PIMPINAN CABANG
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH
KABUPATEN KEBUMEN
2019
PIMPINAN CABANG
IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH
(Muhammadiyah Students Association - of Branch Regency)
KEBUMEN
Jalan Indrakila 38 A Kebumen 54111
Email :pcimmkebumen15@gmail.com Kebumen HP : 083121299950
A. DASAR PEMIKIRAN
Radikalisme adalah suatu ideologi (ide atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan
perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan/ ekstrim.
Inti dari tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang
menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Kelompok
radikal umumnya menginginkan perubahan tersebut dalam tempo singkat dan secara drastis
serta bertentangan dengan sistem sosial yang berlaku.
Radikalisme sering dikaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal dapat melakukan
cara apapun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham dengan
mereka. Walaupun banyak yang mengaitkan radikalisme dengan Agama tertentu, pada dasarnya
radikalisme adalah masalah politik dan bukan ajaran Agama. toleransi adalah suatu sikap yang
saling menghargai dan menghormati antar individu atau kelompok di dalam masyarakat
meskipun terdapat perbedaan di dalamnya, baik itu perbedaan pendapat, pandangan, agama, ras,
budaya, dan perbedaan lainnya.
Scott M. Thomas (2005) dalam bukunya The Global Resurgence of Religion and The
Transformation of International Relation, The Struggle for the Soul of the Twenty-First Century
halaman 24 mengemukakan bahwa pemikiran dan gerakan radikal biasanya terkait dengan
faktor ideologi dan agama. Istilah radikalisme adalah hasil labelisasi terhadap gerakan-gerakan
keagamaan dan politik yang memiliki ciri pembeda dengan gerakan keagamaan dan politik
mainstream. Gerakan radikalisme yang terkait dengan agama sebenarnya lebih terkait dengan a
community of believers ketimbang body of believe.
Ernest Gelner (1981) dalam bukunya Muslim Society halaman 4 mengatakan bahwa
pemikiran dan gerakan radikal yang dikaitkan dengan komunitas Muslim dipahami sebagai cara
bagi komunitas Muslim tertentu dalam mengembangkan nilai-nilai keyakinan akibat desakan
penguasa, kolonialisme maupun westernisasi. Di lain pihak, Mudhofir dan Syamsul Bakri
(2005) menjelaskan dalam bukunya Memburu Setan Dunia, Ikhtiyar Meluruskan Persepsi Barat
dan Islam tentang Terorisme halaman 93—95 bahwa radikalisme modern muncul biasanya
disebabkan oleh tekanan politik penguasa, kegagalan pemerintah dalam merumuskan kebijakan
dan implementasinya di dalam kehidupan masyarakat serta sebagai respon terhadap hegemoni
Barat.
Syafi’i Ma’arif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah 1999–2004, dalam buku Ilusi
Negara Islam, Ekspansi Gerakan Transnasional di Indonesia (2009), setidaknya ada tiga teori
yang menyebabkan adanya gerakan radikal dan tumbuh suburnya gerakan transnasional
ekspansif. Pertama, adalah kegagalan umat Islam dalam menghadapi arus modernitas sehingga
mereka mencari dalil agama untuk “menghibur diri” dalam sebuah dunia yang dibayangkan
belum tercemar. Kedua, adalah dorongan rasa kesetiakawanan terhadap beberapa negara Islam
yang mengalami konflik, seperti Afghanistan, Irak, Suriah, Mesir, Kashmir, dan Palestina.
Ketiga, dalam lingkup Indonesia, adalah kegagalan negara mewujudkan cita-cita negara yang
berupa keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata.
Hal ini membuktikan bahwa Islam secara tidak langsung diciptakan (dijebak) sebagai
teroris sehingga persepsi terhadap Islam pun menjadi buruk dan mengerucut bahwa Islam
adalah teroris. Definisi “Islam militan” yang tanpa batasan tersebut kemudian merugikan umat
Islam secara keseluruhan.
Radikalisme atas nama agama tidak akan pernah habis dibicarakan. Sampai saat ini, berita-
berita harian baik media televisi maupun di media cetak, sebagian masih diisi dengan berita
terorisme. Belum lagi mengenai konflik-konflik di Timur Tengah yang salah satunya
disebabkan oleh pemahaman yang fundamental dan radikal terhadap permasalahan politik,
keagamaan dan kehidupan. <>Pada akhir tahun 2015, Densus 88 mengadakan penangkapan
terduga teroris di beberapa daerah, misalkan di Cilacap, Sukoharjo, Mojokerto, dan Bekasi.
Sebagian elemen di Indonesia pun secara terang-terangan menolak keberadaan aliran radikal
atas nama agama.
Di sisi lain, banyak kelompok radikal atas nama agama yang hendak mengganti Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945 dengan khilafah, meskipun NKRI dan
UUD 1945 merupakan produk dari ulama-ulama Indonesia yang berjuang melawan dan
mengusir penjajah, sampai merumuskan dasar negara dan bentuk negara Indonesia ini.
Sejatinya, radikalisme atas nama agama ini sudah terjadi sejak masa Nabi Muhammad
SAW. Bahkan, beliau pun sudah mengabarkan dalam berbagai haditsnya bahwa gerakan
semacam ini akan selalu ada sampai kelak. Salah satunya hadits yang menceritakan tentang
Dzul Khuwaishirah (HR Bukhari 3341, HR Muslim 1773) dan hadits yang menceritakan
mengenai ciri-ciri kelompok radikal (HR Bukhari nomor 7123, Juz 6 halaman 20748; Sunan an-
Nasai bab Man Syahara Saifahu 12/ 474 nomor 4034; Musnad Ahmad bab Hadits Abi Barzakh
al-Aslami 40/ 266 nomor 18947).
Dalam sejarah perkembangan Islam, dikenal kemudian firqah yang bernama Khawarij.
Khawarij ini muncul sebagai respon ketidakksepakatan terhadap tindakan tahkim (arbitrase)
yang ditempuh Khalifah ‘Ali Ibn Abu Thalib dalam penyelesaian peperangan Shiffin dengan
Mu’awiyah ibn Abu Sufyan. Dalam perjalanannya, Khawarij ini dapat ditumpas. Namun,
pemikirannya bermetamorfosis dalam berbagai bentuk firqah. Sehingga, sampai sekarang pun
masih banyak ditemukan pemikiran yang benar-benar fanatik, tekstual, dan fundamental.
Kalangan yang pendapatnya berbeda dengannya maka akan diberikan stempel “kafir”, “bid’ah”,
dan “sesat”.
Dalam tataran kenegaraan pun, juga terdapat kelompok radikal yang selalu mengangkat
isu khilafah (satu pemerintahan atas nama Islam). Setiap permasalahan negara selalu dibawa ke
ranah khilafah. Bahkan, ada kalangan yang menganggap pemerintahan selain khilafah adalah
thaghut. Meskipun, bentuk negara ini merupakan perkara yang ijtihadi (diperlukan ijtihad dan
tidak mutlak).
Kalangan-kalangan radikal ini pun sangat gencar menyuntikkan paradigma-paradigmanya
sehingga tidak sedikit kalangan muda yang terbius oleh paradigma-paradigma semu tersebut.
Didorong oleh pahala dan surga, kalangan muda banyak yang mendukung gerakan-gerakan
radikal tersebut. Bahkan, banyak kalangan muda yang bersedia menjadi pihak bom bunuh diri.
Ironisnya, bekal keagamaan mereka pun belum dapat dikatakan mencukupi (belum ‘alim dan
faqih), namun mereka sudah gencar berdakwah atas perspektif yang mereka pelajari sendiri.
Model gerakan mereka pun sangat masif dan terkoordinir dengan baik sehingga mampu
memengaruhi hampir seluruh lapisan masyarakat. Sehingga, paradigma ini harus menjadi
perhatian serius.
Agama Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi keadilan. Kedalian bagi
siapa saja, yaitu menempatkan sesuatu sesuai tempatnya dan memberikan hak sesuai dengan
haknya. Begitu juga dengan toleransi dalam beragama. Agama Islam melarang keras berbuat
zalim dengan agama selain Islam dengan merampas hak-hak mereka. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (QS. Al-Mumtahah: 8)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah menafsirkan, “Allah tidak melarang
kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada
orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi
kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak
mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka
dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada kerusakan.”
Akan tetapi toleransi ada batasnya dan tidak boleh kebablasan. Semisal mengucapkan “selamat
natal” dan menghadiri acara ibadah atau ritual kesyirikan agama lainnya. Karena jika sudah
urusan agama, tidak ada toleransi dan saling mendukung.
Berikut beberapa bukti bahwa Islam adalah agama yang menjunjung toleransi terhadap agama
lainnya dan tentunya bukan toleransi yang kebablasan, diantaranya:
A. LANDASAN KEGIATAN
1. Al-Quran dan As-Sunnah.
2. AD dan ART Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
3. Keputusan Rapat PC IMM Kebumen tanggal 30 September 2019
B. NAMA
Nama Kegiatan ini adalah : Pelantikan PC IMM Kebumen danSeminar
Keilmuan
C. TEMA KEGIATAN
Kegiatan ini bertemakan : Radikalisme dan Toleransi”
D. Pembicara
1. Hammam, M. Pd.,Ph.D.
2. dr. H. Fatah Widodo, SpM.MMR
3. KESBANGPOL
E. TUJUAN KEGIATAN
Tujuan Kegiatan ini :
1. Regenerasi kepengurusan Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Kebumen
3. Melestarikan salah satu budaya islam, sebagai salah satu alat dakwah kultural
4. Merubah pola pemikiran kader yang cenderung pasif menjadi aktif dan progresif
demi tercapainya Kader yang Berkemajuan .
Demikian proposal kegiatan ini kami buat, besar harapan kami agar semua pihak
yang terkait dapat memberikan bantuan baik moril maupun materil sehingga acara yang
kami agendakan ini dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Semoga Allah membalas
semua kebaikan yang telah diberikan dengan melimpahkan rahmat-Nya kepada anda
dan kita semua.
Billahi Fi Sabililhaq Fastabiqul Khaira
LEMBAR PENGESAHAN
Panitia
Pelantikan PC IMM Kebumen Seminar Radikalisme dan Toleransi
Ketua Sekretaris
Mengetahui
Ketua PC IMM Kebumen
SUSUNAN KEPANITIAAN
Divisi Dekdok :
1. Arif Amriyanto
2. Esti Fanani
Sie Humas
3 transport 3 orang Rp 50.000,00 Rp 150.000,00
Sie Konsumsi :
2 - Snack panitia 25 x 1 Rp 9.000,00 Rp 225.000,00
- Makan panitia 25 x 1 Rp 14.000,00 Rp 350.000,00
Jumlah Rp. 850.000,00
2. Pelantikan
No KEBUTUHAN VOLUME HARGA@(Rp) Jumlah (Rp)
3. Seminar
No KEBUTUHAN VOLUME HARGA@(Rp) Jumlah (Rp)