cu), Timbal (Pb), Seng (Zn), Krom
1 Soda Kostik
Total (Cr) , Nikel (Ni), Raksa (Hg),pH.
TSS,Sianida –Tot (CN), Krom Total (Cr), Krom
2 Pelapisan Logam Heksa(Cr+6) , Tembaga(Cu), Seng (Zn), Nikel (Ni),
Kadmium(Cd), Timbal (Pb), pH.
BOD,COD,TSS, Krom Total (Cr), Minyak dan Lemak, N
3 Penyamakan Kulit
Tot, Amonia Tot, Sulfida (S), pH.
4 Minyak Sawit BOD,COD,TSS, Minyak dan Lemak, N Tot, pH.
5 Pulp dan Kertas BOD,COD,TSS
6 Karet BOD,COD,TSS, Amonia Tot, N Tot, pH.
7 Gula BOD,COD,TSS, Minyak dan Lemak, Sulfida (S), pH.
8 Tapioka BOD,COD,TSS, Sianida (CN), pH.
BOD,COD,TSS, Fenol, Krom Tot (Cr), Amonia Tot (NH3-
9 Tekstil
N), Sulfida (S), Minyak dan Lemak, pH.
10 Pupuk COD,TSS, Minyak dan Lemak, Amonia Tot (NH3-N), pH.
11 Ethanol BOD,COD,TSS, Sulfida (S), pH.
12 MSG BOD,COD,TSS, pH.
13 Kayu Lapis BOD,COD,TSS, Fenol, Amonia-Total, pH.
14 Makanan dari bahan susu BOD,COD,TSS, pH.
15 Minuman Ringan BOD,COD,TSS, Minyak dan Lemak, pH.
Sabun,Deterjen, Produk
16 BOD,COD,TSS, Minyak dan Lemak, Fosfat, MBAS, pH.
dari Minyak Nabati
17 Bir BOD,COD,TSS, pH.
BOD,TSS,NH3 Tot,Minyak dan Lemak,Seng (Zn), Merkuri
18 Baterai Kering
(Hg), Mangan (Mn), Krom (Cr), Nikel (Ni), pH.
19 Cat BOD, TSS, Merkuri (Hg), Lemak,Seng (Zn), Timbal

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 24
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

No. Jenis Industri Parameter Kualitas Air


(Pb),Tembaga(Cu), Krom Heksa(Cr+6) Titanium(Ti),
Kadmium (Cd), Fenol, Minyak dan Lemak, pH.
20 Farmasi BOD, COD, TSS, Tot-N, Fenol, pH.
BOD, COD, TSS, Fenol, Benzena, Toluena, Tot CN,
21 Pestisida
Tembaga (Cu), Tot -NH3 , Bahan Aktif Tot, pH.
Sumber : Modul Pengelolaan Kualitas Air, Balai Lingkungan Keairan, Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Tabel 2. 18 Jenis Limbah Industri dan Sistem Pengolahannya

Karakteristik Air Teknologi


No Jenis Industri Asal Sumber Pencemar
Limbah Pengolahan
BOD, COD, phenol, Kimia (Koagulasi,
1 Kayu Lapis Pencucian, lem/perekat
SS biologi)
Pencucian latek,
penggumpalan getah BOD, COD, SS, pH, Aerasi, klorinasi,
2 Karet
karet, pengolahan karet bau pengolahan biologi
mentah
pH, asam basa,
Proses pencucian fiber Pengendapan,
Industri Pulp warna, SS, koloid,
3 penyaringan pulp dan biologi, aerasi dan
dan Kertas zat terlarut, zat
kertas daur ulang
anorganik
Pemasakan benang, Alka tinggi, warna,
Netralisasi kimia,
4 Tekstil dezising, scoring, BOD, suhu dan SS
biologi
bleeching, dyeing tinggi
Pelepasan rambut,
Fisika, kimia, biologi
pencucian, BOD, COD, S, Cr,
5 Kulit (activated sludge,
penambahan zat Cu, Zn
oxydation, filtrasi)
kimia/penyamakan
6 Elektroplating, Sisa bahan terbuang Ni, Cu, Pb, Zn, pH Fisika, kimia
Accu, Kawat
(pencucian) Asam (koagulasi, filtrasi)
Baja
Sisa filtrat dan Fisika, kimia
7 Farmasi Zat organic
pencucian (penguapan)
Sisa bahan baku, bahan Fisika, kimia dan
8 Peptisida pH asam, peptisida
kimia yang terbuang fitrasi CA, klorinasi
Sisa bahan baku kimia BOD, COD, Fiska, kimia
9 Detergen
yang terbuang detergent (koagulasi, flokulasi)
Sumber : Modul Pengelolaan Kualitas Air, Balai Lingkungan Keairan, Pusat Litbang Sumber Daya Air, 2010

Selain dari itu karakteristik air limbah yang diidentifikasi ditentukan berdasarkan tingkat
bahaya dan toksisitasnya, semakin tinggi tingkat bahaya dan toksisitasnya menjadi prioritas
inventarisasi. Hal ini menjadi isu penting dalam identifikasi jenis pencemar mengingat
adanya beberapa pencemar yang bersifat toksik/berbahaya walaupun dalam jumlah yang
relatif kecil. Selain itu, karakteristik limbah juga diidentifikasi berdasarkan jenis pencemar
spesifik untuk masing-masing kegiatan.

Oleh karena itu perlu mengelompokkan jenis pencemar spesifik untuk masing-masing
kegiatan. Jenis pencemar spesifik untuk setiap usaha dan/atau kegiatan didasarkan pada

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 25
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

parameter kunci yang terdapat dalam Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup yang mengatur baku mutu air limbah untuk setiap kegiatan. Kelompok jenis
pencemar yang telah diidentifikasi ini kemudian menjadi jenis pencemar minimum yang
diprioritaskan dalam inventarisasi. Tabel dibawah ini menyajikan jenis pencemar minimum
yang menjadi prioritas inventarisasi.

Tabel 2. 19 Jenis Pencemar Minimum Prioritas Inventarisasi (Berdasarkan BMLC untuk Jenis Kegiatan)

Jenis Kegiatan Jenis Pencemar /Parameter Rujukan


COD, M&L, H2S, NH3-N, Fenol, T, Lamp. II Kepmen LH
Eksplorasi dan Produksi Migas
pH 42/1996
BOD5, COD, M&L, Sulfida
Lamp. V Kepmen LH
Pengilangan Minyak Bumi terlarut, Amonia terlarut, Fenol,
42/1996
T, pH
Pengilangan LNG dan LPG M&L, Air pendingin (Residual Lamp. VI Kepmen LH
Terpadu Chlorine), T, pH 42/1996
Instalasi, depot dan terminal Lamp. VII Kepmen LH
M&L, pH
minyak 42/1996
Lamp. B-I Kepmen LH
Industri Soda Kaustik COD, SS, Hg, Cu, Pb, Zn, pH
51/1995
Industri Pelapisan Logam (Cu, SS, Cd, CN, Cu, Ni, Cr, Zn, pH, Lamp. B-II Kepmen LH
Cr, Ni, Zn) Logam total 51/1995
BOD5, COD, SS, H2S, Cr, Minyak Lamp. B-III Kepmen LH
Industri Penyamakan Kulit
dan Lemak, NH3-N, pH 51/1995
BOD5, COD, SS, Minyak dan Lamp. B-IV Kepmen LH
Industri Minyak Sawit
Lemak, NH3-N, pH 51/1995
Industri Pulp dan Kertas (pulp, Lamp. B-V Kepmen LH
BOD5, COD, SS, pH
kertas, pulp dan kertas) 51/1995
Lamp. B-VI Kepmen LH
Industri Karet BOD5, COD, SS, NH3-N, pH
51/1995
Lamp. B-VII Kepmen LH
Industri Gula BOD5, COD, SS, H2S, pH
51/1995
Lamp. B-VIII Kepmen LH
Industri Tapioka BOD5, COD, SS, pH, CN
51/1995
BOD5, COD, SS, pH, Fenol total, Lamp. B-IX Kepmen LH
Industri Tekstil
Cr, Minyak dan Lemak 51/1995
BOD5, COD, SS, pH, CN, NH3-N, Lamp. B-X Kepmen LH
Industri Pupuk Urea
Minyak dan Lemak 51/1995
Lamp. B-XI Kepmen LH
Industri Etanol BOD5, SS, pH
51/1995
Industri Mono Sodium Lamp. B-XII Kepmen LH
BOD5, SS, pH
Glutamat (MSG) 51/1995
Lamp. B-XIII Kepmen LH
Industri Kayu Lapis BOD5, SS, pH, Fenol total
51/1995

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 26
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Jenis Kegiatan Jenis Pencemar /Parameter Rujukan


Lamp. B-XIV Kepmen LH
Industri Susu dan Produk Susu BOD5, COD, TSS, pH
51/1995
Lamp. B-XV Kepmen LH
Industri Minuman Ringan BOD5, TSS, M&L, pH
51/1995
Industri Sabun, Diterjen dan BOD5, COD, TSS, M&L, fosfat, Lamp. B-XVI Kepmen LH
Minyak Nabati MBAS, pH 51/1995
Lamp. B-XVII Kepmen LH
Industri Bir BOD5, COD, TSS, pH
51/1995
BOD5, TSS, NH3 total, M&L, Zn, Lamp. B-XVIII Kepmen LH
Industri Baterai Kering
Hg, Mn, Cr, Ni, pH 51/1995
BOD5, TSS, Hg, Zn, Pb, Cu, Cr+6, Lamp. B-XIX Kepmen LH
Industri Cat
Ti, Cd, Fenol, M&L, pH 51/1995
BOD5, COD, TSS, Total N, Fenol, Lamp. B-XX Kepmen LH
Industri Farmasi
pH 51/1995
Lamp. B Kepmen LH
Industri Pestisida BOD5, COD, TSS, Cu, Fenol, pH
51/1995
Lamp. B Kepmen LH
Hotel BOD5, COD, TSS, pH
52/1995
T, BOD5, COD, TSS, pH, NH3
Lamp. B Kepmen LH
Rumah Sakit bebas, PO4, MPNkuman Gol.Coli,
58/1995
radioaktivitas
BOD5, TSS, pH, minyak dan
Domestik Lamp. Kepmen LH 112/2003
lemak
Kegiatan Penambangan/ pH, residu tersuspensi, besi
Lamp. Kepmen LH 113/2003
Pengolahan Batubara total, Mangan total
Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

Untuk tingkat lokal, identifikasi jenis pencemar dalam suatu sumber air dapat juga merujuk
pada kebijakan pemerintah setempat yang mengatur jenis pencemar minimum yang harus
diukur (umumnya mengadopsi sepenuhnya KepMen LH), sebagai contoh seperti yang
disajikan pada tabel dibawah ini mengenai kadar maksimum air limbah tekstil menurut salah
satu Peraturan Daerah.

Tabel 2. 20 Kadar dan Beban Pencemaran Maksimum Air Limbah Tekstil Menurut Peraturan Daerah

Parameter/ Jenis
No. Satuan Baku Mutu
Pencemar
1. BOD5 mg/L 60
2. COD mg/L 150
3. TSS mg/L 50
4. Fenol Total mg/L 0,5
5. Krom Total (Cr) mg/L 1,0
6. Amonium Total (NH3-N) mg/L 8,0
7. Sulfida (S) mg/L 0,3

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 27
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Parameter/ Jenis
No. Satuan Baku Mutu
Pencemar
8. Minyak dan Lemak mg/L 3,0
9. pH - 6,0 – 9,0
Sumber : Modul Pengelolaan Kualitas Air, Balai Lingkungan Keairan, Pusat Litbang Sumber Daya
Air, 2010

Tabel diatas ini mengadopsi sepenuhnya KepMen LH No. 51 Tahun 1995, semestinya untuk
melindungi lingkungannya, pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan
pengetatan kadar zat pencemar parameternya yaitu baik dengan memperketat kadar baku
mutunya dan/atau menambahkan parameter zat pencemar lainnya.

Perkiraan Jumlah Limbah Cair dari Konsumsumsi Air Bersih


Ada alternatif lain untuk memperkirakan potensi beban pencemaran air menggunakan 80%-
95% dari kebutuhan air baku industrinya. Pada tabel dibawah ini dapat dijadikan acuan

volume (m3) kebutuhan air baku dari berbagai jenis industri untuk setiap ton produksinya.

Tabel 2. 21 Kebutuhan Air Baku Untuk Berbagai Jenis Industri

Kebutuhan Air Proses


No Industri
m3/ton produksi
1. Pengalengan makanan
- Buncis 45 - 65
- Pear 13,5 - 18
- Buah dan sayuran lain 3,5 - 30
2. Kimia: - Amonia 90 - 270
- Carbon Dioksida 55 - 80
- Sulfur 7,2- 9
3. Makanan dan minuman.
- Bir 9 - 15
- Roti 1,8 - 3,6
- Pemaketan daging 13,5 - 18
- Produksi susu 9 - 18
- Wiski 55 - 72
4. Pulp dan kertas: - Pulp 225 - 720
- Kertas 110 - 145
5. Tekstil
- Pemutihan (Bleaching) katun 180 - 275
- Pewarnaan katun 27,5 - 55
- Secara umum rata-rata* 300 - 350
Sumber : Modul Pengelolaan Kualitas Air, Balai Lingkungan Keairan, Pusat Litbang Sumber
Daya Air, 2010

Ket : * dihitung berdasarkan asumsi 1 kg kain = 10 m2 membutuhkan air 300 – 350 L

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 28
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Air yang sudah tidak terpakai biasanya disebut air limbah keluar melalui satu saluran
buangan, kecuali pada industri yang telah mengolah dan memanfaatkannya kembali air
limbahnya. Air limbah diukur pada efluen Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan air
bekas dari WC baik yang diolah tersendiri melalui tangki septik komunal. Secara umum
proses industri dapat diprakirakan membutuhkan air sekitar 1 – 3 L/s/ha yang tergantung
dari proses industrinya, namun ada beberapa industri di Indonesia dengan buangan hanya
0,6 – 0,85 L/s/ha saja dan juga untuk industri yang banyak menggunakan air baku yaitu
sekitar 1,2 – 1,65 L/s/ha.

Potensi Emisi Limbah Cair Industri

Formulasi dari potensi emisi limbah cair yang diasumsikan bahwa semua pembuang limbah
menaati besaran baku mutu limbah cairnya, sehingga Ei = BMLCi. Maka formulasi potensi
beban pencemaran industri secara umum adalah sesuai dengan rumus (02), untuk ini perlu
adanya penyederhanaan adalah sebagai berikut:

PBPi = β x ϒ x δ x Qk x Ei ……………………………………………………………………………………….. (07)

Keterangan:

PBPi : Potensi Beban Pencemaran industri (kg/hari)


β : Konversi Satuan (0,0864)...............mg/s menjadi kg/hari
ϒ : Koefisien Transfer Beban jarak (0,3 – 1,0)......jarak sumber ke BAP
δ : Koefisien Transfer Beban rasio debit (0,1 – 1,0)......Rasio debit
Qk : Debit (L/s)
Ei : Emisi zat pencemar (mg/L)
Ket : * hanya untuk parameter kualitas air yang degradable seperti BOD, COD dan lainnya sedangkan
untuk non-degradable seperti logam tidak berubah oleh fungsi waktu (jarak) maka ϒ = 1.

C. Persampahan

Estimasi jumlah sampah yang dihasilkan per orang per hari menggunakan prakiraaan jumlah
sampah yang dihasilkan tiap individu menurut kategori kota, beban sampah total dengan
rumus sebagai berikut.

Berat sampah (Kg/hari) : berat sampah/orang/hari x jumlah penduduk

Jika data dalam satuan volume, maka berat sampah dihitung dengan rumus :

Berat Sampah (Kg) = Berat jenis sampah (Kg/L) x Volume Sampah (L)

Menurut SNI 19 -3964 -1994, bila pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk
menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah sebagai berikut:

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 29
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

 Satuan timbulan sampah kota besar = 2– 2,5 L/orang/hari, atau = 0,4 – 0,5
kg/orang/hari
 Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 – 2 L/orang/hari, atau = 0,3 – 0,4
kg/orang/hari
Karena timbulan sampah dari sebuah kota sebagian besar berasal dari rumah tangga, maka
untuk perhitungan secara cepat satuan timbulan sampah tersebut dapat dianggap sudah
meliputi sampah yang ditimbulkan oleh setiap orang dalam berbagai kegiatan dan berbagai
lokasi, baik saat di rumah, jalan, pasar, hotel, taman, kantor dsb. Namun tambah besar
sebuah kota, maka tambah mengecil porsi sampah dari permukiman. Berat jenis sampah
organic = 0,61 Kg/L (Kastaman,2006) .
a. Sampah yang Tidak Tertangani
Berat sampah yang tidaktertangani di hitung dengan rumus sebagai berikut
Berat sampah yang tidak tertangani (Kg/hari) = % sampah yang tidak tertangani x
beban sampah
b. Beban BOD Sampah
Selain komposisi, maka karakteristik lain yang biasa ditampilkan dalam penanganan
sampah adalah karakteritik fisika dan kimia. Karakteristik tersebut sangat bervariasi,
tergantung pada komponen-komponen sampah. Kekhasan sampah dari berbagai
tempat/daerah serta jenisnya yang berbeda-beda memungkinkan sifat-sifat yang
berbeda pula.
Beradasarkan Penelitian yang dilakukan oleh INEGI dan SEMARNAP pada sungai di
Mexico Tahun 1998 dalam Nila Aliefia Fadly (2008) menyatakan bahwa 1Kg sampah
Organik memilikinilaiBOD sebesar 2,82gr. Nilai ini lah tang menyatakan beban BOD
Sampah.
Perhitungan potensi beban pencemar sampah dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Beban BOD Sampah (Kg/hari) =berat sampah tidak tertangani (Kg/hari) x (2.82/1000)
Untuk nilai COD dihitung dengan menggunakan asumsi
COD = 1,375 xBOD
Untuk nilai TSS dihitung dengan menggunakan asumsi
TSS = 0,95 x BOD

D. Sektor Pertanian

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 30
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Seperti halnya jenis sumber limbah lainnya, karakteristik air limbah pertanian sangat
ditentukan oleh berbagai komponen bahan serta proses dalam pelaksanaan kegiatannya
seperti pengolahan tanah pertaniannya. Ada beberapa kegiatan yang berpotensi
memberikan efek terhadap kemungkinan pencemaran air yang diantaranya: pengolahan
tanah/lahan, penanaman, pemupukan, pembasmian hama dan pengelolaan limbahnya
contoh untuk sawah yaitu mengelola jerami padi yang membusuk. Secara umum terkait
dengan kegiatan pertanian dijelaskan sebagai berikut:

1. Pupuk
Sebagian besar tanah di Indonesia sebenarnya subur, namun dengan penanaman selama
berabad-abad secara terus menerus tanah tersebut menjadi miskin dan kekurangan
unsur hara, sehingga diperlukan pemupukan. Jenis pupuk yang dipergunakan dalam
pertanian adalah pupuk yang mengandung unsur Nitrogen dan Phospor, seperti Urea, ZA
dan TSP. Tidak semua unsur Nitrogen yang diberikan sebagai pupuk tersebut dapat
diserap seluruhnya oleh tanaman, sebagian hilang menjadi gas, denitrifikasi, terikat oleh
mikroba dan tercuci yang dapat menyebabkan proses Eutrofikasi dan tumbuhnya gulma
air pada perairan. Masalah Eutrofikasi air oleh pupuk pada umumnya lebih memerlukan
pengawasan dan perhatian di dalam waduk dari pada di dalam air sungai. Hal ini karena
waduk memiliki waktu tinggal (detention time) yang cukup lama, sehingga
memungkinkan tumbuhnya gulma air dan ganggang. Tumbuhan tersebut dapat
mengganggu penggunaan air untuk sumber baku air minum, pembangkit listrik, irigasi,
perikanan dan rekreasi Selain itu tumbuhan tersebut apabila mati akan mengendap dan
mengurai sehingga menyebabkan proses pembusukan di dalam air yang akan
mengganggu sanitasi waduk.
Sumber pencemaran pertanian khususnya padi berasal dari sisa pemakaian pupuk dan
jerami yang merupakan sisa hasil panen. Pupuk yang dipakai per ha sawah terdiri dari
komposisi 200 kg Nitrogen: 100 kg Phospor: 100 Kg Kalium, selain itu untuk pencegahan
hama dipakai juga pestisida 2 L/ha sawah. Pupuk yang dipakai tersebut hanya sebesar
80% yang efektif diserap, sedangkan sisanya sebesar 20% akan terbawa aliran terutama
pada saat musim hujan.
2. Jerami Padi
Jerami padi merupakan produksi sampingan pada saat musim panen, setiap ha sawah
menghasilkan sekitar 3 ton jerami padi, yang setiap ton jerami padi menghasilkan 30
gBOD. Emisinya diperkirakan sebanyak 20% dari jerami tersebut terbawa ke dalam aliran

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 31
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

sungai.
3. Pestisida
Kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan pencemaran berasal dari pemakaian
pestisida. Sisa pestisida dapat terbawa air hujan dan drainase sawah menuju ke saluran
pengairan, sungai dan lain-lain. Sedangkan sumber lainnya berasal dari pemakaian pupuk
yang mengandung unsur Nitrogen dan Phospor. Unsur-unsur tersebut akan
menyebabkan penyuburan air yang memungkinkan tumbuhnya gulma air sehingga
terjadi proses pembusukan dan pengendapan.
Penggunaan pestisida dalam pertanian dibagi dalam dua golongan, yaitu Herbisida dan
Insektisida. Sedangkan berdasarkan komposisi kimiawinya terdiri dari Organokhlorin,
Organofosfat dan Karbamat. Insektisida dari golongan Organokhlorin merupakan bahaya
yang terbesar terhadap sumber air, mengingat golongan ini mempunyai residual activity
yang lama. Sedangkan insektisida dari golongan Organofosfat memiliki bahaya yang lebih
rendah dibandingkan dengan Organokhlorin karena persenyawaannya kurang stabil dan
cepat terurai dalam air. Dari semua persenyawaan golongan Organokhlorin, Endrin
merupakan racun yang paling kuat, sedangkan TDE dan BHC yang paling lemah.
Dalam hal pencemaran pestisida melalui air yang paling merugikan yaitu adanya “bio
magnification” atau “bio concentration”, yang terutama untuk pestisida yang
persistensinya tinggi. Dalam perairan pestisida terserap oleh organisme rendah dan
organisme lebih tinggi yang memangsanya akan mengandung pestisida menjadi berlipat
ganda. Secara langsung pestisida terambil oleh binatang air melalui insang, kulit atau
melalui makanan, selanjutnya didistribusikan ke jaringan badan dan mengalami
metabolisme, sebagian dikeluarkan sebagai kotoran ke dalam air. Meskipun demikian
senyawa persisten seperti DDT, Dieldrin dan lain-lainnya jarang dapat
dimetabolismeukan, sehingga senyawa demikian tertimbun dalam jaringan dalam
konsentrasi lebih tinggi dibanding dalam air disekililingnya. Oleh karena itu sebelum
pestisida dipakai secara meluas sebaiknya dilakukan pengujian melalui prosedur bio
consentration.
Sumber utama pencemar air yang berkaitan dengan kegiatan pertanian adalah : 1)
Penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida. 2) Penggunaan pupuk kimia yang
berlebihan. 3) Pengolahan lahan/tanah pertanian.
Kandungan nutrien dalam pupuk menyebabkan proses eutrofikasi pada air permukaan,
akumulasi nitrat dalam air tanah, pengasaman tanah, dan N2O (gas yang juga

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 32
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

menyebabkan efek rumah kaca). Air lindi yang mengandung nitrat yang mencemari air
tanah dan air permukaan juga mengancam ketersediaan sumber air minum. Nitrogen
dan Fosfat yang terbawa menuju air permukaan menyebabkan eutrofikasi pada danau,
sungai, dan perairan dangkal. Penggunaan limbah organik sebagai pupuk, seperti rabuk
(pupuk kandang) dan lumpur pembuangan (sewage sludge), juga menyebabkan
akumulasi logam berat dalam tanah.
Pestisida, herbisida, dan senyawa agrokimia lainnya (khususnya jenis organoklorin)
terbawa angin atau air, dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi zat beracun dalam
air permukaan dan tanah. Pestisida yang tidak terurai dengan mudah atau hilang melalui
penguapan atau adsorpsi dapat menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan dan
kesehatan jangka panjang.
Pestisida-pestisida dan metabolitnya juga dapat berpindah ke dalam sistem air tanah,
yang kemudian mencemari sumber-sumber air minum pada saat ini dan dimasa
mendatang. Pestisida juga dapat mempengaruhi makhluk hidup non-target seperti
serangga penyerbukan dan pemangsa parasit dan hama alami, dengan demikian akan
mengganggu mekanisme pengaturan alami. Masalah lainnya adalah terbentuknya
resistansi dari hama pengganggu terhadap pestisida tertentu yang dapat menyebabkan
siklus penggunaan dosis pestisida yang lebih tinggi. Pencemaran air yang sangat buruk
sering berasal dari pembuangan limbah organik (padatan, bahan organik yang
menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, dan mikroorganisme) yang dihasilkan dari
proses pemanenan hasil pertanian atau limbah peternakan. Pencemaran air yang
ditimbulkan dari kegiatan pertanian dikategorikan sebagai sumber pencemar air tak
tentu karena berasal dari kumpulan beberapa kegiatan individual secara periodik dan
jumlahnya terlalu banyak untuk diidentifikasi sebagai sumber-sumber pencemar air
tertentu dalam inventarisasi. Kegiatan- kegiatan ini meliputi penggunaan senyawa
agrokimia dan pemupukan/ perabukan. Kegiatan pertanian sebagai sumber pencemar air
tak tentu memberikan kontribusi yang berarti pada pencemar air secara nasional,
khususnya di daerahdaerah yang menggunakan senyawa agrokimia dan teknik produksi
pertanian modern secara luas. Di daerah dimana produksi pertanian dilakukan secara
intensif, penggunaan senyawa agrokimia seperti pestisida, herbisida, dan pupuk kimia
dapat menyebabkan beban pencemaran yang berarti pada sumber air melalui aliran
larian (runoff) yang mengandung residu bahan-bahan tersebut. Eutrofikasi merupakan
fenomena yang secara luas mempengaruhi sumber air yang telah menerima senyawa
Nitrat dan Fosfat. Pada daerah-daerah dimana kegiatan peternakan dilakukan secara

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 33
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

intensif, biasanya merupakan sumber utama pencemar air yang umum seperti padatan,
BOD, nutrien, dan mikroorganisme.
Perkiraan kasar tingkat pencemaran air dari kegiatan pertanian dapat diperoleh
berdasarkan data primer produksi dan data penggunaan agrokimia yang meliputi antara
lain informasi jenis dan jumlah hasil panen, komposisi dan volume pestisida dan pupuk
yang digunakan, dan jumlah ternak. Untuk menentukan tingkat pencemar berdasarkan
data primer, tingkat kebutuhan tenaga dan waktu sebaiknya diperlunak. Akan tetapi,
karena metode ini mengkaji hanya cakupan geografis yang terbatas dan tidak menyajikan
kekhususan dari kategori pencemar air, digunakan terbatas untuk tujuan inventarisasi
yang sangat umum.
Sebagai contoh, untuk mempelajari beban pencemar air yang disebabkan oleh kegiatan
yang berkaitan dengan pertanian pada sumber air, yang cenderung menjadi perhatian
utama terkait dengan sumber pencemaran air dari kegiatan pertanian, diperlukan kajian
pada tingkat yang lebih detail. Jika perkiraan dari pencemar air yang tersebar menjadi
kumpulan perkiraan kasar dari aliran pencemar air yang terlokalisasi dalam sumber air,
hal itu akan membutuhkan penggunaan model komputer aliran larian atau model
komputer pencemaran air tersebar. Secara keseluruhan rata-rata emisi dari kegiatan
pertanian dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. 22 Emisi Kegiatan Pertanian

Limbah Pertanian
No Jenis Pertanian BOD N P TSS Pestisida Lahan Pertanian
(g/ha/musim tanam) (L/ha/m.t)
1 Padi biasa 225* 20* 10* 0,40* 0,16* Sawah
(Jerami padi yg
busuk)
Padi hemat air 170* 15* 7,6* 3* 0,12* Sawah
Padi Gogo 125* 10* 5* 2,2* 0,09* Sawah tadah hujan
2 Palawija 125 10 5 2,2 0,09* Ladang
(Humus yg terkikis)
3 Tanaman kebunan 32,5 3 1,5 0,60 0,025* Kebun/ladang
lain 2)
Sumber : Modul Pengelolaan Kualitas Air, Balai Lingkungan Keairan, Pusat Litbang Sumber Daya Air,
2010

Ket : * konversi satuan per-hari = 10% per-musim tanam, Sawah tadah hujan/Padi Gogo hanya 1 kali
tanam di musim hujan saja Pestisida hanya untuk tanaman tertentu saja ”tanpa asteris” konversi
satuan per-hari = 1% per-musim tanam

Semakin detail metode estimasi, diperlukan komponenkomponen dari model aliran


larian (runoff) dan model pencemaran air tersebar yang diaplikasikan oleh manajer

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 34
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

perairan atau sumber yang menanganinya dalam beban keseluruhan dari sumber air
tertentu. Penggunaan teknik ini bersifat intensif waktu dan tenaga dan perlu
dilaksanakan dalam kolaborasi dangan pengurus perairan daerah dan pertanian yang
telah memiliki informasi yang dibutuhkan pada tingkat yang diperlukan untuk
menjalankan sebuah model. Kesulitan yang lebih jauh dalam konteks memperkirakan
bahan pencemar ke air dari kegiatan pertanian yang tersebar adalah bahwa terdapat dua
kali emisi pencemar ke atmosfer yang tinggal diatas permukaan lahan dan kemudian
memberikan kontribusi pada pencemaran air melalui aliran larian (runoff). Terlebih lagi,
teknik-teknik memperkirakan dan model yang tersedia untuk sumber-sumber ini
cenderung terkonsentrasi pada jenis pencemar air konvensional (misal padatan, BOD,
nutrien, dan mikroorganisme) dan cenderung tidak secara spesifik menunjukkan jenis
pencemar, yang biasanya menjadi perhatian khusus dalam sistem inventarisasi.

 Data yang Dibutuhkan


Terdapat beberapa teknik yang tersedia untuk mengestimasi pencemar pestisida ke
lingkungan. Ukuran data yang tersedia yang dibutuhkan bervariasi berhubungan dengan
tingkat kerumitannya. Untuk estimasi kasar yang didasarkan pada data
pembuatan/formulasi dan penggunaan, kumpulan data dasar terdiri dari volume
pestisida yang digunakan. Informasi ini dapat diperkirakan dari data penjualan, data
impor, dimana dicantumkan aerial spraying dan/atau izin yang mencantumkan
penggunaan volume pestisida yang diperbolehkan.
Jika volume pestisida yang digunakan dikelompokkan berdasarkan lokasi penggunaan,
sehingga memungkinkan untuk membagi perkiraan pencemar berdasarkan wilayah.
Untuk pengembangan lebih lanjut dalam memperkirakan volume pestisida sebagai
bahan pencemar bagi sumber penerima (misalnya udara, air, tanah), dibutuhkan rasio
partisi yang dapat diterapkan pada kondisi lokal.
Untuk keakuratan, teknik-teknik estimasi didasarkan pada data pestisida residu yang
diperoleh melalui program pemantauan. Teknikteknik ini membutuhkan data hasil
pantau untuk residu pestisida dalam air dan tanah, terlebih pada kumpulan data dasar
yang disebutkan diatas. Akses pada data ini bergantung pada ketersediaan dan
komprehensivitas dari studi pemantauan penggunaan pestisida lokal.
Selanjutnya,
terdapat teknik estimasi berdasarkan pada model matematika. Sebagai contoh,
terdapat beberapa jenis model komputer yang tersedia, diantaranya banyak yang cocok.
Jenis data yang dibutuhkan akan bervariasi berdasarkan pada model khusus dan

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 35
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

jenisnya. Demikian pula untuk mengestimasi tingkat pencemar nutrien (senyawa N dan
P), data yang diperlukan mirip seperti estimasi pencemar pestisida yaitu jumlah pupuk
yang digunakan, termasuk komposisi nutrien (N dan P) dalam pupuk tersebut, rasio
partisi seperti persentase zat yang mudah larut dalam air (data kelarutan), data pupuk
residu yang diperoleh dari analisis sampel air dan tanah.
 Metode Estimasi
Untuk memperkirakan tingkat pencemaran air berdasarkan volume pestisida dan
jumlah pupuk digunakan pendekatan top-down. Dalam pendekatan ini informasi
statistik mengenai produksi, penjualan, dan impor/ekspor pestisida dan pupuk
dikumpulkan untuk menentukan volume pestisida serta jumlah pupuk yang digunakan,
khususnya yang tersebar dalam lingkup geografis yang menjadi daerah inventarisasi.
Dari penghitungan awal jumlah pestisida dan pupuk yang dijual, besaran pestisida dan
pupuk aktual yang digunakan sebaiknya diperkirakan. Langkah ini menjadi rumit
mengingat fakta bahwa penjualan pestisida/pupuk pada tahun tertentu tidaklah sama
dengan jumlah pestisida/pupuk yang digunakan untuk periode yang sama karena
dipengaruhi oleh meningkatnya hama dan sejumlah pestisida tertentu yang terjual yang
digunakan selama tahun berikutnya, serta musim tanam dan jenis tanaman yang
mempengaruhi jenis dan jumlah pupuk yang digunakan. Ketika volume pestisida yang
digunakan dalam suatu daerah dihitung, besaran tingkat pencemaran air dapat
diperkirakan untuk setiap golongan pestisida berdasarkan rasio partisi yang
memberikan perkiraan ke udara, tanah, dan air yang diperkirakan dari penggunaan
pestisida tersebut. Akan tetapi, mengestimasi pada tingkat ini dibutuhkan rasio partisi,
yang sangat bergantung pada keadaan khusus dari lingkungan dimana pestisida
dibuang. Demikian halnya dengan penggunaan pupuk, rasio partisi kemudahan larut
pupuk dalam air, dan residu pupuk yang tertinggal bergantung pada kondisi lingkungan.
Karena data tersebut sering tidak tersedia untuk kondisi penggunaan lokal, pendekatan
top-down sering tidak menghasilkan hasil detail pada zat-zat yang secara individual
terlepas ke berbagai media lingkungan. Terlebih, pusat perhatian umumnya pada
kategori pestisida dan pupuk yang digunakan pada daerah tersebut. Pendekatan lainnya
adalah pendekatan bottom-up yang didasarkan pada inventarisasi jenis tanaman
dimana pestisida dan pupuk digunakan. Perkiraan didasarkan pada penilaian ahli yang
dibuat mengacu pada jumlah pestisida dan pupuk yang digunakan untuk berbagai jenis
tanaman pada periode tertentu. Karena lokasi dan keberadaan dari tanaman yang

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 36
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

berbeda seringnya dapat dilokasikan melalui penginderaan jauh, tingkat resolusi


geografis dari perkiraan dapat dibuat dengan keakuratan yang lebih besar. Akan tetapi,
pendekatan seluruhnya bergantung pada penilaian ahli lokal dari volume pestisida dan
dosis pupuk yang digunakan per jenis tanaman.
 Tingkat Keakuratan dan Kebutuhan Sumberdaya
Kedua pendekatan yang digambarkan di atas memiliki keterbatasan sendiri dan
ketepatan antara hasil perkiraan dan data empiris tidak mudah dicapai. Tingkat
keakuratan dipengaruhi oleh ketersediaan dan ketidakpastian data yang digunakan
untuk menghitung volume pestisida dan jumlah pupuk yang digunakan untuk setiap
daerah pertanian. Masalah lainnya adalah kedua metode tersebut seringnya hanya
dapat memberikan jumlah yang digunakan secara keseluruhan pergolongan
pestisida/pupuk, bukan distribusinya ke lingkungan karena kurangnya data pada rasio
partisi untuk kondisi lokal.
Untuk mencapai tingkat yang lebih detail, diperlukan
perhitungan model berdasarkan metode penggunaan pestisida dan penyebaran nutrien
serta sifat kimia dari bahan aktif yang digunakan.
Model Mackay yang hanya menggabungkan sifat-sifat psikokimia dari bahan yang
digunakan terkadang digunakan sebagai pendekatan standar. Tetapi, karena
pestisida/nutrien dan perpindahannya merupakan proses sangat kompleks yang
dipengaruhi oleh cakupan variabel lingkungan yang luas, perkiraan karakterisasi
pencemar pestisida/nutrien sering tidak dapat terwakilkan. Pemeriksaan yang tepat
hanya dapat dilakukan baik dengan data lapangan dan laboratorium, maupun dengan
pembuatan model matematika lanjut.
5. Analisa Strategi Pengelolaan Sungai
Hasil analisa kualitas air dan daya tampung beban pencemar yang telah didapatkan sebelumnya
akan dijadikan sebagai salah satu faktor penilaian dalam perumusan strategi pengelolaan kualitas
air Sungai Cikarang. Perumusan strategi akan dilakukan dengan metode SWOT. Faktor-faktor yang
dijadikan sebagai acuan diperoleh dari telaahan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air.

Masing-masing unsur memiliki indikator-indikator berdasarkan Peraturan Menteri Negara


Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air dan
parameter-parameter yang ditelusuri melalui proses analisis dan ketersediaan informasi yang ada
di daerah penelitian. Klasifikasi dan bobot nilai terhadap masing-masing indikator analisis mengacu
pada Permen LH No. 01 Tahun 2010 serta Yuliastuti (2011) dapat dilihat pada Tabel di berikut ini.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 37
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Tabel 2. 23 Klasifikasi dan Bobot Nilai Indikator Pengendalian Penvemaran Air Sungai

No Indikator Klasifikasi Nilai


Baik +1
1 Status Mutu Air Cemar Ringan -1
Cemar Sedang atau Cemar Berat -2
Tidak melebihi DTBP pada seluruh segmen +2
Kondisi beban
2 Tidak melebihi DTBP pada beberapa segmen +1
Pencemaran BOD
Tidak melebihi DTBP pada seluruh segmen -2
Tidak melebihi DTBP pada seluruh segmen +2
Kondisi Beban
3 Tidak melebihi DTBP pada beberapa segmen +1
Pencemaran COD
Tidak melebihi DTBP pada seluruh segmen -2
Pemantauan Kualitas Ada pemantauan kualitas air +2
4
Air Tidak ada pemantauan kualitas air -2
Penetapan Daya Ada penetapan daya tamping beban pencemaran +2
5 Tamping Beban
Belum ada penetapan daya tamping beban pencemaran -2
Pencemar Air
Penetapan Baku Ada penetapan baku mutu air limbah +2
6
Muru Air LImbah Tidak ada penetapan baku mutu air limbah -2
Ada IPAL, berfungsi dengan baik +2
7 Pembuatan IPAL Ada IPAL, tidak berfungsi -1
Tidak ada IPAL -2
Ada kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air +2
Inventarisasi dan
Inventarisasi dan identifikasi hanya pada sumber pencemar air -1
8 Identifikasi Sumber
Tidak ada kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumber
Pencemar Air -2
pencemar air
Tidak ada pembuangan limbah industri +2
Terjadi pembuangan limbah industri yang tidak membahayakan
Pembuangan Limbah +1
9 lingkungan
Industri
Pembuangan limbah industry dengan tidak memperhatikan
-2
lingkungan
Pengaturan pembuangan limbah permukiman organic/non
+2
organic dengan proses daur ulang
Pembuangan Limbah
10 Pembuatan limbah permukiman di sungai dengan proses daur
Permukiman -1
ulang
Pembuangan limbah permukiman tanpa proses daur ulang -2
Pengaturan pembuangan limbah peternakan dengan proses
+2
pengolahan limbah
Pembuangan Limbah Pembuangan limbah peternakan dengan proses pengolahan
11 -1
Peternakan limbah
Pembuangan limbah peternakan tanpa proses pengolahan
-2
limbah
Masyarakat melaksanakan peraturan dan himbauan pemerintah
Kesadaran Menaati +1
dalam pembuangan dan pengolahan limbah cair
12 Peraturan yang
Masyarakat belum melaksanakan peraturan dan himbauan
Berlaku -1
pemerintah dalam pembuangan dan pengolahan limbah cair
Masyarakat memiliki pengetahuan tentang pengelolaan limbah +1
Pengetahuan dalam
13 Masyarakat tidak memeiliki pengetahuan tentang pengelolaan
Pengelolaan LImbah -1
limbah
Pemberian izin pembuangan air limbah berdasarkan pada
Perijinan +2
penetapan daya tamping beban pencemaran air
Pembuangan Air
14 Pemberian izin pembuangan air limbah belum berdasarkan pada
LImbah ke Sumber -1
penetapan daya tamping beban pencemaran air
Air
Tanpa izin resmi dari pemerintah setempat -2

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 38
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

No Indikator Klasifikasi Nilai


Tersedia informasi yang lengkap dan up to date dimanfaatkan
+2
untuk mendukung kebijakan
Penyediaan
15 Tersedia informasi yang lengkap dan up to date namun belum
Informasi -1
dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan
Tidak ada informasi dan data -2
Penetapan kebijakan Pemerintah memiliki kebijakan pengendalian pencemaran air +2
16 pengendalian Pemerintah belum memiliki kebijakan pengendalian pencemaran
-2
pencemaran air air
Dinas lingkungan Hidup melakukan pembinaan/pelatihan dalam
pengelolaan air limbah dan melaskanakan pengawasan terhadao
+2
penataan penanggungjawaban usaha dalam pengendalian
Pembinaan dan pencemaran air
17
Pengawasan Dinas lingkungan Hidup belum melakukan pembinaan/pelatihan
dalam pengelolaan air limbah dan melaskanakan pengawasan
-2
terhadao penataan penanggungjawaban usaha dalam
pengendalian pencemaran air
Koordinasi antar Ada koordinasi sesuai tupoksi +2
Instansi yang
Berkepentingan Ada koordinasi namun tidak sesuai tupoksi -1
18
dalam Pelaskanaan
Pengendalian
Tidak ada koordinasi -2
Pencemaran Air
Penerapan Konsep Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan perencanaan dan
+2
Partisipasi pelaksanaan pengendalian pencemaran air
Masyarakat dalam
19 Pelaksanaan
Masyarakat tidak dilibatkan dalam kegiatan perencanaan dan
Kegiatan -2
pelaksanaan pengendalian pencemaran air
Pengendalian
Pencemaran Air
Sumber: Hasil Analisa berdasarkan Permen LH No. 01/2010

Tabel 2. 24 Rangkuman Teknik Analisa Data

No Tujuan Analisa Teknik Analisa


1 Mengetahui kualitas air Sungai Cikarang di Kabupaten Bekasi Indeks Pencemaran
2 Mengetahui beban pencemaran yang masuk ke Sungai QUAL2Kw
Cikarang di Kabupaten Bekasi
3 Mengkaji daya tampung beban pencemaran Sungai QUAL2Kw
Cikarang di Kabupaten Bekasi sesuai kelas peruntukkannya
4 Merumuskan strategi pengelolaan kualitas air yang dapat SWOT
diterapkan pada administrasi Kabupaten Bekasi untuk menjaga
kualitas air Sungai Cikarang agar sesuai dengan kelas peruntukannya.

6. Teknik Analisis Sistem Informasi Geografis (SIG)


SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan
memanipulasi informasi-informasi geografis, SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan,
dan menganalisa objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang
penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang
memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data yang bereferensi geografi; (a)

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 39
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

masukan/input, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemangilan data), (c) analisis dan
manipulasi data, (d) keluaran/output. [Aronoff, Stanley. “Geographic Information System : A
Management Perspective”, WDL Publications, Ottawa, Canada.89].

Gambar 2. 2 Proses Analisis SIG

7. Analisa Hidrologi
Dalam perencanaan sistem DAS diperlukan analisa hidrologi (analisa curah hujan). Analisa ini
terutama diperlukan untuk dapat memperkirakan debit banjir rencana dari seluruh tipe daerah
pengaliran dengan luas pelayanan dan tata guna tanah yang bervariasi. Besarnya debit banjir
rencana pada saluran dihitung berdasarkan metoda rasional yang dimodifikasi. Salah satu faktor
yang menjadi parameter dalam metoda tersebut adalah penentuan intensitas hujan pada perioda
ulang yang direncanakan berdasarkan waktu konsentrasi dan durasi curah hujan yang kritis.
Analisa curah hujan diperlukan untuk dapat membuat kurva intensitas durasi frekuensi yang sesuai
dengan keadaan kota/daerah setempat sehingga dapat diperkirakan debit banjir rencana yang
akan dipakai sebagai dasar penentuan dimensi saluran dan perlengkapannya.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 40
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Gambar 2. 3 Diagram Analisis Hidrologi

Untuk mencapai hal-hal tersebut harus dilakukan penentuan data dasar dan hasil penelitian
langsung di lapangan, analisa data curah hujan dan analisa debit banjir.

a. Pengumpulan Data Dasar

Data dasar yang harus dikumpulkan, antara lain :

 Peta stasiun curah hujan daerah penelitian dan sekitarnya

 Peta curah hujan daerah penelitian dan sekitarnya

 Nam, jumlah, dan penyebaran stasiun curah hujan di dalam dan sekitar kota/ daerah
perencanaan

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 41
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

 Data curah hujan dan perioda tahun pengamatannya (rata-rata curah hujan tahunan dan
bulanan, rata-ratarata curah hujan maksimum selama 24 jam)

 Data klimatologi lainnya (angin, temperatur, kelembaban, penguapan)

 Nama dan lokasi stasiun duga air di sungai yang bersangkutan dan sekitarnya (jika ada)

b. Analisa Data Curah Hujan


Untuk mencari curah hujan rata-rata pada suatu wilayah metoda yang umum dipakai adalah:

 Rata-rata Aritmatik ( Aritmatik Mean )


Cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak terdapat stasiun hujan serta mempunyai
curah hujan merata. Curah hujan rata-rata basin dihitung dengan rumus :

R 1 + R 2 + R 3 + ..... + R n
R rata rata =
n
dimana :

Rrata-rata = curah hujan rata-rata

R1.....Rn = curah hujan masing-masing stasiun

n = jumlah stasiun hujan

 Poligon Thiessen ( Thiessen Polygon )


Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-
tengah garis penghubung dua stasiun hujan, dengan demikian setiap stasiun hujan Rn
akan terletak dalam suatu wilayah poligon tertutup An.

Dengan menghitung perbandingan luas poligon untuk setiap stasiun yang besarnya =
An/A, dimana A adalah luas basin. Untuk mendapatkan curah hujan rata-rata basin
dipakai rumus :

A 1 R 1 + A 2 R 2 + ..... + A n R n
R rata rata =
A
dimana :

Rrata-rata = curah hujan rata-rata

R1.....Rn = curah hujan masing-masing stasiun

A1.....An = luas poligon masing-masing stasiun

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 42
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

A = luas basin atau daerah penampungan

 Metoda Isohiet ( Isohyet Method )


Isohiet adalah garis lengkung yang menunjukkan tempat kedudukan harga curah hujan
yang sama. Garis lengkung ini diperoleh dengan cara interpolasi harga-harga curah hujan
lokal Rn, sehingga pola isohiet nilainya tidak selalu sama dengan harga curah hujan di
stasiun hujan.

Untuk menghitung volume hujan yang jatuh di daerah penampungan, tiap daerah
dibatasi oleh dua isohiet dalam daerah penampungan diukur luasnya dengan planimeter
luasnya = An, n-1. Curah hujan rata-rata basin di cari dengan rumus :

n
(A n , n 1)(R n , n 1, t )
Rrata rata =
1 A

dimana :

Rrata-rata = curah hujan rata-rata

An, n-1 = luas antara dua isohiet

Rn, n-1, t = curah hujan rata-rata dua isohiet

A = luas basin atau daerah penampungan

N = jumlah daerah yang dibatasi dua isohiet

 Intensitas Curah Hujan


Untuk mencari intensitas curah hujan menitan, jam-jaman dan harian metoda yang paling
sering dipergunakan adalah:
 Formula Talbot
Intensitas curah hujan dihitung dengan menggunakan rumus :
a
l=
t+b
dimana :

I = intensitas curah hujan ( mm/jam )

t = lamanya curah hujan ( mm )

a dan b = konstanta yang tergantung pada lamanya curah hujan yang terjadi di
daerah aliran atau daerah penampungan

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 43
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

(l.t )(l.l ) (l.l.t )(l ) (l )(l.t ) N(l.l.t )


a= b=
N(l.l ) (l )(l ) N(l.l ) (l )(l )

 Formula Sherman
Intensitas curah hujan dihitung dengan :

a
l=
tn
(log l )(log t. log t ) (log t. log l )(log t )
log a =
N(log t. log t ) (log t. log t )

(log l )(log t ) N(log t. log l )


n=
N(log t. log t ) (log t. log t )

 Formula Ishiguro
Intensitas curah hujan dihitung dengan :

a
l=
( t + b)

(l. t )(l.l ) (l.l. t )(l )


a=
n(l.l ) (l )(l )

(l )(l. t ) N(l.l. t )
b=
N(l.l ) (l )(l )

 Metode ARRO
Intensitas curah hujan dalam waktu 1 jam sampai 12 jam dari curah hujan dalam 12 jam
dapat dihitung dengan rumus :

R t = C t . R 12

dimana :

Rt = intensitas curah hujan untuk durasi t jam dalam mm/jam

R12 = intensitas curah hujan untuk durasi 12 jam dalam mm/jam

Ct = koefisien regional yang tergantung kepada durasi curah hujan

1,798
C t = A( 0.143) + 1
t + 0.576
Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai
2 - 44
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

dimana :

t = durasi curah hujan dalam jam

A = konstanta regional untuk tiap daerah sendiri

Sedangkan untuk durasi curah hujan dari 6 menit sampai 60 menit dapat dihitung dengan
rumus :

R m = K m R 60

dimana :

Rm = intensitas curah hujan untuk durasi m menit dalam mm/jam

R60 = intensitas curah hujan untuk durasi 60 menit dalam mm/jam

Km = konstanta yang dihitung dari rumus

49 ,589
K m = 0 ,309 +
m + 11,767

m = durasi curah hujan dalam menit

 Intensitas Durasi dan Frekwensi Curah Hujan


Untuk menghitung hubungan antara Intensitas – Durasi – Frekwensi (IDF) digunakan
metode analisis frekwensi. Analisis frekwensi yang dapat diaplikasikan ada beberapa cara
antara lain metode Log Pearson III, Gumbel dan Log Normal. Rumus umum yang
digunakan:

Xt = Xa + K. Sx

dimana :

Xt = besaran yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T tahun

Xa = harga pengamatan rata-rata (mean)

Sx = simpangan Standar (standard deviation)

K = harga koreksi sesuai nilai batas probabilitas

(x 1 x a )(x i x a )
Sx =
( n 1)

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 45
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

dimana :

xi = harga maksimum tiap tahun

n = banyaknya data pengamatan

Dengan menghitung nilai Xt yang sesuai dengan periode ulangnya maka dapat ditentukan
persamaan Intensitas Durasi Frekwensi untuk masing-masing wilayah.

c. Analisis Debit Air


Metode perhitungan untuk menentukan debit banjir adalah metode empiris seperti metode
modifikasi rasional dan unit hidrograf.

1. Penentuan koefisien aliran permukaan

Koefisien aliran permukaan (c) ditentukan berdasarkan tata guna lahan atau tipe daerah
penampungan hujan yang secara umum dapat dibagi dalam beberapa tipe daerah
penampungan antara lain daerah perumahan, industri, pekarangan, perkotaan,
pertamanan, tempat bermain, halaman kereta api. Nilai koefisien aliran permukaan
tersebut berkisar antara 0.05 sampai dengan 0.95.

2. Penentuan intensitas curah hujan menitan sampai dengan jam-jaman

Besarnya intensitas curah hujan menitan sampai jam-jaman untuk menentukan debit
desain sesuai dengan periode ulangnya bergantung kepada besarnya waktu onsentrasi
(tc). Cara menghitung waktu konsentrasi dapat menggunakan formula Kirpich yaitu :

tc = 95 x K0,770

dimana :

L
K = ulang T tahun
S
L = panjang pengaliran sungai

S = kemiringan lahan

Namun demikian untuk mendapatkan nilai tc yang optimal perlu dikoreksi dengan
nilai waktu konsentrasi yang didapatkan dari penjumlahan antara td dan to.

Dimana td adalah waktu konsentrasi aliran yang ada di saluran, sedangkan to


adalah waktu konsentrasi dari aliran yang mengalir diatas permukaan lahan.

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 46
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

Setelah didapatkan tc maka dapat dihitung besarnya intensitas curah hujan


berdasarkan formula yang disesuaikan pada sub-bab sebelumnya.

3. Penentuan debit banjir desain dengan metode modifikasi rasional ataupun dengan
metode unit hidrograf
Perhitungan debit banjir desain dengan metode modifikasi rasional adalah sebagai
berikut:

Q = C.I.A

dimana :

Q = debit maksimum dalam ft3/det

C = koefisien aliran permukaan

I = intensitas curah hujan maksimum selama waktu konsentrasi (inch/jam)

A = luas daerah penampungan dalam (acres)

atau

Q = 0.278 C.I.A

dimana :

Q = debit maksimum dalam m3/det

C = koefisien aliran permukaan

I = intensitas curah hujan maksimum selama waktu konsentrasi (mm/jam)

A = luas daerah penampungan dalam km2

Untuk durasi curah hujan sama dengan waktu konsentrasi maka besarnya debit
maksimum dapat dihitung dengan rumus :

Qp = 0.278 C Cs.I.A

2 tc
Cs =
2 tc + td

dimana :

Qp = debit maksimum dalam m3/det

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 47
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

C = koefisien aliran permukaan

Cs = koefisien storage

tc = waktu konsentrasi dalam menit

td = waktu aliran di saluran dalam menit

I = intensitas curah hujan maksimum dalam mm/jam

Untuk durasi curah hujan melebihi waktu konsentrasi maka besarnya debit maksimum
dapat dihitung dengan rumus :

Qp = 0.278 C. Cs1 I.A

2 te
Cs 1 =
2 te + td
dimana :

Qp = debit maksimum dalam m3/det

C = koefisien aliran

Cs1 = koefisien storage

te = durasi banjir yang kritis dalam menit

td = waktu aliran di saluran dalam menit

I = intensitas curah hujan maksimum dalam mm/jam

Sedangkan untuk memperkirakan debit banjir maksimum di suatu badan air yang
mengalir digunakan metoda Van Breen, dimana perhitungan debit hanya didasarkan
pada jumlah air yang mencapai suatu tempat dari tempat tertentu yang dapat mencapai
tempat tersebut dalam waktu maksimum selama 4 (empat) jam.

4. Penerapan Metode Perhitungan untuk Desain Saluran Drainase


Tahapan ini bertujuan untuk menentukan dimensi saluran drainase pada suatu daerah
perkotaan sesuai dengan kriteria yang berlaku. Perhitungan daya tampung debit dari
saluran Qs adalah :

Qs = V . A

Qs = V. y2/3

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 48
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

dimana :

V = kecepatan aliran di saluran

A = luas penampang saluran

y = lebar dasar saluran

Agar supaya debit rencana yang diakibatkan oleh besarnya intensitas curah hujan (Qr)
dapat ditampung di dalam salurannya secara teknis dan ekonomis adalah optimal
menurut kapasitasnya (Qs), maka disyaratkan Qr = Qs.

Mengingat kegiatan ini memerlukan banyak waktu, maka untuk mempersingkat waktu
dicari hasil-hasil analisa yang sudah dilakukan untuk daerah yang berdekatan.

2.4 Konsepsi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai mengandung pengertian bahwa unsur-unsur atau aspek-
aspek yang menyangkut kinerja DAS dapat dikelola dengan optimal sehingga terjadi sinergi positif yang akan
meningkatkan kinerja DAS dalam menghasilkan output, sementara itu karakteristik yang saling bertentangan
yang dapat melemahkan kinerja DAS dapat ditekan sehingga tidak merugikan kinerja DAS secara keseluruhan.
Seperti sudah dibahas dalam bab-bab terdahulu, suatu DAS dapat dimanfaatkan bagi berbagai kepentingan
pembangunan misalnya untuk areal pertanian, perkebunan, perikanan, permukiman, pembangunan PLTA,
pemanfaatan hasil hutan kayu dan lain-lain. Semua kegiatan tersebut akhirnya adalah untuk memenuhi
kepentingan manusia khususnya peningkatan kesejahteraan. Namun demikian hal yang harus diperhatikan
adalah berbagai kegiatan tersebut dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang jika tidak ditangani dengan
baik akan menyebabkan penurunan tingkat produksi, baik produksi pada masing-masing sektor maupun pada
tingkat DAS. Karena itu upaya untuk mengelola DAS secara baik dengan mensinergikan kegiatan-kegiatan
pembangunan yang ada di dalam DAS sangat diperlukan bukan hanya untuk kepentingan menjaga kemapuan
produksi atau ekonomi semata, tetapi juga untuk menghindarkan dari bencana alam yang dapat merugikan
seperti banjir, longsor, kekeringan dan lain-lain.
Mengingat akan hal-hal tersebut di atas, dalam menganalisa kinerja suatu DAS, kita tidak hanya melihat
kinerja masing-masing komponen/aktifitas pembangunan yang ada di dalam DAS, misalnya mengukur
produksi/produktifitas sektor pertanian saja atau produksi hasil hutan kayu saja. Kita harus melihat
keseluruhan komponen yang ada, baik output yang bersifat positif (produksi) maupun dampak negatif.
Karena itu dalam kajian Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai ini selain dilakukan analisis yang
bersifat kuantitatif, juga dilakukan analisis yang bersifat kualitatif. Analisis-analisis tersebut pada dasarnya
didasarkan kepada adanya keterkaitan antara suatu sektor/kegiatan pembangunan dengan kegiatan

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 49
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

pembangunan lain, sehingga apa yang dilakukan pada satu sektor/komponen akan mempengaruhi kinerja
sektor lain.
Untuk menggambarkan hubungan keterkaitan antara berbagai aktifitas/komponen pembangunan yang ada
di dalam DAS digunakan model seperti dalam gambar 4.3. Dalam diagram tersebut digambarkan keterkaitan
antara berbagai komponen yang dalam analisis kuantitatif akan digunakan sebagai variabel untuk mengukur
kinerja DAS secara keseluruhan.

Gambar 2. 4 Model Keterkaitan Berbagai Aktifitas dalam DAS

Tabel 2. 25 Kondisi Pengelolaan DAS

KEGIATAN/ASPEK
NO KONDISI SAAT INI KONDISI YANG DIHARAPKAN
MANAJEMEN
 Parsial  Terpadu
1. PERENCANAAN  Tujuan Sektoral  Tujuan Bersama
 Tidak kuat secara hukum  Mempunyai kekuatan hukum
 Ada lembaga koordinatif para
 Masing-masing sektor bekerja
pihak terkait PDAS “Forum DAS”
sendiri-sendiri berdasarkan
 Lembaga koordinatif berperan
2. KELEMBAGAAN kepentingannya
secara efektif untuk
 Beberapa Forum DAS di daerah telah
mensinergikan kebijakan,
terbentuk tapi belum efektif
kegiatan dan pendanaan
 Kegiatan PDAS terpadu antar
sektor terkait (ada “KISS”)
 Kegiatan di lapangan cenderung
 Konservasi & rehabilitasi DAS
egosektoral
melibatkan para pihak
 Konservasi & rehabilitasi DAS
(Pemerintah, Pemda, Swasta
3. PELAKSANAAN mengandalkan pemerintah terutama
dan Masyarakat)
kehutanan
 Pembayaran jasa lingkungan
 Pemanfaatan jasa lingkungan DAS
DAS yang dikembalikan untuk
belum dihargai
mendanai konservasi &
rehabilitasi

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 50
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

KEGIATAN/ASPEK
NO KONDISI SAAT INI KONDISI YANG DIHARAPKAN
MANAJEMEN
 Ada koordinasi para pihak dalam
melakukan monev, SIM DAS
 Monev terbatas oleh institusi tersedia dengan baik
tertentu, SIM DAS masih lemah  Pengawasan melibatkan
 Pengawasan dan penertiban belum masyarakat, ada networking
4. PENGENDALIAN
banyak melibatkan masyarakat yang baik, hasil monev untuk
 Kondisi DAS tidak menjadi indikator umpan balik PDAS
kinerja institusi terkait PDAS  Kesehatan DAS menjadi
indikator kinerja institusi
pengelola terkait
 Partisipasi pada berbagai
tahapan PDAS dengan
 Masih terbatas pada kegiatan-
pembagian peran dan tanggung
PARTISIPASI kegiatan fisik di lapangan
5. jawab yang jelas
MASYARAKAT  Pembagian peran, hak dan kewajiban
 Dibangun kemitraan antara
belum jelas
masyarakat dengan pihak
swasta dan pemerintah
 Masih sangat mengandalkan dana
 Penerapan cost sharing antara
pemerintah
Pemerintah, Pemda, Swasta dan
 Rehabilitasi dan konservasi DAS
6. PEMBIAYAAN masyarakat
merupakan cost centre sehingga
 Penerapan beneficiaries &
tidak menjadi prioritas Pemda,
poluters pay principles
swasta dan masyarakat

Gambar 2. 5 Model Pengelolaan DAS

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 51
Cikarang Tahun Anggaran 2021
Laporan Antara

2.4.1 Pengendalian dan Pengelolaan Kali Cikarang

Pada tahun 2014, dalam kegiatan studi daya tampung Kali Cikarang Kabupaten Bekasi sudah dibuatkan
indikasi program terkait pengendalian dan pengelolaan Kali Cikarang, indikasi program yang dimaksud
adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 26 Indikasi Program Pengendalian Kali Cikarang

Periode Pelaksanaan
Jangka Jangka Jangka
No Kegiatan Dinas/Instansi
Pendek Menengah Panjang
(2015-2019) (2020-2024) (2025-2034)
A Indikasi Program Tata Ruang
Pengembalian Fungsi Ruang Bappeda,
1
Sempadan Sungai Dinas PU-
a. Relokasi Kegiatan Cipta Karya
Permukiman √ √ √
b. Relokasi Kegiatan Industri √ √ √
Penataan Kawasan Sempadan
2
Sungai
a. Penyusunan Rencana Tata
Bangunan dan Lingkungan
Kawasan Sempadan Sungai √
b. Pembangunan Kawasan
Sempadan Sungai √
Monitoring Pemanfaatan Ruang
3
Kawasan Sempadan Sungai √ √
Indikasi Program Pemulihan
B Kualitas Air
1 Air Limbah Domestik Bappeda,
a. IPAL Skala Kota √ √ √ Dinas PU-
Cipta Karya
b. IPAL Skala Kota √ √ √
2 Air Limbah Non Domestik Bappeda, BLH
a. Evaluasi Ijin Pembuangan
Limbah Cair (IPLC) √ √ √
b. IPAL Industri √ √ √
c. Pengawasan IPAL Industri √ √ √
3 Limbah Padat Bappeda,
a. Program 3R √ √ √ Dinas PU-
Cipta Karya
b. Jaring Sampah √ √ √
Sumber: Studi Daya Tampung Kali Cikarang Kabupaten Bekasi

Pengendalian dan Evaluasi Pencemaran Sungai


2 - 52
Cikarang Tahun Anggaran 2021

Anda mungkin juga menyukai