Anda di halaman 1dari 39

Draft 11/03/2011

Apabila ada tanggapan terhadap


draft ini mohon dikirimkan ke:
puu.sdbh.minerba@gmail.com

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


NOMOR :

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI


KHUSUS DI BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Peraturan


Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Tata
Cara Pemberian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
Khusus di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
-2-

5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2009 tentang Jenis


dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang
Berlaku Pada Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 56,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4993)
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang
Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5110);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5111);
8. Peraturan pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang
Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan
Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5142);
9. Peraturan pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang
Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5172);
10. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
18 Tahun 2010 tanggal 22 November 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA
PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI KHUSUS DI BIDANG
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.
-3-

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :


1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan
dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam
yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan
kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan,
baik dalam bentuk lepas atau padu.
3. Mineral logam adalah mineral yang unsur utamanya
mengandung logam, memiliki kilap logam, dan umumnya
bersifat sebagai penghantar panas dan listrik yang baik.
4. Mineral Bukan Logam adalah mineral yang unsur utamanya
terdiri atas bukan logam, misalnya bentonit (bentonit), kalsit
(batu kapur/gamping), silika (pasir kuarsa), dan lain-lain.
5. Batuan adalah massa padat yang terdiri atas satu jenis
mineral atau lebih yang membentuk kerak bumi, baik dalam
keadaan terikat (massive) maupun lepas (loose).
6. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang
terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
7. Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut
WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki
ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
8. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus
pengangkutan dan penjualan, yang selanjutnya di sebut IUP
Operasi Produksi Khusus pengangkutan dan penjualan,
adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk
mengangkut dan menjual komoditas tambang mineral atau
batubara yang berasal dari pemegang IUP Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi Khusus penolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat.
9. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus
Pengolahan dan Pemurnian, yang selanjutnya di sebut IUP
Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian,
-4-

adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk


mengolah dan memurnikan komoditas tambang mineral atau
batubara yang berasal dari pemegang IUP Operasi Produksi
dan/atau izin pertambangan rakyat.
10. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha
pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau
batubara dan mineral ikutannya.
11. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah
tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian
sampai tempat penyerahan.
12. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.
13. Perusahaan adalah badan usaha, koperasi, dan
perseorangan yang bergerak di bidang usaha pertambangan
yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
14. Badan usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berupa
badan usaha swasta, badan usaha milik negara, atau badan
usaha milik daerah yang bergerak di bidang pertambangan
yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
15. Perseorangan adalah orang perseorangan, perusahaan
firma, atau perusahaan komanditer.
16. Izin Prinsip adalah izin yang diberikan sebelum perusahaan
mendapatkan IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian sebagai persyaratan dalam
pengurusan perizinan dari instansi terkait yang meliputi izin
lokasi, perizinan lingkungan, penyusunan draft kontrak
kerjasama pengiriman bijih dan/atau konsentrat, penyiapan
rencana konstruksi pembangunan fasilitas instalasi
pengolahan dan pemurnian.
17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang mineral dan batubara.

Pasal 2
IUP Operasi Produksi khusus di bidang pertambangan terdiri atas:
a. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan
-5-

penjualan;
b. izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan;
c. IUP Operasi Produksi untuk penjualan; dan
d. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian

Pasal 3

(1) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan


kegiatan pengangkutan dan penjualan, kegiatan
pengangkutan dan penjualan dapat dilakukan oleh
perusahaan yang memiliki IUP Operasi Produksi Khusus
untuk pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi dapat menjual mineral dan
batubara yang tergali pada waktu kegiatan eksplorasi dan
studi kelayakan setelah mendapatkan izin sementara untuk
melakukan pengangkutan dan penjualan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf b.
(3) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan
yang bermaksud menjual mineral dan/atau batubara yang
tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi
untuk penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf
c.
(4) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan
kegiatan pengolahan dan pemurnian, kegiatan pengolahan
dan pemurnian dapat dilakukan oleh perusahaan yang
memiliki IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan
dan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf
d

BAB II

IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI KHUSUS


UNTUK PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN

Pasal 4

(1) IUP Operasi Produksi khusus pengangkutan dan penjualan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, diberikan
kepada perusahaan oleh:
a. Menteri apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan
-6-

dilakukan lintas provinsi dan negara;


b. gubernur apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan
dilakukan lintas kabupeten/kota dalam 1 (satu) provinsi,
c. bupati/walikota apabila kegiatan pengangkutan dan
penjualan dilakukan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.
(2) Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengangkutan dan penjualan, perusahaan harus
mengajukan permohonan kepada Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral melalui c.q Direktur Jenderal,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis;
c. lingkungan; dan
d. finansial.
(4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a untuk:
a. Badan usaha, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil badan usaha;
3. akta pendirian badan usaha dan perubahannya yang
bergerak di bidang usaha pertambangan mineral atau
batubara khususnya di bidang pengangkutan dan
penjualan mineral atau batubara yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan direksi dan daftar pemegang saham;dan
6. surat keterangan domisili.
7. nota kesepahaman pengangkutan dan penjualan
mineral atau batubara dengan pemegang IUP Operasi
Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian, dan/atau izin
pertambangan rakyat; dan
8. nota kesepahaman penjualan mineral atau batubara
dengan pembeli dalam negeri dan/atau luar negeri.
b. Koperasi, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil koperasi;
3. akta pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha
pertambangan khususnya di bidang pengangkutan dan
penjualan mineral atau batubara yang telah disahkan
-7-

oleh pejabat yang berwenang;


4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan pengurus;
6. surat keterangan domisili.
7. nota kesepahaman pengangkutan dan penjualan
mineral atau batubara dengan pemegang IUP Operasi
Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian, dan/atau izin
pertambangan rakyat; dan
8. nota kesepahaman penjualan mineral atau batubara
dengan pembeli dalam negeri dan/atau luar negeri.
c. Orang perseorangan paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. kartu tanda penduduk;
3. nomor pokok wajib pajak; dan
4. surat keterangan domisili.
5. nota kesepahaman pengangkutan dan penjualan
mineral atau batubara dengan pemegang IUP Operasi
Produksi, IUP Operasi Produksi khusus pengolahan
dan pemurnian, dan/atau izin pertambangan rakyat; dan
6. nota kesepahaman penjualan mineral atau batubara
dengan pembeli dalam negeri dan/atau luar negeri.
d. Perusahaan firma dan perusahaan komanditer paling
sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil perusahaan;
3. akta pendirian perusahaan yang bergerak di bidang
usaha pertambangan mineral atau batubara khususnya
di bidang pengangkutan dan penjualan mineral atau
batubara;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6. surat keterangan domisili;
7. nota kesepahaman pengangkutan dan penjualan
mineral atau batubara dengan pemegang IUP Operasi
Produksi, IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian, dan/atau izin
pertambangan rakyat; dan
8. nota kesepahaman penjualan mineral atau batubara
dengan pembeli dalam negeri dan/atau luar negeri.
(5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b, meliputi:
-8-

a. laporan studi kelayakan atau surat pernyataan dari


pemegang IUP Operasi Produksi yang antara lain
mencantumkan kegiatan pengangkutan dan penjualan
akan dilakukan oleh perusahaan yang memiliki IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan
penjualan lintas provinsi dan negara, lintas
kabupaten/kota, atau dalam 1 (satu) kabupaten/kota;
b. rencana kerja dan anggaran biaya;
c. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang
kegiatan operasi produksi khusus untuk pengangkutan
dan penjualan;
d. memiliki tenaga ahli pertambangan yang berpengalaman
paling sedikit 3 (tiga) tahun;
e. salinan IUP Operasi Produksi yang telah dilegalisir oleh
pejabat yang berwenang, dengan dilengkapi:
1. keterangan yang menyatakan dalam peta wilayah izin
usaha pertambangan tidak tumpang tindih dengan
wilayah izin usaha pertambangan lainnya, wilayah
kontrak karya, dan/atau wilayah perjanjian karya
pengusahaan pertambangan batubara;
2. dokumen rencana reklamasi dan pascatambang
termasuk jaminan reklamasi dan pascatambang;
dan/atau
3. kapasitas produksi per tahun berdasarkan rencana
kerja dan anggaran biaya yang telah disetujui oleh
pemberi izin.
f. daftar peralatan termasuk armada pengangkutan.
(6) Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c meliputi:
a. salinan dokumen Analisa mengenai dampak lingkungan,
atau upaya pengelolaan lingkungan atau upaya
pemantauan lingkungan dari pemegang IUP Operasi
Produksi yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
b. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan baik di darat, laut, dan sungai untuk
pengangkutan mineral atau batubara;
(7) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d, meliputi:
a. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh
-9-

akuntan publik;
b. surat pernyataan dari pemegang IUP Operasi Produksi
yang berisikan:
1. kewajiban pembayaran iuran tetap dan iuran produksi
(royalti) tidak dibebankan kepada perusahaan yang
memiliki IUP Operasi Produksi khusus untuk
Pengangkutan dan Penjualan;
2. kewajiban penempatan dana jaminan reklamasi dan
pascatambang telah disetorkan ke Bank Pemerintah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
3. referensi bank; dan
4. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
harga patokan penjualan mineral atau batubara.

Pasal 5

(1) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk


Pengangkutan dan Penjualan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) telah lengkap dan benar, Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan evaluasi sebelum memberikan persetujuan atau
penolakan lUP Operasi Produksi khusus untuk
Pengangkutan dan Penjualan.
(2) Pemberian persetujuan atau penolakan IUP Operasi
Produksi khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam
jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja,
terhitung sejak permohonan dan persyaratan diterima
dengan lengkap dan benar.
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan secara tertulis kepada pemohon IUP Operasi
khusus untuk pengangkutan dan penjualan disertai alasan
penolakannya.

Pasal 6

(1) IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengangkutan dan


Penjualan diberikan untuk jangka waktu paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat diperpanjang.
- 10 -

(2) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi khusus


untuk Pengangkutan dan Penjualan harus diajukan dalam
jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sebelum IUP
Operasi Produksi khusus untuk Pengangkutan dan
Penjualan berakhir.

Pasal 7

(1) IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengangkutan dan


Penjualan yang telah diberikan kepada perusahaan dilarang
dipindahtangankan kepada pihak lain.
(2) Pengalihan saham pemegang IUP Operasi Produksi khusus
untuk Pengangkutan dan Penjualan hanya dapat dilakukan
setelah mendapatkan persetujuan Menteri, gubernur,
bupati/walikota sesuai dengan kewenangan.

Pasal 8

(1) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan


penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
paling sedikit memuat:
a. nama perusahaan;
b. nama direksi/komisaris;
c. nilai/persentasi saham;
d. nama pemegang saham;
e. pekerjaan pemegang saham;
f. kewarganegaraan pemegang saham/negara asal
perusahaan;
g. jenis usaha yang diberikan (pengangkutan dan penjualan
mineral/batubara);
h. lokasi kegiatan pengangkutan dan penjualan berdasarkan
kontrak kerjasama pengangkutan dan penjualan bijih,
konsentrat, dan/atau logam atau batubara dari pemegang
IUP/IUPK Operasi Produksi, IUP Operasi Produksi khusus
untuk pengangkutan/penjualan dan/atau IPR;
i. alamat perusahaan; dan
j. hak dan kewajiban perusahaan.
(2) Format keputusan pemberian IUP Operasi produksi khusus
pengangkutan dan penjualan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
- 11 -

Pasal 9

Setiap pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk


pengangkutan dan penjualan mempunyai hak melakukan:
a. pembelian produk komoditas tambang dan atau produk
pengolahan dari pemegang IUP operasi produksi, izin
pertambangan rakyat, dan/atau IUP operasi produksi khusus
pengolahan dan pemurnian sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. pengangkutan dan penjualan atas produk komoditas
tambang dan/atau produk pengolahan dan pemurnian yang
dibelinya sebagaimana dimaksud pada huruf a, mulai dari
lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian,
dan/atau pelabuhan, untuk dibawa/dijual ke tempat fasilitas
pengolahan dan pemurnian atau ke tempat penyerahan
akhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c. pencampuran produk tambang untuk memenuhi spesifikasi
pembeli;
d. mendapatkan perizinan terkait, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
e. memanfaatkan fasilitas prasarana pengangkutan dan
dermaga/pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 10

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk


pengangkutan dan penjualan mineral atau batubara sebelum
melakukan kegiatan wajib menyampaikan kontrak kerjasama
pengangkutan dan penjualan kepada Menteri, gubernur,
bupati/walikota dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga)
bulan wajib setelah memperoleh IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengangkutan dan penjualan mineral atau
batubara.
(2) Kontrak kerjasama pengangkutan dan penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisikan antara lain:
a. jumlah tonase dan jadwal rencana pengangkutan
penjualan;
b. kesepakatan harga pengangkutan dan atau penjualan
mineral atau batubara dilakukan secara:
- 12 -

1. secara Free on Board di atas kapal pengangkut


(vessel);
2. secara Free on Board di atas tongkang (barge);
3. dalam satu pulau sampai dengan pengguna terakhir;
atau
4. secara Cost Insurance Freight atau Cost and Freight.
c. jenis, kualitas, kalori batubara dan asal komoditas
tambang/produk pengolahan dan pemurnian yang akan
diangkut.
(3) Jangka waktu kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan jangka waktu pemberian IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan
penjualan.

Pasal 11

Setiap pemegang IUP Operasi Produksi Khusus pengangkutan


dan penjualan mineral atau batubara yang akan mengangkut dan
menjual mineral atau batubara dari lokasi penambangan, stock
file, atau lokasi pengolahan dan pemurnian ke tempat
penyerahan akhir wajib disertai dengan:
1. surat keterangan pengangkutan dan penjualan mineral atau
batubara dari pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus pengolahan dan pemurnian, atau Izin
Pertambangan Rakyat yang telah diberikan oleh Menteri c.q.
Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota tentang,
dengan Surat Keputusan Nomor ... dengan keterangan
sebagai berikut:
a. jenis komoditas tambang :
b. komoditas tambang yang dibeli sesuai dengan oleh surat
perjanjian jual beli mineral atau batubara Nomor ...
c. komoditas tambang yang akan dikapalkan dengan data
sebagai berikut:
d. alat angkut.
1) nama tongkang (barge) :
2) nama kapal pengangkut (vessel) :
3) lainnya :
4) kapasitas alat angkut :
e. jumlah tonase/volume/total cargo :
f. pelabuhan muat :
g. tanggal muat :
h. kualitas atau kalori untuk batubara :
- 13 -

i. tujuan pengiriman/tujuan perusahaan penerima :


2. sertifikat contoh dan analisis (certificate of sampling and
analysis) komoditas tambang dari surveyor yang ditunjuk;
3. daftar muatan kapal (bill of lading/cargo manifest);
4. faktur penjualan mineral atau batubara secara Free on Board
di atas kapal pengangkut (vessel), secara Free on Board di
atas tongkang (barge), dalam satu pulau sampai dengan
pengguna terakhir; atau secara Cost Insurance Freight atau
Cost and Freight sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan;
5. surat pemberitahuan ekspor barang (PEB); dan/atau
6. laporan surveyor (LS) yang ditunjuk.

Pasal 12

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus pengangkutan-


penjualan wajib melakukan:
a. penyampaian laporan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya
pada tahun berjalan dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari setelah terbitnya IUP Operasi Produksi Khusus untuk
Pengangkutan dan Penjualan kepada Menteri c.q. Direktur
Jenderal, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya;
b. penyampaian laporan pelaksanaan Rencana Kerja
Anggaran dan Biaya yang telah disetujui Menteri c.q.
Direktur Jenderal, gubernur, bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya yang meliputi laporan bulanan,
triwulan, tahunan dan laporan akhir kegiatan operasi
produksi khusus untuk pengangkutan penjualan;
c. pemenuhan kewajiban keuangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. melaksanakan praktek teknik pengangkutan dan bisnis
penjualan komoditas tambang secara baik dan benar
mengacu kepada Rencana Kerja Anggaran dan Biaya
yang telah disetujui;
e. membangun fasilitas pengangkutan dan fasilitas bongkar
muat yang akan digunakan, sesuai dengan standar teknis/
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. membantu pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat pada daerah yang terkena dampak kegiatan
- 14 -

g. memenuhi harga patokan penjualan mineral atau


batubara sesuai ketentuan peraturan perundangan;
h. pengutamaan pemanfaatan tenaga kerja, barang dan jasa
lokal;
i. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan apabila
menggunakan fasilitas jalan umum antara lain mentaati
tingkat kapasitas, kepadatan jalan, dan resiko kecelakaan
lalu lintas serta target waktu untuk pencapaian produksi;
j. Bertanggungjawab atas K3 dan lingkungan yang
ditimbulkan oleh kegiatan usaha pengangkutan dan
penjualan;
k. Melaksanakan pengangkutan dan penjualan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
l. Setiap saat dapat menerima inspeksi petugas pemerintah;
dan
m. Setiap saat menyediakan data dan informasi yanng
diperlukan pemerintah.
(2) Laporan rencana dan pelaksanaan kegiatan pengangkutan
dan penjualan sebagaimana dimaksud ayat (1) butir a,
disampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dengan tembusan
disampaikan kepada:
a. Menteri dan gubernur apabila IUP Operasi Produksi
khusus pengangkutan dan penjualan diterbitkan oleh
bupati/walikota;
b. Menteri dan bupati/walikota apabila IUP Operasi Produksi
khusus pengangkutan dan penjualan diterbitkan oleh
gubernur;
c. Gubernur dan bupati/walikota apabila IUP Operasi
Produksi khusus pengangkutan dan penjualan diterbitkan
oleh Menteri.
(3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan evaluasi terhadap Rencana
Kerja Anggaran dan Biaya dan laporan Kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya laporan.
(4) Menteri/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya memberikan persetujuan Rencana Kerja
Anggaran dan Biaya berdasarkan hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
- 15 -

(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan


kewenangannya melakukan fasilitasi, pembinaan dan
pengawasan atas pelaksanaan hak dak kewajiban
pemegang IUP Operasi produksi khusus untuk
pengangkutan-penjualan, serta pengawasan atas asal dan
jumlah produk tambang dan atau produk pengolahan yang
dilakukan pengangkutan dan penjualan.

Pasal 13

Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan


dan penjualan dilarang melakukan pengangkutan dan penjualan
dari hasil penambangan yang bukan berasal dari pemegang IUP
Operasi Produksi, Izin Pertambangan Rakyat, IUP Operasi
Produksi Khusus pengolahan-pemurnian.

BAB III

IZIN SEMENTARA UNTUK MELAKUKAN PENGANGKUTAN


DAN PENJUALAN

Pasal 14

(1) Izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan


penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b,
diberikan kepada pemegang IUP Eksplorasi oleh:
a. bupati/walikota apabila WIUP eksplorasinya berada dalam
1 (satu) wilayah kabupaten/kota;
b. gubernur apabila WIUP eksplorasinya berada pada lintas
wilayah kabupeten/kota dalam 1 (satu) provinsi; atau
c. Menteri apabila WIUP eksplorasinya berada pada lintas
provinsi dan negara;
(2) Untuk mendapatkan izin sementara untuk melakukan
pengangkutan dan penjualan mineral atau batubara,
pemegang IUP Eksplorasi harus mengajukan permohonan
kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui
c.q Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) harus
dilampiri dengan:
a. metode eksplorasi;
b. laporan akhir ekplorasi detail dalam WIUP eksplorasi;
- 16 -

c. jumlah tonase mineral atau batubara yang tergali dalam


WIUP eksplorasi;
d. kualitas mineral dan batubara tergali dalam WIUP
eksplorasi;
e. contoh dan analisa mineral dan batubara yang tergali
dalam WIUP eksplorasi; dan
f. tanda bukti pembayaran iuran tetap tahap eksplorasi 2
(dua) tahun terakhir.
(4) Permohonan untuk mendapatkan izin sementara penjualan
mineral atau batubara sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) diajukan oleh pemegang IUP Eksplorasi bersamaan
dengan pemberitahuan dimulainya tahap kegiatan studi
kelayakan.

Pasal 15

(1) Dalam hal permohonan izin sementara untuk melakukan


pengangkutan dan penjualan mineral atau batubara yang
tergali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 telah
lengkap, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya wajib melakukan pemeriksaan di
lokasi WIUP dengan membuat berita acara pemeriksaan.
(2) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), memuat perkiraan jumlah tonasi mineral atau batubara
yang tergali pada titik-titik eksplorasi dalam WIUP.
(3) Dalam hal hasil pemeriksaan di lapangan ternyata sengaja
digali tidak sesuai dengan metode eksplorasi yang telah
disampaikan dalam laporan eksplorasi detail maka
pemegang IUP Eksplorasi dapat dinyatakan telah melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan
Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
(4) Penerbitan izin sementara untuk pengangkutan dan
penjualan mineral atau batubara hanya diberikan 1 (satu) kali
dan tidak dapat diperpanjang, dengan jumlah tonase sesuai
dengan hasil pemeriksaan berita acara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(5) Pemegang IUP Eksplorasi yang telah mendapatkan izin
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib
membayar iuran produksi yang besarannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6) Pemegang IUP Eksplorasi yang telah mendapatkan izin
- 17 -

sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan


mineral atau batubara berhak untuk melakukan
pengangkutan dan penjualan mineral atau batubara dari
lokasi penimbunan mineral atau batubara sampai ke titik
penyerahan baik yang berada dalam 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota, pada lintas wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi, maupun pada lintas wilayah provinsi dan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(7) Dalam hal pemegang izin sementara untuk melakukan
pengangkutan dan penjualan mineral dan batubara
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak melakukan
kegiatan pengangkutan dan penjualan, kegiatan
pengangkutan dan penjualan dapat dilakukan oleh pihak lain
yang telah memiliki IUP Operasi Khusus untuk pengangkutan
dan penjualan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(8) Format keputusan pemberian izin sementara untuk
melakukan pengangkutan dan penjualan mineral dan
batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.

BAB IV

IUP OPERASI PRODUKSI UNTUK PENJUALAN

Pasal 16

(1) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan


yang bermaksud menjual mineral dan/atau batubara yang
tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi
untuk penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf
c.
(2) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan
meliputi antara lain:
a. pembangunan konstruksi sarana dan prasarana lalu lintas
jalan;
b. pembangunan konstruksi pelabuhan;
c. pembangunan terowongan;
d. pembangunan konstruksi bangunan sipil; dan/atau
e. pengerukan alur lalu lintas sungai, danau, dan/atau laut.
(3) IUP Operasi Produksi untuk penjualan sebagaimana
- 18 -

dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri, gubernur,


atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam
rangka pengurusan izin pengangkutan dan penjualan atas
mineral dan/atau batubara yang tergali.
(4) IUP Operasi Produksi untuk penjualan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), diberikan kepada badan usaha yang
tidak bergerak pada usaha pertambangan oleh:
a. bupati/walikota apabila mineral dan/atau batubara yang
tergali berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota
dan/atau wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil;
b. gubernur apabila mineral dan/atau batubara yang tergali
berada pada lintas wilayah kabupeten/kota dalam 1 (satu)
provinsi dan/atau wilayah laut 4 (empat) sampai dengan
12 (dua belas) mil; atau
c. Menteri apabila mineral dan/atau batubara yang tergali
berada pada lintas provinsi dan Negara dan/atau dalam
wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil dari garis pantai.
(5) Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi untuk penjualan,
badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan
harus mengajukan permohonan kepada Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral melalui c.q Direktur Jenderal,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
dilampiri dengan:
a. akte pendirian badan usaha yang telah disahkan oleh
pejabat yang berwenang;
b. profil badan usaha;
c. salinan izin usaha yang dimiliki dari instansi yang
berwenang;
d. master plan kegiatan yang dikerjakan;
e. jumlah tonase mineral atau batubara yang tergali akibat
kegiatan yang dilakukan;
f. kualitas mineral dan batubara tergali berdasarkan contoh
dan analisa dari laboratorium yang telah diakreditasi; dan
g. nomor pokok wajib pajak.

Pasal 17

(1) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi untuk


penjualan yang diajukan oleh badan usaha yang tidak
bergerak pada usaha pertambangan sebagaimana
- 19 -

dimaksud dalam Pasal 16 telah lengkap, Menteri c.q.


Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
melakukan pemeriksaan dan evaluasi atas mineral dan/atau
mineral dan batubara yang tergali di lokasi tergalinya
mineral dan/atau batubara.
(2) Gubernur atau bupati/walikota menugaskan dinas teknis
provinsi atau dinas teknis kabupaten/kota yang membidangi
mineral dan batubara untuk melakukan pemeriksaan dan
evaluasi atas mineral dan/atau mineral dan batubara yang
tergali sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), memuat perkiraan jumlah tonasi mineral atau
batubara yang tergali pada titik-titik akibat kegiatan yang
dilakukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2).
(4) Penerbitan IUP Operasi Produsi untuk penjualan hanya
diberikan 1 (satu) kali dan tidak dapat diperpanjang, dengan
jumlah tonase sesuai dengan hasil pemeriksaan dalam
berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Mineral atau batubara yang tergali dan akan dijual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai iuran
produksi.
(6) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha
pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menyampaikan laporan hasil penjualan mineral dan/atau
bataubara yang tergali kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(7) Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha
pertambangan yang telah mendapatkan IUP Operasi
Produksi untuk Penjualan wajib membayar iuran produksi
sebelum mengangkut dan menjual mineral dan batubara
tergali yang besarannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(8) Pemegang IUP Operasi Produksi untuk Penjualan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berhak untuk
melakukan pengangkutan dan penjualan mineral atau
batubara dari lokasi penimbunan mineral atau batubara
yang tergali sampai ke titik penyerahan baik yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, pada lintas wilayah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi, maupun pada lintas
wilayah provinsi dan negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
- 20 -

(9) Dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi untuk


Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak
melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan, kegiatan
pengangkutan dan penjualan dapat dilakukan oleh pihak
lain yang telah memiliki IUP Operasi Khusus untuk
pengangkutan dan penjualan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(10) Format keputusan pemberian IUP Operasi Produksi untuk
Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini.

BAB V

PERPANJANGAN IUP OPERASI PRODUKSI KHUSUS UNTUK


KEGIATAN PENGANGKUTAN DAN PENJUALAN

Pasal 18

(1) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus


untuk Pengangkutan Penjualan diajukan kepada Menteri
melalui Menteri c.q Direktur Jenderal, gubernur dan
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling lambat
6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan
penjualan.
(2) Permohonan perpanjangan harus dilampiri dengan:
a. laporan kegiatan pengangkutan dan penjualan selama 2
(dua) tahun;
b. realisasi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)
selama 2 (dua) tahun terakhir;
c. perjanjian dengan pemegang IUP Operasi Produksi, IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, izin sementara untuk melakukan
pengangkutan dan penjualan, IUP Operasi Produksi untuk
penjualan dan/atau izin pertambangan rakyat;
d. bukti pembayaran iuran produksi dari pemegang IUP
Operasi Produksi selama 2 (dua) tahun terakhir; dan
e. laporan keuangan selama 2 (tahun) terakhir yang sudah
diaudit.
(3) Laporan kegiatan pengangkutan dan penjualan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit memuat:
a. arus pengangkutan dan penjualan dari supplier hingga
- 21 -

end users; dan


b. invoice pembelian dan invoice penjualan mineral atau
batubara.
(4) Menteri c.q Direktur Jenderal, gubernur, bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi
terhadap permohonan perpanjangan dan kinerja perusahaan
selama memegang IUP Operasi Produksi Khusus untuk
Pengangkutan dan Penjualan
(5) Dalam hal permohonan tidak disetujui, Menteri c.q Direktur
Jenderal, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya
menyampaikan pemberitahuan kepada pemohon disertai
alasan-alasannya.
(6) Masa perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk
kegiatan Pengangkutan Penjualan diberikan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

BAB VI

IZIN USAHA PERTAMBANGAN OPERASI PRODUKSI KHUSUS


UNTUK PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

Pasal 19

(1) IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan pemurnian


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, diberikan
oleh :
a. Menteri, apabila komoditas tambang yang akan diolah
berasal dari provinsi lain serta import dan/atau lokasi
kegiatan pengolahan dan pemurnian berada lintas provinsi
dan/atau negara;
b. gubernur apabila komoditas tambang berasal dari
beberapa kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada
lintas kabupaten/kota; atau
c. bupati/walikota apabila komoditas tambang yang akan
diolah berasal dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada 1
(satu) kabupaten/kota.
(2) IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan
pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
dua tahap:
- 22 -

a. izin prinsip pengolahan dan pemurnian yang meliputi:


kegiatan studi kelayakan dan kegiatan konstruksi untuk
pembangunan sarana dan prasarana infrastuktur
pengolahan dan pemurnian.
b. IUP Operasi Produksi Khusus Operasi Produksi untuk
pengolahan dan pemurnian yang meliputi: kegiatan
pengolahan dan pemurnian mineral atau batubara menjadi
konsentrat, produk antara, dan/atau logam untuk bahan
baku industri dan/atau energi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Untuk mendapatkan IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), perusahaan harus mengajukan permohonan kepada
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui c.q
Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis;
c. lingkungan; dan
d. finansial.
(5) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a untuk:
a. Badan usaha, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil badan usaha;
3. akta pendirian badan usaha dan perubahannya yang
bergerak di bidang usaha pertambangan mineral atau
batubara khususnya di bidang pengolahan dan
pemurnian mineral atau batubara yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan direksi dan daftar pemegang saham;
6. surat keterangan domisili; dan
7. rencana pasokan komoditas tambang mineral atau
batubara yang akan diolah berasal dari:
a. impor, dan/atau pemegang IUP Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang
berada dalam wilayah provinsi lain dan/atau lokasi
kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada
- 23 -

lintas provinsi;
b. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota;
atau
c. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
d. Koperasi, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil koperasi;
3. akta pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha
pertambangan khususnya di bidang pengolahan dan
pemurnian mineral atau batubara yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan pengurus;
6. surat keterangan domisili; dan
7. rencana pasokan komoditas tambang mineral atau
batubara yang akan diolah berasal dari:
a. impor, dan/atau pemegang IUP Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang
berada dalam wilayah provinsi lain dan/atau lokasi
kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada
lintas provinsi;
b. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota;
atau
c. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
- 24 -

dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau


lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
e. Orang perseorangan paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. kartu tanda penduduk;
3. nomor pokok wajib pajak;
4. surat keterangan domisili; dan
5. rencana pasokan komoditas tambang mineral atau
batubara yang akan diolah berasal dari:
a. impor, dan/atau pemegang IUP Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang
berada dalam wilayah provinsi lain dan/atau lokasi
kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada
lintas provinsi;
b. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota;
atau
c. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
f. Perusahaan firma dan perusahaan komanditer paling
sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil perusahaan;
3. akta pendirian perusahaan yang bergerak di bidang
usaha pertambangan mineral atau batubara khususnya
di bidang pengolahan dan pemurnian mineral atau
batubara;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6. surat keterangan domisili; dan
7. rencana pasokan komoditas tambang mineral atau
batubara yang akan diolah berasal dari:
- 25 -

a. impor, dan/atau pemegang IUP Operasi Produksi,


IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang
berada dalam wilayah provinsi lain dan/atau lokasi
kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada
lintas provinsi;
b. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota;
atau
c. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
(6) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b, meliputi:
a. rencana lokasi pembangunan smelter dan sarana
penunjang lainnya;
b. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang
kegiatan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian;
c. rencana kerja dan anggaran biaya; dan
d. memiliki tenaga ahli pertambangan yang berpengalaman
paling sedikit 3 (tiga) tahun;.
(7) Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c meliputi antara lain pernyataan kesanggupan
untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
(8) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d, meliputi:
a. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh
akuntan publik;
b. referensi bank; dan
c. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
mineral atau batubara.
- 26 -

Pasal 20

(1) Dalam hal permohonan IUP Operasi Produksi khusus untuk


pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 telah lengkap dan benar, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan
evaluasi sebelum memberikan persetujuan atau penolakan
izin prinsip pengolahan dan pemurnian
(2) Pemberian persetujuan atau penolakan izin prinsip
pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14
(empat belas) hari kerja, terhitung sejak permohonan dan
persyaratan diterima dengan lengkap dan benar.
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
disampaikan secara tertulis kepada pemohon IUP Operasi
khusus untuk pengolahan dan pemurnian disertai alasan
penolakannya.

Pasal 21

(1) Izin prinsip pengolahan dan pemurnian diberikan untuk


jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun.
(2) Perpanjangan izin prinsip dapat dimohonkan apabila:
a. belum selesainya pengurusan izin lokasi untuk
pembangunan fasilitas instalasi pengolahan dan
pemurnian serta pelabuhan khusus apabila diperlukan;
b. belum selesainya penyusunan dokumen lingkungan hidup
berupa AMDAL atau UKL/UPL;
c. belum selesainya studi kelayakan kegiatan IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian;
dan/atau
d. belum selesainya perizinan yang terkait.
(3) Permohonan perpanjangan izin prinsip pengolahan dan
pemurnian harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat
3 (tiga) bulan sebelum izin prinsip pengolahan dan pemurnian
berakhir.
- 27 -

Pasal 22

(1) Izin prinsip pengolahan dan pemurnian yang telah diberikan


kepada perusahaan dilarang dipindahtangankan kepada
pihak lain.
(2) Pengalihan saham pemegang izin prinsip pengolahan dan
pemurnian hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan
persetujuan Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
dengan kewenangan.

Pasal 23

(1) Izin prinsip pengolahan dan pemurnian sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama perusahaan;
b. nama direksi/komisaris;
c. nilai/persentasi saham;
d. nama pemegang saham;
e. pekerjaan pemegang saham;
f. kewarganegaraan pemegang saham/negara asal
perusahaan;
g. jenis usaha yang diberikan (pengolahan dan pemurnian
mineral/batubara);
h. rencana lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian;
i. rencana pasokan komoditas tambang berasal dari impor,
provinsi lain, lintas kabupaten/kota, atau dalam satu
kabupaten/kota;
j. alamat perusahaan; dan
k. hak dan kewajiban perusahaan.
(2) Format keputusan pemberian izin prinsip pengolahan dan
pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.

Pasal 24

(1) Setiap pemegang izin prinsip pengolahan dan pemurnian


mempunyai hak untuk:
a. melakukan pengurusan izin lokasi untuk pembangunan
fasilitas instalasi pengolahan dan pemurnian dan
pelabuhan khusus apabila diperlukan;
b. menyusun dokumen lingkungan hidup berupa AMDAL
atau UKL/UPL sesuai dengan ketentuan peraturan
- 28 -

perundang-undangan di bidang perlindungan dan


pengelolaan lingkungan hidup;
c. menyusun draft kontrak kerjasama pengiriman bijih
dan/atau konsentrat sebagai pasokan untuk pengolahan
dan pemurnian mineral dengan pemegang IUP Operasi
Produksi, pemegang Kontrak Karya, pemegang Perjanjian
Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, dan/atau
IPR;
d. menyiapkan rencana konstruksi pembangunan fasilitas
instalasi pengolahan dan pemurnian;
e. mengurus perizinan terkait untuk menunjang pelaksanaan
kegiatan;
f. memakai sarana/prasarana umum;
g. menyusun studi kelayakan kegiatan Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan
h. menyusun draft kerjasama dengan pihak-pihak terkait
untuk pemanfaatan slag/produk sampingan hasil
pengolahan untuk bahan baku industri dalam negeri.
(2) Setiap pemegang izin prinsip pengolahan dan pemurnian
mempunyai kewajiban:
a. menyusun dan menyampaikan Rencana Kerja dan
Anggaran Biaya (RKAB) atas pelaksanaan kegiatan
selama izin prinsip berlaku;
b. mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja, barang, dan
jasa lokal; dan
c. menyampaikan laporan triwulan dan tahunan kepada
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.

Pasal 25
(1) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian diberikan kepada badan usaha, koperasi dan
perseorangan sebagai peningkatan dari izin prinsip
pengolahan dan pemurnian.
(2) Pemegang izin prinsip pengolahan dan pemurnian dijamin
untuk memperoleh IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian sebagai peningkatan dengan
mengajukan permohonan dan memenuhi persyaratan
peningkatan operasi produksi khusus pengolahan dan
pemurnian.
- 29 -

(3) IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan


pemurnian meliputi kegiatan konstruksi dan pengolahan dan
pemurnian.
(4) Pemegang izin prinsip pengolahan dan pemurnian yang telah
selesai melaksanakan kewajiban dalam izin prinsip
pengolahan dan pemurnian dijamin untuk memperoleh IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian
sebagai peningkatan dengan mengajukan permohonan IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian
kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui c.q
Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus
memenuhi persyaratan:
a. administratif;
b. teknis;
c. lingkungan; dan
d. finansial.
(6) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf a untuk:
a. Badan usaha, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil badan usaha;
3. akta pendirian badan usaha dan perubahannya yang
bergerak di bidang usaha pertambangan mineral atau
batubara khususnya di bidang pengolahan dan
pemurnian mineral atau batubara yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan direksi dan daftar pemegang saham;
6. surat keterangan domisili; dan
7. rencana pasokan komoditas tambang mineral atau
batubara yang akan diolah berasal dari:
a. impor, dan/atau pemegang IUP Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan
dan pemurnian, dan/atau Izin Pertambangan
Rakyat yang berada dalam wilayah provinsi lain
dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan
pemurnian berada pada lintas provinsi;
b. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
- 30 -

dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dalam 1


(satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota;
atau
c. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
b. Koperasi, paling sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil koperasi;
3. akta pendirian koperasi yang bergerak di bidang usaha
pertambangan khususnya di bidang pengolahan dan
pemurnian mineral atau batubara yang telah disahkan
oleh pejabat yang berwenang;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan pengurus;
6. surat keterangan domisili; dan
7. rencana pasokan komoditas tambang mineral atau
batubara yang akan diolah berasal dari:
a. impor, dan/atau pemegang IUP Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang
berada dalam wilayah provinsi lain dan/atau lokasi
kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada
lintas provinsi;
b. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota;
atau
c. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
c. Orang perseorangan paling sedikit meliputi:
- 31 -

1. surat permohonan;
2. kartu tanda penduduk;
3. nomor pokok wajib pajak;
4. surat keterangan domisili; dan
5. rencana pasokan komoditas tambang mineral atau
batubara yang akan diolah berasal dari:
a. impor, dan/atau pemegang IUP Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang
berada dalam wilayah provinsi lain dan/atau lokasi
kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada
lintas provinsi;
b. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota;
atau
c. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
d. Perusahaan firma dan perusahaan komanditer paling
sedikit meliputi:
1. surat permohonan;
2. profil perusahaan;
3. akta pendirian perusahaan yang bergerak di bidang
usaha pertambangan mineral atau batubara khususnya
di bidang pengolahan dan pemurnian mineral atau
batubara;
4. nomor pokok wajib pajak;
5. susunan pengurus dan daftar pemegang saham; dan
6. surat keterangan domisili; dan
7. rencana pasokan komoditas tambang mineral atau
batubara yang akan diolah berasal dari:
a. impor, dan/atau pemegang IUP Operasi Produksi,
IUP Operasi Produksi Khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang
berada dalam wilayah provinsi lain dan/atau lokasi
- 32 -

kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada


lintas provinsi;
b. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dalam 1
(satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan
dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota;
atau
c. pemegang IUP Operasi Produksi, IUP Operasi
Produksi Khusus untuk pengolahan dan pemurnian,
dan/atau Izin Pertambangan Rakyat yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota dan/atau
lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada
pada 1 (satu) kabupaten/kota.
(7) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b, meliputi:
a. rencana konstruksi pembangunan smelter;
b. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang
kegiatan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian;
c. rencana kerja dan anggaran biaya; dan
d. memiliki tenaga ahli pertambangan atau tenaga ahli
metalurgi yang berpengalaman paling sedikit 3 (tiga)
tahun;.
(8) Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) huruf c meliputi antara lain:
a. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
b. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(9) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d, meliputi:
a. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh
akuntan publik;
b. referensi bank; dan
c. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan ... mineral
atau batubara.
(10) Jangka waktu IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian diberikan paling lama 20
- 33 -

(duapuluh) tahun termasuk jangka waktu untuk konstruksi


selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali
masing-masing 10 (sepuluh) tahun.
(11) Format keputusan pemberian IUP Operasi Produksi khusus
pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tercantum dalam Lampiran V Peraturan Menteri ini.

Pasal 26
(1) Setiap pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk
pengolahan dan pemurnian mempunyai hak melakukan
untuk:
a. membuat perjanjian kerjasama pembelian komoditas
tambang mineral atau batubara dari pemegang IUP
operasi produksi, izin pertambangan rakyat, IUP Operasi
Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan
dan/atau IUP operasi produksi khusus pengolahan dan
pemurnian lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. membuat kerjasama dengan pihak lain dalam
pemanfaatan slag/produk sampingan hasil pengolahan
dan pemurnian untuk bahan baku industri dalam negeri
c. melakukan pengangkutan komoditas tambang mineral
atau batubara yang dibelinya mulai dari lokasi
penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian,
dan/atau pelabuhan, untuk dibawa ke tempat fasilitas
pengolahan dan pemurnian serta mengangkut dan
menjual hasil komoditas tambang yang telah diolah dan
dimurnikan dari lokasi pengolahan dan pemurnian ke
tempat penyerahan akhir sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. melakukan pencampuran produk tambang untuk
memenuhi spesifikasi pembeli;
e. mendapatkan perizinan terkait, sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan/atau
f. memanfaatkan fasilitas prasarana pengangkutan dan
dermaga/pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam penggunaan jalan umum, perusahaan wajib
memperhatikan tingkat kapasitas, kepadatan jalan, dan
resiko kecelakaan lalu lintas serta target waktu untuk
- 34 -

pencapaian produksi dengan tetap memenuhi ketentuan


peraturan perundang-undangan.
(3) Harga pembelian komoditas tambang mineral atau batubara
yang dimuat dalam perjanjian kerjasama pembelian
komoditas tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a wajib menggunakan harga patokan yang ditetapkan
Menteri cq. Direktur Jenderal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Jangka waktu kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a sesuai dengan jangka waktu pemberian
IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian.
Pasal 27

(1) Pemegang IUP Operasi Produksi khusus pengolahan dan


pemurnian wajib melakukan:
a. penyampaian laporan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya
pada tahun berjalan dalam jangka waktu 14 (empat belas)
hari setelah terbitnya IUP Operasi Produksi Khusus untuk
Pengolahan dan Pemurnian kepada Menteri c.q. Direktur
Jenderal, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya;
b. penyampaian laporan pelaksanaan Rencana Kerja
Anggaran dan Biaya yang telah disetujui Menteri c.q.
Direktur Jenderal, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya yang meliputi laporan bulanan,
triwulan, tahunan dan laporan akhir kegiatan operasi
produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian;
c. pemenuhan kewajiban keuangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. melaksanakan praktek teknik pengangkutan dan bisnis
penjualan komoditas tambang secara baik dan benar
mengacu kepada Rencana Kerja Anggaran dan Biaya
yang telah disetujui;
e. membangun fasilitas pengangkutan dan fasilitas bongkar
muat yang akan digunakan, sesuai dengan standar teknis/
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. membantu pengembangan dan pemberdayaan
masyarakat pada daerah yang terkena dampak kegiatan
g. memenuhi harga patokan penjualan mineral atau
batubara sesuai ketentuan peraturan perundangan;
- 35 -

h. pengutamaan pemanfaatan tenaga kerja, barang dan jasa


lokal;
i. mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan apabila
menggunakan fasilitas jalan umum antara lain mentaati
tingkat kapasitas, kepadatan jalan, dan resiko kecelakaan
lalu lintas serta target waktu untuk pencapaian produksi;
j. Memaksimalkan penjualan produk ikutan/ produksi
sampingan/bay produksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
k. Bertanggungjawab atas K3 dan lingkungan yang
ditimbulkan oleh kegiatan usaha pengolahan dan
pemurnian;
l. Melaksanakan pengolahan dan pemurnian serta
pengangkutan dan penjualan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
m. Setiap saat dapat menerima inspeksi petugas pemerintah;
dan
n. Setiap saat menyediakan data dan informasi yanng
diperlukan pemerintah.
(2) Laporan rencana dan pelaksanaan kegiatan pengangkutan
dan penjualan sebagaimana dimaksud ayat (1) butir a,
disampaikan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dengan tembusan
disampaikan kepada:
a. Menteri dan gubernur apabila IUP Operasi Produksi
khusus pengolahan dan pemurnian diterbitkan oleh
bupati/walikota;
b. Menteri dan bupati/walikota apabila IUP Operasi Produksi
khusus pengolahan dan pemurnian diterbitkan oleh
gubernur;
c. Gubernur dan bupati/walikota apabila IUP Operasi
Produksi khusus pengolahan dan pemurnian diterbitkan
oleh Menteri.
(3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan evaluasi terhadap Rencana
Kerja Anggaran dan Biaya dan laporan Kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya laporan.
(4) Menteri/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya memberikan persetujuan Rencana Kerja
- 36 -

Anggaran dan Biaya berdasarkan hasil evaluasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan fasilitasi, pembinaan dan
pengawasan atas pelaksanaan hak dak kewajiban
pemegang IUP Operasi produksi khusus untuk
pengangkutan-penjualan, serta pengawasan atas asal dan
jumlah produk tambang dan atau produk pengolahan yang
dilakukan pengolahan dan pemurnian.

Pasal 28

Pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan


pemurnian dilarang melakukan pengolahan dan pemurnian dari
hasil penambangan yang bukan berasal dari pemegang IUP
Operasi Produksi, Izin Pertambangan Rakyat, IUP Operasi
Produksi Khusus pengolahan dan pemurnian.

BAB VII

PERPANJANGAN IUP OPERASI PRODUKSI KHUSUS UNTUK


KEGIATAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

Pasal 29

(1) Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus


untuk pengolahan dan pemurnian diajukan kepada Menteri
c.q Direktur Jenderal, gubernur dan bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya paling lambat 6 (enam) bulan
sebelum berakhirnya jangka waktu IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan pemurnian.
(2) Permohonan perpanjangan harus dilampiri dengan:
a. laporan kegiatan pengolahan dan pemurnian selama 2
(dua) tahun terakhir;
b. realisasi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB)
selama 2 (dua) tahun terakhir;
c. perjanjian dengan pemegang IUP Operasi Produksi, IUP
Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, izin sementara untuk melakukan
pengangkutan dan penjualan, IUP Operasi Produksi untuk
penjualan dan/atau izin pertambangan rakyat;
d. bukti pembayaran iuran produksi dari pemegang IUP
- 37 -

Operasi Produksi selama 2 (dua) tahun terakhir; dan


e. laporan keuangan selama 2 (tahun) terakhir yang sudah
diaudit.
(3) Laporan kegiatan pengolahan dan pemurnian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit memuat:
a. arus pengolahan dan pemurnian dari supplier hingga end
users; dan
b. invoice pembelian dan invoice penjualan mineral atau
batubara.
(4) Menteri c.q Direktur Jenderal, gubernur, bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi
terhadap permohonan perpanjangan dan kinerja perusahaan
selama memegang IUP Operasi Produksi Khusus untuk
pengolahan dan pemurnian.
(5) Dalam hal permohonan tidak disetujui, Menteri c.q Direktur
Jenderal, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya
menyampaikan pemberitahuan kepada pemohon disertai
alasan-alasannya.
(6) Masa perpanjangan IUP Operasi Produksi Khusus untuk
pengolahan dan pemurnian diberikan dalam jangka waktu
paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 30
Dalam hal permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi
khusus pengolahan dan pemurnian ditolak, Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya, penolakan
harus disampaikan kepada pemohon disertai alasan-alasan
penolakannya.

BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 31

(1) Menteri c.q. Direktur Jenderal, gubernur dan bupati/walikota


sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan
pengawasan atas kegiatan usaha pengangkutan dan
penjualan serta pengolahan dan pemurnian komoditas
tambang yang dilakukan oleh pemegang IUP Operasi
Produksi Khusus untuk Pengangkutan dan Penjualan dan
pemegang IUP Operasi Produksi Khusus untuk Pengolahan
dan Pemurnian
- 38 -

(2) Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota wajib


menyampaikan laporan paling tidak 6 (enam) bulan sekali
kepada Pemerintah yang berisikan kegiatan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pengusahaan
pengolahan dan pemurnian

BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 32

(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan


kewenangannya berhak memberikan sanksi administratif
kepada pemegang IUP Operasi Produksi Khusus untuk
Pengangkutan dan Penjualan serta IUP Operasi Produksi
Khusus untuk Pengolahan dan Pemurnian atas pelanggaran
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3),
Pasal 10 ayat (1), Pasal 11, Pasal 12 ayat (1), Pasal 15 ayat
(5), Pasal 16 ayat (1), Pasal 17 ayat (6), Pasal 17 ayat (7),
Pasal 24 ayat (2), Pasal 26 ayat (2), Pasal 26 ayat (3), dan
Pasal 27 ayat (1).
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara; atau
c. pencabutan izin

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33

Terhadap permohonan IUP Operasi Produksi Khusus


Pengangkutan dan Penjualan dan IUP Operasi Produksi Khusus
Pengolahan dan Pemurnian yang diajukan sebelum Peraturan
Menteri ini diterbitkan dan telah memenuhi persyaratan:
1. Nota kesepahaman pengangkutan dan penjualan dengan
pemegang IUP Operasi Produksi, pemegang IUP Operasi
Produksi khusus pengangkutan dan penjualan lain, pemegang
IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan
pemurnian, Izin Sementara Untuk Melakukan Pengangkutan
dan Penjualan, dan/atau IUP Operasi Produksi untuk
- 39 -

penjualan
2. Nota kesepahaman penjualan dengan pembeli
3. salinan IUP Operasi Produksi yang sudah dilegalisir
4. Akta Pendirian Perusahaan
5. Dokumen Pra Studi Kelayakan bagi pemohon IUP Operasi
Produksi Khusus untuk Pengolahan dan Pemurnian
dapat diproses lebih lanjut tanpa harus menyesuaikan dengan
persyaratan yang ada pada Peraturan Menteri ini

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 34
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan


Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA


MINERAL,

DARWIN ZAHEDY SALEH

Anda mungkin juga menyukai