Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikaruniai sumber daya alam dan energi yang melimpah. Potensi sumber
daya dan cadangan mineral metalik tersebar di 437 lokasi di Indonesia bagian barat
dan timur, seperti tembaga dan emas di Papua, emas di Nusa Tenggara, nikel di
Sulawesi dan kepulauan Indonesia Timur, bauksit dan batubara di Kalimantan dan
Sumatera, mineral lainnya yang masih tersebar di berbagai tempat.

Sumberdaya mineral sebagai salah satu kekayaan alam yang dimiliki bangsa
Indonesia, apabila dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi terhadap
pembangunan ekonomi Negara. Dalam hal ini, Pemerintah sebagai penguasa sumber
daya tersebut, sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945, harus mengatur
tingkat penggunaannya untuk mencegah pemborosan potensi yang dikuasainya dan
dapat mengoptimalkan pendapatan dari pengusahaan sumber daya tersebut sehingga
dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Demi dapat mencapai kemakmuran tersebut diperlukan kerja keras, karena


keberadaan tambang yang berada di dalam perut bumi harus dikelola dengan baik,
dengan mengeluarkan dan melakukan pengelolaan objek penambangan. Hasilnya
sebagian dipergunakan untuk kepentingan dalam negeri dan sebagian lagi untuk
kepentingan luar negeri.

Sumber daya Mineral dalam hal ini pertambangan memiliki sifat tersendiri yaitu
lokasi penyebaran dan ukurannya terbatas, terdapat di dalam bumi mulai dari
permukaan tanah sampai kedalaman tertentu, hanya dapat ditambang satu kali
karena tak terbarukan (non-renewable resources), waktu pemanfaatannya terbatas
(hanya beberapa tahun), resiko investasi sangat tinggi, padat modal dan teknologi,
persiapan sebelumnya penambangan lama (lebih kurang 5 tahun). Karena letak
potensi sumberdaya mineral pada umumnya di daerah pedalaman (remote areas),
maka pembukaan suatu tambang akan menjadi pemicu pembangunan dan
pengembangan daerah tertinggal dan memberikan dampak ganda yang positif dalam
berbagai sektor (multiplier effect).

Undang-undang pertambangan yang berlaku saat ini adalah Undang-undang Nomor


4 Tahun 2009. Undang-undang tersebut mengatur tentang Pertambangan di bidang
mineral dan batubara. Sedangkan untuk di bidang pertambangan lainnya diatur
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi.

Pengertian pertambangan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun


2009 adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengelolaan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Konsep
dasar pemberian hak untuk melakukan kegiatan pertambangan umum yang 30 tahun
lalu adalah melalui perjanjian, dengan adanya Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada saat itulah kemudian
korporasi-korporasi baru dan muda, dapat dengan mudah masuk ke dalam aktivitas
pertambangan nasional.

Aktivitas korporasi telah merambah seluruh sektor kehidupan masyarakat. Sektor


pertanian, kehutanan, pertambangan, perbankan, otomotif, elektronik, dan hiburan
adalah beberapa sektor dimana korporasi banyak bergerak di dalamnya. Setiap saat
banyak produk-produk yang bermunculan untuk memenuhi kebutuhan serta
keinginan manusia, mulai dari produk yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari hingga produk untuk kepentingan investasi yang merupakan produk dari
korporasi.

Perkembangan korporasi yang semakin pesat saat ini, telah memberikan pengaruh
yang sangat signifikan dalam kehidupan manusia. Terlepas apakah pengaruh
tersebut positif ataupun negatif, keberadaan korporasi telah berkontribusi dalam
perubahan tatanan kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, kami menyusun makalah tentang sistem pengelolaan air dan limbah
pada PT. Kaltim Prima Coal yang bisa dikatakan sebagai salah satu perusahaan
tambang yang termasuk kategori besar dan banyak berpengaruh pada kehidupan
masyarakat lingkungan tambang tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah keadaan dan ketaatan dokumen lingkungan atau izin lingkungan
PT. KPC ?
2. Bagaimanakah pengendalian pencemaran air pada PT. KPC ?
3. Bagaimanakah keadaan Sediment Pond PT. KPC ?
C. Tujuan
1. Mengetahui berlangsungnya dokumen lingkungan PT. KPC
2. Mengetahui Pengendalian pencemaran air pada PT. KPC
3. Mengetahui sistem sediment pond PT. KPC
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertambangan Mineral dan Batubara
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang (Pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara). Pertambangan Mineral dan Batubara memisahkan antara jenis tambang
mineral dengan batubara, sebagai berikut:

- Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat
fisik dan kimia tertentu serta susunan Kristal teratur atau gabungannya yang
membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
- Batubara adalah endapan senyawa organik karbonat yang terbentuk secara
alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Adapun jenis-jenis pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yaitu:

Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih


atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. (Pasal 1
ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara)
Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di
dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal (Pasal 1 ayat (5)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara).
Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta pascatambang (Pasal 1 ayat (6)). Usaha pertambangan memiliki
beberapa macam jenis Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP,
adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan. diatur dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagai berikut :

Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk
melaksanakan usaha pertambangan (Pasal 1 ayat (7)).
Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk
melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan
(Pasal 1 ayat (8)).
Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan
sete1ah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan
operasi produksi (Pasal 1 ayat (9)).
Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk
melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan
luas wilayah dan investasi terbatas (Pasal 1 ayat (10)).
Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang se1anjutnya disebut dengan IUPK, adalah
Izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan
khusus (Pasal 1 ayat (11)).
Izin Usaha Pertambangan Khusus Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan
untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus (Pasal 1 ayat (12)).
Pemegang Izin Usaha Pertambangan dan Izin Usaha Pertambangan Khusus dapat
melakukan sebagian atau seluruh tahapan usaha pertambangan, baik kegiatan
eksplorasi maupun kegiatan operasi produksi. Pemegang Izin Usaha Pertambangan
dan izin usaha Pertambangan khusus dapat memanfaatkan prasarana dan sarana
umum untuk keperluan pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan. Serta berhak memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya,
atau batubara yang telah diproduksi apabila telah memenuhi iuran eksplorasi atau
iuran produksi, kecuali mineral ikutan radioaktif.

B. Hubungan Pertambangan Mineral dan Batubara dengan Lingkungan Hidup

Hukum pertambangan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hukum


lingkungan karena setiap usaha pertambangan, apakah itu berkaitan dengan
pertambangan umum maupun pertambangan minyak dan gas bumi diwajibkan untuk
memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hal ini
lazim disebut dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup, dinyatakan di
dalam pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berbunyi :

Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara


kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap perusahaan yang


bergerak dalam berbagai bidang kegiatan, khususnya di bidang pertambangan
diwajibkan untuk melakukan hal-hal berikut:

1. Perusahaan wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


Hidup/AMDAL (Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup) (Pasal 1 ayat (25)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut
amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
2. Perusahaan wajib melakukan Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, serta
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Pasal 58 dan 59 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup).

C. PT. Kaltim Prima Coal


PT. KALTIM PRIMA COAL, perusahaan pertambangan batubara di Kabupaten
Kutai Timur Propinsi Kalimantan Timur, beroperasi berdasarkan perizinan PKP2B
dengan kontrak kerjasama (izin PKP2B no. J2/Ji. D4/16/82) tertanggal 8 April 1982.
KPC adalah perusahaan pertambangan batubara dengan kepemilikan oleh PT. Bumi
Resources Tbk sebanyak 70% dan PT. Tata Power (Mauritius) sebanyak 30%.
Persetujuan kelayakan lingkungan melalui Surat Keputusan Bupati Kutai Timur
No.660.5/K.205/2010 tertanggal 15 Maret 2010, perihal kelayakan lingkungan
kegiatan pertambangan batubara kapasitas produksi hingga 70 Juta Ton/Tahun oleh
PT. Kaltim Prima Coal luas areal kurang lebih 90.938 Ha, di kecamatan Sangatta
Utara, Kecamatan Bengalon, dan Kecamatan Rantau Pulung Kabupaten Timur,
Propinsi Kalimantan Timur.
Secara garis besar, operasi penambangan PT. Kaltim Prima Coal dibagi menjadi
3 bagian, yaitu persiapan penambangan, penambangan, dan pasca penambangan.
Tahap persiapan penambangan diawali dengan kegiatan survey eksplorasi. Kegiatan
eksplorasi ini meliputi pemataan lapangan, pengukuran struktur geologi,
pengambilan sampel singkapan, pemboran eksplorasi, logging geofisika, dan
penaksiran cadangan.
Tahap berikutnya adalah tahap penambangan atau tahap produksi. Tahap
produksi diawali dengan kegiatan penebangan dan pemotongan pohon serta
pemindahan tanah pucuk. Sebelum kegiatan pembukaan lahan dimulai, dilakukan
kegiatan identifikasi dan dokumentasi flora dan fauna yang ada didaerah tersebut.
Beberapa jenis spesies tanaman penting dikoleksi sebagai bibit tanaman bagi
rehabilitasi nanti. Tanah pucuk dipindahkan ke lokasi timbunan tertentu. Selanjutnya
dilakukan pemboran dan peledakan. Tanah penutup yang sudah diledakkan
kemudian akan dimuat oleh shovel dan backhoe yang akan diangkut oleh truk untuk
ditimbun dilokasi timbunan yang sudah direncanakan. Tanah penutup yang
mengandung asam/PAF (Potential Acid Farming) dan yang tidak mengandung
asam/NAF (Non Acid Farming) akan ditimbun secara terpisah dilokasi yang sudah
direncanakan. Tanah penutup dengan kategori NAF akan ditimbun dilokasi
timbunan yang sudah permanen untuk kemudian dilakukan rehabilitasi. Sedangkan
tanah penutup dengan kategori PAF akan ditimbun dilokasi timbunan sementara.
Dalam proses ini dilakukan control dengan menggunakan system elektronik (Sistem
Dispatch) untuk memonitor dan mengontrol alokasi masing-Masing tipe tanah
penutup (PAF dan NAF).
Setelah tanah penutup dipindahkan, batubara yang sudah terbuka akan
ditambang oleh beberapa alat muat yang khusus memuat batubara. Untuk
batubarayang sudah terbuka akan ditambang oleh beberapa alat muat yang khusus
memuat batubara. Untuk batubara dengan ketebalan lebih 2 meter dilakukan proses
peledakan terlebih dahulu. Batubara kemudian diangkut oleh truk langsung menuju
peremukan (crusher) atau ditimbun sementara dilokasi penyimpanan batubara
(stockpile batubara) sesuai dengan ukuran yang sudah ditetapkan. Batubara yang
sudah mengalami reduksi dan siap jual selanjutnya akan diangkut menggunakan belt
conveyor menuju lokasi timbunan batubara dipelabuhan tanjungbara coal terminal.
Seiring dengan peningkatan produksi, pengangkutan batubara juga menggunakan
coal trucking dari stockpile batubara di CCP ke stockpile batubara di port stockpile
dengan jumlah terbatas. Batubara siap jual selanjutnya akan dimuat ke dalam kapal
untuk dikirim ke para pelanggan.
BAB 3
PEMBAHASAN

A. Dokumen Lingkungan/ Izin Lingkungan


PT. Kaltim Prima Coal memiliki persetujuan kelayakan lingkungan melalui Surat
Keputusan Bupati Kutai Timur No.660.5/K.205/2010 tertanggal 15 Maret 2010,
perihal kelayakan lingkungan kegiatan pertambangan batubara kapasitas produksi
hingga 70 Juta Ton/Tahun oleh PT. Kaltim Prima Coal luas areal kurang lebih
90.938 Ha, di kecamatan Sangatta Utara, Kecamatan Bengalon, dan Kecamatan
Rantau Pulung Kabupaten Timur, Propinsi Kalimantan Timur.
serta memiliki dokumen perijinan lingkungan lainnya meliputi izin pembuangan
air limbah maupun izin TPS limbah B3.
B. Pengendalian Pencemaran Air
PT. Kaltim Prima Coal Saat ini memiliki 26 (dua puluh enam) titik penaatan yang
semuanya sudah mendapatkan izin pembuangan air limbah (IPAL) dari Bupati
Kutai Timur. Air limbah yang di buang melalui semua lokasi titik penaatan sudah
dilakukan pengujian laboratorium eksternal setiap 1 (satu) bulan sekali dan telah
melakukan pencatatan pH dan Debit harian.
Tahapan perencanaan dan rancangan fasilitas kolam pengendap, antara lain:
1. Fasilitas pengendali air dari kegiatan tambang adalah bagian integral dari
rencana manajemen air 5-tahunan. Rencana tersebut untuk memastikan bahwa
semua keluaran air tambang dikelola dengan benar dan maksimal sesuai
perencanaan kegiatan penambangan termasuk kegiatan eksplorasi.
2. Untuk merancang fasilitas kolam pengendap, tim Sipil Mine Planning
memerlukan informasi seperti kejelasan status lahan baik dari kepemilikan
maupun perijinan suatu lahan yang akan digunakan untuk pembangunan kolam
pengendap.
3. Disain konseptual fasilitas kolam pengendap dirancang dengan
mempertimbangkan kondisi kontur lapangan.
a. Jika berada di daerah yang relative datar, kolam pengendap dibuat berupa
rangkaian kompartemen yang membentuk labirin. Maksud dibuatnya model
labirin adalah untuk memperpanjang waktu konsentrasi (waktu pengaliran)
sehingga ada kesempatan bagi sedimen yang terangkut oleh air bisa
mengendap
b. Jika konturnya berbukit, kolam sedimen diletakkan di lembah dengan
membangun bendungan (tanggul terpadatkan). Dengan pembendungan akan
terbentuk genangan. Genangan inilah yang memungkinkan terendapnya
partikel sedimen yang terangkut oleh aliran dari kegiatan penambangan
4. Pada fasilitas kolam pengendap tipe labirin maupun tipe genangan, karena
keterbatasan ruang, posisi kontur, jarak terhadap wilayah operasi aktif, waktu
yang diperlukan untuk mengendapkan sedimen terangkut lebih panjang
ketimbang waktu pengaliran.
5. Dengan mempertimbangkan item 4 di atas, maka strategi yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Membangun beberapa kolam pengendap yang dibangun di hulu suatu daerah
tangkapan. Dengan adanya beberapa kolam pengendap di hulu maka volume
air dapat dikontrol dan kualitasnya dapat di control dengan baik sejak dari
hulu
b. Upaya rehabilitasi dari area pembuangan batuan penutup (dumping area)
yang berada di hulu juga segera dilakukan sehingga mengurangi erosi dan
potensi air asam tambang dikarenakan ekspose batuan asam
c. Pembangunan fasilitas pengolahan untuk pemberian chemical (kapur dan
alum) pada kolam pengendap dimulai dari hulu hingga sebelum mencapai
titik penaatan. Pemberian bahan chemical tergantung dengan karakterisktik
air tambang tsb.
6. Desain kolam pengendap yang disiapkan oleh tim Sipil Mine Planning
selanjutnya diserahkan ke tim Geoteknikal untuk dilakukan kajian kestabilan.
Untuk melakukan kajian kestabilan, tim Geoteknikal akan mengambil beberapa
sampel tanah di lapangan untuk diuji. Tim Geoteknikal akan mengeluarkan
rekomendasi yang meliputi:
a. Kemiringan tanggul/bendungan atau kemiringan dinding galian untuk labirin
b. Nisbah pemadatan tanggul
7. Disain yang disiapkan tim Sipil Mine Planning direvisi dengan
mempertimbangkan masukan dari tim Geoteknikal. Terhadap disain yang sudah
direvisi ini dilakukan analisis detil yang meliputi:
a. Analisis laju sedimentasi/erosi dari daerah tangkapan yang masuk ke
tampungan. Dari analisis ini akan diperoleh gambaran kapan perawatan
harus dilakukan. Perawatan di sini meliputi pengerukan sedimen dengan
mesin pengeruk (dredger) atau excavator lengan panjang (long arm
excavator).
b. Analisis hidrologi dan hidrolika yang memberikan gambaran berapa debit
puncak yang masuk ke dalam kolam pengendap dan berapa penundaan (efek
atenuasi) yang dihasilkan.
8. Ada serangkaian proses internal yang harus dilewati seperti pengajuan anggaran,
persetujuan anggaran, menawarkan proyek ke kontraktor, dilakukan tender,
penentuan pemenang tender, persetujuan kontrak, sebelum sampai tahap
eksekusi di lapangan.
9. Selama tahap eksekusi tim Sipil Mine Planning melakukan pengawasan di
lapangan secara berkala. Dalam banyak kasus kondisi lapangan sering kali
sedikit berbeda dengan yang disiapkan di dalam disain. Untuk itu revisi-revisi
secara berlanjut atas disain yang ada masih menjadi tanggung-jawab tim Sipil
Mine Planning.
10. Beberapa hal penting lainnya adalah:
a. Pembangunan tanggul kolam pengendap dilakukan secara hati-hati agar
kekuatannya maksimal yaitu dengan melakukan pemadatan setiap lapisan 25
cm
b. Setiap lapisan tersebut di cek kepadatannya secara ketat (hasilnya harus >
90% memenuhi standard pemadatan)
c. Topsoil yg ada di daerah galian harus diambil untuk selanjutnya digunakan
untuk kegiatan reklamasi area sekitar kolam pengendap seperti keliling area
tanggul kolam pengendap
d. Outlet dari kolam pengendap dibangun dengan konstruksi beton yang kuat
untuk menghindari kerusakan
e. Kolam pengendap yang telah selesai dibangun selanjutnya diperiksa oleh
suatu tim terpadu dari KPC untuk memeriksa hasil pembangunan kolam
pengendap. Hasil pemeriksaan ditindaklanjuti hingga selesai semua catatan
perbaikan yang ada sebelum kolam pengendap dinyatakan dapat digunakan
f. Melaporkan ke BLH Kutim untuk proses pengajuan izin kolam pengendap
g. apabila suatu kolam pengendap dinyatakan sebagai titik penaatan.

C. Sediment Pond
1. Titik Penaatan Apokayan
Kolam pengendap Apokayan untuk mencover limpasan air hujan dari
cathment area North Waste Dump 4, Pit Utara dan Sebagian Pit Selatan.
Debit = 0,1429 m3/detik (level 18) pH insitu 8,6. Badan air penerima Sungai
Lempak Telah dilakukan pemantauan pH harian dan pencatatan Debit air
limbah.
Pengelolaan air limbah dilakukan secara bertahap melalui beberapa kolam
yang cukup luas untuk pengendapan sedimen, pada kolam berikutnya
penambahan kapur. Diakhir kolam pengendap terdapat beberapa pengelolaan
air limbah: sebelum Pond Apokayan terdapat New Pond yang telah dipasang
pemantau elektrik yang bekerja secara otomatis untuk memantau pH air
limbah kemudian air limbah dialirkan ke Pond Apokaya pada kompartemen
sebelumnya ditambahkan kapur untuk mengendalikan keasaman air limbah.
Status Penaatan:

Pengelolaan Limbah
No. Cair Penaatan Temuan

Izin pembuangan air limbah melalui


1. Ketaatan terhadap Izin Taat Surat

Keputusan Gubernur Kalimantan Timur


Nomor:

658.31/K.154/2013; dan Surat


Keputusan Bupati

Kutai Timur No. 568.31/K.622/2011;

568.31/K.620/2011; 568.31/K.661/2011;

568.31/K.621/2012; 568.31/K.702/2012;

568.31/K.349/2012; 568.31/K.701/2012;

660/K.161/2013 .

Perusahaan mempunyai 26 (Dua Puluh


2. Ketaatan terhadap titik 100% Enam) titik

outlet IPAL dan seluruhnya sudah


penaatan pemantauan dilakukan

pemantauan
Ketaatan terhadap
3. parameter 100% Parameter yang dipantau sesuai dengan

Keputusan Gubernur Kalimantan Timur


Baku Mutu Nomor:

658.31/K.154/2013 dan Keputusan


Bupati Kutai

Timur No. 568.31/K.622/2011

Ketaatan terhadap Telah menyampaikan data bulan Juli


4. pelaporan 100% 2013 s.d. Juni

2013

Semua data bulan Juli 2013 s.d. Juni


5. a. Ketaatan terhadap 100% 2013

pemenuhan Baku Mutu memenuhi bakumutu

Dilakukan dilakukan pengambilan


b. Pemenuhan Baku Mutu Taat - sampel air

berdasarkan
Pemantauan Limbah

Data primer yang dilakukan oleh Tim


Tim KLH - KLH

memenuhi bakumutu, kecuali Outlet


Keny J

parameter pH
Hasil evaluasi KLH mengenai Data
- curah hujan,

penanggulangan luapan SP Keny J


dan data

pendukung lainnya sebagai kondisi


cuaca

ekstrim dapat diterima.

Ketaatan terhadap Telah sesuai dengan ketentuan teknis


6. Ketentuan Taat yang

Teknis Dipersyaratkan

Perhitungan Beban Pencemaran Air / Juli 2012-Juni 2013 (Ton/periode


penilaian)

No Parameter Beban Inlet Beban Outlet

TSS 13732

Mn 665

Fe 372

Anda mungkin juga menyukai