Anda di halaman 1dari 13

PELANGGARAN HAM TERHADAP JAMAAH AHMADIYAH DAN SKB 3 MENTERI

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Keadilan dan HAM Perspektif Agama-
Agama

Dosen Pengampu: Dr. Martino Sardi, MA.

Oleh:

Ahmad Habiburrohman Aksa


NIM: 1620510044

PROGRAM PASCASARJANA

STUDI AGAMA DAN RESOLUSI KONFLIK

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2017
Pelanggaran HAM Terhadap Jamaah Ahmadiyah dan SKB 3 Menteri

A. Pendahuluan

Agama merupakan suatu hal hal yang sangat sacral ataupun sangat sensitive di
Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari ajaran-ajaran yang dipandang sangat sacral bagi
setiap pemeluknya dan agama juga dipakai sebagai pedoman hidup masyarakat
Indonesia. Setiap penganut ajaran agama berupaya sekuat mungkin untuk merealisasikan
perintah-perintah dalam ajaran agama dalam berperilaku social setiap hari. Hal tersebut
terwujud dari perilaku keagamaan masyarakat Indonesia secara individu maupun kolektif.

Indonesia adalah Negara yang plural, yang di situ terdapat berbagai macam agama
suku dan ras. Di samping itu agama juga dipandang sebagai suatu institusi atau lembaga
keagamaan yang mengemban tugas untuk mempertahankan keutuhan masyarakat baik
dalam ruang lingkup local, regional, nasional, maupun internasional. Agama juga
mempunyai pengaruh yang signifikan demi terwujudnya cita-cita masyarakat baik
jasmani maupun rohani. Secara fungsional, agama sebagai lambing dan pemersatu umat
baik yang bersifat nyata maupun bersifat gagasan, yang bersifat suci dan bersifat
keduniawian.1

Dalam prinsipnya agama merupakan ajaran yang memberikan nilai-nilai luhur


seperti kebaikan, keadilan, kebersamaan, kesalehan dan lain sebagainya. Selain itu agama
juga pada dasarnya menghendaki cinta kasih di antara sesame manusia tanpa
mempertimbangkan perbedaan latar belakang suku, bangsa dan bahasa.

Akan tetapi, di sisi lain agama juga dipandang memainkan peranan penting dalam
timbulnya konflik komunal. Dengan kata lain ada beberapa factor yang menciptakan
permusuhan atau konflik antara dua komunitas atau kelompok agama.ketika pertikaian
terjadi di antara kelompok-kelompok agama dan agama menjelma menjadi ideology atau
kepercayaan sekelompok orang yang tertutup, agresif dan eksklusif. Agama dijadikan
sebagai alat untuk menyatukan massa dan melegitimasi tindak kekerasan terhadap
masing-masing kelompok agama. Dalam realitas keseharian kehidupan masyarakat tidak
jarang muncul konflik-konflik social yang bernuansa agama atau menggunakan agama
sebagai pelumas untukmeningkatkan eskalasi konflik. Akibatnya konflik dan kerusushan
tidak dapat dihindari yang banyak merugikan materi maupun immaterial.

Tragedi Cikeusik, salah satu tragedi yang terjadi Kabupaten Pandegelang Banten.
Tragedi yang terjadi yang berkaitan dengan hak manusia yang paling dasar, yaitu Hak

1L. Leayendecker, Tata, Perubahan dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1983), hlm. 293
Asasi Manusia (HAM). Tragedi yang terjadi di Cikeusik adalah salah satu pelanggaran
Hak Asasi Manusia dalam beribadah. Sebagaimana diketahui di Indonesia isu keagamaan
adalah isu yang paling sensitive yang gampang menyulut emosi dan konflik horizontal
antar pemeluk agama. Hal tersebut yang terjadi pada Jamaah Ahmadiyah yang sampai
saat masih dikenal sebagai tragedi Cikeusik.

Tragedi Cikeusik tidak bisa dilepaskan dari nama Ahmadiyah, yang sampai saat
ini belum bisa menunaikan ibadah dengan nyaman. Bahkan banyak sekali tragedi-tragedi
yang menimpa Jamaah Ahmadiyah di Indonesia, seperti di Lombok, Makasar dan yang
paling terdekat ini adalah kasus tentang perusakan tempat ibadah milik Ahmadiyah di
Kendal.

B. Pembahasan

Ahmadiyah, adalah sebuah gerakan keagamaan Islam yang didirikan oleh Mirza
Ghulam Ahmad pada tahun 1889, di sebuah kota kecil yang bernama Qadian di negara
bagian Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al
Mahdi. Ahmadiyah sebagai sebuah gerakan keagamaan lahir di India pada akhir abad ke-
19 dengan latar belakang kemunduran umat Islam India di bidang agama, politik,
ekonomi, social, dan bidang kehidupan lainnya, terutama setelah pecahnya revolusi India
pada tahun 1857 yang berakhir dengan kemenangan Inggris sehingga India dijadikan
sebagai salah satu koloni Inggris yang terpenting di India. 2 Hingga sekarang gerakan
tersebut tersebar di seluruh dunia.

Selain Qadian ada juga Lahore, Ahmadiyya Anjuman Ishaat-e-Islam Lahore


(Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi
bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x
tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28
November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35. Atas nama Pemerintah Indonesia,
Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung Indonesia pada tanggal 9 Juni
2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada
penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam.

Kedua aliran dari Ahmadiyah mempunyai ciri khas masing-masing. perbedaan


antara Ahmadiyah Qadian dengan Lahore, yang pertama Ahmadiyah Qadian tetap
percaya akan status Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi atau rasul, Imm Mahdi, dan Al-
Mash yang dijanjikan Tuhan (sejak ia memproklamirkan status itu pada tahun 1880).
Sedangkan yang kedua Ahmadiyah Lahore tidak mempercayai status tersebut, tapi hanya
mengakui sebagai Mujadid (pembaharu). Dengan pendirian seperti itu, Ahmadiyah
Lahore tidaklah memiliki aqidah-aqidah dasar yang bertentangan dengan pendirian
umumnya ummat Islam, kecuali dalam hal memmandang Mirza Ghulam Ahmad itu
2 Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: Lkis, 2005) hlm 1
sebagai mujadid. Sebaliknya antara Ahmadiyah Qadian dan kalangan ummat Islam,
terjadi pertentang keras yang sampai kepada tingkat saling mengkafirkan.3

Sejarah perkembangan Ahmadiyah sendiri tidak lepas banyak konflik dikarenakan


penafsiran-penafsiran terhadapt ayat suci yang dianggap sesat dan ajaran-ajarannya yang
berbeda dengan ajaran umumnya. Hal tersebutlah yang sering memicu konflik antar
kelompok agama yang bertentangan, khususnya kelompok Islam fundamentalis yang
sangat menentang dengan adanya Gerakan Jamaah Ahmadiyah hingga memunculkan
gesekan-gesekan yang tidak jarang merenggut korban jiwa dan perusakan terhadap
tempat ibadah Jamaah Ahmadiyah.

Jika menelisik kepada UUD 1945 sebagaimana yang termaktub pada Pasal 28E
ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945);

Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.

Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga
diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29
ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduknya untuk memeluk agama.4

Di Deklarasi Kairo juga telah disinggung bagaimana Hak Asasi Manusia tanpa
memandang suku, ras, maupun agama. hal tersebut terdapat pada pasal 1 yang berbunyi;5

a. Semua manusia adalah satu keluarga di mana setiap anggota keluarga bersatu
dengan taat kepada Tuhan dan (semuanya adalah keturunan Nabi Adam).
Semua manusia sederajat dalam berhubungan dengan sesamanya dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban serta tanggung jawabnya yang mendasar,
tanpa ada diskriminasi dalam ras, warna kulit, bahasa, jenis kelamin, agama
dan kepercayaan, aliran politik, status sosial atau pertimbangan lainnya.
Keyakinan yang benar menjamin derajatnya yang mengarah pada
kemanusiaannya yang sempurna.

3 Abu Ahmad, dan Jafar Amir, Perbandingan Agama, Wicaksana, Semarang, 1990, hlm 59-61

4 Dalam http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-indonesia

5 Deklarasi Kairo Tentang Hak Asasi dalam Islam 5 Agustus 1990


b. Semua manusia adalah makhluk Tuhan dan yang sangat disayangi-Nya ialah
yang sangat berguna bagi hamba-Nya yang lainnya dan tidak seorang pun
dinilai lebih dari yang lainnya kecuali berdasarkan ketakwaan dan amal
baiknya.

Begitu pula yang terdapat dalam Deklarasi Kairo pada Pasal 10 yang berbunyi;

Islam adalah agama yang murni ciptaan alarn (Allah YME). Islam
melarang melakukan paksaan dalarn bentuk apapun atau untuk
mengeksploitasi kemiskinan atau ketidaktahuan seseorang untuk merubah
agarnanya atau menjadi atheis.

Dalam sejarahnya kekerasan dan perampasan terhadap hak-hak asasi manusia


terhadap Jamaah Ahmadiyah banyak sekali terjadi di Indonesia. Peristiwa penyerangan
dan kekerasan yang terjadi di Parung pada Juli 2005, Cianjur pada September 2005,
Ketapang, Lombok Barat pada November dan Desember 2010, Praya, Lombok Tengah
pada 2010, Cisalada, Bogor pada Oktober 2010, dan Cikeusik Pandegelang Banten 2011.
Sebagai contoh kasus penyerangan dan pembantaian terhadap Jamaah Ahmadiyah di
Cikeusik Kab Pandegelang Banten. Penyerangan tersebut terjadi pada hari Minggu, 06
Februari 2011, sekitar pukul 10.00 WIB yang terjadi Desa Umbulan. Penyerangan
tersebut mengakibatkan hilangnya 3 nyawa pada Jamaah Ahmadiyah.

Lain halnya dengan diskrimasi terhadap Jamaah Ahmadiyah di kota-kota lain.


Dari rangkaian peristiwa-peristiwa yang terjadi memang yang paling menyedot perhatian
adalah tragedi di Cikeusik. Akan tetapi dalam Hak Asasi Manusia, konflik/ peristiwa
yang menimpa Jamaah Ahmadiyah di kota lain tidak bisa dinafikan. Sebab hal tersebut
ini sudah menyangkut apa yang dinamakan kebebasan untuk beragama.

Dari serangkaian peristiwa yang terjadi dari kurun waktu 2005 sampai saat ini,
penulis ingin merangkumnya dengan rincian peristiwa sebagai berikut:

Pertama, di Parung Bogor yaitu terjadi pengepungan massa terhadap Pusat


Ahmadiyah di Kampus Mubarok di Parung Bogor Jawa Barat selepas Shalat Jumat pada
tanggal 15 Juli 2005. Konflik antara massa dan Ahmadiyah di situ sudah berlangsung
sejak berdirinya pada tahun 1980-anyang mana, Parung adalah pusatnya Jamaah
Ahmadiyah. Penyerangan yang terjadi pada hari itu disebabkan keluarnya fatwa Majlis
Ulama Indonesia (MUI)6 bahwa Jamaah Ahmadiyah adalah sesat menyesatkan.7

Kedua, di Cianjur telah terjadi beberapa peristiwa yang menimpa Jamaah


Ahmadiyah. Dari terbakarnya sebuah Madrasah Al Mahmud di Kampung Rawaekek,
Desa Sukadana, Cianjur Selatan, Jawa Barat. 8 Kemudian, pada tahun 2011 ratusan massa
dari Kampung Cisaar Desa Cipeuyeum Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur
menyerang masjid milik Jamaah Ahmadiyah. 9 Mereka membakar kitab dan buku-buku
tentang ajaran Ahmadiyah yang ada di masjid tersebut serta mengamankan mushaf Al-
Qur'an. Pada tahun 2014 terjadi teror berupa penyegelan terhadap masjid milik Jamaah
Ahmadiyah. Mereka mengatasnamakan Gerakan Muslim Penyelamat Akidah
(GEMPA).10

Ketiga, Pengusiran dan penganiayaan terhadap warga Ahmadiyah dimulai tahun


1999 dengan pembakaran masjid Ahmadiyah di Bayan, Kabupaten Lombok Barat. Satu
orang meninggal, satu luka parah dibacok. Semua warga Ahmadiyah diusir dari Bayan.
Pada 2001, penganiayaan terjadi di Pancor, daerah Lombok Timur, basis Nahdlatul
Wathan, organisasi Islam terbesar di Pulau Lombok.11

Keempat, terjadi pengrusakan terhadap masjid Ahmadiyah di desa Purworejo,


Kendal Jawa Tengah.12 Pada penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah tersbut
mengakibatkan sebuah masjid milik Jamaah Ahmadiyah rusak, pengrusakan tersebut

6 MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama,
zuama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina dan mengayomi kaum
muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah,
bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia. Dalam http://mui.or.id/id/category/profile-
organisasi/sejarah-mui/

7 https://www.nahimunkar.com/menengok-kembali-kasus-di-sarang-ahmadiyah/

8 http://news.liputan6.com/read/313259/madrasah-ahmadiyah-di-cianjur-dibakar

9 http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2011/03/14/13735/sebarkan-ajaran-kepada-warga-masjid-
ahmadiyah-cianjur-diserang-massa/#sthash.rNfgj05U.dpbs

10 http://kbr.id/02-2014/ini_kronologis_teror_penyegelan_masjid_ahmadiyah_cianjur/26073.html

11 http://www.andreasharsono.net/2010/02/ahmadiyah-rechtstaat-dan-hak-asasi_18.html

12 http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160525_indonesia_ahmadiyah_kendal
dilakukan dengan menjebol tembok masjid. Penyerangan tersebut dilakukan oleh orang
tak dikenal.

Kelima, adalah peristiwa yang terjadi pada februari tahun 2017 yang menimpa
Ahmadiyah Depok13. Kejadian diskriminasi ini dengan melakukan penyegalan Masjid Al-
Hidayah milik Jamah Ahmadiyah. Kejadian tersebut sudah terjadi sejak tahun 2011.
Padahal masjid tersebut sudah berdiri sejak tahun 1999 dan bangunan tersebut sudah
memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) pada tahun 2007.

Begitulah bagaimana sensitifnya isu keagamaan di Indonesia. Agama yang


seharusnya rahmatan lil alamin malah justru dibuat sebagai legitimasi atas kekerasan
terhadap kelompok lain. Hal tersebut diakibatkan oleh bagaimana masyarakat muslim
lainnya yang menganggap Jamaah Ahmadiyah sesat. Pelabelan sesat tersebutlah yang
seolah-olah menjadi bumbu kebencian dan kekerasan terhadap Jamaah Ahmadiyah.

Pelabelan sesat itu sendiri datang dari Majlis Ulama Indonesia (MUI). Jauh-jauh
tahun pada awal tahun 1980an Majlis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah memberikan
fatwa sesat dan menyesatkan kepada Jamaah Ahmadiyah. Dan kemudian Hal tersebut
dilontarkan lagi oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin yang
menegaskan, fatwa MUI soal ajaran Ahmadiyah adalah sesat karena mengakui adanya
nabi sesudah Nabi Muhammad SAW.14 Pada pernyataan selanjutnya ketua MUI Maruf
Amin juga menuduhkan pasal penodaan terhadap Jamaah Ahmadiyah. Dalam UU
Penodaan Agama khususnya pasal 2 ayat 2 disebutkan, apabila ada penodaan agama
dilakukan oleh organisasi, maka harus dibubarkan setelah ada pertimbangan Menteri
Agama dan Presiden.15

Hal tersebut jelas berbeda dengan penjelasan UU pasal penodaan agama yang
dituduhkan yang sebagaimana dalam Penjelasan Pasal 1 UU Penodaan Agama
dinyatakan bahwa agama-agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia ialah Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius). Tapi, hal demikian tidak
berarti bahwa agama-agama lain dilarang di Indonesia. Penganut agama-agama di luar
enam agama di atas mendapat jaminan penuh seperti yang diberikan oleh Pasal 29 ayat
(2) UUD 1945 dan mereka dibiarkan keberadaanya, selama tidak melanggar peraturan
perundang-undangan di Indonesia.16

13 https://metro.tempo.co/read/news/2017/02/24/083850004/masjid-disegel-ahmadiyah-depok-tempuh-
jalur-hukum

14 http://news.liputan6.com/read/320891/mui-tegaskan-fatwa-haram-ahmadiyah

15 http://www.tribunnews.com/nasional/2011/02/18/inilah-alasan-mui-nyatakan-ahmadiyah-sesat
Pada kenyataannya selain dari pelabelan sesat dari lembaga yang mewadahi
ummat muslim juga kekerasan yang dilakukan rakyat pada hakikatnya merupakan akibat
dari respon negara yang terlambat bahkan nihil, dalam mendengar aspirasi masyarakat
akan permasalahan keagamaan yang notabenenya sangat sensitif. Negara tidak menjadi
suatu pemandu dan tidak menjadi suatu pawang dalam menjaga koridor-koridor
kebebasan dan kepatutan dalam menjalankan keyakinan dan ritual keagamaan dari
masyarakat. Sosok negara seakan hilang dalam setiap tragedi yang berkenaan dengan
masalah keagamaan.

Selain dua hal di atas adalah turunnya SKB 3 Menteri yang seolah-olah
mebiarkan adanya perusakan dan pembantaian Jamaah Ahmadiyah yang mana mereka
tidak mau mematuhi SKB 3 Menteri tersebut. Isi dari SKB 3 Menteri tersebut adalah
sebuah peringatan dan perintah kepada penganut, anggota, atau pengurus Jamaah
Ahmadiyah.

Dan keputusan dari isi SKB 3 Menteri yang ditetapkan pada 09 Juni 2008 tersebut
17
adalah;

Pertama, Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk tidak
menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum melakukan penafsiran
tentang suatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan keagamaan dari agama itu yang menyimpang dari pokok-pokok
ajaran agama itu.

Kedua, Memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota, dan/atau


anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama
Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari
pokokpokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran faham yang mengakui adanya nabi
dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, Penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia


(JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada
Diktum KESATU dan Diktum KEDUA dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.

Keempat, Memberi peringatan dan memerintahkan kepada warga masyarakat untuk


menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban
kehidupan bermasyarakat dengan tidak melakukan perbuatan dan/atau tindakan melawan

16 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-indonesia

17 Dalam https://sumut.kemenag.go.id/files/sumut/file/file/SKB/qecr1362680584.pdf
hukum terhadap penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (JAI).

Kelima, Warga masyarakat yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah


sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU dan Diktum KEEMPAT dapat dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Keenam, Memerintahkan kepada aparat Pemerintah dan pemerintah daerah untuk


melakukan langkah-langkah pembinaan dalam rangka pengamanan dan pengawasan
pelaksanaan Keputusan Bersama ini.

Ketujuh, Keputusan Bersama ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Dari tragedi dan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh Jamaah Ahmadiyah


seharusnya pemerintah dan aparat bertindak tegas, apalagi hal tersebut sudah melanggar
Hak Asasi Manusia bahkan lebih yaitu; kejahatan terhadap kemanusiaan. Dari peristiwa
tersebut seharusnya pemerintah sudah menjerat para pelaku karena Indonesia telah
memiliki UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang mengatur tentang
kejahatan yang dikualifikasi tentang kejahatan luar biasa, yaitu Genosida dan Kejahatan
Terhadap Kemanusiaan.

Jika dilihat, peristiwa penyerangan dan kekerasan terhadap Ahmadiyah yang telah
menyebar di penjuru Indonesia dan adanya relasi kuat antara kekerasan/penyerangan
dengan kebijakan yang dikeluarkan Negara apakah bisa dikatakan kejahatan/penyerangan
terhadap Ahmadiyah merupakan kejahatan yang meluas dan sistematis?. Dalam praktek
di internasional unsur meluas dan sistematis merupakan syarat fundamental untuk
membedakan Kejahatan Terhadap Kemanusiaan dengan kejahatan umum lain. Unsur
meluas merujuk pada jumlah korban, dan konsep ini mencakup massive, sering
berulang-ulang, tindakannya dalam skala yang besar, dilaksanakan secara kolektif dan
berakibat serius. Sedangkan unsur sistematis mencerminkan suatu pola atau metode
tertentu yang diorganisir dengan pola yang tetap.18

Oleh karena itu, perlu diperiksa dan dianalisa peristiwa-peristiwa penyerangan


dan kekerasan terhadap Ahmadiyah dengan menggunakan instrumen UU No. 26 tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM), dimana salah satu
kejahatan yang terkandung dalam UU tersebut dengan syarat adanya unsur meluas dan
sistematis adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. UU Pengadilan HAM memberikan
definisi tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan pada Pasal 9, yang berbunyi:

Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b


adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan yang

18 http://lama.elsam.or.id/mobileweb/article.php?id=1377&lang=in
meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:.....

Pasal tersebut kemudian menyebutkan 10 (sepuluh) elemen kejahatan dari


Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, yaitu:19

a. Pembunuhan
b. Pemusnahan
c. Perbudakan
d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-
wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hokum international
f. Penyiksaan
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa pemaksaan kehamilan,
pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual
lain yang setara
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari
persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin,
atau alas an lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang
menurut hokum internasional
i. Penghilangan orang secara paksa
j. Kejahatan apartheid

Dari tragedi-tragedi tersebut, dibutuhkan keseriusan dalam penyelesaian masalah


oleh pemerintah. Dalam pembubaran Ahmadiyah dalam sejarahnya tidak dapat
menyelesaikan masalah, seperti di Pakistan yang mana hal tersebut justru semakin
menimbulkan diskriminasi terhadap Jamaah Ahmadiyah tersebut. Solusi pembubaran
Ahmadiyah bukanlah solusi terbaik.

C. Kesimpulan

Perhatian kali ini lebih tertuju terhadap penyerangan di Cikeusik. Karena


penyerangan di Cikeusik ini wajah suram negara Indonesia ini sudah tercemar, yang
mana Indonesia adalah negara yang sangat menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Penyerangan tersebut adalah sebuah penistaan terhadap Undang-undang (UU) yang
mengatur tentang kebebasan untuk beribadah.

Ditinjau dari sudut pandang ideologis dan normatif di atas tentu kita dapat melihat
bahwa tragedi di Cikeusik yang berkaitan dengan Ahmadiyah dapat dikatakan terjadi
suatu pelanggaran HAM, karena negara melanggar prinsip-prinsip HAM. Negara sebagai
subjek hukum HAM pada dasarnya sebagai entitas utama yang bertanggung jawab
melindungi, menegakkan, dan memajukan HAM, dan dalam konteks ini negara didakwa

19 Ibid
telah melakukan pelanggaran HAM berat, karena tidak berupaya melindugi atau
meniadakan hak-hak warga negaranya yang termasuk non-derogable rights, yang
diantaranya adalah hak untuk berkeyakinan agama.

Dari sisi empiris terlihat bahwa negara terlihat melakukan pembiaran terhadap
penyerangan Jemaah Ahmadiyah yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Negara
dengan segala aparaturnya seharusnya telah bisa memprediksi kemungkinan-
kemungkinan terjadinya gesekan, karena di berbagai daerah lainnya telah banyak terjadi
konflik serupa antara Jamaah Ahmadiyah dengan warga masyarakat lainnya. Negara
dianggap lalai dalam pencegahan dan penanggulangan segala konflik yang menimpa
Jamaah Ahmadiyah, seharusnya negara melalui Badan Intelijen Negara telah bisa
memprediksi aksi masa yang akan terjadi kala itu dan melakukan antisipasi dengan
mengerahkan aparat kepolisian untuk meredam aksi masa tersebut.

Aksi masa yang terlihat rapi dan terkoordinir serta berjumlah lebih dari 1000
orang tersebut merupakan tanda bahwa aksi penyerangan tersebut sebenarnya telah
direncanakan secara matang, dan negara seharusnya sudah dapat mendeteksi dan
melakukan langkah guna menjamin kebebasan untuk berkeyakinan dan bahkan untuk
mempertahankan kehidupan dari warga Ahmadiyah, terlepas kita melihat daripada aspek
substansi ajaran Ahmadiyah. Negara pada dasarnya dapat melakukan suatu perundingan
diantara pihak-pihak yang terkait agar setiap masalah dapat diseleaikan secara damai dan
kekeluargaan, seperti dalam prinsip Pancasila, tanpa perlu terjadi pertumpahan darah di
masyarakat.

Tragedi di Cikeusik, Propinsi Banten tersebut mau tak mau harus segera di usut,
jangan ada kesan seolah negara melegitimasi penyerangan Jamaah Ahmadiyah tersebut
dengan membiarkan pelaku kekerasan beredar bebas di masyarakat, dengan begitu maka
rekyat akan bercermin bahwa bila melakukan kekerasan atas nama agama adalah hal
yang dibenarkan negara, jangan sampai hal itu terjadi. Jadikan kasus Cikeusik ini kasus
yang terakhir dalam permasalahan kebebasan berkeyakinan. Kelak bila ada masalah,
negara harus menyediakan forum untuk berdialog dengan jalan kekeluargaan, bukan
membiarkan kekerasan yang menunjukan siapa yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Abu, dan Jafar Amir, Perbandingan Agama, Wicaksana, Semarang, 1990

Deklarasi Kairo Tentang Hak Asasi dalam Islam 5 Agustus 1990

L. Leayendecker, Tata, Perubahan dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi


(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1983)

Zulkarnain Iskandar, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia (Yogyakarta: Lkis, 2005)

Media Online
http://kbr.id/02-
2014/ini_kronologis_teror_penyegelan_masjid_ahmadiyah_cianjur/26073.html
http://lama.elsam.or.id/mobileweb/article.php?id=1377&lang=in
http://mui.or.id/id/category/profile-organisasi/sejarah-mui/
http://news.liputan6.com/read/313259/madrasah-ahmadiyah-di-cianjur-dibakar
http://news.liputan6.com/read/320891/mui-tegaskan-fatwa-haram-ahmadiyah
http://www.andreasharsono.net/2010/02/ahmadiyah-rechtstaat-dan-hak-asasi_18.html
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160525_indonesia_ahmadiyah_
kendal
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-
indonesia
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6556/ham-dan-kebebasan-beragama-di-
indonesia
http://www.tribunnews.com/nasional/2011/02/18/inilah-alasan-mui-nyatakan-ahmadiyah-
sesat
http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2011/03/14/13735/sebarkan-ajaran-kepada-
warga-masjid-ahmadiyah-cianjur-diserang-massa/#sthash.rNfgj05U.dpbs
https://metro.tempo.co/read/news/2017/02/24/083850004/masjid-disegel-ahmadiyah-
depok-tempuh-jalur-hukum
https://sumut.kemenag.go.id/files/sumut/file/file/SKB/qecr1362680584.pdf
https://www.nahimunkar.com/menengok-kembali-kasus-di-sarang-ahmadiyah/

Anda mungkin juga menyukai