NIM : 190210101008
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merupakan cabang Indonesia dari Hizbut Tahrir (HT)
internasional yang merupakan organisasi Islam yang didirikan oleh Taqiyudin Al-Nabhani,
telah mengembangkan paham keagamaan yang melampaui kebangsaan. Hal ini terlihat pada
cita-cita untuk menegakkan khilafah Islamiyah, dengan berporos di Indonesia. Dalam hal ini
menjadi penting bagi kita untuk memahami pandangan dari Pancasila HT mendeklarasikan
bahwa mereka merupakan partai politik meskipun mereka menolak terlibat dalam sistem
demokrasi (pemilu) Indonesia. HT ingin menawarkan konsep politik yang berbeda dengan
demokrasi, yakni khilafah Islamiyyah yang merupakan sebuah sistem politik otentik Islam
bersumber langsung pada praktik kenegaraan Nabi Muhammad SAW.
Menurut mereka, syariat Islam tidak hanya berlaku bagi umat Islam, melainkan
kepada seluruh umat di semesta alam sesuai dengan sifat Islam sebagai agama yang
rahmatan lil‘alamin. Akhirnya tujuh kata ini dihapus. Berdasarkan realitas ini HTI
mentimpulkan bahwa mereka telah gagal lagi dalam perumusan ponndasi negara yang
mereka inginkan. Namun, mereka tetap memperjuangkan tegaknya syariah meskipun harus
tetap dalam kerangka Pancasila. HTI hanya menerima Pancasila sebagai set of philosophy
bukan dasar negara, karena realitas politik di Indonesia tidak selalu mendasarkan diri pada
Pancasila sehingga ia tidak benar-benar ditempatkan sebagai dasar negara. Selain itu,
Pancasila hanyalah rumusan pemikiran dari founding fathers dan kebenarannya tidak mutlak
sehingga memiliki sifat dinamis. HTI bukanlah Pancasila, melainkan ideologi yang dijadikan
oleh tokoh politik Indonesia untuk mewujudkan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian,
ketika Pancasila ditempatkan sebagai ideologi nasional, menurut HTI bersifat tidak
mencukupi. Dengan didasarkan bukti bahwa para penguasa Indonesia masih perlu
menggunakan ideologi lain untuk menerjemahkan Pancasila.
Melihat hal ini pandangan HTI pada Pancasila menjadi jelas, HTI hanya menerima
Pancasila sebagai gagasan filosofis (set of philosophy). Dengan menempatkan Pancasila
menjadi gagasan filosofis biasa, tidak memiliki kemutlakan dalam bangsa Indonesia. Akibat
yang menunggu adalah, Pancasila bisa dibongkar, bisa ditambah atau dikurangi silanya, atau
bisa diganti dengan dasar negara lain. Sejak awal HTI mendasarkan konsepsi politiknya pada
Islam. Artinya, dalam konsep politik khilafah, dasar negara khilafah tentu bukan Pancasila,
tapi Islam. Maka dari itu, dalam kerangka set of philosophy, Pancasila tidak mutlak sebagai
dasar negara sehingga dalam kondisi politik yang memungkinkan, ia bisa diganti.
Arif, Syaiful. 2016. Kontradiksi Pandangan HTI atas Pancasila. Jurnal Keamanan Nasional.
2(1) : 19-33