PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi dan teknologi internet sekarang ini telah
mempengaruhi berbagai sendi kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara
bersifat
konvensional
(convensional)
menjadi
ancaman
1 Dorman Andrew, Smith Mike, and Uttley Matthew, The Changing Face of Military
Power, Palgarave, 2002
1
kebijakan
strategi keamanan
Cyber
nasional
dalam
BAB II
PEMBAHASAN
Pasca berakhir perang dingin (cold war) tahun 1989 antara Amerika
Serikat (AS) dengan Uni Soviet (US), menjadikan AS sebagai satu-satunya
negara adidaya di dunia ditambah lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang diinvestasikan dalam bentuk teknologi berbasis computer
telah mendorong AS melakukan transformasi perubahan berbasis teknologi
informasi. Kemudian transformasi ini dikenal dengan IT IRMA (Information
Technology Revolution in Military).2 Transformasi teknologi ini mengakibatkan
ancaman yang dihadapi suatu bangsa menjadi lebih kompleks. Perubahan
ancaman
bersifat
konvensional
(convensional)
menjadi
ancaman
2 Dorman Andrew, Smith Mike, and Uttley Matthew, The Changing Face of Military
Power, Palgarave, 2002
3 Rod Thornton, Asymmetric Warfare, Cambridge, 2011
3
melalui
sistem
komputer
Departemen
Pertahanan
AS
dan
menyebabkan data dikirim ke server asing. Keempat, kasus Georgia tahun 2008,
berawal dari konflik Rusia dan Georgia di Ossetia Selatan. Serangan cyber
melumpuhkan beberapa situs pemerintah Georgia dan situs-situs media lokal,
setelah Georgia menyerang Ossetia Selatan. Ini merupakan serangan yang mirip
dengan serangan ke Estonia pada 2007. Kelima, kasus Estonia tahun 2007,
dimana Estonia menghadapi gelombang serangan cyber yang melanda segenap
4 Toft-Arreguin Ivan, How the weak win wars: A theory of Asymmetric Conflict,
Cambridge, 2005
4
lawan. Cyber warfare dikenal sebagai perang cyber yang penggunaan fasilitas
www (world wide web) dan jaringan komputer sebagai media untuk melakukan
perang di dunia maya.
Cyber warfare saat ini termasuk dalam kategori perang informasi
berskala rendah (low-level information warfare), namun dalam beberapa tahun
mendatang mungkin sudah dikatakan sebagai peperangan informasi yang
sesungguhnya (the real information warfare). Contoh, pada saat terjadi perang
Irak-AS tahun 1991, dapat diketahui bagaimana informasi diekploitasi
sedemikian rupa mulai dari berbagai laporan peliputan TV, Radio, Media
Eletronik lainnya sampai dengan penggunaan teknologi sistim informasi dalam
cyber warfare untuk mendukung penggunaan alat komunikasi antar prajurit yang
berhubungan langsung ke jaringan komando dan kendali (Kodal) satuan tempur
negara-negara sekutu dibawah pimpinan Amerika Serikat.
Berbagai aksi dapat dilakukan dalam cyber warfare atau cyber
information, berupa kegiatan disinformasi atau propaganda mengarah kepada
perang psikologi (phycholocial warfare) yang dapat mengancam seluruh aspek
kehidupan masyarakat baik ekonomi, budaya, sosial, ataupun militer suatu
negara sebagai bentuk perang modern7, seperti yang dilakukan oleh pasukan
koalisi dalam perang Irak-AS yang telah terbukti menjadi salah satu faktor dalam
menjatuhkan moril dari pasukan Irak.
Di dalam konsep perang cyber (cyber warfare), penggunaan sistim
teknologi informasi dilakukan untuk mendukung kepentingan komunikasi antar
personil perang dengan peralatan pendukung perang lainnya, seperti pesawat,
kapal, peralatan militer lainnya yang terintegrasi dalam kesatuan sistem
komando kendali militer modern, yaitu sistem NCW (Network Centric Warfare).
Dalam perang modern, sudah mulai meninggalkan bentuk dan pola
perang tradisonal atau perang konvensional baik administratif, teknis, maupun
ideologis. Pelaksanaan perang dilakukan secara cepat dengan menggunakan
7 Trinquier Roger, 1985. Modern Warfare: A French View of Counterinsurgency, Pall
Mall Press, London and Dunmow.
6
teknologi perang dan mesin perang serba modern, persenjataan mutahir, roket,
penggunaan rudal hingga bom nuklir8. Penggunaan teknologi dalam perang
modern menimbulkan perubahan ancaman semakin kompleks dan mencakup
seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Penggunaan teknologi internet dengan jaringan komputer melalui world
wide web (www) semakin membuka peluang untuk terjadinya perang antar
negara. Perang menggunakan teknologi internet dan jaringan komputer dalam
media cyber (cyberspace), disebut cyberwar atau cyberwarfare.
Menghadapi cyber warfare sebagai perang modern, Indonesia perlu
mempersiapkan sumber daya manusia teknologi informasi (SDM TI),
insfrastruktur, dan pembuatan doktrin dan strategi kebijakan keamanan cyber
nasional untuk menghadapi cyber warfare yang sesungguhnya di masa yang
akan datang.
Upaya
pengembangan
terus
dilakukan
sehingga
daya
pulih
adalah
kemampuan
untuk
melakukan
konsolidasi dan pemulihan pasca terjadi serangan cyber, baik terhadap pemulihan
factor psikologis sumber daya manusia itu sendiri maupun pemulihan terhadap
infrastruktur sebagai dampak dari suatu serangan cyber yang terjadi.
Dengan adanya suatu badan atau lembaga keamanan cyber nasional
diharapkan
mampu
menjadi
solusi
dalam
menjawab
tantangan
dan
10
terhadap
kedaulatan
negara,
keutuhan
wilayah,
dan
demokrasi yang merdeka, berdaulat, dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Oleh karena itu diperlukan doktrin pertahanan negara yang dapat mengarahkan
setiap unsur dalam sistem pertahanan untuk mencapai tujuan nasional. Doktrin
pertahanan negara dijadikan sebagai modal utama dalam merencanakan strategi
dan kebijakan pertahanan negara
11
yang mampu merusak atau segala sesuatu yang merugikan sehingga mengancam
kerahasian (confidentiality), integritas (integrity), dan ketersediaan (availability)
sistim dan informasi11Ancaman yang muncul dari media cyberspase disebut
cyber threat.
Pelaku ancaman dapat berasal dari negara (state actor) atau
non
pemerintah (non state actor), sehingga pelaku dapat berasal dari individu,
kelompok, maupun organisasi lain yang dapat berasal dari negara sendiri
maupun antar negara. Sumber ancaman dapat berasal dari dalam maupun dari
luar, kondisi sosial, sumber daya manusia, dan perkembangan teknologi,
sebagaimana diperlihatkan dalam gambar, berikut ini:
13
Pertahanan
(Kemenhan)
selaku
lembaga
yang
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
13 Universitas Pertahanan Indonesia, 2012. Kajian Strategis Keamanan Cyber Nasional: Dalam
Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional di Bidang Keamanan Cyber, Jakarta.
15
Dalam
pertahanan
lembaga
terkait
dengan
pengelolaan
teknologi
informasi
dan
telekomunikasi.
Memahami akan pentingnya kerjasama dengan semua pihak baik
pemerintah, sipil, militer, akademisi, pakar teknologi informasi, perusahaan baik
pengguna teknologi informasi maupun lembaga swadaya masyarakat lainnya,
diharapkan berperan aktif dalam penyusunan strategi keamanan cyber nasional,
melalui:
16
17
BAB III
SIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Perkembangan
teknologi
informasi
dan
telekomunikasi
telah
menjadikan internet ini sebagai media dalam melakukan perang modern saat ini.
Penggunaan internet dan jaringan komputer sebagai media cyber (cyberspace)
dalam melakukan kegiatan perang, disebut perang cyber (cyber warfare).
Peperangan siber (cyber warfare) bertujuan untuk menghancurkan
sistem jaringan komputer suatu negara dan peralatan lain yang berhubungan
dengan penggunaan sistem komputer. Adanya cyber attack, sebagai bentuk
perang
18
DAFTAR PUSTAKA
Dorman Andrew, Smith Mike, and Uttley Matthew, The Changing Face
of Military Power, Palgarave, 2002
Fred Schreier, On Cyber Warfare, DCAF Horizaon 2015. Working
Paper No.7.Iwan Kustiayawan, Slide MK CSPS:Preliminary kepada Mahasiswa
Prodi Peperangan Asimeris Cohort 2, Universitas Pertahanan Indonesia.
Rod Thornton, Asymmetric Warfare, Cambridge, 2011
Toft-Arreguin Ivan, How the weak win wars: A theory of Asymmetric
Conflict, Cambridge, 2005
Trinquier Roger, 1985. Modern Warfare: A French View of
Counterinsurgency, Pall Mall Press, London and Dunmow.
Townshend Charles, 2000. The Oxford History of Modern War:The
Shape of Modern War, Oxford University Press, New York.
Universitas Pertahanan Indonesia, 2012. Kajian Strategis Keamanan
Cyber Nasional: Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional Dibidang
Keamanan Cyber, Jakarta
Wamala Frederick, 2011. ITU National Cybersecurity Strategy Guide,
International Telecommunication Unit (ITU), Printed in Switzerland Geneva.
19