0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
24 tayangan5 halaman
Penyakit virus corona (COVID-19) merupakan penyakit menular yang ditimbulkan oleh virus SARS-CoV-2. isu yang menyebar dengan sangat cepat serta tidak hanya memuat isu yang benar, namun juga mengandung hoax yang dapat menyebabkan kepanikan serta keresahan pada masyarakat. dengan perkembangan teknologi pada saat ini ini, kemudahan akses internet serta media sosial sangat memudahkan penyebaran isu palsu (hoax) yg berdampak negatif yang dapat memicu ketakutan dan kekhawatiran bagi masyarakat.
Judul Asli
Pengaruh Hoaks Dan Ujaran Kebencian Covid 19 di media sosial terhadap tingkat kecemasan masyarakat
Penyakit virus corona (COVID-19) merupakan penyakit menular yang ditimbulkan oleh virus SARS-CoV-2. isu yang menyebar dengan sangat cepat serta tidak hanya memuat isu yang benar, namun juga mengandung hoax yang dapat menyebabkan kepanikan serta keresahan pada masyarakat. dengan perkembangan teknologi pada saat ini ini, kemudahan akses internet serta media sosial sangat memudahkan penyebaran isu palsu (hoax) yg berdampak negatif yang dapat memicu ketakutan dan kekhawatiran bagi masyarakat.
Penyakit virus corona (COVID-19) merupakan penyakit menular yang ditimbulkan oleh virus SARS-CoV-2. isu yang menyebar dengan sangat cepat serta tidak hanya memuat isu yang benar, namun juga mengandung hoax yang dapat menyebabkan kepanikan serta keresahan pada masyarakat. dengan perkembangan teknologi pada saat ini ini, kemudahan akses internet serta media sosial sangat memudahkan penyebaran isu palsu (hoax) yg berdampak negatif yang dapat memicu ketakutan dan kekhawatiran bagi masyarakat.
KECEMASAN MASYARAKAT Penyakit virus corona (COVID-19) merupakan penyakit menular yang ditimbulkan oleh virus SARS-CoV-2. isu yang menyebar dengan sangat cepat serta tidak hanya memuat isu yang benar, namun juga mengandung hoax yang dapat menyebabkan kepanikan serta keresahan pada masyarakat. dengan perkembangan teknologi pada saat ini ini, kemudahan akses internet serta media sosial sangat memudahkan penyebaran isu palsu (hoax) yg berdampak negatif yang dapat memicu ketakutan dan kekhawatiran bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mencari efek hoaks terhadap opini publik serta besaran dampak yang diberikan. Metode di penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis hoax serta ujaran kebencian COVID-19 pada media sosial. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa maraknya penyebaran hoax serta ujaran kebencian tentang COVID-19 pada internet melalui media sosial yang semakin tidak terkontrol di Indonesia masih terus meningkat penyebarannya.Hal ini akan menyebabkan masyakarat mempunyai gangguan kesehatan mental seperti cemas, tertekan atau stress, serta takut luar biasa. Penyakit virus corona (COVID-19) ialah penyakit menular yang ditimbulkan oleh virus SARS-CoV-2. Virus ini bisa menyebar melalui mulut atau hidung orang yang terinfeksi dari partikel cairan kecil saat orang tersebut sedang batuk, bersin, berbicara, bernyanyi, atau bernapas. Sebagian besar orang yang tertular COVID-19 akan mengalami gejala-gejala ringan sampai pada gejala sedang (Marsudi, et al., 2020). Namun, sebagian orang akan mengalami sakit parah dan juga membutuhkan bantuan medis. Virus ini juga tidak mengenal batas usia, dari bayi hingga lansia bisa terjangkit oleh virus corona ini. Akan tetapi, usia lanjut usia lebih rentan terinfeksi karena kondisi tubuh yang tidak begitu kuat melawan virus dan adanya penyakit bawaan (seperti asma, penyakit jantung, tekanan darah tinggi, atau diabetes). Serta kondisi mental yang juga penting untuk melawan virus ini, jika kondisi mental buruk maka akan rentan juga terinfeksi. Hal ini dapat disebabkan oleh berita- berita hoax yang belum tentu kebenarannya tersebar di berbagai jejaring sosial. Sosial media adalah salah satu media yang menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Sosial media menjadi sumber yang efisien dan efektif untuk mengikuti pengetahuan medis (Ahmad & Murad, 2020). Informasi tentang wabah ini menyebar dengan sangat cepat, dan tidak hanya memuat informasi yang benar, tetapi juga mengandung “hoax” yang dapat menimbulkan kepanikan di masyarakat. Kemudahan akses ke internet dan media sosial, serta arus informasi yang cepat di media ini akses, sangat memudahkan penyebaran berita palsu (hoax). Seperti saat ini, di tengah pandemi COVID-19, seringkali ditemukan informasi palsu di media sosial terkait pandemi COVID-19 dan kesehatan. Dengan adanya pemberitaan mengenai covid 19 ini dapat berdampak negatif yang memicu ketakutan dan kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat dan menjadi hal yang sangat menakutkan bagi masyarakat.1. Hasil Penelitian Vicky Alifia Hidayatun (2021)Penelitian Vicky Alifia Hidayatun (2021), berjudul “Pengaruh Informasi “Hoax” Terhadap Tingkat Kecemasan Masyarakat Surakarta Selama Pandemi COVID-19”. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kuesioner Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A) secara online kepada masyarakat Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh informasi hoax terhadap tingkat kecemasan masyarakat di Surakarta. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, terbukti terdapat pengaruh yang signifikan antara informasi hoax mengenai Covid-19 dengan tingkat kecemasan masyarakat di Surakarta. 2. Hasil Penelitian Titin Pamungkas (2021) Penelitian Titin Pamungkas (2021), berjudul “Pengaruh Informasi Hoax Seputar Covid-19 Terhadap Kecemasan Masyarakat”. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kuantitatif dengan teknik kuesioner dan teknik observasi di daerah Desa srimulyo Kecamatan Madang Suku II Kabupaten OKU Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa pengaruh dan seberapa besar pengaruh informasi hoax seputar Covid-19 terhadap kecemasan masyarakat di Desa Srimulyo Kecamatan Madang Suku II Kabupaten OKU Timur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, terbukti adanya pengaruh informasi hoax seputar Covid-19 terhadap kecemasan masyarakat yang memiliki hubungan yang kuat, dengan persentase (67,9%) dan sisanya sebesar 32,1% dipengaruhi faktor lain diluar penelitian. 3. Hasil Penelitian Eirene Widjajayanto – Wahyu Kristian Natalia (2021) Penelitian oleh Eirene Widjajayanto – Wahyu Kristian Natalia (2021), yang berjudul “Pengaruh Intensitas Mengakses Berita Hoax Di Instagram Dan Di Facebook Terkait Covid-19 Terhadap Disinformasi Di Masyarakat”. Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode paradigma positivisme. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intensitas berita hoax di Instagram dan Facebook terkait informasi mengenai Covid-19. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa, hasil yang diperoleh adalah intensitas mengakses informasi hoax di Instagram terkait Covid-19 dengan tingkat disinformasi masyarakat berpengaruh signifikan, sedangkan intensitas mengakses berita hoax di Facebook terkait Covid-19 terhadap tingkat disinformasi masyarakat tidak berpengaruh signifikan. Sudah banyak penelitian yang mengkaji tentang Pengaruh informasi hoax dengan tingkat kecemasan masyarakat, namun masing-masing penelitian tersebut hanya tertuju pada daerah tertentu yang pastinya memiliki karakteristik tersendiri terkait tema tersebut. Baik dari penyebab, pengaruh dan seberapa besar pengaruh yang terjadi terhadap masyarakat di daerah tersebut. Sedangkan pada penelitian kali ini ditujukan kepada masyarakat luas yang tidak berfokus pada background tempat asal masyarakat dan berfokus pada informasi yang beredar di media sosial dengan metode penelitian kualitatif yang terbagi atas 2 kelompok yaitu wawancara dan observasi. Sudah banyak penelitian yang mengkaji tentang Pengaruh informasi hoax dengan tingkat kecemasan masyarakat, namun masing-masing penelitian tersebut hanya tertuju pada daerah tertentu yang pastinya memiliki karakteristik tersendiri terkait tema tersebut. Baik dari penyebab, pengaruh dan seberapa besar pengaruh yang terjadi terhadap masyarakat di daerah tersebut. Sedangkan pada penelitian kali ini ditujukan kepada masyarakat luas yang tidak berfokus pada background tempat asal masyarakat dan berfokus pada informasi yang beredar di media sosial dengan metode penelitian kualitatif yang terbagi atas 2 kelompok yaitu wawancara dan observasi. Pengertian HoaksMenurut KBBI, hoaks adalah sebuah informasi bohong. Menurut Septiaji Eko Nugroho menjelaskan bahwa hoaks adalah informasi yang direkayasa. Informasi tersebut dibuat untuk menutupi informasi yang sebenarnya. Selain itu, hoaks merupakan upaya memutar balikan fakta. Fakta tersebut akan diganti dengan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Beliau mengatakan bahwa hoaks adalah tindakan mengaburkan sebuah informasi yang benar caranya dengan membanjiri suatu media melalui pesan yang salah. Hal tersebut mengakibatkan pesan yang benar akan tertutupi. Sedangkan menurut Profesor Muhammad Alwi Dahlan, hoaks adalah manipulasi berita yang sengaja dilakukan dan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah. Dalam berita hoaks terdapat penyelewengan fakta yang menjadi menarik perhatian. Hoaks dan Ujaran Kebencian di Media Sosial. Media sosial sekarang digunakan sebagai pertarungan telah mengubah wajah jejaring sosial yang ketika pertama kali muncul sebagai sarana ventilasi dan interaksi sosial telah menjadi ruang yang memiliki banyak pertempuran berbeda dari banyak pemain dari latar belakang yang berbeda. Jumlah orang yang berpartisipasi dalam jejaring sosial meningkat ketika datang ke situasi atau motivasi politik karena pesertanya tidak hanya orang biasa tetapi juga kelompok kepentingan yang berbeda seperti partai politik, partai politik, faksi politik, elit politik, organisasi massa, pengusaha, dan lain-lain. Belakangan ini isu politik menjadi penyebab meningkatnya kontroversi di media sosial seperti ujaran kebencian, penistaan agama, dan lain-lain. Di era internet orang bebas menyampaikan pendapat atau pandangannya baik secara lisan, cetak, elektronik, maupun online. Jadi ada hal yang perlu diingat bahwa hak atas kebebasan berpendapat jika tidak dibudayakan dan beretika akan menimbulkan akibat hukum bagi penciptanya karena setiap orang harus berhati-hati. Dan penting untuk diperhatikan satu hal lagi, yaitu memberikan pendapat yang membuat kesal pihak lain. Seringkali hal ini disebut dengan ujaran kebencian, yaitu suatu tindakan komunikasi yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam bentuk memprovokasi, menghasut, menyinggung individu atau kelompok lain. Secara umum, ujaran kebencian mengandung pertanyaan mengenai aspek ras, warna kulit, suku, jenis kelamin, disabilitas, orientasi seksual, kebangsaan, agama, dan orang berbeda. Ujaran kebencian adalah ucapan atau ekspresi verbal dan nonverbal yang digunakan untuk merendahkan, menekan, dan menghasut kekerasan terhadap seseorang atas dasar keanggotaannya dalam suatu kelompok sosial, perkumpulan, atau bangsa. Dengan tumbuh dan kuatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mewaspadai bahaya yang ditimbulkan oleh penyebaran hoaks baru dan ujaran kebencian di media sosial diharapkan masyarakat dapat lebih bijak menggunakan jaringan sosial. Misalnya, memastikan keakuratan konten yang dibagikan, mengklarifikasi fakta, memastikan manfaatnya, dan kemudian mendistribusikannya. Kasus penyebaran berita hoaks dan ujaran kebencian di media sosial termasuk dalam ranah cybercrime. Apabila penyebaran suatu berita hoaks mengandung unsur-unsur pelanggaran sebagaimana dijelaskan dalam UU ITE, maka pelaku dapat dikenakan pidana (Rifauddin dan Halida, 2018). Hingga saat ini, penyebaran hoaks mengenai COVID-19 di Indonesia masih merajalela seakan tidak ada kontrol. Timbul berbagai kesimpangsiuran informasi terkait COVID- 19 dan menyebabkan kecemasan, kebingungan, hingga menyesatkan pikiran di kalangan masyarakat. Hasil survei oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memperoleh hasil sebagai berikut. 1. Terdapat 1991 isu hoaks COVID- 19 di 5131 unggahan media sosial (Medsos) mulai bertepatan pada 23 Januari 2020 sampai 18 November 2021. Isu hoax dan ujaran kebencian COVID- 19 tersebar di Facebook dengan total 4432 unggahan. Pemutusan akses telah dilakukan pada 5004 unggahan serta 127 unggahan yang lain dalam proses tindak lanjut oleh pihak yang berwenang. 2. Hoaks vaksinasi juga banyak dijumpai. Terdapat 390 isu hoaks vaksinasi COVID- 19 pada 2425 unggahan media sosial. Jumlah sebaran paling banyak terdapat pada Facebook, yakni sebanyak 2233 unggahan. Pemutusan akses sudah dicoba pada 2425 unggahan tersebut. 3. Isu terkait hoaks PPKM terdapat 48 isu pada 1167 unggahan media sosial. Sebaran paling banyak terdapat pada Facebook, yakni hingga 1149 isu hoaks. Pemutusan akses sudah dicoba terhadap 1003 unggahan serta 164 unggahan yang lain ditindaklanjuti oleh pihak terkait. Beberapa contoh kasus hoaks yang muncul dan menyebar begitu cepat sebagai berikut.1. Adanya disinformasi mengenai poster COVID- 19 yang mengajak para orang tua guna menyumbangkan organ anak- anaknya. 2. Tersebar berita palsu menimpa negara Jepang yang memutuskan untuk menghentikan program vaksinasi COVID- 19 serta memilih ivermectin selaku obat yang bisa menghentikan COVID- 19 dalam semalam. 3. Pada tanggal 13 November 2021, tersebar hoaks di media sosial Facebook yang berkata bahwa orang yang disuntik vaksin cenderung mengalami perubahan mental serta fisik. 4. Terdapat pula narasi video yang tersebar di media sosial berbentuk potongan video berbahasa asing yang melaporkan kalau uji swab COVID- 19 merupakan vaksinasi terselubung. 5. Pada tanggal 16 November 2021, terdapat isu meninggalnya istri CEO Pfizer salah satu industri manufaktur vaksin COVID-19 akibat kompilasi vaksin. Pada kasus hoaks COVID-19 ini, termasuk dalam jenis hoaks Misleading Content atau Konten Menyesatkan dan Fabricated Content atau Konten Palsu. Dikatakan konten menyesatkan karena dibuat sengaja oleh oknum tertentu dan menyangkut kepentingan orang banyak. Bentuk hoaks yang disebarkan juga beragam, mulai dari gambar hingga video. Selain itu, juga disebut konten palsu karena sangat berbahaya dan diuat untuk menipu orang banyak. Kerugian yang diakibatkan hoaks sangat besar, informasi yang diberikan tidak dapat dipertanggungjawabkan.