Anda di halaman 1dari 9

BAHAYA ANARKISME TERHADAP KEUTUHAN BERBANGSA,

BERNEGARA, DAN KEMAJUAN ISLAM


Anarkisme adalah filsafat politik yang menganjurkan masyarakat tanpa negara
atau sering didefinisikan sebagai lembaga sukarela yang mengatur diri sendiri. Pada
intinya, anarkisme menolak keberadaan negara. Penolakan anarkisme pada negara ini
merupakan konsekuensi logis dari landasan filosofis yang menyokong anarkisme
sebagai sebuah paham pemikiran. Menurut Mansour Fakih, pandangan dan pemikiran
anarkisme ini tak lepas dari pandangan tentang ‘keadaan alamiah’ manusia. Bahwa
pada hakikatnya, manusia adalah makhluk yang secara alamiah mampu hidup secara
harmoni dan bebas tanpa intervensi kekuasaan. Dalam sejarahnya, para anarkis dalam
berbagai gerakannya kerap kali menggunakan kekerasan sebagai metode yang cukup
ampuh dalam memperjuangkan ide-idenya, seperti para anarkis yang terlibat dalam
kelompok Nihilis di Rusia era Tzar, Leon Czolgosz, grup N17 di Yunani.

Mengapa anarkisme “dianggap” berbahaya sehingga harus dijauhi? Untuk


menemukan jawabannya, kita tak dapat hanya berbekal pada anarkisme menurut hari
ini di media massa kini. Butuh penelurusan secara mendetail demi menemukan
saripati mengapa anarkisme, untuk konteks hari ini (dan mungkin ke depannya),
dibutuhkan dalam menjawab persoalan kehidupan, terutama soal sosial-politik.

1. Anarkisme menolak bernegara

Paham anarkisme ini mengajarkan bahwa satu – satunya wewenang yang


mempunyai kekuatan moral dan keabsahan adalah wewenang oleh setiap individu
diberikan kepada dirinya. Tak seorang pun bisa dipaksa untuk melakukan suatu
tindakan kecuali tindakan yang berasal dari dirinya sendiri. Pembuatan peraturan dan
kebijakan adalah hak istimewa setiap individu, karena merekalah yang mempunyai
kepentingan dan kebutuhan. Setiap warga negara adalah pengatur dirinya sendiri,
merupakan ciri yang paling lebar dari kaum anarkis.

Jelas bahwa anarkisme menentang setiap pengekangan kelembagaan yang


membahayakan kebebasan individu. Semua lembaga yang membahayakan kebebasan
individu seperti lembaga keagamaan, kapitalisme, hak milik pribadi, dan negara harus
dihapuskan. Penekanan dalam pemikiran kaum anarkis tidak pada kekerasan dan
tindakan langsung melainkan pada pendidikan dan kesadaran umum akan sifat nyata
manusia.1

2. Islam tidak mengajarkan Anarkisme

Saat kaum anarkis kristen menolak sepenuhnya penggunaan kekerasan,


kebanyakan kaum anarkis setuju bahwa penggunaan kekerasan dapat dibenarkan
sebagai pertahanan diri. Konsep kekerasan untuk pertahanan diri ini juga ditemukan
pada Al-Qur’an, yang mengatakan “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang
1
https://anarkis.org/mengapa-anarkisme-menolak-negara/
memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”. Walaupun orang-orang
Muslim sering dituduh menyebarkan agamanya dengan pedang, Al-Qur’an
mengajarkan bahwa seharusnya tidak ada suatu pemaksaan dalam penyebaran sebuah
agama. Jelasnya, Islam tidak menyetujui penindasan. Salah satu Hadist menyatakan
“Wahai kaumku, Allah telah melarang penindasan terhadap Nya dan terlarang juga
di antara kalian semua, jadi janganlah kamu saling menindas sesama manusia”.
Hadist ini membawa beberapa kaum Muslim menolak segala bentuk penindasan,
khususnya menolak penindasan dari negara secara bersama-sama. Walaupun benar,
kaum Muslim terdahulu mempunyai para pemimpin, tingkah laku sehari-hari mereka
berdasarkan ajaran Islam dan norma masyarakat pada saat itu, dan tak ada hukum
juga institusi tanpa perintah pemimpin yang berkuasa pada zaman itu. Untuk itu,
kaum Muslim percaya bahwa mereka seharusnya bertindak berdasarkan agama yang
mereka anut dan bukan mengikuti hukum-hukum duniawi buatan manusia.
Perdebatan kaum Muslim Anarkis bahwa apabila agama kita mengijinkan kekerasan
hanya untuk mempertahankan diri, dan melarang penindasan juga pemaksaan dalam
agama, kesimpulan yang paling logis adalah tanpa negara, tanpa kelas sosial, dan
tanpa hirarkis.2

BAHAYA RADIKALISME TERHADAP KEUTUHAN


BERBANGSA, BERNEGARA, DAN KEMAJUAN ISLAM
Radikalisme adalah salah satu isu yang sedang sangat diperhatikan
belakangan ini di Negara tercinta kita, Indonesia. Inti dari tindakan radikalisme
adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-
cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Tentunya ini menjadi
masalah tersendiri bagi Indonesia, mengingat cara-cara kekerasan bukanlah sesuatu
yang baik dilakukan, baik dari sudut pandang bernegara maupun agama kekerasan
bukanlah tindakan yang dibenarkan. Gerakan Radikalisme adalah gerakan yang
berbahaya bagi keutuhan berbangsa, bernegara, dan kemajuan Islam. Berikut ini
adalah bahaya/dampak negatif adanya paham radikalisme di Indonesia:

1. Paham Radikal Mencoba Mengganti Ideologi Pancasila

NKRI bisa terbentuk berkat perjuangan para pendiri bangsa dahulu awal
kemerdekaan RI. Mereka berjuang sepenuh hati, mereka korbankan kehidupan
mereka untuk bisa mewujudkan persatuan dan keutuhan negara Republik Indonesia.
Sehingga sampai sekarang kita kenal banyak pahlawan bangsa yang sudah gugur jauh
mendahului kita dalam rangka memperjuangkan cita-cita luhur bangsa.

Sayangnya banyak generasi muda yang tidak tahu atau tidak mau tahu dengan
perjuangan mereka para leluhur pendiri bangsa. Sehingga timbullah sekarang ini
banyak kelompok-kelompok yang secara diam-diam atau terangterangan ingin

2
https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_dan_anarkisme
mengganti dasar negara RI yang merupakan landasan terwujudnya persatuan dan
kesatuan RI.

Mereka menyempal dan berafiliasi ke jaringan Islam aliran keras. Mereka


yang setuju dengan penggantian Pancasila dan UUD 45 bergabung dan membuat
kelompok ekslusif yang dibungkus dengan agama, sehingga terkesan menarik bagi
orang-orang awam yang tidak paham dengan politik. Orang awan ini merasa
terakomodasi ide-idenya, sebagai orang yang marginal atau termarginalkan, mereka
sama-sama tidak puas dengan pengelolaan negara yang ada sekarang ini.

Sehingga mereka berbondong-bondong bergabung dan mendukung ide


penggantian ideologi Pancasila yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara
rakyat dan pemerintah. Mereka bersatu dan bertekad ingin mengganti ideologi
Pancasila dengan sangat halus. Mereka berusaha memiliki sekolah sendiri, bank
sendiri,usaha sendiri, jaringan bisnis sendiri dan seterusnya yang semua itu dijalankan
oleh kelompok beraliran keras dengan dibungkus agama.3

2. Radikalisme Perburuk Citra Islam

Pada dasarnya radikalisme adalah masalah politik dan bukan ajaran Agama,
tapi karena ada beberapa oknum radikal yang mengatasnamakan islam membuat citra
islam menjadi buruk. Islam sesungguhnya adalah agama yang bernafaskan cinta dan
damai. Radikalisme selama ini menjadikan agama Islam sebagai kambing hitam
untuk banyak gerakan radikalisme dan terorisme.

Islam diturunkan sebagai rahmat atau kasih sayang kepada seluruh ummat
manusia. Sebagai orang yang meyakini akan kebenaran al-Qur’an maka ia tidak akan
pernah ragu untuk selalu menebar kasih sayang kepada semua manusia, bahkan
kepada binatang sekalipun. Kasih sayang merupakan core spirit dalam ajaran Islam.4

Allah SWT berfirman:

“Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi
seluruh alam” (QS. aL Anbiya [21]; 107).

Dengan kasih sayang sebagai inti ajaranya para pemeluk agama Islam yang
meyakini akan kebenaran ajaranya akan selalu bertindak tanduk dan berperilaku
dilandasi dengan rasa kasih sayang. Ia akan selalu mengedepankan rasa kasih sayang
ini dalam berinteraksi dengan siapapun tanpa memandang perbedaan suku , agama,
ras dan aliran.

3
Millati, Journal of Islamic and Humanities, Hal 144
4
Millati, Journal of Islamic and Humanities, Hal 127
Allah berfirman: “ ... dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. (QS. Al-A’raf [ 7] :
156)

Islam juga mengajarkan ummatnya untuk menjalankan misi menyeru manusia


kepada kebaikan dan mencegah manusia dari kemunkaran. Demikianlah prinsip-
prinsip dasar dalam Islam yang menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmah bagi
kaum Muslimin sendiri maupun bagi seluruh umat manusia di seluruh dunia. Islam
sangat membenci aksi kezhaliman apa pun bentuknya. Karena Islam senantiasa
mengajarkan dan memerintahkan kepada umatnya untuk menjunjung tinggi
kedamaian, persahabatan, dan kasih sayang. Bahkan al-Qur’an menyatakan, bahwa
orang yang melakukan aksi kezhaliman termasuk golongan orang yang merugi dalam
kehidupannya. Di dunia akan dicap sebagai pelaku kejahatan dan di akhirat kelak
akan dimasukkan ke dalam api neraka Jahannam.

BAHAYA PERSEKUSI TERHADAP KEUTUHAN BERBANGSA,


BERNEGARA, DAN KEMAJUAN ISLAM
Saat ini batas antara dunia nyata dan dunia maya sangatlah tipis. Keduanya
saling terhubung, semakin erat dan satu sama lain saling memengaruhi. Salah satu
fenomena yang lagi ramai dan patut diwaspadai penyebarannya ialah persekusi atau
tindakan memburu akun-akun tertentu di media sosial yang diduga melecehkan,
mencemarkan, menghina, atau menodai agama ataupun tokoh agama tertentu.
Persekusi umumnya dilakukan sekelompok orang yang mengatasnamakan ormas
tertentu dan umumnya secara beramai-ramai mendatangi target buruan mereka untuk
menghentikan perbuatan yang menurut pemburu melanggar hukum. Tentunya,
perlakuan persekusi bukanlah sesuatu yang baik dan dibenarkan, terlepas Indonesia
adalah Negara demokrasi yang menjunjung kebebasan berpendapat. Adanya
persekusi juga membuat resah sebagian masyarakat karena merasa dirinya akan
terancam, beberapa dampak persekusi terhadap keutuhan berbangsa, bernegara, dan
kemajuan islam adalah sebagai berikut:
1. Mengancam Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat
Ancaman dan pelanggaran kebebasan berpendapat yang dilakukan masyarakat
juga masuk sebagai tindakan persekusi atau aksi sewenang-wenang terhadap
seseorang atau sekelompok warga tanpa rasa keadilan atau kemanusiaan. Temuan
kontras.org menyebutkan bahwa dalam 3 tahun terakhir, kasus persekusi meningkat
cukup tajam. Riset yang dilakukan selama Oktober 2016-Juni 2017 memperlihatkan
tiga tren terbesar persekusi dalam perkara berujar dan berpendapat, yaitu berupa
pelarangan (24 kasus), intimidasi (21 kasus), dan pembubaran paksa (19 kasus).
Selain itu, kasus persekusi terbanyak ada di Jakarta dan Jawa Barat. Tak heran bila
pada 2016 skor IDI Jawa Barat turun dari 73,04 menjadi 66,82 dan Jakarta tercatat
sebagai provinsi dengan penurunan IDI terbesar.
Persekusi pun tidak dilakukan individu atau kelompok kecil, tetapi kelompok
besar seperti ormas. South East Asia Freedom of Expression Network (SAFE Net)
mencatat, dari Januari 2015 hingga Februari 2018, ada 65 kali pelanggaran hak
berkumpul dan berekspresi di Indonesia. Pelanggaran tersebut berupa intimidasi,
pelarangan, perusakan, interogasi, penangkapan, pembredelan, dan pembubaran
paksa.
2. Persekusi bukanlah tindakan yang dicontohkan dalam Islam.
Akhir-akhir ini ada sebuah video yang viral di media sosial. Dalam video
yang muncul di Youtube atas nama akun Blog Netizen itu, PMA, seorang bocah
berusia 15 tahun mendapatkan pukulan di kepalanya. PMA dinilai menghina Habib
Rizieq Shibab. Tak hanya itu, warga lainnya pun memukul pipinya.
Polda Metro Jaya telah menetapkan anggota Front Pembela Islam (FPI)
bernama Abdul Majid dan seorang warga bernama Mat Husin alias Ucin sebagai
tersangka setelah terekam video viral di media sosial berisi aksi persekusi terhadap
PMA. Akibat ulahnya Abdul Majid dan Ucin dijerat Pasal 80 ayat 1 jo Pasal 76c UU
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 170 KUHP tentang
Pengeroyokan dengan ancaman diatas lima tahun penjara.
Sebagaimana dalam hadits shahih, beliau Saw. mengajarkan kepada kita adab
yang tinggi ini. Kejadian itu merupakan salah satu bentuk perilaku yang diajarkan
oleh Allah melalui firman-Nya dalam Q.S. Al-Isra’: 70. Dalam ayat itu dijelaskan
bahwa Allah sangat memuliakan anak-anak Adam, bukan hanya satu golongan, etnis,
ras atau agama tertentu.
Kisah lain bahwa Nabi Muhammad pernah menyesali dan merasa kecewa atas
terbunuhnya seorang wanita yang ikut berperang antara kaum kafir dzalim dengan
umat Muslim. Kala itu setelah perang Nabi Saw. berdiri di depan mayat wanita dan
berkata “Tidak seharusnya wanita ini ikut berperang lalu terbunuh. ”
Dari kisah itu, Nabi mengajari kita bahwa sesungguhnya kesejahteraan dan
keselamatan untuk umat manusia lebih penting, dan bukan peperangan. Sejatinya
hidup ini tidak lain adalah untuk meraih kehidupan yang damai dan tentram.
Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW yang amat memanusiakan
manusia. Nabi Muhammad adalah pribadi yang toleran, peredam perpecahan, beliau
tidak pernah memaksakan kehendaknya.

BAHAYA HOAX TERHADAP KEUTUHAN BERBANGSA,


BERNEGARA DAN KEMAJUAN ISLAM
Kebebasan mengeluarkan berita ini secara tidak langsung kemudian
menyebabkan merebaknya berita hoax dalam rangka membentuk opini publik. Demi
kepentingan tertentu, berita hoax bisa digunakan untuk saling menyerang, menuduh,
melakukan stereotypes, bahkan untuk mengklaim bahwa sebuah kelompok atau pun
agama tertentu yang paling unggul dibandingkan yang lainnya. Media hadir
menyampaikan sebuah informasi yang tak terlepas dari berbagai kepentingan sosial
dan politik. Pada akhirnya, media menjadi wadah bias kepentingan dari berbagai
pihak. Di satu sisi, media sudah menjadi komoditas informasi untuk memenuhi
kebutuhan dan keingintahuan masyarakat. Tetapi, di sisi lain media juga cenderung
digunakan untuk kepentingan mendiskreditkan salah satu pihak demi keuntungan
tertentu. Itu semua dilakukan tanpa memerhatikan dampak sosial yang mungkin
terjadi.

Tak sedikit berita-berita bohong (hoax) digunakan untuk membentuk opini publik
yang mengarah pada terjadinya kehebohan, ketidakpastian informasi, dan ketakutan.

Dampak dari peredaran hoax dan merebaknya peredaran hoax di media sosial telah
memberikan dampak negatif yang sangat signifikan, beberapa dampak yang
dihasilkan adalah sebagai berikut:

1. Ancaman bagi Eksistensi NKRI

Ancaman utama dari hoax adalah perpecahan dalam diri masyarakat


Indonesia. Bagaimana tidak? Propaganda dan hate speech mempengaruhi psikologi
seseorang untuk memusuhi orang lain. Jika hal ini tidak segera diatasi, kasus-kasus
korban hoax seperti FPI akan menjadi lebih banyak dan bahkan menyebabkan
peperangan dalam negeri. Indonesia akan terpecah belah karena sila ketiga tentang
persatuan terancam. Dilihat dari segi demokrasi, hoax justru melanggar prinsip
freedom of speech. Freedom of speech adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah
hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan
tetapi tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian (Notanubun, 2014, p.
112). Kebebasan berpendapat di Indonesia sendiri bahkan telah dijamin dalam pasal
28 UUD 1945. Namun, mereka abai terhadap tanggung jawab yang melekat dalam
setiap kebebasan. Dengan seenaknya mereka menyebarkan hoax dan memicu
disinformasi, perpecahan, dan merugikan orang lain. Mereka sama sekali tidak
bertanggung jawab pada konten yang mereka sebarkan. Dalam hal ini, sila keempat
tentang demokrasi tidak diimplementasikan dengan baik.5

2. Hoax Bisa Membuat Renggangnya Ukhuwah Islamiyah ( Persaudaraan Islam )

Agama memang kerap menjadi objek hoax. Sebab, sensitifitas memang


merupakan "isu paling seksi" untuk dijadikan legitimasi dan penggerak bagi arus
hoax. Dalam sejarah Islam, berita bohong, fitnah, atau hoax menjadi catatan sebagai
penyebab pertama guncangan besar bagi tatanan keislaman yang telah dibangun oleh

5
Riyanta, S., 2017. "Saracen, Ancaman Serius bagi Eksistensi NKRI".
Nabi Muhammad. Itu terjadi saat terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, yang
kemudian disebut sebagai al-fitnah al-kubra (fitnah besar). Saat itu, umat Islam saling
menebar berita bohong tentang pembunuhan Khalifah Usman untuk kepentingan
politik jadi terjadi perpecahan pertama dalam sejarah Islam, yang bermuara pada
peperangan antara Ali dan Muawiyah serta lahirnya sekte-sekte dalam Islam.
Perbedaan dalam teologi Islam awal yang terjadi atas dasar berita bohong penting
melahirkan perpecahan, konflik, dan saling bunuh di tubuh umat Islam. Dengan
fitnah, perbedaan tak lagi jadi "rahmat" terbit sabda Nabi, peluncur "bencana". Hoax
menyulap perbedaan (ikhtilaf) menjadi perpecahan (iftiraq) .6

Lantaran bersumber dari ego, berita bohong dalam Islam menyeruak ke salah
satu simpul terdalam agama: hadis. Sejak 41 Hijriyah, berita bohong atas nama nabi
dan disebarkan untuk kepentingan-kepentingan kuasa. Ia menganiaya mazhab, ulama,
pandangan, dan segala sesuatu yang menjadi benteng bagi ego rezim. Sekadar
gambarannya: dari 600 ribu hadis yang menampung Imam Bukhari, hanya 2.761
hadis yang dipilihnya, dari 300 ribu yang butuh Imam Muslim, hanya 4000 yang
dipilihnya, dari 500 ribu yang diterima Imam Abu Dawud hanya 4800 yang
dipilihnya, dan dari sekitar satu juta hadis yang menampung Imam Ahmad bin
Hanbal hanya 30 ribu hadis yang dipilihnya. Lepas, sejak awal, Nabi telah
bersabda,"Barang siapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka haruslah dia
diaisi tempat duduknya di neraka."

Oleh karena itu, pasca-Nabi, para sahabat, tabi'in, dan ahli hadis membentuk
sebuah ilmu musthalah hadits yang di dalamnya diatur agar sebuah hadis terhindar
dari hoax atau kebohongan, penyelewengan yang disengaja maupun tak disengaja. Di
dalamnya ada ilmu sanad (periwayatan) dan matan (konten), di mana setiap hadis
harus berasal dari periwayat yang terjaga kepercayaannya (begitu bahkan melakukan
sesuatu yang tidak etis dalam Islam) dan kontennya juga dicek secara kebahasaan, dll
apakah dia memang dari Nabi dari segi kandungan dan salah satu yang utama harus
sesuai dengan nilai Al-Qur'an.

Saat ini juga kerap kita rasakan, salah satu celah hoax adalah saat sebuah
berita bergandengan kuasa, khusus politik. Karena memang sejak masa awal-awal
Islam, pasca-Nabi, teks agama yang suci (khusus hadis) kerap dipolitisasi dengan
ucapan menjadi hoax atau dibuat perkataan yang disandarkan pada Nabi untuk
kepentingan penguasa. Salah satu contoh contoh Muqatil bin Sulaiman al-Bakhi
adalah pembohong dan pemalsu hadis di mana Imam Nasa'i memasukkannya sebagai
seorang pembohong. Ia pernah mengatakan terang-terangan kepada Khalifah al-
Mahdi dari Bani Abbas: "Bila kamu suka, akan aku buatkan hadis untuk (keagungan)
Abbas" . Namun Sang Khalifah menjawab: "Aku tidak menghendakinya!" .

Sifat "Kebenaran" dan "Kebatilan" pada posisi seperti udara dan minyak. Beda dan tak bisa
bercampur. Namun, dalam hal QS. Al-Anfaal: 73, hoax bisa mengaburkan kebenaran dan

6
Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, 2 (Desember 2017): 209-222
kebatilan yang akan membawa manusia pada kerusakan besar. Misalnya, rangkaian
periwayatan hadis akan runtuh jika di tengahnya adalah periwayat yang bermasalah karena
menjadi tak ada jaminan untuk kesucian hadis tersebut. Atau, buat permainan teka teki
silang, jika salah satu jawaban anda bohong, maka akan menimbulkan rentetan kesalahan
yang menuju pada kerusakan besar tentunya. Diuntung pula, tipuan bisa rusak struktur
mental seseorang karena rentetan logika sebab-akibat akan rancu jika disusupi tipuan.

BAHAYA SIKAP ANTI PEMERINTAH TERHADAP KEUTUHAN


BERBANGSA, BERNEGARA, DAN KEMAJUAN ISLAM

1. Mengancam Stabilitas Negara

Propaganda Anti Pemerintah yang berniat untuk mengacak-acak jalannya


pemerintahan merupakan ancaman bagi stabilitas negara yang nantinya akan berefek
pada proses berjalannya pemerintahan dan pembangunan di suatu negara. Jika
pemerintahan dalam hal ini pemerintah tidak bisa bekerja dan berjalan dengan
semestinya lantaran ada beberapa oknum yang anti pemerintah dan berusaha
menggulingkan pemerintah, maka bisa dipastikan cita-cita pembangunan, visi, misi
pemerintah yg ada akan terhambat dan tidak bisa dicapai.

2. Islam menghargai pemimpin yang dipilih secara sah dan menolak melakukan
pemberontakan meskipun pemerintahannya zalim

Ketaatan kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan


dalam Al-Qur’an dan Hadits sangat banyak sekali. Dalil di dalam Al-Qur’an di
antaranya adalah firman Allah ta'ala:

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu." (QS. An Nisa' [4]: 59) Dalam ayat ini Allah menjadikan ketaatan
kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.
Namun, untuk pemimpin di sini tidaklah datang dengan lafazh perintah "taatilah"
karena ketaatan kepada pemimpin merupakan ikutan (tâbi') dari ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, apabila seorang
pemimpin memerintahkan untuk berbuat maksiat kepada Allah, maka tidak ada lagi
kewajiban mendengar dan taat kepada mereka.

Dalil-dalil ketaatan kepada pemimpin meskipun mereka zalim di dalam hadits:


"Abu Hunaidah (wail) bin Hudjur RA berkata: Salamah binti Yazid Al Ju'fi bertanya
pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: Ya Rasulullah, bagaimana jika
terangkat di atas kami kepala-kepala yang hanya pandai menuntut haknya dan
menahan hak kami, maka bagaimanakah anda memerintahkan pada kami ? Pada
mulanya beliau mengabaikan pertanyaan itu, hingga beliau ditanya yang kedua
kalinya atau ketiga kalinya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menarik Al
Asy'ats bin Qois dan bersabda: Dengarlah dan taatlah kamu sekalian (pada mereka),
maka sesungguhnya di atas mereka ada tanggung jawab/kewajiban atas mereka
sendiri dan bagimu ada tanggung jawab tersendiri." (HR Muslim)7

7
Sumber: Al-Qur’an dan Hadist

Anda mungkin juga menyukai