Anda di halaman 1dari 4

Sinopsis Buku The J Curve Strategi Memahami

Mengapa Bangsa-Bangsa Berjaya dan Jatuh,


karya Ian Bremmer

MATAKULIAH:
Ketahanan Nasional
Dosen: Dr. Rivai Ras

Disusun oleh:

Dhimas Rahmaputra

1406598106

Program Studi Kajian Ketahanan Nasional


Program Peminatan Kajian Pengembangan
Kepemimpinan
Program Pascasarjana Universitas Indonesia
2015
THE J CURVE: STRATEGI MEMAHAMI MENGAPA BANGSA-BANGSA BERJAYA
DAN JATUH

Mempelajari berjaya dan jatuhnya suatu negara ternyata dapat diukur oleh sebuah alat
analisis, yaitu J Curve. Tidak ada negara-negara di dunia yang bertahan tanpa didukung
ketahanan nasional. Dalam buku The J Curve, Ian Bremmer merumuskan beragam strategi
yang menyebabkan suatu negara berjaya dan sebaliknya mengungkapkan berbagai fenomena
yang menyebabkan suatu negara runtuh bahkan punah dalam kepemimpinan nasionalnya.
Kurva J adalah sebuah alat yang dirancang untuk membantu para pembuat kebijakan
mengembangkan kebijakan-kebijakan luar negeri yang lebih berwawasan dan lebih efektif.
Sehinnga kurva J tersebut akan menunjukkan tingkat kestabilan suatu negara serta ancaman-
ancaman yang membuat suatu negara itu mengalami ketidakstabilan.

Karena berbicara ketahanan nasional adalah mengungkapkan fakta tentang kestabilan


dan kemajuan. Kondisi negara-negara di dunia tentunya sangat berbeda antara satu dengan
yang lainnya. Ada negara yang tertutup sama sekali dari pengaruh luar tapi stabil, ada juga
negara yang tertutup tetapi tidak stabil sehingga mengalami konflik yang berkepanjangan
bahkan punah dalam sejarah. Ada juga negara yang terbuka namun tetap stabil serta ada lagi
negara yang semakin terbuka dengan pengaruh luar tapi justru mengalami ketidakstabilan.
Pergeseran dalam titik kestabilan menuju ketidakstabilan atau sebaliknya dari ketidakstbilan
terus berupaya menuju kestabilan, ini merupakan konsep yang dijelaskan dalam kurva J.
Huruf J yang dimaksud tersebut toal menggambarkan bagaiman setiap negara mengalami
perubahan baik dalam dinamika menuju keterpurukan ataupun menuju kebangkitan yang
lebih menyejahterkan rakyat.

Bentuk huruf J dengan dua sisi yang berbeda panjang yakni sisi kanannya panjang
sementara ssi kiri pendek, ini menunjukkan perbedaan gerak perubahan suatu negara.
Sedangkan garis lengkung di bawah adalah garis penghubung. Semua negara. Kata Bremmer
sebagai pelopor konsep Kurva tersebut, bisa di baca dengan menggunakan kurva J.
Dalam bukunya tersebut Bremmer mengakategorikan negara-negara yang berda di ujung kiri
kurva J antara lain; Korea Utara di bawah kepemimpinan Kim Juang II, Kubadi bawah Catros
dan Irak di bawah kepemimpinan kerasnya Saddam Husein. Mereka semua adalah rezim-
rezim otoriter yang terkonsolidasi. Para diktator tersebut membuat ketidakstabilan di luar
negeri dengan tujuan mempertahankan kestabilan di dalam negeri. Seperti Saddam Husein
yang menolak kerjasama dengan mematuhi resolusi-resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa.
Sementara Korea Utara juga pada prinsipnya tidak akan sanggup mengisolasi diri selamanya,
dengan terus menutup diri dari membukan akses dengan pihak luar dan terus berupaya sekuat
tenaga mempertahankan kestabilan semu di dalam negeri sendiri. Kestabilan semu yang
dimaksud justru semakin menggerogoti konflik pada masa yang akan datang. Korea Utara
memiliki peluru kendali dan pusat militerisasi terkuat sedunia. Sementara Cadangan nuklir
yang menjadi agendan persenjataan mereka juga turut memperburuk ketidakstabilan
internasional.

Ujung kiri adalah kurva J yang paling kontraintuitif yaitu negara-negara yang sering
digolongkan sebagai negara paling melarat dan paling terpuruk di luar dugaan ternyata
mereka stabil. Bagian kiri kurva tentu menyiratkan keadaan yang paling negatif. Maka, setiap
peristiwa-peristiwa penyebab ketidakstabilan dapat dengan cepat mendorong negara-negara
di bagian kiri kurva ke situasi tidak stabil yang membahayakan.

Afrika Selatan dan Yugoslavia merupakan negara yang berada di titik paling rendah
Kurva J. Keduanya memasuki titik paling rendah pada kurva J dalam setengah dasawarsa
yang sama. Afrika Selatan berhasil selamat berada di sisi kanan kurva, sementara Yugoslavia
terjerumus dalam peperangan. Serta sangat sulit menemukan pemimpin yang mampu
menjadikan Yugoslavia menuju kestabilan. Militerisme Milosevic semakin memicu
kekuatan-kekuatan sentrifugal yang menarik Yugoslavia ke berbagai arah. Sementara otoritas
politik dan moral Mandela di Afrika Selatan diakui secara luas, sehingga berbagai kelompok
ras, suku dan etnis yang berbeda bersedia bersatu dalam proyek bersama.

Bagian kanan kurva tentunya menunjukkan kestabilan setiap negara dengan konsep
keterbukaannya terhadap berbagai pengaruh luar baik dalam hal politik, ekonomi, sosial dan
kultural. Negara-negara ini secara hukum juga mengabadikan perlindungan atas hak-hak
warga negara dan hak asasi manusia. Lembaga-lembaga pemerintahannya yang saling
independen terhadap yang lain juga memperkuat stabilitas negara itu.
Bremmer mengkategorikan Negara-negara yang masuk dalam bagian kanan kurva J antara
lain; Turki, Israel dan India. Masyarakat di negara-negara ini memiliki banyak kesamaan
yang mendasar. Mereka merupakan masyarakat yang dinamis, modern, sudah terbiasa dengan
ekonomi pasar, demokrasi partai dan perubahan. Sangat berbeda dengan negara-negara di
bagian kiri Kurva yang sangat enggan dengan konsep kewirausahaan maupun ekonomi yang
membangun kerakyatan.

Sehingga dalam analisis sederhana memberi gambaran bahwa perjalanan kurva


semestinya terus mengalami perubahan, hanya saja negara-negara yang membiarkan dirinya
larut dalam kestabilan yang menutup diri sesungguhnya kurang memberi definisi secara utuh
terhadap kemajuan bangsa. Akan tetapi lebih menunjukkan keterbatasan gerak suatu
masyarakat atas nama kestabilan, dengan bahasa lain semua masyarakat dalam bagian kurva
kiri seakan-akan direkayasa untuk menutup mata dari melihat dunia secara nyata dan penuh
inspirasi. Sementara dalam bagian kanan kurva, menggambarkan adanya keterbukaan
kepemimpinan untuk memberi pemahaman yang luas tentang pentingnya melihat keragaman
secara luas. Namun, eksistensi negara-negara tersebut baik dalam bagian kiri kurva maupun
bagian kanan kurva pasti akan terus mengalami perubahan, semestinya setiap pemimpin
dengan bijaksana merekayasa dinamika bangsa semata-mata untuk kemaslahatan manusia
secara nyata, bukan dengan manipulasi dan sebatas mempertahankan kekuasaan yang
diktator. Namun, apabila melihat lebih jauh lagi, konsep kurva J sesungguhnya bukan
mengukur tentang demokrasi tapi bagaimana proses kestabilan dan keterbukaan suatu negara.
Dubai dan Singapore turut memperkenalkan konsep kepemimpinan otoriter yang berhasil
mengalami keterbukaan dalam tataran gagasan, informasi dan kemajuan dengan pihak luar,
namun mereka juga masih utuh mempertahankan kestabilan dan kemakmuran bagi
masyarakatnya. Sehingga, rezim otoriter ini juga cukup membuktikan bahwa situasi sosial,
politik dan ekonomi mereka dapat melakukan transisi yang sukses dari bagian kiri ke bagian
kanan kurva J tanpa ketidakstabilan yang mencapai krisis. Pemerintah mereka tahu dapat
menganut keterbukaan tanpa takut menjadi tidak stabil.

Dalam bahasan penutup bukunya, Bremmer menyebutkan negara Cina yang


dilematis. Cina tetap berada di bagian kiri kurva J, karena pemerintahannya dikuasai partai
tunggal, partai komunis Cina. Namun partai ini telah membuka perekonomian Cina bagi
investasi langsung dari luar negeri, dan negara itu telah bergabung dalam World Trade
Organization. Cina mencoba membungkus penindasan politik dengan ketebukaan ekonomi.
Namun jauh lebih mudah mengelola beberapa juta warga dengan pendapatan bersaing
dengan Eropa Barat paling kaya daripada mencoba mengendalikan 1.3 miliar orang, dengan
ratusan juta di antaranya masih hidup dalam kemiskinan.

Semua perubahan ini telah mengantarkan liberalisasi dan menaikkan kemakmuran,


baik di dalam negeri Cina maupun di seluruh Asia Timur. Reformasi ekonomi Cina
menggambarkan upaya partai untuk merekayasa perpindahan dari bagian kiri ke bagian
kanan kurva J tanpa jatuh ke dalam kekacauan politik.

Sementara Amerika sebagai negara adidaya semestiya terus melakukan analisa-analisa


dalam menentukan kebijakan-kebijakan secara menyeluruh, karena ketidakterbukaan negara-
negara di bagian kiri kurva J tentu juga disebabkan gerakan yang anti Amerika dan sikap
kecurigaan yang berlebihan dengan kekuasaan Amerika. Sehingga, Amerika benar-benar
membutuhkan kebijaksanaan tidak hanya melanggengkan posisi adidaya tapi bagaimana
mewujudkan kestabilan yang merata atau paling tidak mengupayakan pergeseran pada
bagian-bagian kurva.

Buku ini cukup menggambarkan dinamika dan persoalan di negara-negara yang


berada di bagian kiri maupun bagian kanan kurva J yang tentunya sangat berbeda-beda.
Kurva J memberikan banyak pelajaran berharga tentang betapa pentingnya stabilitas dan
keterbukaan untuk menjadi negara di bagian kanan kurva J yang terus menanjak ke arah
kemajuan. Pada dasarnya semua negara-negara di dunia mengakui bahwa kestabilan jangka
panjangnya akan sangat bergantung pada kemakmuran rakyat dan mengakui bahwa
kompromi dengan keterbukaan harus dibuat guna mendapatkan dan mempertahankan
kemakmuran dunia masa kini.

Anda mungkin juga menyukai