Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH POLITK DAN KETATANEGARAAN ISLAM KELAS (E)

PENERAPAN HAK-HAK MINORITAS DI DALAM NEGARA ISLAM

DOSEN PENGAMPU

IWAN SATRIAWAN, S.H., MCL., PhD.

DISUSUN OLEH

1. ADWITYA PESAT ABINAYA/20190610328


2. MOHAMAD RAFLI HAKIM ADDALI/20190610331

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM

ILMU HUKUM

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian minoritas adalah golongan atau kelompok yang kecil, sedangkan hak-hak
minoritas adalah hak-hak yang melekat pada golongan atau kelompok kecil tersebut tanpa
harus tergabung ke dalam suatu kelompok mayoritas menurut salah satu ahli yaitu M. Ali
Kettani mengutip dari Webster’s Sevent New Collegiate Dictionary, minoritas adalahbagian
dari penduduk yang beberapa cirinya berbeda dan sering mendapat perlakuan berbeda.
Pendapat senada dikemukakan Ahmad Suaedy, dkk dari The Wahid Institute bahwa minoritas
didefinisikan sebagai golongan sosial yang jumlah warganya jauh lebih kecil jika dibanding
golongan lain dalam suatu masyarakat. Menurut Robert Spencer yang menyatakan bahwa
Islam tersebar bergitu cepatnya karana tentara-tentaranya menguasai komunitas-komunitas
Kristen kuni di Timur Tengah, Islam telah menghadapi persoalan minoritas keagamaan sejak
masa-masa awal. Sehingga Islam menciptakan peraturan atau undang-undang yang
komprehensif dan spesifik untuk mengatur bagaimana Islam memperlakukan kaum minoritas
tersebut tertuama dari segi hak-haknya.1

Minoritas dalam negara Islam didefinisikan sebagai kelompok atau golongan yang
terorganisasi yang tidak percaya atau tidak menyembah agama Islam serta memiliki
seperangkat nilai atau kepercayaan mereka sendiri dan nilai tersebut datang dari Risalah
ketuhanan. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan umat Islam. Namun,
menurut Syaukat Hussain, pada dasarnya tidak ada konsep mayoritas dan minoritas di
negara-negara Islam. Negara Islam adalah negara yang ideologis. Negara mengklasifikasikan
rakyatnya hanya menjadi dua kelompok, Muslim (beragama Islam) dan non-Islam (tidak
percaya ideologi Islam), sehingga negara terutama oleh mereka yang percaya ideologi Islam
harus dijalankan. Warga negara non-Islam mereka dapat menduduki posisi untuk tujuan
menjalankan negara, tetapi mereka tidak dapat mempengaruhi kebijakan nasional.2

Tetapi Islam juga membagi kelompok yang non-Islam atau non-Muslim ke dalam tiga
kategori, yang pertama adalah mereka yang menjadi warga negara di dalam suatu negara
Islam yang mana mereka diakui berdasarkan persetujuan atau perjanjian. Artinya mereka
1
Robert Spencer, Islam Ditelanjangi, Terj. Mun’in A. Sirry, Jakarta: Paramadina, 2003, h. 228-229
2
Aravik, Havis. 2017. “Hak Minoritas Dalam Konteks Islam”. Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor
mentaati dan rela serta tunduk kepada pemerintahan Islam tanpa adanya peperangan
melainkan melalui persetujuan atau perjanjian tersebut. Kedua, adalah mereka yang kalah
dalam peperangan melawan umat Islam dan menjadi warga negara dari negara umat Islam
tersebut. Kelompok kedua ini adalah orang-orang yang tetap mempertahankan diri melawan
tentara Islam sampai titik penghabisan sehingga mereka jelas-jelas menyerah dan takluk.
Mereka dapat memperoleh hak-haknya apabila mau membayar jizyah. Yang ketiga adalah
mereka yang berada dalam negara Islam melalui jalur atau hal lain, Mereka juga mendapat
perlakuan yang sama seperti kelompok sebelumnya, dan harus menjalankan kewajiban yang
sama seperti kelompok sebelumnya.Umat Islam harus melindungi hak dan kewajiban mereka
semaksimal mungkin dan tidak boleh memaksakan paksaan, intimidasi atau hegemoni kepada
mereka. Bahkan menurut kutipan Imam Qarrafi yang dikutip oleh Yusuf Qardhawi, jika
orang kafir datang ke tanah atau negara Islam karena ingin mengganggu orang-orang yang
dilindungi oleh akad dzimmah, umat Islam wajib menggunakan segala kekuatan dan senjata
untuk menghadapi dan memerangi mereka, bahkan umat Islam pun harus siap. rela mati demi
menjaga keselamatan umat dalam dzimmah Allah SWT dan Nabi Muhammad. Oleh karena
itu, negara-negara Islam terikat oleh hukum untuk melindungi minoritas.

Keberadaan kelompok minoritas tidak bisa diabaikan keberadaannya sebagai entitas


sosial yang sudah eksis sepanjang sejarah. Hal ini sesuai dengan heterogenitas di dalam suatu
negara yang mana sudah mutlak adanya kaum minoritas dan hal itu tidak bisa dihindarkan.
Dalam konteks negara Islam, kaum minoritas sudah diakui keberadaannya dan bahkan diatur
dan dilindungi haknya dalam suatu peraturan yang disebut dengan piagam Madinah, karena
Ketika Islam diperkenalkan oleh Nabi Muhammad SAW di tanah Arab, pluralitas suku dan
juga agama memang sudah lama eksis dan diakui keberadaannya oleh masyarakat Arab. Pada
Bahkan Nabi Muhammad SAW berhasil mempersatukan kelompok-kelompok yang majemuk
tersebut dengan segala kepandaian dan kepiawaiannya dalam memimpin dan tentunya
berpedoman pada Al-Quran dalam mengurus persoalan bernegara dan beragama. Kelompok-
kelompok yang bersitegang tersebut disatukan selama kurang lebih sepuluh tahun di Madinah
(622-632 M), Nabi Muhammad mengkonsolidasikan kontrol beliau atas masyarakat Kota
Madinah yang beragam, baik karena perbedaan suku maupun karena perbedaan agama.

Pengakuan Islam terhadap kelompok masyarakat minoritas ini memunjukkan bahwa


Islam sendiri juga menghargai adanya pluralisme dan perbedaan di dalam kehidupan. Bisa
dicontohkan dengan satu ayat Al-Qur’an yang menjelaskan konsep kemajemukan, yaitu
memberikan keterangan bahwa tidak ada paksaan dalam agama (QS. Al-Baqarah (2): 256).
ada awal kedatangan Nabi Muhammad. Ke Madinah, ada tiga kelompok orang, yaitu Muslim,
kafir, dan Yahudi (Bani Nadir, Qurayza, dan Banu Qaynuqa'). Sejak awal aktivitasnya di
Madinah, Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian. Buatlah
kesepakatan dengan mereka untuk menjamin keamanan dan perdamaian. Kesepakatan ini
menciptakan suasana saling membantu dan toleransi di antara kelompok-kelompok ini.
Kesepakatan-kesepakatan ini tidak hanya merupakan gagasan Nabi Muhammad, tetapi juga
berdasarkan petunjuk dari Allah yang diturunkan melalui Al-Qur'an, sebagaimana disebutkan
dalam QS. Al-Kafirun (109): 1-6. Menurut Quraish Shihab, makna yang diberikan dalam
ayat-ayat dalam Surat Al-Kafirun adalah bahwa Tuhan meminta umat Islam untuk tidak
menyatukan ajaran agama untuk mencapai kompromi. Namun, surat itu juga mengandung
makna tidak mengganggu sesama mukmin.Artinya adalah dalam urusan muamalah boleh
saling membantu dan hidup bersama, tetapi dalam hal ajaran agam tidak boleh saling
mencampurkan dan saling mengganggu.3

Abul A’la Al-Maududi menambahkan bahwa Islam menjamin hak-hak minoritas atau
non muslim secara jelas dan melarang mereka ikut campur dalam urusan parlemen. Kaum
minoritas menurut Islam juuga wajib diberi hak tambahan, yang pertama adalah hak untuk
memeluk dan mendakwahkan agama mereka, perwujudan dari hak yang pertama ini adalah
dari Pasal 25 dan ditegaskan kembali dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 35 Piagam
Madinah, yang artinya:

“Kaum Yahudi Bani’Auf bersama dengan warga yang beriman adalah satu umah. Kedua
belah pihak yakni kaum Yahudi dan kaum Muslimin bebas memeluk agama masing-masing.
Demikian pula halnya dengan sekutu dan diri mereka sendiri. Bila di antara mereka ada yang
melakukan aniaya dan dosa dalam hal ini, maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan
warganya.”4

Hak tambahan yang kedua adalah bebas menentukan hukum dan menyelesaikan
persoalan-persoalan sesuai dengan hukum agama mereka sendiri, dan yang ketiga adalah
mereka harus mengikuti hukum umat Islam sepanjang dalam masalah hukum kriminal dan
sipil karena hukum Islam merupakan hukum negara dalam urusan-urusan ini. Kemudian yang
keempat adalah orang dzimmi memperoleh hak untuk mendirikan lembaga Pendidikan
mereka sendiri dengan tujuan menanamkan nilai-nilai agama mereka bagi generasi-generasi
muda mereka, dan yang terakhir adalah mereka tidak dapat dipaksa untuk mengikuti tugas
3
Hasan, Hasbi. 2012. “Islam, Negara, dan Hak-Hak Minorita di Indonesia”. Universitas Jayabaya Jakarta
4
Novianti, Linda. 2020. “Prinsip Islam dalam Melindungi Hak Minoritas”. UIN Sunan Gunung Djati Bandung
wajib militer setiap warga muslim. Tetapi mereka yang mampu memanggul senjata
dikenakan jizyah.

Poin utamanya adalah intinya Islam merupakan agama yang sangat menghormati dan
menghargai adanya kemajemukan dan perbedaan terlebih lagi dalam urusan keyakinan
terhadap agama yang berbeda. Setiap muslim diberikan tugas untuk memberikan pemahaman
tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam tanpa harus memaksakan
kehendaknya sehingga Islam dapat diterima secara sukarela dan tidak dalam tekanan, dan
keputusan ini harus selalu dihormati dan dijaga oleh setiap Muslim. Selain itu, Islam
melindungi jaminan kebebasan setiap orang untuk menyatakan pendapat, kebebasan
berserikat, dan kebebasan menyatakan hati nurani dan keyakinan.

Piagam Madinah memberikan kebebasan untuk menganut dan menjalankan agama, dan
kebebasan beragama tidak bertujuan untuk menghancurkan agama, melainkan untuk
melestarikan dan melindunginya agar hak-hak tersebut tidak dilanggar, terutama bagi
kelompok minoritas. Seperti apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, beliau mampu
membentuk sebuah negara Madinah yang pada saat beliau tiba disana ditemukan bahwa
terdapat berbagai macam kelompok dan latar belakang agama dan suku yang berbeda,
ditambah lagi adanya konflik diantara kelompok-kelompok tersebut yang menjadi tantangan
bagi Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan pengut-pengikutnya untuk mempersatukan
masyarakat Madinah atau Yastrib yang majemuk.

Namun persoalan yang muncul akhir-akhir ini mengenai pembahasan hak-hak


minoritas merupakan persoalan yang kerap dihadapi di masa modern ini, pemberitaan
mengenai praktik diskriminasi dan intoleransi terhadap kaum minoritas kerap kali muncul
akhir-akhir ini dan menghiasi pemberitaan media nasional maupun internasional. Bahkan
banyak kalangan orientalis yang menganggap bahwa Islam tidak mengenal apa aitu konsep
dari hak-hak minoritas sehingga mereka berangapan konsep tersebut hanya dikenal dan ada
pada negara-negara barat sekuler, bukan negara Islam.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini antara lain adalah:

1. Bagaimana penerapan hak-hak minoritas dan toleransi terhadap kaum atau kelompok
minoritas dalam negara Islam?
2. Apa saja tantangan yang dihadapi dan menghambat penerapan hak-hak minoritas pada
masa modern ini?

C. Tujuan Makalah

Tujuan dari makalah ini antara lain adalah:

1. Untuk mendeskripsikan penerapan hak-hak minoritas dan toleransi terhadap kaum atau
kelompok minoritas dalam negara Islam.
2. Untuk mennguraikan tantangan yang dihadapi dan menghambat penerapan hak-hak
minoritas pada masa modern.
BAB II

PEMBAHASAN

Hakikatnya manusia terlahir dalam keadaan merdeka (freedom) dan suci, maksudnya
hak ini merupakan sesuatu yang mutlak dimiliki oleh setiap manusia dalam bingkai
kehidupannya di dunia. Begitupun dengan kebebasan dalam menjalankan keyakinannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat diinterpensi oleh siapapun. Kebebasan tersebut
menjadi sebuah keharusan bahwa hak-hak tersebut dilindungi baik oleh kelompok mayoritas
maupun dalam konteks Hak Asasi Manusia.5

Hak minoritas berasal dari kata hak dan minoritas. Hak sendiri dimaknai sebagai
kepunyaan sah atau tetap dan wajib Sedangkan minoritas adalah golongan kecil atau
kelompok kecil,jadi Dalam arti lain, hak minoritas merupakan upaya untuk mengangkat yang
minor meraih signifikansi dan keutamaan sosial kelompok yang lebih besar tanpa harus
menjadi bagian dari kelompok mayoritas.Islam mengembangkan perundang-undangan yang
komprehensif dan spesifik dalam rangka bagaimana memperlakukan kaum minoritas ini sejak
zaman Baginda Rasul menetapkan piagam Madinah dan Dalam hadits lain Rasulullah SAW
bersabda:”Awas...barang siapa yang berlaku aniaya kepada non muslim yang telah
mengadakan perjanjian perdamaian atau mengurangi hak-haknya,atau memberikan beban di
atas kemampuannya atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya dengan cara yang tidak
baik akulah pembelanya pada hari kiamat kelak.” (HR. Abu Daud di dalam kitab Jihad).

Konteks Sejarah Terkait Hak Minoritas

Pada saat Islam muncul,dunia barat masih menganut prinsip “Ejus region,Cujus
religio,” artinya siapa memerintah, agamanya dianut. Maka, agama penguasa adalah agama
rakyat.namun Islam datang dengan prinsip ajaran yang memberikan hak hidup, termasuk
tradisi dan keyakinan lama, kepada bangsa-bangsa yang didudukinya,hal inilah yang
membuat islam besar dengan cepat karena yang tergabung didalamnya(wilayah yang dalam
kekuasaan islam) menjadi saksi sejarah akan tingginya nilai kemanusiaan yang dibawa oleh
agama Islam dengan memberikan hak-hak individu atau kelompok, bahkan hak sebagaiwarga
Negara secara penuh maka Islam masuk dengan damai dan dan mereka tetap hidup dalam
5
Ahmad Suaedy et. al., Islam, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: WI, 2009, hlm. 239-248
kelompok-kelompok agama mereka.Intinya, Islam berpandangan bahwa setiap manusia
mempunyai persamaan hak saat menentukan agama yang diyakininya. Hal tersebut telah
dicontohkan Rasulullah SAW, beliau mampu memimpin dengan bijak dan mampu
mewujudkan masyarakat madani meskipun berbeda kepercayaan satu sama lain6

Dalam Piagam Madinah Perwujudan jaminan akan kebebasan beragama dan beribadah
(freedom of religion) diatur dalam Piagam Madinah Pasal 25 dan ditegaskan kembali dalam
pasal 26 sampai dengan pasal 35, yang artinya: “Kaum Yahudi Bani’Auf bersama dengan
warga yang beriman adalah satu Rumah. Kedua belah pihak yakni kaum Yahudi dan kaum
Muslimin bebas memeluk agama masing-masing. Demikian pula halnya dengan sekutu dan
diri mereka sendiri. Bila di antara mereka ada yang melakukan aniaya dan dosa dalam hal ini,
maka akibatnya akan ditanggung oleh diri dan warganya.”

Asal-usul Dasar Hukum Hak Minoritas dan Kebebasan Beragama

Terkandung Dalam (Q.S. Al-Baqarah Ayat 256)

ۗ ‫ا‬HHَ‫ا َم لَه‬H‫ص‬َ ِ‫ ُو ْثقَ ٰى اَل ا ْنف‬H‫العُرْ َو ِة ْال‬H


ْ Hِ‫ك ب‬ ِ ‫اَل ِإ ْك َراهَ فِي الدِّي ِن ۖ قَ ْد تَبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِمنَ ْال َغ ِّي ۚ فَ َم ْن يَ ْكفُرْ بِالطَّا ُغو‬
َ H‫ ِد ا ْستَ ْم َس‬Hَ‫ْؤ ِم ْن بِاهَّلل ِ فَق‬Hُ‫ت َوي‬
‫َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬

“tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan
beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.

“Katakanlah (Muhammad), "Wahai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang
kamu sembah, dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah, dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah apa yang aku sembah. Untukmu agamamu dan untukku agamaku” (Q.S. Al
Kafirun Ayat 1-6).

Berdasarkan Deklarasi Cairo

Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1990 merupakantombak sejarah


disahkannya Deklarasi Cairo dengan beberapa poinsebagai berikut: “(1) Kebebasan manusia
dalam masyarakat Islam konsisten dengan esensi kehidupannya, karena manusia dilahirkan

6
Fred. M. Donner, “Muhammad dan Kekhalifahan: Kekuasaan Pemerintahan Islam” dalam John L. Esposito (ed.), Islam:
Kekuasaan, Pemerintahan,Doktrin Iman & Realitas Sosial (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), h. 15.
dalam keadaan bebas dan bebas dari tekanan dan perbudakan; (2) Persamaan adalah basis
untuk memperoleh hak dan kewajiban asasi manusia :(3) Islam mengakui persamaan antara
penguasa dan rakyat yang harus tunduk kepada hukum Allah untuk menuntut siapapun yang
menggangu ketentraman masyarakat; (4) Islam mengakui persamaan semua manusia tanpa
membedakan asal-usul, ras, jenis kelamin, warna kulit, dan bahasa.”Penjabaran pasal-pasal
yang dirumuskan dalam pertemuan tersebut menyatakan bahwa HAM dalam Islam bersifat
komprehensif (sosial, politik, budaya,dan ekonomi) HAM dalam Islam adalah karunia Allah
(fitrah) dan bukan dari pemberian sesama manusia; HAM dalam Islam tidak terpisahkan dari
syariah; HAM dalam Islam diderivasi dari ajaran Islam,yakni pernyataan dalam surat al-Israa
ayat 70 yang menerangkan bahwa manusia merupakan makhluk yang mulia,HAM dalam
Islam tidak absolute, karena dibatasi oleh obyek-obyek syariah dan bertujuan untuk menjaga
hak serta kepentingan tiap individu yang ada dalam masyarakat

Implementasi Hak Minoritas dalam Negara Islam

Prinsip Islam dalam Melindungi Hak Minoritas tentang Kebebasan beragama


sepenuhnya dijamin oleh Islam tanpa ada unsur paksaan bahkan ancaman.Pandangan Islam,
bahwa setiap orang berhak memeluk agama berdasarkan keyakinannya,Tidak dibenarkan ada
pemaksaan terhadap seseorang untuk meninggalkan agamanya dan memeluk agama lain,
terlebih lagi memeluk agama Islam. Pengakuan akan prinsip pluralisme dan kemajemukan
dalam kontek agama, ras, suku, dan budaya merupakan kehendak Allah SWT,Tetapi Islam
tidak membenarkan bahwa semua agama sama,karena pandangan Islam bahwa perbedaan
seorang muslim dengan non-muslim tercermin pada Akidahnya dalam memeluk agama
masing-masing.Prinsip Islam dalam melindungi hak minoritas sangat dijaga dan dihormati
sebagaimana terkandung dalam Al-Quran, diantaranya: Q.S. Yunus Ayat 99 dan Q.S.Al-
Kahfi Ayat 29, dan Q.S. Al-Kafirun.AlQuran memuat sejumlah tataran prinsip seperti
mengajarkan nilai musyawarah, keadilan, kepedulian terhadap sesama, persamaan derajat
atau menolak diskriminasi, perangai akhlak dan lain sebagainya.Konsep-konsep tersebut
tidak lain merupakan penjabaran terhadap intisari nilai-nilai yang ada dalam Hak Asasi
Manusia dan secara prinsipal saling terkait satu sama lain yang jika dipadukan akan
memperoleh titik temu lebih rinci,ditinjau Lebih jauh lagi Islam memandang kerukunan tidak
mendiskriminasikan berbagai perbedaan yang ada di lain pihak tidak mengabsolutkan
perbedaan yang ada sehingga akan mengancam serta menutup gerbang hubungan harmonis.7

7
Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Terj. Abdul Rochim, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, h. 77.
Dalam Implementasi Hidup Rukum Umat beragama yang dicontohkan Nabi Isi teks
Piagam Madinah menyatakan bahwa di samping orang-orang muslim-mukmin sebagai satu
umat, juga dinyatakan kaum Yahudi dan sekutunya (kaum musyrik dan munafik) adalah umat
yang satu bersama orang-orang muslim-mukmin.8 Untuk keutuhan umat ini, Piagam Madinah
menegaskan pentingnya persaudaraan dan persatuan diwujudkan dalam kehidupan antar
golongan dengan menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan umum bersama dalam
kehidupan sosial. Piagam Madinah menetapkan adanya persamaan di antara anggota
masyarakat, yakni persamaan dari segi kemanusiaan yang mencakup persamaan hak hidup,
hak keamanan diri, hak membela diri, hak memilih agama atau keyakinan dan tanggung
jawab dalam mewujudkan perdamaian dan pertahanan serta keamanan kota Madinah.Prinsip
yang terkandung dalam Piagam Madinah ialah9 :

- Prinsip Persamaan itu sebagai fondasi hak-hak asasi manusia baik personal maupun
kolektif dan menghendaki adanya hak kebebasan.
- prinsip hidup bertetangga yang menekankan agar setiap anggota keluarga dan
komunitas menghormati hak-hak dasar komunitas manapun
- Prinsip tolong-menolong menjadi ketetapan Piagam Madinah yang menyatakan bahwa
penduduk Madinah membutuhkan bantuan serta mewujudkan keamanan dan
pertahanan bersama
- Prinsip menanamkan sikap kepedulian sosial
- prinsip musyawarah agar warga negara dan kelompok sosial berlaku adil terhadap siapa
saja

Sedangkan Dalam cakrawala kebudayaan Indonesia, ‘memiliki agama’sebagai bagian


dari keharusan identitas personal merupakan penanda penting dalam proses reproduksi
‘politik identitas’. Kepemilikan agama bahkan telah menjadi bagian dari ‘jati diri bangsa
dengan mengakui 6 agama(Islam, Kristen,Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu) namun
berketuhanan yang esa dan mewajibkan semua orang memeluk satu agama. Keharusan
memiliki agama sebagai bagian dari identitas personal dengan memilih salah satu agama
yang diyakini sesungguhnya bukan hanya merepresentasikan pengakuan terhadap kebebasan
individu untuk memilih keyakinannya,namun pada saat yang sama juga mencerminkan
pengakuanterhadap keberadaan ‘orang lain’ sebagai pembatas(boundary) eksistensi
komunitas yang satu dari yang lain.
8
Adjid Thohir, Kehidupan Umat Islam pada Masa Rasulullah(Bandung: Pustaka Setia, 2004), h. 136
9
Lihat teks Pigam Madinah, terutama Pasal 2, 15, 16 dan 44, dalam Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara (Jakarta: UI
Press, 1993), h. 15-16.
Dalam penerapanya Hak Minoritas memperoleh Hak yang Sama jika dalam negara yang
mayoritas islam,Berupa 10:

1. Perlindungan terhadap pelanggaran dari luar negeri maupun dalam negri, Seorang
Penguasa wajib menjaga keselamatan kaum minoritas dan mencegah siapa saja yang
mengganggu mereka, melepaskan mereka dari tindakan penawanan dan menolak kejahatan
siapa saja yang mengarah kepada mereka.hal ini pernah dicontohkan oleh khalifah
Utsmaniyah

2. Perlindungan nyawa, badan, harta, dan kehormatan. sepenuhnya dijamin keselamatannya


dengan kesepakatan atas dasar HAM,apabila mengganggu ataupun memakan harta mereka
akan dipotong tangannya,dan siapa yang merampasnya akan dihukum dan harta itu pun akan
dikembalikan kepada pemiliknya.karena islam menjamin kehidupan yang layak bagi orang-
orang non-Muslim yang berdiam di daerah kekuasaan kaum Muslim serta keluarga yang
menjadi tanggungan mereka.

3.Hak untuk Memiliki Posisi dan Pekerjaan, slam tetap membuka pintu bagi mereka untuk
masuk ke dalam pemerintahan apabila mereka rela dan menerima Islam sebagai dasar
negara. Oleh karenanya, tidak ada sedikit pun wewenang bagi negara Islam untuk
menyerobot hak-hak non muslim yang telah ditetapkan agama, dan tak ada seorang pun
yang berani merampas atau mengurangi kepada mereka selama tidak bertentangan
dengan dasar-dasar negara yang ada dan mereka juga diperbolehkan memutuskan perkara
yang terjadi pada komunitasnya sesuai hukum agama mereka

Tantangan dalam penerapan Hak Minoritas dinegara Islam

1.) adanya kesenjangan konseptual antara peranan Agama dan negara yang sering tumpang
tindih. Hal ini mempengaruhi baik isi UU dan regulasi lainnya maupun persepsi para penegak
hukum dimana seolah agama atau kelompok tertentu dalam agama boleh menjadi hakim
terhadap kelompok lain dan mereka menjadi pelaksananya dengan mengabaikan hak-hak
obyektif warga negara.Sehingga mendesak adanya penegasan tentang kenetralan negara dan
pemerintah pada tingkat Konstitusi dan UU dalam melindungi semua warga negara tanpa
pandang asal-usul, warga kulit, agama dan sebagainya.

2.)Isu Rasisme dan Sentimen Agama,dilihat dari sejarahnya konflik antar agama masih
membekas hingga sekarang,meskipun di era modern yang dimana sudah ditegaskan untuk
10
7 Yusuf Qardhawi, Minoritas Non-Muslim di dalam Masyarakat Islam, Terj. Muhammad al-Baqir. Bandung: Karisma,
1994, h. 23
menjaga keharmonisan dalam sosial dan menghormati Upacara Keagamaan namun masih
saja akan muncul kelompok yang tidak menyukai agama lain yang dapat menimbulkan
gesekan konflik

3.Ketidak selarasan UU yang dibuat dan keberpihakan penegak hukum,Undang-Undang yang


dibuat oleh pemerintah terkadang tidak mempertimbangkan kedudukan agama yang dimana
itu merugikan maupun membatasi ruang gerak suatu kelompok agama seperti halnya
ditemukan aparat penegak hukum dinegara-negara baik di lapangan maupun di pengadilan
cenderung tunduk kepada tekanan massa dari suatu kelompok yang memiliki dukungan
terbanyak,hal ini menimbulkan adanya diskriminasi11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

11
Yogi Zul Fadhli, “Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan Perlindungan Hukumnya di Indonesia”,
dalam Jurnal Konstitusi, Volume 11, Nomor 2, Juni
2014, h. 355.
Sudah jelas berdasarkan sejarah bahwa Islam merupakan negara yang yang tidak asing
dengan apa yang disebut degan pluralisme ata kemajemukan. Sehingga dalam pelaksanaan
hukum-hukum atau syariat Islam, Nabi Muhammad SAW juga berusaha melindungi kaum-
kaum minoritas yang berada di dalam lingkungan kelompok pluralisme tersebut. Salah
satunya dengan menyepakati dan membentuk peraturan yang disebut dengan hukum Madinah
yang mengatur serta mempertahankan hak-hak kaum minoritas terutama bagi mereka yang
berada di dalam lingkungan ataupun negara Islam.

Dalam implementasi dari hak-hak kaum minoritas ini terkadang juga dihadapi dengan
berbagai macam tantangan, seperti adanya kelompok rasisme atau pun sentiment agama yang
tidak menerapkan prinsip toleransi bagi kelompok-kelompok atau kaum yang jumlahnya
lebih sedikit dibandingkan jumlah mereka. Oleh karena itu, nilai-nilai toleransi harus tetap
dijaga dimanapun seseorang itu berada agar terciptanya suatu suasana yang tentram dan
damai tanpa harus melihat latar belakang suatu kelompok atau kaum.

Anda mungkin juga menyukai