Anda di halaman 1dari 50

Mengenal Sejarah PKS Soeripto -----------------------Adalah kader Milsuk (Militer Sukarelawan) dan intelijen binaan Pangkowilhan (Wijoyo Suyono,

Soerono atau Wahono), tetapi secara kronologi mengaku ditarik Kharis Suhud (Kodam Siliwangi) pada tahun 1967 - 1970 dan secara struktur komando berada dibawah Yoga Sugama yang saat itu dikomandani Sutopo Yuwono. Sebagai kader intel Soeripto berada satu level dengan Agum Gumelar (Satu-satunya jenderal TNI yang pernah menyatakan diri akan bergabung dgn Partai Keadilan, namun sehari kemudian pernyataan tsb diralatnya sendiri b ahwa yg dimaksudnya partai Keadilan adalah Pertai Keadilan dan Persatuan / PKP dibawah pimpinan Edy Sudrajat). Soeripto dalam berbagai media menceritakan riwayat hidupnya dalam dunia intelejen dengan gamblang, sekalipun sudah mengaku menjadi mantan sejak tahun 1970 akan tetapi beberapa sumber menerangkan bahwa Soeripto tetap mangkal di kantor BAKIN yang lama karena mengikut dan tetap bersama Roedjito. Menurut beberapa teman dekatnya Soeripto juga tak segan- segan nekad mengklaim mewakili KADIN ketika berkunjung ke China agar dapat sambutan dan fasilitas istimewa dari pemerintah China. Harokaha Ikhwanul Muslimin atau Harakah Tarbiyah --------------------------------------------------------------------- ------------Dalam perkembangan pergerakan Islam di Indonesia, pada tahun 1984 muncul kubu Helmi Aminuddin bin Danu Muhammad Hasan. Helmi Aminuddin pernah menjadi Menlu NII komando Adah Djaelani. Pernah ditangkap oleh Kopkamtib pada tahun 1980 dan sempat ditahan pihak militer selama kurang lebih 3 tahun namun kemudian dilepaskan dari Rumah Tahanan Militer Cimanggis tanpa melalui persidangan pada tahun 1984. Selanjutnya Helmi Aminuddin menyatakan keluar dari struktur maupun ajaran NII komando Adah Djaelani, kemudian ditampung dan dipelihara oleh mantan tokoh Bakin (Soeripto). Soeripto menjadi sponsor sekaligus promotor dan bertindak sebagai pemberi tugas kepada Helmi Aminuddin antara lain untuk mengadopsi ajaran dan manhaj serta berhubungan langsung secara organisasional dengan gerakan Ikhwanul Muslimin faksi Qiyadah Syaikh Sa'id Hawwa di Timur Tengah sekitar tahun 1985. Maka pergilah Helmi Aminuddin ke Timur Tengah untuk mengadopsi gerakan Ikhwan tsb sekalipun alasan kepergiannya kesana Helmi mengatakan untuk menyelesaikan studinya yang belum rampung. Sepulangnya dari Timur Tengah Helmi Aminuddin mulai mengibarkanbendera gerakan IM-Ikhwanul Muslimin di Indonesia seraya melakukan klaim se bagai representasi gerakan Islam kaffah, universal dan menafikan seluruh gerakan Islam lain yg bersifat lokal di Indonesia. Pada tahun 1991 Helmi Aminuddin diangkat sebagai Mursyid atau elite komando organisasi gerakan Ikhwanul Muslimin untuk kawasan Asia Tenggara. Eksistensi gerakan ini cepat berkembang secara signifikan khususnya di kawasan Ibu kota DKI Jakarta. Tetapi awal awal tahun 1998

nama Helmi Aminuddin tiba-tiba raib dari blantika gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin yang bermarkas di Yayasan Al-Hikmah di kawasan Jl.Bangka Jakarta Selatan, juga di Yayasan Iqra' di kawasan Pondok Gede Jakarta Timur sebagai basis sentral pemukiman elite mereka, serta Yayasan Nurul Fikri di kawasan Depok. Bahkan Helmi sempat diisukan dipecat atau dima'zulkan kehabitat lamanya (NII), ada juga isu yang menyebut Helmi telah bergabung ke kelompok Syi'ah. Akan tetapi pada kenyataanya Helmi Aminuddin bin Danu Muhammad Hasan sebenarnya tetap menjadi orang nomor satu dan terpent ing dalam kelompok gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin ini, hanya mungkin di masa kini keberadaan namanya dirasa perlu untuk sementara waktu secara resmi ditarik dari peredaran gerakan Ikwan, bahkan nama Helmi Aminuddin tidak diakui keberadaanya oleh para elite dan komunitas PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang ada sekarang. Mungkin inilah cara mereka menyembunyikan struktur (Siriyyatu Tandzhim) pergerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia. Kini Helmi Aminuddin mengkonsentrasikan diri secara khusus mengelola pesantren dan Islamic village di kawasan Cinangka Banten atas kucuran dana diantaranya sebagaian dari Bimantara, dari Timur Tengah serta dari Soeripto sebagai akses dana Orde Baru Cendana. Helmi Aminuddin memanage / mengendalikan gerakan Ikhwanul Muslimin Indonesia dari balik layar. Pada tahun 1998 berkat dibidani tangan dingin Soeripto mantan Bakin tsb gerakan Tarbiyyah Ikhwanul Muslimin Indonesia berhasil ikut partisipasi merayakan pesta demokrasi dengan m enjadi salah satu kontestan. Saat itu gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin Indonesia merubah manhajnya dan berubah bentuk menjadi Partai Keadilan (PK) dan kemudian bermetamorfosis lagi menjadi PKS (Partai Keadlian Sejahtera). Meskipun terbentuknya PKS ini menuai pro dan kontra ditubuh gerakan Ikhwan, tetapi melalui Musyawarah Syuro mereka perubahan menjadi partai PK saat itu mendapat mayoritas suara, sehingga secara resmi gerakan Ikwan telah berubah menjadi partai (Partai Keadilan). Di tahun 1987 - 1988 aparat intelejen memang sedang getol menggarap dengan serius dengan memberi peluang bagi lahirnya dua kubu kekuatan dakwah yang mengatasnamakan Islam namun secara subtansi saling bertentangan, yang pertama adalah kekuatan dakwah Islam Ikhwanul Muslimin Mesir di bawah sponsor dan control tokoh Bakin Soeripto. Sedang yang kedua adalah kekuatan dakwah beraliran NII KW IX Abu Toto yang sesat dan bermisi merusak Islam umumnya dan khususnya melemahkan N II yang sebenarnya, yaitu yg menjadi musuh nomor wahid NKRI. PKS sebagai metamorfosis dari gerakan Ikhwanul Muslimin Indonesia secara resmi berdasarkan konstitusi Pancasila dan UUD '45 walaupun asas partainya Islam. Dalam hal ini Soeripto tetap tidak bersedia menjawab soal hubungan dan kedekatannya dengan Danu Muhammad Hasan di awal Orde Baru maupun dengan sang putra Danu, yaitu Helmi Aminuddin yang disebutnya sebagai ustadz muda (mursyid Ikhwanul Muslimin Asia Tenggara) yang dimulai tahun 1984 selama beberapa tahun di rumah Mas Ton ( Hartono Mardjono) hingga akhirnya berubahn menjadi Partai Keadilan di tahun 1999 dan pada tahun 2003 menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Soeripta sebagai kader BAKIN oleh komunitas Ikhwanul Muslimin Indonesia sangat diyakini telah bersih / tobat dan

berasil dibina dan dimanfaatkan oleh elite Ikhwan. Padahal siapa yang dimanfaatkan dan siapa yang memanfaatkan menjadi tidak jelas. Harap diingat bahwa dunia intelejen tidak mengenal apa yang diistilahkan dengan pension, demikian halnya Soeripto, masih belum terbukti pemihakannya terhadap Islam sebagai sebuah kontra RI. Berita diatas pernah diklarifikasi oleh para tokoh dan pengurus PKS secara apologi diplomatis yg dialamatkan ke Majalah Dewan Rakyat melalui Majalah SAKSI. Padahal akurasi data dan informasi tentang berita diatas sebenarnya bias dikonfirmasikan kepada sekitar 15 tokoh yg salah satu diantaranya sudah almarhum, yaitu Bung Hartono Mardjono. Tulisan diatas bukan sebagai fitnah, tetapi sebagai bahan renungan dan penyelidikan bagi setiap muslim dan muslimah yg dengan ikhlas berjuang dalam Islam akan tetapi masih buta hebatnya serta rumitnya dunia intelejen musuh. Saya yakin para ikhwan di PKS banyak yg ikhlash berjuang, tapi keikhlasan tsb sangat disayangkan kalau dimanfaatkan atau dibiaskan musuh. Beberapa ikhwan di PKS pernah bilang kalau sampai tingkat DPC keberadaan ikhwan diragukan, dalam arti sudah banyak intel disana. N amun yang harus diwaspadai bahwa intel itu justeru menyusup lewat atas, langsung menempel kalangan elite atau atasan sehingga bias mempengaruhi kebijakan-kebijakan / langkah-langkah perjuangan. Sebagai contoh dikalangan ikhwan PKS sudah sangat kental dikenal dan difahami kalau dalam dunia politik sekarang adalah kondisi yg pada jaman Rosulullah tidak dialami, sehingga dengan bermetamorfosisnya Tarbiyah IM menjadi Parpol adalah suatu ijtihad yg tidak melanggar syar'I dan meminimalisir pertumpahan darah. Tapi bisa jadi itulah salah satu pengaruh kebijakan intel untuk menumpulkan ghiroh dan membelokkan cita-cita perjuangan Islam secara perlahan. Tapi jangan salah menilai bahwa perjuangan Islam itu harus radikal dan membabi buta, itu salah !!! akan tetapi belajarlah dan pelajarilah sejarah . Wallohi a'lam bi shawab Yang benarnya dari Allah dan kesalahan semata-mata datang dari kelemahan saya Wassalaamu'alaikum wr.wb.

Intelejen dan Islam Radikal oleh : He-Man* Setelah Soeharto memperoleh kekuasaan ia dihadapkan pada kondisi ideologi Nasakom hasil binaan rezim lama masih kuat dan masih dianggap sebagai sebuah ancaman besar bagi rezim Karena itulah rezim orba kemudian mengeluarkan kebijakan ideologis untuk menanganinya.Kebijakan ideologis dan politis

pada masa awal orba yang itempuh adalah menghancurkan kaum komunis , menekan kaum nasionalis, dan mencegah naiknya kekuatan islam. Setelah kekuatan komunis ditumpas habis ,maka kekuatan kaum nasionalis seperti PNI dilumpuhkan dengan menempatkan Hadisubeno menyingkirkan Hardi yang kritis pada pemerintah.Motor utama untuk melaksanakan kebijakan ideologis orba ini diserahkan kepada aparat intelejen Dan setelah berhasil menuntaskan kebijakan terhadap kaum komunis dan nasionalis.Maka target selanjutnya diarahkan pada kelompok Islam. Kebijakan terhadap kelompok Islam terbilang unik dibandingkan dengan kebijakan terhadap kelompok komunis dan nasionalis.Walaupun tergabung dalam Nasakom tapi kelompok Islam memiliki peran dan jasa besar dalam menghancurkan kekuatan komunis dan meruntuhkan rezim Soekarno selain karena kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah penganut agama Islam. Karena itu pemerintah memilih jalan yang lebih hati-hati untuk menghadapi kekuatan islam ini.Untuk mencegah naiknya kekuatan Islam maka pemerintah harus memiliki alasan dulu untuk menekankannya.Dan kemudian intelejen sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk melaksanakan ini kemudian memilih untuk menggunakan tangan kaum radikal Islam . Kelompok radikal walaupun memang berbahaya tapi justru membuatnya menjadi sangat mudah dikendalikan.Psikologi kaum radikal adalah psikologiorang marah, seperti yang diketahui orang marah sangat kehilangan daya nalar kritis dan akal sehatnya , sehingga bila mereka liar akan sangat tidak terkontrol sebaliknya juga mereka menjadi sangat mudah dihasut dan dibohongi sehingga menjadikannya sebagai pion yang sangat ideal karena akan mengikuti apa saja kemauan penyuruhnya sekaligus bisa dikorbankan dengan sangat mudah. Dan inilah yang sangat disadari oleh Ali Moertopo sehingga ia kemudian merekrut para mantan anggota DI/TII yang sedang dibina oleh Kodam Siliwangi.Aksinya ini ditolak oleh Kepala Bakin pada masa itu Jenderal Sutopo Juwono juga petinggi Bakin lainnya seperti Jendral Nicklany (yang kemudian akhirnya di dubeskan) , akan tetapi Ali Moertopo tetap pada pendiriannya dengan tetap membawa para mantan DI/TII ini ke Jakarta . Beberapa pentolan DI/TII yang dibawa antara lain putra dari Kartosuwiryo yaitu Dodo Muhammad Darda dan Tahmid Rahmad Basuki , Adah Djaelani Tirtapraja (Ma'had Al Zaitun) , Rahmat Basuki (tersangka pengeboman BCA), Amir Fatah , H Ismail Pranoto (Komando Jihad) , Danu Muhammad Hasan , Helmy Aminuddin (Gerakan Tarbiyah) , Najamuddin (wolya) dll. Tebar , Pancing dan Jaring Karena tidak memperoleh dukungan dari para petinggi Bakin, Ali Moertopo pun membawa para mantan DI/TII ini dibawah pembinaan Opsus.Mereka kemudian mendapatkan fasilitas dan dukungan finansial yang sangat besar sehingga menimbulkan kemarahan sejumlah perwira ABRI pada masa itu terutama dari kalangan Siliwangi yang merasa berjasa menangkap mereka dengan susah payah bahkan bertaruh dengan nyawa. Tapi berkat kedekatan Ali Moertopo pada Soeharto pada masa itu maka

protes-protes itu berhasil diredam.Sejumlah perwira yang menentang proyek itu pun dengan segera dimutasi dan disingkirkan. Ali Moertopo kemudian membina mereka dengan pelatihan-pelatihan intelejen, seperti pembentukan jaringan , teknik perekrutan anggota , penyamaran , pembuatan propaganda , operasi cuci otak , teknik teror dan intimidasi dan lain sebagainya (ini yang menjelaskan kenapa kelompok radikal sangat ahli dalam melakukan ini semua). Setelah dibina mereka pun diterjunkan ke tengah masyarakat untuk menerapkan ilmunya.Dan peritiwa-peristiwa teror pun terjadi , pemboman BCA , penyerbuan kantor polisi di Cicendo , Wolya , Lampung , Borobudur dll, dimana semua peristiwa ini dilakukan oleh para mantan DI/TII binaan opsus. Dan aparat pun menangkapi mereka lagi bahkan sebagiannya juga dikorbankan dengan dibunuh.Tapi setelah tertangkap mereka kemudian dilepas lagi untuk melakukan aksi-aksi lainnya.Berkat peristiwa-peristiwa itu pemerintah mendapat legimitasi untuk menekan kelompok-kelompok Islam.Sejumlah aktivis masjid di Bandung ditangkapi bahkan organisasi remaja masjid di masjid Istiqamah pun dibubarkan dengan tuduhan terlibat peristiwa Cicendo dan Wolya yang dilakukan oleh jamaah Imron yang diprovokasi oleh Najamuddin, sejumlah kyai NU di Jawa Timur ditangkapi bahkan dilenyapkan dengan tuduhan terlibat Komando Jihad yang dikomandani oleh Haji Ismail Pranoto binaan Opsus. Keterlibatan intelejen dalam kasus-kasus tersebut semakin kentara ketika dalam kasus persidangan Danu Mohammad Hassan misalnya, ia mengaku sebagai orang Bakin. "Saya bukan pedagang atau petani, saya pembantu Bakin." Belakangan Danu mati secara misterius, tak lebih dari 24 jam setelah ia keluar penjara, dan konon ia mati diracun (Lihat Tempo, 24 Desember 1983) Intelejen pun bergerak lebih jauh lagi untuk memprovokasi sejumlah kelompok melakukan perlawanan yang dengan segera ditumpas dengan kejam oleh militer.Bahkan kemudian para da'i harus mempunyai surat izin untuk berceramah dan semua kegiatan dakwah harus dilaporkan dulu kepada aparat dengan alasan mencegah penyebaran paham radikal.Lalu pemerintah pun menetapkan kebijakan asas tunggal Pancasila dengan alasan untuk menekan penyebaran ideologi-ideologi yang menyimpang. Sejumlah kelompok Islam yang menentang segera dibekukan, HMI pun kemudian terpecah menjadi dua dengan munculnya HMI MPO yang menolak asas tunggal, Pelajar Islam Indonesia (PII) , BKPRMI dan beberapa ormas islam lain dibubarkan.Pemerintah juga mendirikan sejumlah organisasi islam baru pendukung asas tunggal yang rata-rata dibawah binaan Golkar.Dengan demikian semua kekuatan oposisi pemerintah dari kelompok Islam berhasil dilumpuhkan dengan metode tebar , pancing jaringhasil rekayasa Ali Moertopo. Strategi Pecah Belah dan Kuasai Paska turunnya L.B Moerdani strategi intelejen dalam menghadapi kekuatan Islam pun berubah.Teknik tebar , pancing , jaring ala Ali Moertopo mulai ditinggalkan karena justru malahan menambah instabilitas.Strategi yang kemudian dilakukan intelejen kemudian lebih soft bahkan dibuat seolah-olah pemerintah mendukung kekuatan Islam. Pada masa itu gerakan-gerakan alternatif di luar ormas-ormas islam dan

kepemudaan islam mulai marak.Sejumlah organisasi remaja masjid tumbuh pesat di masjid-masjid raya juga masjid-masjid kampus.Sebagian kalangan aktivis muda mulai mengubah konsep dakwah mereka menjadi dakwah kultural dan berusaha membaurkan diri dengan masyarakat. Dan ini dianggap pemerintah sebagai sebuah ancaman baru .Salah satu point penting untuk menunjang kekuasaan rezim Soeharto adalah memastikan semua organisasi yang ada dan hidup di Indonesia berada dalam cengkraman dan kendali pemerintah.Bukan saja organisasi keagamaan atau politik tapi juga organisasi profesi seperti IDI atau organisasi para hobbies seperti RAPI pun dibawah kendali pemerintah dimana para pimpinannya tidak bisa naik kalau tidak mendapat 'restu' dari pemerintah. Akan tetapi organisasi-organisasi remaja masjid juga majlis-majlis taklim yang tumbuh pada masa itu tidak demikian.Organisasi-organisasi itu bersifat indenpenden dengan struktur organisasi yang cair.Akan tetapi pertumbuhan anggotanya sangat luar biasa.. Karena itulah semua organisasi dakwah "liar" itu harus segera dikontrol. Pendekatan awal pemerintah adalah berusaha menyatukan semua organisasi dakwah tersebut dalam sebuah organisasi atau perhimpunan formal dimana kemudian pemerintah bisa mengontrol melalui organisasi tersebut. Dan pemerintah pun merestui organisasi tersebut bahkan memfasilitasinya dengan menempatkan organisasi-organisasi tersebut untuk berkantor di masjid negara Istiqlal. Akan tetapi eksperimen ini gagal, para aktivis yang berusaha menjaga jarak dengan pemerintah menolak mengikuti gagasan tersebut. Akan tetap iintelejen kemudian memiliki pemikiran lain.Kekuatan dari kelompok-kelompok dakwah tersebut harus dan bisa dimamfaatkan untuk kepentingan rezim akan tetapi mereka harus dikebiri kekuatan untuk melumpuhkan potensi ancamannya.. Bagi kalangan intelejen bila tidak mampu menundukkan sebuah kekuatan/ kelompok maka kekuatan/kelompok itu harus dimamfaatkan.Sumber ancaman terbesar dari organisasi dakwah kultural itu adalah karena mereka membaur dengan masyarakat sehingga di masa depan dapat berpotensi menjadikan mereka sebagai kekuatan massa yang kuat. Kebijakan 'massa mengambang' adalah doktrin utama ideologi orba untuk mencegah sebuah kelompok terlalu dekat dengan masyarakat, semua kelompok harus berada dalam 'kotaknya' masing-masing. Maka Bakin pun memamfaatkan kembali para orang-orang binaan opsus Ali Moertopo seperti Helmy Aminuddin yang merupakan putra dari Danu Muhammad Hasan.Dengan dukungan dana yang luar biasa kemudian dikembangkanlah kelompok radikal baru bernama Jamaah Tarbiyah yang ide dasarnya dari ideologi Ikhwanul Muslimin sebuah kelompok radikal asal Mesir. Dan dimulai sejak Soeripto mantan kepala staff Bakin diangkat menjadi Ketua Tim Penanganan Masalah Khusus Kemahasiswaan DIKTI/Depdikbud pada tahun 1986, gerakan tarbiyah pun mulai bergerak dibawah binaan dan pengawasan intelejen.Dengan pembinaan dengan metode cuci otak maka secara instan kader-kader kelompok ini bisa dicetak dengan cepat. Untuk menunjang penyebaran ideologinya maka diterbitkanlah majalah Sabili pada tahun 1987 kemudian juga penerbitan Gema Insani Press yang menyebarluaskan paham radikal ini melalui media dan penerbitan buku

buku ideologis dengan harga yang sangat murah padahal dengan mutu cetakan yang cukup mewah karena mendapat subsidi.Majalah Sabili sendiri beredar secara luas walaupun tidak dilengkapi dengan SIUPP dan dijual dengan harga hanya 600 rupiah padahal dengan mutu kertas yang bagus plus nyaris tanpa iklan. Tujuan utama pembentukan kelompok ini oleh intelejen adalah menghancurkan dan melumpuhkan semua kelompok dakwah pemuda dan remaja masjid yang tidak berada dalam kontrol pemerintah lalu menyatukan semuanya dalam satu kelompok besar yang bisa dikendalikan aparat intelejen.Selain itu juga jama'ah tarbiyah juga diberi peran untuk memutus mata rantai hubungan kelompok-kelompok aktivis masjid dengan masyarakat juga dengan ormas islam lain. Dan para aktivis dakwah masjid yang terbiasa dengan pola musyawarah dan penyeimbangan kekuatan tiba-tiba dikejutkan oleh aksi-aksi pengambil alihan khas intelejen dilakukan oleh aktivis jamaah taribyah seperti mobilisasi massa , black propaganda , penculikan aktivis , teror dan intimidasi dll . Dan ketika berhasil mengambil alih kekuasaan kelompok ini kemudian langsung melakukan aksi-aksi pembersihan dan penyeragaman.Seluruh aktivis yang tidak mengikuti kelompok mereka disingkirkan.Semua aktivitas dakwah yang berhubungan dengan masyarakat luas dihentikan demikian juga semua bentuk hubungan dengan organisasi dakwah lain dibekukan.Aktivitas masjid hanya diarahkan untuk pembinaan internal demi mencetak sebanyak-banyaknya kader militan dan radikal di masjid. Kelompok-kelompok diskusi dibubarkan dan metode pengkaderan digantikan dengan indoktrinisasi. Sebuah aktivitas yang melibatkan partisipasi masyarakat luar dihentikan. Pembinaan pada kalangan luar masjid seperti kalangan remaja akhirnya menjadi hanya lembar sejarah lama.Hubungan silaturahmi dengan organisasi dakwah lain yang tidak 'sefikrah' dihentikan total. Aktivis masjid pun seketika itu menjadi sebuah komunitas yang asing bagi masyarakat.Isu-isu kemasyarakatan tidak lagi menjadi perhatian. Isu masalah jenggot pun menjadi sangat pentingnya sampai akhirnya menggusur isu mengenai kenakalan remaja , isu jilbab menjadi agenda yang menjadi prioritas utama mengalahkan isu penyalahgunaan narkoba. Dalam hal hubungan dengan organisasi dakwah lain pun sontak mencapai titik terendah.Kajian jamaah tarbiyah yang disebarkan kepada anggotanya mengenai kelompok dakwah lain diarahkan untuk memberi citra negatif yang dipenuhi prasangka dan kecurigaan serta paham kebencian. Maka dengan menggunakan tangan kelompok radikal akhirnya kekuatan aktivis masjid pun dilumpuhkan total.Ketakutan utama pemerintah pada kelompok aktivis dakwah masjid pada sebenarnya adalah kemampuan mereka untuk membaur di masyarakat serta kemampuan menjalin hubungan dengan organisasi dakwah lain.Dengan dilumpuhkannya kekuatan utama kelompok dakwah masjid ini maka aktivis dakwah masjid tidak lagi dianggap sebagai ancaman , maka tindakan represi terhadap kelompok ini pun dilonggarkan.Ketika sebuah masjid jatuh ke tangan radikal maka intelejen pun menghentikan operasi-operasi pengawasan yang ketat pada mereka.Itulah sebabnya aktivitas jama'ah tarbiyah tidak pernah mendapat gangguan dari aparat pada masa itu walaupun mereka menyebar paham

radikal.Dengan dikuasainya masjid-masjid oleh kelompok radikal maka peristiwa pendudukan gedung DPR RI oleh massa pemuda islam seperti pada waktu penolakan UU Perkawinan pun tidak perlu dikuatirkan lagi. Ketaatan yang kuat di kalangan jama'ah tarbiyah dan kelompok radikal islam lainnya pada pucuk pimpinannya memudahkan pemerintah untuk mengawasi dan mengendalikan kelompok-kelompok ini, karena dengan cukup memegang kepalanya saja maka seluruh anggotanya akan tunduk dan patuh.Paham eksklusif kelompok radikal menjadi penentu sukses penggunaan metode "pecah belah dan kuasai" kelompok-kelompok Islam dan memotong 'sayap' mereka sehingga tidak bisa lagi 'terbang' sehingga aktivis islam bagi pemerintah hanyalah sekelompok unggas saja. Karena itulah kelompok radikal Islam Indonesia memiliki ciri khas yang lain dari kelompok radikal islam di negara-negara lain terutama dalam hal hubungan mereka dengan miiliter dan intelejen.Kelompok-kelompok radikal islam timur tengah misalnya selalu berada dalam posisi vis a vis dengan militer dan intelejen.Sementara kelompok radikal Islam Indonesia justru sebaliknya , mereka justru bermesraan dengan militer dan intelejen. Ditempatkannya mantan kepala staff Bakin menjadi pucuk pimpinan PKS sebuah partai yang didirikan jamaah tarbiyah dan kecenderungan pemihakan pada kandidat presiden dari militer memperlihatkan dengan jelas siapa sebenarnya mereka.Tapi sungguh disayangkan para pion ini tidak pernah sadar bahwa dirinya cuma pion.

* Penulis adalah mantan Sekretaris II Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia Wilayah Jawa Barat (2000-2003)

--------------------

Penerjun itu dihukum mati


18 Maret 1978 . TIMZAR Zubil (27) 7 Maret lalu divonis mati oleh majlis hakim di Pengadilan Negeri Medan, yang bersidang sampai 17 kali. Timzar yang mendengar putusan tersebut menyambut dengan senyum, kemudian menyalami majlis hakim, jaksa dan pembelanya, RM Syaiful Jalil Hasibuan SH. Ia menyatakan tidak naik banding. Bahkan ia minta agar hukuman mati itu segera dilaksanakan atas dirinya. "Di depan umum," tambahnya agak keras dengan wajah kemerahan. Mendengar itu hadirin yang cukup ramai, banyak yang kaget. Ada yang berkomentar: "Keras sekali jiwanya." Terhukum dipersalahkan menggerakkan "Komando Jihad Menurut jaksa, Timsar adalah "Asisten I grup diskusi yang mempunyai struktur militer dari Komando Pertempuran Wilayah (KPW) Sumatera Utara " yang disebut Komando Jihad. Tapi menurut Timsar dalam nota penjelasannya (43 halaman tik) kepada Jaksa M.B. Pasaribu 27 Pebruari lalu, instruktur yang kami bentuk baru sekedar persiapan, belum punya nama apa-apa dan belum pernah menggariskan program kerja.

Nama Komando Jihad yang diberikan kepada struktur tersebut saya sendiri kurang jelas apa tujuan dan maksudnya." Pada bagian lain Timsar mengatakan, 'Komando Jihad itu narna yang diberikan kepada kami, bukan nama yang kami cari dan buar sendiri.' la juga menguraikan proses interogasi terhadap dirinya dan barang bukti berupa surat yang salinannya dikerjakan saksi Jalaluddin Abdul Muthalib. Menurut saksi, surat itu ditulis di depan Teperda Sum-Ut "berdasarkan ingatan" belaka. Sedang kepala surat Komando Jihad Tentara Islarn Indonesia, "sebenarnya tidak ada sama sekali dan hal itu telah dijelaskan kepada interagator yang memeriksanya," kata Timsar. ........... Menurut hakim, terhukum ingin menghidupkan kembali DI/TII dan memperjuangkan berdirinya Negara Islam Indonesia menggantikan Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945. Digerebek 3 Malam Selain itu majlis juga menilai terhukum selama sidang cukup sopan, tapi sudah mengadu-domba antara umat Islam dengan Kristen. Karena terhukum menolak banding, justru yang banding adalah pembela. Jaksa sendiri masih berpikirpikir dulu. Ketika keputusan hukuman mau dibacakan, Koeswandi (hakim ketua) meminta agar Timsar berdiri. Tapi ditolaknya. "Ketika saya membaca ayat-ayat Qur'an dalam pembelaan, tidak ada yang mau menghormat dan menolak berdiri. "Kenapa sekarang saya harus berdiri?" tanya Timsar. Dalam sidang, tertuduh mengakui perbuatan-perbuatannya. Seperti peledakan Bar Apollo, bioskop Riarg, gereja Katolik dan Methodis di Medan dan beberapa tempat yang dianggapnya maksiat di Sumatera Utara. Akibat adanya korban, ia juga tak lupa menyatakan "permintaan maaf kepada para korban dan kaum kerabat mereka semua." Timsar yang lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat, dikenal di Medan tempo hari sebagai salah seorang pengurus PII Wilayah Sumatera Utara. Ia berpendidikan SMA, pernah jadi wartawan salah satu harian di Medan. Sebelum ditangkap masih menjadi pegawai salah Satu perusahaan asuransi di Jalan Binjai. Ketika masih wartawan, pernah ikut meniadi penerjun FASI Beberapa foto ketika ia mengikuti terjun payung di Polonia, masih disimpan baik-baik oleh isterinya. Ia ditangkap di rumah orang tuanya di Jalan Bambu gang Sairan, Kampung Durian, 16 Januari 1977. Pada tanggal yang sama, Januari lalu mertuanya, Asgar Ali, meninggal dunia di rumahnya di Jalan Gaharu 26 B. ........... Di Padang, perkara yang ada hubungannya dengan Timsar Zubil, sedang berjalan. Tertuduhnya tiga orang. Zulfikri Yaman (26) guru madrasah Tsanawiyah Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, berasal dari Tanah Datar. Kini punya seorang anak berumur 3 tahun Yamani, isterinya, kini berjualan telur. Solehuddin Siregar (35) sehari-hari menjual rokok dan membantu sebuah harian Medan. Ayah dari 3 anak itu tertangkap karena memasang bom di rumahsakit Bmanuel, Bukittinggi, tahun 1976. Sementara Bachtiar Natila (26) adalah mahasiswa PGSLP IKIP Padang, berasal dari Kabupaten Tanah Datar. Jual Daging Kambing Di Jakarta, perkara yang sejenis juga dibawa ke pengadilan. Tertuduh dikenal sebagai mahasiswa FIPIA-UI yang memperoleh beasiswa Supersemar. Namanya Fahmi Basya (27). Ayahnya, llamdi Bakri, berasal dari Banjarmasin. Ibunya, nyonya Barka punya darah Thailand-ayahnya dari sana, ibunya dari Pekanbaru. Fahmi adalah anak ke empat dari enam bersaudara. Ayahnya, pensiunan letnan dua korps musik AD itu, kini tinggal di Bandung ............

Komando jihad sudah selesai


25 April 1981 . SETELAH ditunda seminggu karena "ada perkembangan baru" -- konon tertangkapnya "Imam" Imran -- Senin lalu pertemuan silaturahmi Pangkopkamtib Sudomo dan Menteri Agama Alamsyah dengan para ulama, cendekiawan dan pemimpin Islam dilangsungkan. Acara utamanya: penjelasan Pangkopkamtib mengenai latar belakang dan penyelesaian peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla akhir Maret lalu. " ........... Menurut dia, setelah pembajakan tadi muncul berbagai tanggapan "dari tokoh-tokoh tertentu" yang agak berbahaya dan bisa mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Antara lain yang menyatakan bahwa Komando Jihad dan teror pembajakan itu buatan pemerintah. "Isu" lain: dalam menindak dan menumpas teror tersebut diisukan seolah olah agama Islam dipojokkan dan dibatasi. Bahkan dikatakan seolah-olah ABRI tidak menghendaki perkembangan Islam. Untuk itu atas permintaan Presiden, diadakan pertemuan silaturahmi tersebut. "Supaya antara umat Islam dan pemerintah tidak saling mencurigai, atau saling memfitnah," ujar Sudomo. Diharapkannya, setelah penjelasannya para ulama blsa memberi tanggapan dan dengan semangat musyawarah kemudian bisa dicari pemecahan masalah tersebut. Yang hadir lengkap. Selain Pangkopkamtib dan Menteri Agama, dari pihak pemerintah hadir juga ke empat Pangkowilhan serta para Pangdam se Jawa. Para pemimpin Islam juga lengkap terwakili. Mulai dari Buya Hamka dan E.Z. Muttaqien dari Majelis Ulama sampai Chalid Mawardi dan Nuddin Lubis dari F-PP. Tampak juga Moh. Natsir, Prof. Rasjidi, Letjen (Purn.) Soedirman dari PTDI dan Soleh Iskandar dari Pesantren Darul Fallah, Bogor. Pangkopkamtib mula-mula membacakan penjelasan 12 halaman mengenai kegiatan teror yang terjadi antara 1976-1981. Pada 1976 pelakunya adalah kelompok H. Ismail Pranoto (Hispran) yang menamakan dirinya Komando Jihad. Teror yang dilakukan antara lain berbagai peledakan di Bukittinggi, Padang dan Medan. Hispran kemudian tertangkap, diadili dan kemudian dijatuhi hukuman seumur hidup pada 1978. Khomeini Teror yang terjadi pada 1977 dilakukan oleh kelompok Hassan Tiro dkk. yang menamakan dirinya Front Pembebasan Muslim Indonesia. Gerakan yang memproklamasikan Negara Aceh Merdeka itu kini praktis telah dapat dilumpuhkan. Menjelang Sidang Umum MPR Maret 1978 berbagai aksi dipersiapkan dan direncanakan oleh kelompok Abdul Qadir Djaelani yang, menurut Sudomo, menyatakan dirinya penganut "Pola Perjuangan Revolusioner Islam". Djaelani ditahan dan diadili. Kini setelah menjalani hukuman 20 tahun penjara, ia dinyatakan bebas. Yang paling lama bertahan adalah kelompok Warman dkk. yang menamakan diri Komando Jihad dan bergerak antara 1978-1980. Yang mereka lakukan antara lain: pembunuhan Parmanto, Pembantu Rektor I Universitas Negeri 11 Maret, pembunuhan mahasiswa IAIN Yogyakarta Hasan Bauw, beberapa perampokan uang gaji dan penggarongan toko emas di Jawa Barat dan kasus Rajapolah pada 22 Agustus 1980 yang menewaskan dua anggota Polri. Warman sendiri tertangkap namun konon ia berhasil melarikan diri sampai kini.

Paling menarik adalah pengungkapan mengenai teror kelompok Imran dkk yang menamakan diri "Dewan Revolusi Islam Indonesia". Pada para hadirin Sudomo menunjukkan sehelai dokumen hasil sitaan yang berwajib berupa surat kelompok Imran pada Imam Khomeini, pemimpin Revolusi Iran. Surat yang ditulis dalam bahasa Inggris itu mula-mula berisi ucapan selamat dan memuji keberhasilan Khomeini, terutama dalam menghadapi kekuasaan Syah Iran, kelompok Yahudi dan Komunis. Selanjutnya: " Dewan Revolusi Islam Indonesia adalah sebuah gerakan bawah tanah yang akan berperang melawan rezim Soeharto, yang tidak setuju kepada ajaran Islam. Kami rencanakan untuk menggulingkan Pemerintahan Soeharto dan mengubahnya menjadi sebuah Negara Islam. Kami dan beberapa Perwira Angkatan Darat Indonesia telah mendirikan Dewan Revolusi Islam Indonesia pada tanggal 7 Desember 1975." Surat yang diakhiri dengan permintaan bantuan spiritual dan material untuk merealisasikan revolusi itu dicap Indonesian Islamic Revolution Board dan ditandatangani Imran Muhammad Zein sebagai Leader (pemimpin). Tindasan surat yang autentik ini menurut Sudomo disita waktu Imran tertangkap. Apakah surat tersebut betul sudah dikirimkan ke Khomeini? "Mana saya tahu? Tanyakan saja sendiri pada Imran," jawab Sudomo berseloroh. Kelompok Imran ini, menurut Pangkopkamtib, yang menyerang pos polisi Cicendo Bandung pada 11 Maret 1981 dan membajak pesawat terbang Garuda DC-9 Woyla. Berbagai kelompok tadi, menurut Laksamana Sudomo, mempunyai tujuan politis jangka panjang sama dengan DI/TII, yakni mendirikan negara Islam. ........... Namun dalam dialog yang berlangsung lebih dari 3 jam, masalah Komando Jihad ternyata merupakan porsi terbesar. Hampir semua ulama berkeberatan atas pengunaan istilah itu dan meminta agar Pangkopkamtib mengungkap secara tuntas masalah tersebut. Pada pers

kemudian Sudomo mengakui, beberapa tokoh eks DI/TII pada 1971 memang dibina Bakin.
Tujuannya: mengarahkan mereka supaya baik dan dikaitkan juga dengan Pemilu. "Tapi kalau dilihat dari perbuatan mereka pada 1976 jelas itu sudah out of hands dan di luar pengetahuan Bakin," katanya. Pemerintah Memahami Hasil pertemuan yang hampir semuanya dinyatakan off the record ini adalah beberapa kesimpulan. Para ulama memahami semua enjelasan dan tindakan pemerintah mengenai penyelesaian peristiwa pembajakan Garuda Woyla. Atas usul Saifuddin Zuhri, pada bagian ini ditambahkan kalimat: Pemerintah juga memahami perasaan yang terkandung dalam kalangan umat Islam. Disepakati juga oleh kedua pihak untuk lebih berhati-hati di masa mendatang dan akan berkonsultasi bila ada soal peka menyangkut gerakan yang membawa nama agama. Kedua pihak akan bekerjasama membersihkan semua elemen yang merusak citra baik agama dan negara. Kesimpulan terpenting: " Istilah Komando Jihad untuk selanjutnya tidak akan dipergunakan lagi karena ini akan lebih mencemarkan agama." Sebuah usul agar penyelesaian masalah tahanan yang dinyatakan terlibat Komando Jihad dimasukkan dalam kesimpulan ditolak Sudomo dengan alasan "Itu maskalah,, intern ymg akan

segera diselesaikan." "Dus saya anggap masalah Komando Jihad sekarang sudah selesai," kata Sudomo dengan puas. ........... Menteri Agama Alamsyah menyimpulkan. Dalam waktu dekat ini Departemen Agama akan membentuk semacam Central Teaching Board agar ada penafsiran yang sama terhadap ajaran-ajaran agama. ( Duren : Trainernya suruh mbah Dul aja bos )

Imran dan sederet pertanyaan


23 Mei 1981 . MISTERI" Imran bin Muhammad Zein, tokoh di balik pembajakan pesawat DC-9 Garuda Woyla, agaknya akan terungkap. Di depan sidang komisi gabungan DPR pekan lalu, Menhankam Jenderal M Jusuf menegaskan Imran akan diadili di sidang pengadilan. "Insya Allah saudara-saudara boleh puaskan diri dengan mengikuti pengadilan terbuka yang akan mengadili perkara ini secara menyeluruh, baik terhadap Imran maupun orang-orangnya," kata Jenderal Jusuf. Tujuannya: "Kami ingin membuktikan kepada rakyat apa adanya dan siapa yang tersangkut paut, tanpa ada maksud untuk mengetengahkan lebih atau kurang daripada keadaan yang sebenarnya," kata Menhankam. Banyak yang lega mendengar pernyataan ini. Sebab berbagai penjelasan pemerintah mengenai latar belakang Kelompok Imran serta pembajakan Woyla agaknya belum berhasil meredakan bermacam desas-desus yang tersiar luas. Misalnya desas-desus bahwa Imran sebenarnya "anggota aparat intelijen pemerintah". Sidang pengadilan Imran diharapkan nanti akan mengungkap tuntas "misteri" tersebut dan sekaligus menghentikan segala macam desas-desus tadi. Muhamad Zein, 56 tahun, ayah Imran dan Wemdy -- salah satu dari kelima pembajak tidak akan menuntut kematian Wemdy dan tak keberatan Imran akan diadili. "Dendam bukanlah sikap baik seorang muslim. Mereka sudah dewasa. Karena itu biarlah mereka yang mempertanggungjawabkan perbuatannya," kata Muh. zein pada wartawan TEMPO Monaris Simangunsong di rumahnya di Kampung Kotamatsum Medan, pekan lalu. Wajahnya tenang tatkala mengucapkan itu. Bagi Muhamad Zein, meninggalnya Wemdy dan tertangkapnya Imran, merupakan ketentuan Allah. "Wemdy dipanggil Allah lewat peristiwa itu. Toh manusia bakal mati. Allah memanggil manusia lewat berbagai cara: ada yang mati hanyut, kena peluru nyasar atau mati di tempat tidur. Itulah ketentuan Allah dan saya tidak akan memungkirinya. Orang yang mungkir dari ketentuan Allah, kafir," kata Muhamad Zein didampingi istrinya. Kapan sidang pengadilan Imran dimulai? Berapa saksi yang akan diajukan? "Itu terserah pengadilan dan Kejaksaan Tinggi Jakarta," kata seorang perwira Hankam. Saat ini berkas perkaranya masih disiapkan. Namun diharapkannya sidang itu bisa dimulai "setelah Lebaran nanti". Dengan kata lain, sekitar Agustus 1981. Kabarnya Imran kini ditahan di suatu tempat di Jakarta bersama sekitar 20 anggota

kelompoknya. Sepuluh di antaranya sudah dibaiat oleh Imran. Dalam tahanan Imran kabarnya diperlakukan dengan baik dan sikapnya tidak rewel. Atas permintaannya disediakan sajadah dan pakaian pengganti. Imran ternyata punya selera tinggi dalam makanan dan tegas mengatakan "tidak mau dan tidak doyan 2T". Artinya tidak doyan tahu dan tempe. Imran yang suka rokok Gudang Garam, konon dalam interogasi selalu menjawab pendek-pendek. Juga banyak menjawab "tidak" disertai sumpah kalau pertanyaannya "mengambang". Namun kalau penanya mengajukan bukti baru dia mengaku dan berkata "ya". Pengetahuan agama serta pengetahuan umumnya dinilai "tidak mendalam". Menurut penjelasan Wapangab/Kaskopkamtib Sudomo di depan DPR pekan lalu, kelompok Imran menganut pola organisasi tanpa bentuk dengan Imran sebagai "Imam". Kelompok ini berasal dari Kelompok Azhar yang muncul di Cimahi, Jawa sarat, pada 1977. Kemudian muncul Imran pada Oktober 1978 yang melahirkan kesepakatan membentuk suatu kelompok keagamaan dengan dirinya sebagai "Imam", Azhar Zulkarnaen sebagai ketua. Ada Seksi Dakwah serta Seksi Pembinaan Mental/Bela diri yang anggotanya antara lain adalah Machrizal, yang kemudian dikenal sebagai salah satu pembajak Woyla. Imran, menurut Sudomo, mendirikan "Dewan Revolusi Islam Indonesia" (DRII) pada 7 Desember 1975 dengan kantor pusat Jalan Rahmatsyah 453 Medan dan kantor cabang Jalan S. Parman 97/A.2. Slipi, Jakarta. DRII sendiri, menurut Sudomo, merupakan gerakan di bawah tanah yang bertujuan mendirikan Negara Islam dengan rencana menggulingkan pemerintah Soeharto. Hal ini diketahui dari pemeriksaan terhadap Imran dan bukti-bukti dokumen tertulis lamanya. Mocok-Mocok Kalau itu benar, itu bisa berarti Imran mendirikan DRII sewaktu ia masih tinggal di Arab Saudi. Sebab menurut pengakuannya, dan juga menurut keterangan beberapa saksi lain, ia bermukim di sana antara 1971-1976. Jadi sebelum Kelompok Imran terbentuk resmi. Masalah alamat DRII ini ternyata belum jelas. Djuliar Ilyas, 50 tahun, penghuni rumah Jalan Rahmatsyah 453 Medan yang disebutkan sebagai Kantor Pusat DRII, sempat dibuat pusing karenanya. "Bagaimana saya tak kaget. Masak rumah saya dibilang kantor pusat Dewan Revolusi Islam Indonesia. Itu 'kan peristiwa nasional, kejadian politik. Saya sungguh tidak mengerti politik. Saya kerja mocok-mocok (tidak tetap)," kata Djuliar tatkala ditemui TEMPO . Rumah nomor 453 di Jalan Rahmatsyah Medan itu memang berada di depan rumah Muhamad Zein, orang tua Imran. "Mungkin dokumen Imran itu salah ketik. Rumah Pak Zein nomornya 433. Nomor 3 yang di tengah diketik jadi 5 hingga rumah kamilah yang tercantum," reka Juniar, istri Djuliar. Sejak pengumuman itu, rumah di Jalan Rahmatsyah 453 itu banyak didatangi "tetamu". "Ada yang bilang dari Jakarta, polisi, wartawan dan entah darimana lagi. Saya ladeni mereka semua," kata Djuliar yang juga membuka kios rokok di muka rumahnya. Mayjen Ishak Djuarsa (Purn) penghuni rumah Jalan S. Parman 97/A.2. Slipi, Jakarta, yang disebut "Kantor Cabang DRII" juga kesal. Sejak pengumuman dokumen Imran itu, tak henti-hentinya teleponnya berdering. Nomor telepon itu memang tercantum dalam dokumen Imran. Ada yang bertanya sopan, "apakah ini markas Dewan Revolusi Islam Indonesia?". Tapi ada juga

yang menelepon sekedar untuk memaki "kamu murtad" dan terus membanting telepon. "Saya cuma bisa mengelus dada dan geleng kepala," kata Ishak Djuarsa kepada Surasono dari TEMPO. Menurut bekas Pangdam Iskandar Muda (Aceh), Sriwijaya (Sum-Sel) dan bekas Dubes untuk Kamboja dan Yugoslavia ini, Imran memang pernah tiga kali menemuinya. Yang pertama sekitar awal September 1979 ke rumah Ishak Djuarsa di Bogor beberapa pekan sebelum dia naik haji. Imran memperkenalkan diri sebagai orang yang bergerak di bidang bisnis dan memperlihatkan surat rekomendasi dari Fortrade and Commission Agent suatu perusahaan Arab Saudi, yang berpusat di Riyadh. Bisnisnya yang utama tekstil dan makanan, namun juga bergerak di bidang kontraktor. Kebetulan Ishak Djuarsa yang waktu itu masih MPP lagi berpikir untuk terjun di dunia bisnis. "Ada perusahaan dari negara petro-dollar yang mau kerjasama, siapa tidak tertarik," ceritanya. Namun omongan Imran tentang bisnis kemudian melantur menjadi "bisnis revolusi": ia bercerita tentang keadaan yang bobrok, golongan oposisi dan sebagainya. Hingga Ishak Djuarsa menyimpulkan tetamunya itu sebagai seorang ekstrim, fanatik buta dan berpandangan sempit. Dia sempat memberikan kartu namanya pada tetamunya itu. Imran datang kedua kalinya menjelang Ishak berangkat ke Mekah dan mengatakan ia juga akan pergi ke Arab Saudi. Pada Ishak ditunjukkamlya setumpuk uang dollar yang dikatakannya "kiriman dari perusahaan saya di Riyadh untuk ongkos saya pergi ke sana". Ia menjanjikan Ishak akan mempertemukannya dengan "boss"nya di sana. Imran ternyata tak muncul. Baru setelah Ishak Djuarsa kembali ke Indonesia Imran datang lagi bertamu. Ia minta maaf karena ternyata batal pergi ke Arab Saudi sebab "kesibukan saya banyak sekali." Kembali ia bicara panjang lebar tentang situasi politik saat itu. "Saya kesal dan saya katakan padanya saya tidak ingin politik-politikan dan cuma mau bisnis saja." Sejak saat itu Imran tak pernah datang lagi. Toh buntutnya ada. Pada 20 April lalu, Ishak Djuarsa dipanggil Laksusda Jaya "untuk dimintai keterangan dan mencocokkan informasi." Pangkopkamtib Sudomo di depan DPR pekan lalu juga menjelaskan: pemeriksaan secara hukum sudah dilakukan untuk mencari clearance tentang Jenderal (Purn) A.H. Nasution yang dihubungi Imran empat kali dan Mayjen (Purn) Ishak Djuarsa. Dalam penjelasannya, A.H. Nasution mengakui sekitar 3 pekan lalu ia diundang Laksusda Jaya untuk mencocokkan beberapa keterangan Imran mengenai hubungannya dengan dia. Imran pertama kalinya bertamu sendirian pada 1979 dan mengaku keluarga seorang perwira bekas anak buah Pak Nas. Segera kemudian ia bertamu beberapa kali lagi meminta tolong untuk bisnisnya. Imran juga menunjukkan surat yang menunjuknya sebagai agen suatu perusahaan di Arab Saudi. Jenderal Nasution kemudian menghubungkannya dengan staf PT Arafat, namun staf ini mulai waspada karena Imran menginginkan surat kuasa dari Nasution. Dengan Sopan Cerita Pak Nas selanjutnya: "Dalam beberapa kesempatan itu pula ia berbicara tentang perjuangan sebagaimana la1zimnya para pemuda yang bertamu kepada saya. Maka secara dini saya telah menilai ia mungkin seorang fanatik atau seorang intel untuk menjaring saya, sehingga saya waspada dan secara tidak langsung mengingatkannya, dengan uraian pengalaman saya berkalikali sejak Orla menghadapi usaha-usaha untuk menjaring saya sedemikian." Penjelasan Pak Nas ini ternyata menimbulkan reaksi. Laksus Pangkopkamtibda Jaya Mayjen Norman Sasono dalam tanggapannya pekan lalu

menyatakan bahwa Imran, "langsung maupun tidak langsung, tidak ada hubungannya dengan aparat intelijen seperti apa yang diduga Jenderal Nasution." Menurut Norman, "sesuai dengan pengalaman Jenderal Purn. A.H. Nasution yang telah bertahun-tahun ikut penguasa Orde Lama, seharusnya pertemuan-pertemuan berikutnya dengan Imran dapat dicegah dan dihindari. Namun kenyataannya pertemuan tersebut tetap berlangsung sampai 4 kali hingga tahun 1980." Jenderal Nasution menolak menanggapi ucapan Norman. Namun ada alasannya kenapa ia menerima Imran sampai beberapa kali. "Sebagai seorang muslim saya tidak bisa mengusir tamu yang datang secara sopan dan baik. Lagipula setiap kali ia datang bukan atas panggilan saya," ujarnya. Jadi tokoh macam apa sebenarnya Imran itu? Semoga sederet panjang pertanyaan itu akan terjawab semuanya di sidang pengadilan nanti. Note : Pasca peristiwa pembajakan Imran bin Muhammad Zein selaku otak peristiwa pembajakan pesawat DC-9 ini kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 1981. Imran merupakan salah seorang yang terlibat dalam Peristiwa Cicendo bersama Maman Kusmayadi, Salman Hafidz, serta 11 orang lainnya. Maman dan Salman bernasib sama dengan Imran dan dieksekusi dalam hukuman mati. Baca juga Terorisme di Indonesia

Abu Bakar Ba'asyir


Sabtu, 17 April 2004 . Abu Bakar Ba'asyir bin Abu Bakar Abud yang biasa dipanggil Ustad Abu ini, lahir di Jombang, 17 Agustus 1938. Pendidikannya adalah mantan Siswa Pondok Pesantren Gontor, Jombang, Jawa Timur (1959) dan alumni Fakultas Dakwah Universitas AlIrsyad, Solo, Jawa Tengah (1963). Perjalanan karirnya dimulai dengan menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Solo. Selanjutnya adalah menjabat Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo, terpilih menjadi Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (1961), Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, memimpin Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Solo, Jateng (1972) dan Ketua Organisasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), 2002. 10 Maret 1972, Pondok Pesantren Al-Mukmin didirikan oleh Abu Bakar Ba'asyir bersama Abdullah Sungkar, Yoyo Roswadi, Abdul Qohar H. Daeng Matase dan Abdllah Baraja. Pondok Pesantren ini berlokasi di Jalan Gading Kidul 72 A, Desa Ngruki, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Menempati areal seluas 8.000 meter persegi persisnya 2,5 kilometer dari Solo. Keberadaan pondok ini semula adalah kegiatan pengajian kuliah zuhur di Masjid Agung Surakarta. Membajirnya jumlah jamaah membuat para mubalig dan ustad kemudian bermaksud mengembangkan pengajian itu menjadi Madrasah Diniyah.

1983, Abu Bakar Ba'asyir ditangkap bersama dengan Abdullah Sungkar. Ia dituduh menghasut orang untuk menolak asas tunggal Pancasila. Ia juga melarang santrinya melakukan hormat bendera karena menurut dia itu perbuatan syirik. Tak hanya itu, ia bahkan dianggap merupakan bagian dari gerakan Hispran (Haji Ismail Pranoto)--salah satu tokoh Darul Islam/Tentara Islam Indonesia Jawa Tengah. Di pengadilan, keduanya divonis 9 tahun penjara. 11 Februari 1985, ketika kasusnya masuk kasasi Ba'asyir dan Sungkar dikenai tahanan rumah, saat itulah Ba'asyir dan Abdullah Sungkar melarikan diri ke Malaysia. Dari Solo mereka menyebrang ke Malaysia melalui Medan. Menurut pemerintah AS, pada saat di Malaysia itulah Ba'asyir membentuk gerakan Islam radikal, Jemaah Islamiah, yang menjalin hubungan dengan Al-Qaeda. 1985-1999, aktivitas Ustadz Baasyir di Singapura dan Malaysia ialah menyampaikan Islam kepada masyarakat Islam berdasarkan Al Quran dan Hadits yang dilakukan sebulan sekali dalam sebuah forum, yang hanya memakan waktu beberapa jam di sana. ia tidak membentuk organisasi atau gerakan Islam apapun. Selama di sana ia dan Abdullah Sungkar hanya mengajarkan pengajian dan mengajarkan sunah Nab. Namun pemerintah Amerika memasukkan nama Ba'asyir sebagai salah satu teroris karena gerakan Islam yang dibentuknya yaitu Jemaah Islamiah, terkait dengan jaringan Al-Qaeda. 1999, sekembalinya dari Malaysia Ba'asyir langsung terlibat dalam pengorganisasian Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang merupakan salah satu dari salah satu organisasi Islam baru yang bergaris keras. Organisasi ini bertekad menegakkan Syariah Islam di Indonesia.

Wawancara Fauzi Hasbi: Saya Dijebak ICG


01 Januari 2003 . TEMPO Interaktif, Jakarta: Bekas Kepala Staf Angkatan Perang dari Aceh Merdeka Fauzi Hasbi mengaku merasa dijebak oleh direktur International Crisis Group (ICG) Sidney Jones. Saya anggap Sidney Jones tidak fair selaku seorang ilmuwan. Jebakan ini untuk menjerumuskan saya., kata Fauzi di kantor Koran Tempo, Rabu (1/1).

Dalam laporan ICG disebutkan, Juru Bicara Mabes TNI Mayor Jenderal Sjafrie Syamsoedin memiliki kenalan yang bernama Fauzi Hasbi. Fauzi disebut-sebut kenal dekat dengan sejumlah anggota Jemaah Islamiyah. ICG juga menulis bahwa Sjafrie tetap melakukan kontak dengan Fauzi hingga sekarang. Menurut Fauzi dia memang kenal dengan Mayor Jenderal Sjafrie Syamsoedin sejak Juni 1977, ketika dirinya ditangkap. Selama 4 bulan penahanan, dia dan puluhan tahanan lainnya tinggal disamping barak tentara. Selama 4 bulan itu, tiap hari ketemu Sjafrie. Apalagi saya disuruh pidato ke tiap kampung, kata dia. Sedangkan dengan Abu Bakar Baasyir, Fauzi mengaku kenal sudah lama. Bahkan dia tahu secara rinci proses pelarian Baasyir dan Abdullah Sungkar ketika menghindar vonis pengadilan. Versi saya kenal Sjafrie dan versi saya kenal Baasyir kan berbeda. Ini dibikin seolah-olah antara versi yang satu dengan yang lain ada hubungan, kata dia lagi. Fauzi pun mengaku kenal dengan beberapa rekan Baasyir yang saat ini dituduh terlibat dalam organisasi Jemaah Islamiah. Ketika melarikan diri ke Malaysia, Baasyir dan Sungkar berangkat hampir bersamaan dengan orang tua Fauzi bernama [b]Abu Hasbi Geudong.[/b] Mereka sama-sama tinggal Negeri Sembilan Malaysia. Di tempat pelarian itu, Fauzi sering berkunjung ke tempat Baasyir. Mereka pun sering bertukar pikiran satu sama lain. Begitu juga dengan Haji Ismail Pranoto, atau lebih dikenal dengan Hispran. Bahkan dari Hispran inilah Fauzi tahu kalau Baasyir dan Sungkar telah dibaiat menjadi anggota Darul Islam. Hispran itu pernah datang ke rumah saya tahun 1974. Menurut Hispran, Baasyir dan Sungkar minta diantar kepada Abu Beureueh (Muhammad Daud Beureueh) setelah di Baiat, kata Fauzi. Sedangkan dengan Hambali, Fauzi baru kenal setelah berada di Malaysia. Rumah Baasyir kebetulan bersebelahan dengan rumah Hambali. Hambali pernah datang ke rumah saya. Karena Hambali ini tidak jauh usianya dengan anak saya, maka dia saya anggap anak, kata dia lagi. Sementara dengan Umar Al Faruq,( Duren : Baca : Imam Samudera + Amrozi ) Fauzi bertemu pada tahun 1998. Bahkan ketika itu Faruq menginap 3 hari di rumahnya. Faruq sempat menawarkan bantuan kepada GAM. Namun bantuan itu urung diberikan. Faruq waktu itu bilang ingin bergabung dengan GAM. Dia menawarkan bantuan senjata. Dia juga cerita tentang perjalanan Islam. Dia pernah bergabung di Afganistan, Pilipina, Cechnya, dan sebagainya. Jadi waktu dia menawarkan bantuan, saya bilang GAM belum bergerak. Kalau Anda mau bergabung dengan GAM, GAM bukan perjalanan Islam. Karena GAM belum ada anggaran dasarnya, belum ada strukturnya dan sebagainya. Tidak jelas. Jadi dia urungkan niat, jelas Fauzi. Meskipun mengaku dirinya telah dirugikan oleh pemberitaan ICG, Fauzi mengaku belum

mengajukan tuntutan secara hukum. Dia masih menimbang upaya hukum ini. Kalau di dalam negeri tidak ada masalah. Tapi kalau saya ke luar negeri, bisa ditangkap, kata dia. Berikut ini petikan wawancara dengan Fauzi Hasbi: T: Anda kenal dengan Abu Bakar Baasyir? J: Saya kenal dengan Baasyir. Tapi yang dikerjakan Baasyir itu belum tentu saya mau kerja. Karena misi dia dengan saya mungkin jauh berbeda. Dan tidak ada titik pertemuan. Setahu saya, Baasyir ini orang Darul Islam dulu. Dia ikut Hispran, Haji Ismail Pranoto. Namun sekarang dia katanya bukan orang Darul Islam. Dia kan dulu ada masalah tahun 1985, divonis pengadilan negeri. Dia kemudian mengajukan banding. Waktu dia ditolak bandingnya, dia Abdulah Sungkar menghadap Pak Natsir (Mohammad Natsir). Dia lapor mau hijrah ke Malaysia. Disetujui Pak Natsir, silakan saja. Dia berangkat bersama rombongan yang jumlahnya 25 orang. Entah sama siapa, yang saya kenal Cuma Baasyir dan Abdullah Sungkar. Nah di sini, kenapa saya tahu dia bergabung dengan Darul Islam. Hispran itu pernah datang ke rumah saya tahun 1974. Dia datang bersama Mohamad Daud Taufik. Menurut Hispran, Baasyir dan Sungkar minta diantar kepada Abu Beureueh (Muhammad Daud Beureueh) setelah di Baiat. Bersamaan dengan orang tua saya, masih tahun 1985, Baasyir dan Sungkar berangkat ke Malaysia. Sebelum ke Malaysia, tinggal di rumah Malik di Singapura. Kemudian Abu Bakar Baasyir tinggal di Kualapila, Negeri Sembilan. Abdulah Sungkar di Kampung Duren. Kalau orang tua saya tinggal di Parit. Tiga tempat tadi berdekatan. Kalau di sini, masih dalam satu kabupaten lah. T: Sering Anda bertemu dengan Baasyir di Malaysia? J: Saya sering berkunjung dan selalu bertemu. Waktu itu dia masih Darul Islam. Waktu Baasyir dan Sungkar kirim-kirim orang ke luar negeri, ke Afganistan, 300 400 orang, itu masih atas nama Darul Islam. Kalau nggak salah, dia menanggalkan Darul Islamnya tahun 1996. Menurut informasi, mereka bentuk satu jemaah, tapi saya tidak jelas. Apakah jemaah Islamiah atau jemaah lain. Sering kami ngobrol-ngobrol. Bahkan pola perjuangannya sudah berbeda dengan Darul Islam. Tapi dengan saya, dia nggak berani mengatakan bahwa dia sudah menanggalkan Darul Islam. Dengan orang lain, jelas dia menegaskan. Inilah hubungan saya dengan dia. Pernah Abu Bakar menjemput saya di terminal. Rumah dia, di samping rumah Hambali, maka saya kenal Hambali. Tapi apa yang mereka kerjakan, saya tidak terlibat. Jadi bagaimana saya katakan tidak kenal, padahal saya memang kenal. Ini lah yang disalahartikan dari uraian Sidney.

Saya menganggap hal ini sebagai jebakan untuk menjerumuskan saya. Karena begini, versi saya kenal Syafrie berbeda. Versi saya kenal Baasyir berbeda. Ini dibikin jebakan seakan antara versi yang satu dengan yang lain ada hubungan. Dan saya anggap Sidney Jones tidak fair selaku seorang ilmuwan. T: Bagaimana Anda bertemu dengan Sjafrie Syamsoedin? J: Saya sangat kenal dengan Syafrie setelah saya ditangkap. Dia tahan saya 4 bulan. selama itu, tiap hari kami bertemu. Saya kan disuruh pidato ke tiap kampung. Dalam 4 bulan itu juga, saya dan 40 tahanan lainnya, tinggal di samping barak tentara. Tapi waktu dia pulang, permisi pun tidak dengan saya. Saya yakin Syafrie dengan Baasyir itu tidak kenal. Saya jamin itu. Nggak mungkin kenal. Dan Baasyir pun belum tentu mau datang ke orang-orang TNI seperti Syafrie itu. Saya kenal watak Baasyir, keras. J: Apakah Baasyir di Negeri Sembilan aktif merekrut orang? Jelas merekrut. Tapi masalah mereka terlibat kasus peledakan bom, itu saya tidak tahu. Tapi setiap jemaah itu menuntut adanya anggota. Bukan hanya jamaah dia saja kan, jamaah-jamaah yang ada di sini juga (melakukan rekruitmen anggota) untuk berkembang. Mungkin yang direkrut itu Imam Samudra, Muklas. Tapi saya nggak kenal mereka dan tidak pernah bertemu. T: Kalau dengan Alfaruq Anda kenal? J: Kenal. Dia pernah datang dan tidur di rumah saya 3 malam, kalau saya tidak salah ingat 17-20 Desember 1998. Orang semua bilang tak kenal Faruq. Apa salah kalau saya kenal Faruq kalau memang kenyataanya begitu. Tapi kerjaan si Faruq itu belum tentu saya mau ikut. Dan saya nggak tahu misi dia. T: Apa saja yang dibicarakan faruq waktu itu? J: Faruq waktu itu bilang ingin bergabung dengan GAM. Dia menawarkan bantuan senjata. Dia juga cerita tentang perjalanan Islam. Dia pernah bergabung di Afganistan, Pilipina, Cechnya, dan sebagainya. Jadi waktu dia menawarkan bantuan, saya bilang GAM belum bergerak. Kalau Anda mau bergabung dengan GAM, GAM bukan perjalanan Islam. Karena GAM belum ada anggaran dasarnya, belum ada strukturnya dan sebagainya. Tidak jelas. Jadi dia urungkan niat. T: Bahasa apa yang digunakan? J: Dia berbahasa Arab. Saya ada yang menterjemahkan waktu itu. Sedikit saja dia tidak bisa bahasa Indonesia. Tapi tidak tahu kalau sekarang. T: Anda tahu tentang pertemuan Mujahidin yang di Malaysia? J: Begini. Waktu itu saya ada di Kualalumpur. Tapi waktu rapat saya tidak hadir. Karena saya

tidak hadir, maka datanglah Abu Bakar Baasyir dengan salah satu utusan dari Moro ke hotel saya. Saya bilang ke mereka, pola perjuangan saya sekarang mengutamakan, sedikit mati orang di Aceh. Jangan membuat persoalan-persoalan baru sehingga banyak mati orang di Aceh. Karena yang datang Baasyir, orang yang lebih tua dari saya, saya akhirnya datang ke pertemuan itu. Waktu saya datang, yang memimpin rapat Hambali. Saya juga lihat Tamsil Linrung, Al Chaidar ada di situ. T: Apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu? J: Saya tidak tahu pasti karena hanya beberapa menit disana. Yang saya tahu, saat itu yang dibicarakan fokus kepada pendidikan. T: Tidak dibicarakan masalah bom, penyerangan, tentara? J: Mungkin dibicarakan tapi saya tidak tahu. Makalah Abu Bakar Baasyir yang saya terima, juga tidak ada yang menyebutkan itu. (Suseno Tempo News Room)

============= Terbukti : Pernyataan SUDOMO malah sangat menguatkan kesimpulan ini

NII di proklamirkan SMK ( Kartosoewirjo ) Sempalannya terpecah pecah di daerah menjadi NII DI/TII : 1. Daud Beureueh di Aceh 2. Ibnu Hadjar di Kalimantan Selatan 3. Amir fatah di Jawa Tengah 4. Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan
----

Bung Tomo, DI Dan ABRI

19 November 1977 KETIKA ia masih berumur 25 tahun, di Surabaya suaranya mengguntur dengan Allahu Akbar. Di hari hari pertempuran 1945 itu ia dikagumi sebagai pemberi semangat.

Sekarang ketika perang rakyat Surabaya itu tengah diperingati, suara Bung Tomo kembali terdengar. Ada yang kagum, ada pula yang keberatan. Sabtu pekan lalu di IKlP-Jakarta misalnya ia mengungkapkan bahwa Komando Jihad adalah 'bikinan' pemerintah. Agaknya Bung Tomo ingin mengulangi kritiknya pada pemerintah, yang dalam kampanye pemilu 1977 lalu dianggapnya menyudutkan umat Islam, dengan melontarkan kembali soal DI/TII. Hal itu senada dengan ucapan tokoI muda PPP Husni Tharmrin yang menolak, jika peristiwa Dl/TII dilekatkan sebagai 'dosa turunan' umat Islam sampai kini. Menurut Husni, tokoh Komando Jihad seperti Haji Ismail Pranoto alias Hispran, 65, dalam masa kampanye pemilu 1977 sering mendatangi orang-orang PPP untuk melakukan bai'at (janji prasetya). Tapi bekas tokoh DI/TII Brebes ini ternyata juga tokoh Guppi/Golkar. Dalam pemilu 1971, berkat pengaruhnya, kabarnya Golkar menang di Brebes. Mengumpulkan Tokoh DI Ketika terdengar kabar bahwa Hispran 'lari ke gunung' mengerakkan Komando Jihad, 1 Nopember 1976 Pangdam Siliwangi Himawan Sutanto mengumpulkan tokohtokoh DI/TII Jawa Barat, mencek sejauh mana mereka terpengaruh oleh Hispran. Tak diduga, Hispran sendiri hadir dalam pertemuan tersebut. Sejak itu Hispran tak pernah pulang ke rumahnya di Kauman, Brebes. Dikabarkan melakukan bisnis ke Lampung, kemudian beberapa bulan ia menetap di Jakarta. Tahun 1977 ditangkap di Surabaya. Betapa pun, bagi Bung Tomo, munculnya kembali isyu DI/TII - apalagi selalu terdengar menjelang pemilu -- dianggapnya aneh. Bertolak dari ini pula ia lalu ternyata bisa bikin geger, dengan brosurnya, Sebuah Himbauan. Dicetak 10.000 eksemplar, brosur 22 halaman ini ( harga Rp 200) dituiukan kepada Menhankam Jenderal M. Panggabean dan Kaskopkamtib Laksamana Sudomo. Mereka ini oleh Bung Tomo disebut "saudara-saudara terdekat kami, dua tokoh beragama Kristen yang sedang memegang kekuasaan." Ia menulis Himbauan itu karena ia melihat "tekanan terhadap umat beragama di Indonesia", baik yang tergabung dalam PPP maupun PDI, "agar umat beragama itu jangan sampai dapat memperoleh jumlah suara yang lebih banyak dari pada yang diperoleh Golkar." Tapi karena halhal yang menyangkut umat beragama lain belum sempat ditelitinya, "maka hanya yang golongan Islam saja yang dapat saya kemukakan." Kepada Klarawijaya dari TEMPO, misalnya, Bung Tomo menunjuk contoh. "Waktu PPP unggul di salah satu daerah di Jawa Barat, ketua umum Golkar Amir Murtono menyebut sebagai 'wajar' karena di masa laiu daerah itu merupakan basis DI/TII," ujar Bung Tomo. Itulah sebabnya ia tergerak menulis himbauan. Semula, awal Juni, naskah tersebut dikirimkan kepada sebuah koran di Bandung, tapi redaksinya menolak memuat. Kabarnya 3 koran Jakarta juga bersikap sama. Tapi September lalu mingguan Forum Bandung dan harian Maasa Kini (d/h Mercu Suar) Yogya memuat lengkap. Dan sebelumnya sudah beredar - antara lain di beberapa pesantren Jawa Timur - dalam bentuk stensilan. Salah seorang yang menstensil, menurut Bung Tomo, adalah ir. H.M. Sanusi bekas ketua Parmusi dan Menteri Perindustrian yang katanya kemudian mengirimkannya kepada beberapa pemuka Islam.

Bung Tomo sendiri mengirim fotokopinya kepada ketua Majelis Ulama Hamka, Menteri Agama Mukti Ali, Mgr Leo Sukoto dari Keuskupan Jakarta. "Jenderal Panggabeim dan Laksamana Sudomo juga saya kirimi, ada tanda terimanya dari ajudan. Tapi belum ada reaksi dari mereka," kata Bung Tomo. Meskipun sudah dilarang beredar sejak 15 Oktober oleh Jaksa Agung, toh Pangkowilhan II Letjen Widodo di aula Hankam Rabu pekan lalu merasa perlu 'meluruskan' hal-hal yang ditulis oleh Bung Tomo tersebut. Bahkan pada kesempatan itu Pangdam Siliwangi Mayjen Himawan Sutanto menampilkan saksi hidup: tiga tokoh bekas DI/TII Jawa Barat pimpinan S.M. Kartosuwiryo. Mereka itu Ateng Djaelani Setiawan, bekas PETA yang akhirnya menjadi 'gubernur militer' DI/TII Haji Ghozin, bekas 'komandan resimen' DI/TII, Haji Zaenal Abidin, bekas 'wakil komandan divisi' DI/TII. Mereka ditampilkan, terutarna untuk membantah Himbauan: yang menyatakan bahwa proklamasi negara Islam Kartosuwiryo itu "bukan bersumber pada suatu ideologi", tapi karena "sengketa senjata antara sesama bangsa." Menurut Bung Tomo, negara Islam itu hanya merupakan " alat berkelahi semata- mata." Maka Ateng Djaelani (54) yang kini tinggal di Bandung sebagai usahawan itu pun menyebut Bung Tomo "memutar balikkan fakta sejarah". Sebagai 'saksi hidup' ia juga menyatakan bahwa DI/TII Kartosuwiryo memang bertujuan mendirikan negara Islam. "Jadi bukan sebagai alat berkelahi seperti tulis Bung Tomo," katanya seperti dicatat oleh pembantu TEMPO Acin Yassin. Ateng Djaelani yang ditemui di Bandung oleh Yusril Djalinus dari TEMPO bercerita lebih lanjut: kini sekitar 7.000 bekas DI/TII tersebar di Jawa Barat, yang setelah turun gunung kembali ke kampung halaman: di Tasikmalaya, Garut, Ciamis. Banyak sudah yang bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan. Tapi ketika 7 bekas DI/TII (Adam Djaelani Tirtapradja, Aceng Kurnia, Ules Sudja'i, Tahmid Rahmat, Basuki dan Dodo Kartosuwiryo) bertualang lagi, mereka "agak goncang". Sementara itu, menurut KoloneI WR Samallo, asisten I Kodam Siliwangi, bekas DI/TII katanya telah mengadakan peremajaan. "Umumnya mahasiswa dari Sumatera yang kebetulan kuliah di Bandung. Soalnya mereka 'kan tidak tahu kekejarnan DI/TII biasanya mereka lekas terpikat," kata Samallo. Ateng yang beranak 8 orang, selama ini banyak membantu bekas anakbuahnya. "Ada yang saya kasih Rp 15 ribu ada yang Rp 75 ribu," kata Ateng. "Tapi kan tidak setiap anak menangis dikasih permen'?" tambahnya. Dalam pemilu 1977 Ateng memilih Golkar, meski katanya "tidak semua DI jadi Golkar." Itu tak berarti bahwa Ateng tak berani mengritik. "Saya pernah mengritik pemerintah karena ada bekas tokoh DI/TII yang dibina oleh Bakin. Ternyata tokoh yang dibina itu termasuk yang masuk hutan lagi," katanya. Tokoh itu adalah Danu toh. Hassan, yang kini sudah ditangkap lagi.

============

Pembangkangan Sebuah Gagasan - Jihad Sebatang Korek


Komando Jihad menjadi awal kebangkitan sekaligus perpecahan pentolan DI/TII. Intelijen menggembosinya dari dalam.

PANGGILAN dari kantor Pelaksana Khusus Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Jawa Barat membuat Sardjono Kartosoewirjo bergetar. Waktu itu, pada 1975, anak bungsu Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo ini baru kelas tiga sekolah menengah atas. Dipanggil tentara pada zaman ketika Orde Baru menancapkan pengaruhnya sungguh membuat kecut remaja 18 tahun ini. Bersama ibu, dua kakak, dan pentolan Darul Islam seperti Danu Muhammad Hasan, Ateng Jaelani, Adah Djaelani, dan Aceng Kurnia, Sardjono diterima Letnan Kolonel Pitut Soeharto. Dengan gaya kalemnya, Direktur III Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) tersebut menyodorkan kertas yang harus diteken 11 orang itu. Isinya ikrar kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berasas Pancasila. "Meski masih anak-anak, saya diminta ikut tanda tangan karena saya bisa dianggap simbol DI/TII," katanya tiga pekan lalu.

Sardjono tak mengerti, ikrar itu adalah upaya pemerintah meredam aksi teror yang dilancarkan pentolan eks Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di pelbagai daerah. Gaos Taufik, misalnya, mengebom sejumlah hotel dan rumah sakit Kristen, merampok bank, dan membunuh sejumlah orang. Gaos adalah Komandan Perang Wilayah Besar Darul Islam Sumatera Utara. Pitut mengaku diutus langsung oleh Presiden Soeharto untuk secara rahasia mendekati pentolanpentolan Darul Islam. " Pak Harto menawarkan amnesti penuh kepada mereka asal tak ada lagi aksi teror," kata Pitut, kini 81 tahun. Bentuk pengampunan itu antara lain tawaran menjadi anggota DPRD dari Fraksi Golkar jika partai ini menang dalam Pemilihan Umum 1971. Darul Islam memang sudah memaklumatkan diri menjadi pendukung Golkar setelah Bakin mengumpulkan pemimpin dan anggota DI di rumah Danu Muhammad Hasan di Jalan Situ Aksan 120, Bandung, pada 1971. Pertemuan tiga hari tiga malam ini dihadiri 3.000 orang dengan

deklarasi dukungan terhadap partai pemerintah itu. Meski Golkar menang dalam pemilu, mereka tak pernah menjadi legislator di parlemen pusat ataupun daerah. Tanpa setahu Pitut, tokoh-tokoh ini diam-diam mendiskusikan kemungkinan kembali ke citacita mendirikan Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan Kartosoewirjo pada 7 Agustus 1949. Tak semua setuju, memang. Beberapa orang kecewa karena ada isu reuni dibiayai Bakin yang ditandai kehadiran Pitut sebagai pejabat telik sandi itu. Kepada Tempo, Pitut membantah membiayai reuni lintas generasi Darul Islam itu. "Duit dari mana? Kami tak punya uang," katanya. Ia mengaku datang hanya untuk menyaksikan acara karena ini pertemuan terbesar pertama setelah Kartosoewirjo meninggal pada 1962. Diskusi tersembunyi itu berlangsung alot. Djaja Sudjadi, bekas menteri Negara Islam Indonesia, menolak ide kembali ke jalan jihad. Ia menyatakan keluar dan mendirikan DI Fillah, kelompok yang menentang perjuangan bersenjata. Sebaliknya, Aceng dan Danu setuju menghidupkan semangat Kartosoewirjo dan membentuk DI Fisabilillah. Rencana pun dimatangkan. Pada 1974, dibentuk Komando Perang Wilayah Besar yang dibagi tiga: [u]Sulawesi, Jawa, dan Sumatera. Sulawesi dipegang oleh Ali A.T., Sumatera oleh Gaos, dan Jawa oleh Danu Hasan . Aksi pertama adalah merekrut anggota Darul Islam baru dari kalangan muda, sebelum jihad benar-benar dikoba rkan. Gaoslah yang pertama akan beraksi. Dia kemudian meledakkan acara Musabaqah Tilawatil Quran di Medan, disusul pengeboman rumah sakit Kristen di Bukit Tinggi. [/u] Namun aksi itu tak direspons sama sekali oleh Jawa Barat. Danu dan Aceng, yang merestui gerakan Gaos, hanya bungkam. "Padahal Jawa Barat sudah berjanji, 'walaupun

dengan

sebatang korek api jihad akan disambut oleh Jawa'," kata Solahudin, peneliti
DI/TII. "Kenapa Jawa Barat tak merespons, masih misterius." Ada dugaan, Jawa Barat memang sudah gembos sebelum jihad terjadi secara masif. Pernyataan ikrar di hadapan Pitut itu salah satunya. Belakangan diketahui bahwa Danu ternyata bisa dibina Bakin. "Ada tiga yang ikut saya: Danu , Ateng, dan Dodo Muhammad Darda," kata Pitut. Dodo adalah kakak Sardjono Kartosoewirjo. Kepada Danu dan Aceng, Pitut memberikan modal untuk berdagang. Tapi Danu, yang lama bergerilya di hutan, tak paham cara ambil untung. Usahanya bangkrut. Pitut lalu menawarkan kerja di Bakin dengan ruang kantor dan gaji rutin. Sedangkan Ateng dan Adah Djaelani

sukses sebagai penyalur minyak tanah untuk seluruh Jawa Barat di bawah perusahaan PT Taman Sebelas. Gampangnya Danu dibujuk juga tak lepas dari peran Ali Moertopo, Deputi Kepala Bakin waktu itu. Ali dan Danu sama-sama pejuang di zaman revolusi kemerdekaan. Juga ada nama lain yang bisa "dibina", yakni Haji Ismail Pranoto, yang populer dipanggil Hispran. Dia memimpin Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam, organisasi di bawah Golkar, dan menjadi kontraktor yang kerap bekerja sama dengan Ahmad Rivai, tokoh DI Lampung. Tapi Hilmi Aminuddin menyangkal pernyataan bahwa ayahnya bisa dibina dengan mendapat gaji dari Bakin. Menurut Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera ini, Danu Hasan mendapat tunjangan dan beras dari Komando Daerah Militer Jawa Barat sebagai eks pejuang 1945. "Saya yang ambil amplop dan berasnya," kata Hilmi kepada Tempo. Menjelang Pemilihan Umum 1977 memang terjadi penangkapan besar-besaran eks Darul Islam. Menurut Pitut, itu terjadi karena tenggat menyerah bagi anggota Darul Islam telah habis. Sebab, pentolan yang tak bisa dibujuk Pitut masih menjalankan gerilya di hutan-hutan Tasikmalaya dan Garut, seperti Ules Sudja'i. Ia menyangkal penangkapan itu berkaitan dengan Pemilu 1977 untuk menggembosi suara umat Islam ke Partai Persatuan Pembangunan. "Mereka ditangkap untuk dibina, bukan dibui atau isu pemilu," katanya. Entah siapa yang pertama memunculkannya, penangkapan oleh Kodam Siliwangi di bawah komando Mayor Jenderal Himawan Soetanto itu dituding sebagai penumpasan gerakan "Komando Jihad" atau "Neo-DI". Sebab, yang ditangkap bukan hanya mereka yang belum bisa dijinakkan, melainkan juga Danu, Hispran, Aceng, dan Ateng. Belakangan Jaksa Agung Ali Said mengklarifikasi sebutan "Komando Jihad" untuk segala jenis teror yang merongrong Pancasila. Kalangan Darul Islam sendiri tak mengenal istilah ini. "Itu istilah pemerintah," kata Sardjono. Namun penangkapan ini menandai babak baru Darul Islam. Di pengadilan, para terdakwa saling tuding telah menjadi pengkhianat sehingga tentara menangkapi mereka. "Ada tokoh DI yang dibina Bakin," kata Ateng Jaelani saat bersaksi di pengadilan Hispran. Yang dia maksud tentu Danu Muhammad Hasan. Sebaliknya, Hispran menuding Ateng juga binaan intelijen dengan menikmati hidup sebagai penyalur minyak tanah. Ia meminta maaf telah memprovokasi jemaahnya untuk kembali kepada cita-cita Negara Islam Indonesia.

Rupanya, reuni 1971 di rumah Danu Hasan memang benar-benar dijadikan pijakan untuk menghidupkan Negara Islam Indonesia. Namun gerakan sporadis di Jawa Tengah dan Timur ini berantakan sebelum mencapai target. "Komando Jihad" menjadi pertanda kebangkitan sekaligus keterpurukan pengikut Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. -------------

Siapa Hispran ? Siapa Hispran ?


30 September 1978. DALAM persidangan di Surabaya itu, Hispran kurus Jangkung dan berkumis, selalu mengenakan stelan jas hitam-hitam dan berpeci. Ia juga mempergunakan alat pembantu pendengaran. Pernah ikut berjuang di Jawa Tengah di awal Revolusi, sekitar 1948 ia bergabung dengan gerakan S.M. Kartosuwirjo. Tapi beberapa saat setelah "Imam Darul Islam" itu tertangkap, ia menyerahkan diri dan akhirnya mendapat amnesti dari Pemerintah. Orang ini, menurut beberapa kenalannya di Brebes, kemudian aktip dalam kegiatan dagang dan da'wah Islarn. Ia memang cukup berpengaruh di sana, meskipun tidak begitu pandai pidato. Bahkan 3 tahun menjelang Pemilu 1971, ia menjadi salah seorang pimpinan Golkar setempat. Setahun kemudian memimpin GUPPI, sebuah organisasi Islam dalam keluarga besar Golkar. Dalam Pemilu 1971, ia berkampanye untuk Golkar. Dan menang. Tapi kabarnya ia sendiri tidak sempat duduk sebagai anggota DPRD setempat. Dalam Pemilu 1977, ia tidak lagi aktip sebagai orang Golkar. Ke mana Hispran? Ia hilang dari peredaran. Kabarnya "berdagang". Barangkali dalam kegiatan "dagang" itulah ia berhubungan kembali dengan bossnya: Danu Muhammad Hasan. Dan pihak Laksusda Jawa Barat pun mencari-carinya. Dalam rangka pengamanan, di bulan Ramadhan 1 Nopember 1976, Pangdam VI/Siliwangi Himawan Sutanto menyelenggarakan silaturahmi dengan seluruh bekas DI/TII Jawa Barat. Dalam pertemuan itu, sebagaimana diceritakan oleh Ateng Djaelani pada TEMPO, ada sebuah anekdot. Himawan Sutanto menyatakan bahwa Hispran yang kembali menghilang harus disadarkan. Belum selesai Panglima mengucapkan kalimat tersebut, seorang lelaki tampak mengacungkan tangan di tengah-tengah para yang hadir. "Saya Hispran, Pak," kata lelaki itu. "Rupanya secara diam-diam ia juga datang," tutur Ateng. Potret Hispran bersama Himawan Sutanto, oleh Dinas Penerangan Laksuda Jawa Barat disiarkan pula

kepada pers dan dimuat oleh harian Sinar Harapan Jakarta edisi 4 Nopember 1976. Betapa pun, ini membuktikan bahwa kontak-kontak di antara mereka masih sangat erat. Akhir tahun lalu wartawan TEMPO menjenguk rumah Hispran di kampung Kauman, Brebes, Jawa Tengah Di sana tinggal isterinya yang kedua bersama empat anaknya. Yang terkecil ketika itu baru berusia tujuh bulan. Isteri kedua ini dikawini oleh Hispran menjelang Pemilu 1977 lalu. Rumah Hispran ini potongannya kuno, dengan pekarangan yang luas. Di ruang tamu tampak kursi rotan yang sudah agak usang. Tapi juga ada satu set meja-kursi tamu dengan jok yang lumayan. Sebingkai potret Presiden Soeharto terpampang di ruang tarnu itu. Tembok bercat kuning itu cuma membalut ruang depan saja, sedang bagian belakang ditutup dengan gedeg. Setelah muncul dalam silaturahmi di Bandung itu, Hispran kembali tak nampak batang hidungnya. Tapi beberapa saat kemudian ia mendadak tampak bertamu di rumah beberapa orang Islam di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sesudah itu kabarnya berangkat ke Sumatera, ke Lampung. Lalu beberapa saat tampak keluar masuk sebuah hotel mewah di Jakarta. Ketika suatu saat muncul di Jawa Timur, di sebuah desa -- Bendoringgit, kabupaten Blitar -- ia ditangkap.

Pecahnya Sesepuh DI
30 September 1978 .AKHIRNYA Haji Ismail Pranoto, Selasa 19 September pekan lalu, divonis hukuman penjara seumur hidup. Tokoh ketiga bekas DI/TII ini -- yang juga dikenal dengan mana singkatan Hispran -- ditangkap 8 Januari 1977 di desa Bendoringgit, Blitar Jawa Timur dan diadili oleh Pengadilan Negeri Surabaya sejak 5 April lalu. Mula-mula ia dituduh mengorganisir gerakan "Komando Jihad" untuk menghidupkan kembali DI/TII dan mendirikan "Negara Islam." Belakangan, dan begitulah menurut Majelis Hakim yang dipimpin oleh RM Soejono Koesoemosisworo, Hispran dituduh membentuk wadah bagi bekas DI/TII dengan nama "Jemaah Bela Diri" di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dan dengan demikian juga berarti gerakan subversi. Maka pengadilan pun menterapkan pasal-pasal subversi seperti tercantum dalam UU No. 11/PNPS/ 1963 yang terkenal itu. Tapi Majelis juga menyebut, apa yang disebut "Komando Jihad" tidak ada dalam gerakan terhukum. Ini cocok dengan keterangan Jaksa Agung Ali Said di depan Raker Komisi III (Hukum) DPR-RI akhir Juni 1977 lalu. Ketika itu ia menyatakan bahwa "Komando Jihad" sebenarnya sebutan untuk bermacam-macam gerakan ekstrim yang dipimpin oleh bekas-bekas DI/TII. Gerakan ilegal yang kata Jaksa Agung terbentuk sejak 1970 itu bergerak terbatas di Jawa dan Sumatera saja, ditokohi oleh bekas DI/TII Jawa Barat. Di beberapa tempat namanya macam-macam. Misalnya

"Gerakan Bawah Tanah Komando Jihad Fisabilillah" (DKI) "Jihad Fillah" dan "Jihad Fisabilillah" (Jawa Barat) "Pasukan Jihad" (Sumatera Utara) "Barisan Sabilillah" (Jawa Timur). Tapi menurut Ali Said lagi, seluruh gerakan itu belum terdapat tanda-tanda di bawah satu komando. Lika-liku Bersidang 25 kali, setiap Senin dan Sabtu dan mendengarkan saksi tak kurang dari 20 orang, dua saksi lain-nya gagal dihadapkan karena sakit di Jakarta. Mereka adalah tokoh ulama Aceh Daud Beureueh (yang konon diangkat sebagai "Imam Jama'ah Mujahidin" dan tokoh bekas DI/TII Jawa Barat Danu Muhammad Hasan. Majelis juga menolak tiga saksi a decbarge: bekas Waka Bakin yang kini Menteri Penerangan Letjen Ali Murtopo, Kol. Pitut Suharto dan anggota DPR-RI Jusuf Hasjim. Yang menarik ialah lika-liku gerakan Hispran sendiri, seperti dituturkan oleh saksi Ateng Djaelani, 55 tahun, tokoh kedua bekas DI/TII asal Garut, dalam sidang bulan Mei lalu. Menurut Ateng, di kalangan bekas DI/TII dikenal 3 orang sesepuh: Danu Muhammad Hasan, Ateng sendiri dan Hispran. Dalam sebuah pertemuan di Bandung, ketiga sesepuh itu sepakat kembali ke "Maklumat Komendemen Negara Islam Indonesia" No. 1, yaitu membentuk Komandemen Wilayah (propinsi) dan Daerah (karesidenan). Tahun 1976, Hispran diangkat sebagai "Komandan Komandemen Pertempuran Wilayah Be sar JawaMadura." Dalam kedudukan seperti itu, Hispran ditugaskan menghubungi beberapa orang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam persidangan, Hispran mengakui hal itu Pertengahan 1976, 8 orang dari Jawa Timur dilantik oleh Ateng sendiri di rumah Danu di Bandung. Pulang ke Jawa Timur, mereka mencari "teman-teman lain". Sampai di sini gerakan tersebut belum punya nama, kecuali disebut sebagai "Jama'ah" saja. Menurut Ateng, dalam setiap pertemuan memang hanya disebutsebut tentang bahaya komunis. "Tapi yang menjadi tujuan sebenarnya ialah menghidupkan kembali NII dan menggulingkan pemerintahan Soeharto," tutur Ateng dengan amat lancarnya. Tapi ia juga mengakui bahwa dialah yang juga membentuk Komandemen Wilayah dan beberapa Komandemen Daerah di Jawa Timur. Saksi lain, Sjamsuddin, mengaku pernah mendapat perintah dari tertuduh untuk mengawasi pantai selatan karena akan ada dropping senjata dari luar negeri. Soal dropping senjata dari Libia untuk "Komando Jihad" ini memang pernah santer menjelang Pemilu 1977 lalu. Tapi menurut tertuduh Hispran, pengawasan di pantai itu "untuk kalau-kalau komunis datang lewat pantai selatan." "Karangan" Tangkisan Hispran terhadap kesaksian Ateng mengejutkan. Katanya, kesaksian tersebut hanya "hasil karangan" belaka.

Bahkan katanya, Danu dan Ateng itu orangnya pemerintah. "Yang satu mendapat gaji dan mobil, yang satu menjadi penyalur minyak tanah untuk seluruh Jawa Barat," kata Hispran dalam sidang 8 Mei 1978. Dalam sidang 15 Mei 1978, Hispran mengakui bahwa pimpinan "gerakan pengawasan bahaya komunis" itu adalah Danu. "Apakah tertuduh pernah ke Senopati?" tanya pembela. "Pernah satu kali, tidur di kamarnya pak Danu," jawab Hispran. "Senopati itu apa?" tanya Hakim anggota. "Itu kantor Bakin. Pak Danu kerja di sana," jawab Hispran. Tentang Ateng Djaelani -- yang menyatakan sering membantu keuangan bagi anak buahnya bekas DI/TII di Jawa Barat -- dalam salah sebuah sidang di Surabaya itu Hispran berkata: "Saya telah menjadi korban dari diplomasi Ateng. Teman-teman Jawa Timur tentu mengira saya yang mengorbankan mereka. Tapi saya sendiri juga tertipu. Saya minta maaf kepada teman-teman Jawa Timur atas penderitaan mereka. Jawa Timur telah tertipu oleh Jawa Barat." Atas pertanyaan pembela Pamudji SH mengapa Ateng tidak melapor kepada Pemerintah, Ateng menyatakan "saya tidak harus buka kartu tentang apa yang harus diketahui oleh pihak berwajib." Tapi ketika pembela minta agar Ateng yang juga dianggap terlibat dalam gerakan tertuduh ini kelak dituntut pula sebagai tertuduh, jawab Hakim "hal itu bukan urusan Hakim." Adalah Ateng pula yang pertengahan Nopember 1977 ditampilkan oleh Pangdam VI/Siliwangi Himawan Sutanto untuk menjelaskan sejarah DI/TII, dalam kasus penerbitan buku Himbauan karangan Bung Tomo di Aula Hankam, Jakarta (TEMPO, 19 Nopember 1977, Nasional). Tentang Danu, tokoh bekas DI/TII nomor wahid itu, Ateng berkata kepada TEMPO "Saya pernah mengkritik Pemerintah karena ada bekas tokoh Di/TII yang dibina oleh Bakin. Ternyata tokoh itu termasuk yang masuk hutan lagi. Tapi kini sudah ketangkap." Tampaknya memang ada perpecahan di kalangan para "sesepuh" DI/TII. Juga persaingan dan saling berebut pengaruh. Tapi juga bersaing dalam mencari isi perut ....

Menunggu grasi
06 Juni 1981 BUNTUT pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla rupanya juga mengibas Haji Ismail Pranoto (Hispran), bekas tokoh DI/TII dan "Komando Jihad" yang pada 19 September 1978 dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Surabaya.

Sejak pembajakan terjadi, ia harus pindah kamar di Lembaga Pemasyarakatan Kalisosok. Semula ia ada di Blok D yang dikenal enak dan disebut Blok Rumah Sakit ke Blok B II menempati sel persis di belah kamar yang dulu ditempati Kusni Kasdut menjelang eksekusinya. Di tempat yang baru ini Hispran yang agak pincang dan tetap menggunakan alat pembantu pendengaran tidak bisa banyak bergerak. Paling banter ia hanya bisa berjalanjalan di "halaman" 3 x 3 meter di depan selnya antara jam 7 sampai 10 pagi. Selebihnya ia harus ada di kamarnya yang tempat tidurnya dari beton. "Sejak dipindahkan itu ia tampak sedih," cerita seorang petugas. Hispran, 63 tahun, kembali membuat berita tatkala 26 Mei lalu ia mengajukan grasi pada Presiden. Menurut pengacaranya, Pamoedji, pengajuan grasi didasarkan antara lain atas penyesalan dan pengakuan salah terhukum yang ikhlas menerima keputusan pengadilan dan telah direnungkannya selama 3 tahun berada di LP Kalisosok, Surabaya. Mengapa baru sekarang diajukan? Tidakkah tenggang waktunya telah lewat? "Waktu itu dia memang menyatakan naik banding, tapi saya tidak bisa segera menyusun memori bandingnya karena salinan keputusannya saja baru saya terima seminggu yang lalu," kata Pamoedji pekan lalu. Pamoedji yang mendapat surat kuasa dari Hispran tidak menjelaskan apa yang mendorong kliennya mengajukan grasi. "Pokoknya ada orang yang menyampaikan pada saya bahwa dia kepingin ketemu saya. Setelah konsultasi, kami putuskan untuk mengajukan grasi," ujarnya. Daud Beureuh Dalam pertemuan Menteri Agama dan Pangkopkamtib dengan para ulama 20 April lalu nama Hispran juga banyak disebut. Menurut penjelasan Menteri Agama di depan Komisi IX DPR 2 pekan lalu, beberapa ulama waktu itu menanyakan proses pengadilan Hispran yang dianggap belum tuntas benar karena ada saksi yang tidak dibolehkan datang. Dalam sidang itu, dua saksi: tokoh ulama Aceh Daud Beureuh dan bekas tokoh DI/TII Danu Muhammad Hasan, gagal dihadapkan karena sakit. Sedang 3 saksi a de charge yang diminta pembela: bekas Waka Bakin Ali Moertopo, Kol. Pitut Suharto dan anggota DPR Jusuf Hasjim ditolak Majelis. Yang menarik, permohonan grasi itu ternyata tidak dibicarakan Pamoedji dengan anggota tim pembela lainnya. "Saya tidak tahu. Mendengar pun baru sekarang," kata pembela lainnya Abdullah Thalib. Seingatnya, dalam sidang pengadilan dulu Hispran menerima saja keputusan pengadilan dan tidak mengajukan banding. Ada dugaan, pengajuan permohonan grasi Hispran "diatur". "Itu semata-mata demi perikemanusiaan," kata Pamoedji yang mengelak menjawab langsung. Diharapkannya Hispran bisa mendapat keringanan hukuman menjadi 20 tahun yang kalau kelakuannya selama ditahan baik bisa lebih pendek lagi masa hukumannya. "Sebelum ada jawaban grasi, saya akan mengajukan permintaan agar Hispran bisa dipindahkan ke penjara yang dekat keluarganya, misalnya di Pekalongan," kata

Pamoedji. Kabarnya selama di penjara Hispran memang belum pernah dikunjungi keluarganya, tapi sering menerima kiriman paket makanan dari istrinya yang tinggal di Pekalongan.

Bertanya-tanya tentang jumlah...


14 November 1981 PELAN-PELAN perkara Komando Jihad mendekati penyelesaian. Di Jawa Timur, dari 27 orang yang disidangkan hanya tinggal satu sidang lagi di Pengadilan Negeri Madiun, dengan tertuduh Slamet, Zainuri dan Subakir. "Dalam bulan ini juga diharapkan seluruh perkara sudah selesai," ujar Soejono Hardjono, Humas Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. H. Ismail Pranoto, yang dianggap tokoh Komando Jihad di Jawa Timur, merupakan satu-satunya tertuduh yang mendapat hukuman paling tinggi, yaitu penjara seumur hidup. Tokoh yang dikenal dengan nama Hispran itu, sekarang menjalani hukumannya di penjara Kalisosok, persis di sebelah sel yang pernah ditempati mediang Kusni Kasdut ( Duren : KK1 , KK2 , KK3 ).

Hispran sekarang hanya tinggal menunggu grasi Presiden, yang diajukannya melalui Pengacara Pamudji dari Peradin. Ia mengaku terlibat Komando Jihad karena tertipu oleh "orang-orang Jawa Barat". Sebab itu pula Hispran merasa perlu minta maaf kepada "orang-orang Jawa Timur" yang ikut menderita akibat kegiatannya. "Mereka tentu mengira saya yang menipu mereka," uar Hispran. Warman Woyla & Imran Orang-orang Jawa Timur yang disebut Hispran menderita, sudah 25 orang yang dijatuhi hukuman antara 4 tahun sampai 9 tahun penjara. Enam orang lagi masih menunggu di tahanan--seorang di antaranya wanita. Bersama mereka juga menunggu diadili orang-orang yang terlibat kasus "Teror Warman" dan "Woyla" atau "Imran". Menurut seorang sumber, 11 perkara Teror Warman sudah dilimpahkan Laksusda ke Kejaksaan untuk diajukan ke pengadilan. Sementara 28 orang tersangka dalam kasus Woyla, masih ditahan Laksusda.

Berbeda dengan di Jawa Timur, "orang-orang Jawa Barat" yang dituduh Hispran menipunya, belum diadili. Pekan lalu Kejaksaan Tinggi Jawa Barat baru

mengadakan rapat untuk penyidangan 15 orang tertuduh Komando Jihad di daerah itu. Dari jumlah itu empat orang sudah dipastikan akan diadili Januari mendatang. Perkara Komando Jihad itu, menurut sumber di Kejaksaan, berkasnya diselesaikan seluruhnya oleh Laksusda. Kejaksaan hanya tinggal melaksanakan persidangan tanpa perlu melakukan suatu penyidikan atau pemeriksaan. Tersangka, yang berkasnya diajukan pekan lalu, belum diserahkan kepada Kejaksaan. "Kami belum pernah melihat para tertuduh itu," ujar sumber di Kejaksaan tersebut. Sumber TEMPO di Laksusda memang membenarkan para tertuduh bersama tersangka Teror Warman dan kasus Cicendo masih ditahan. Semula semua tahanan itu berjumlah 80 orang. Sebagian besar sudah dilepaskan kembali pada upacara penglepasan April yang lalu. Tetapi di antara mereka ada yang masuk tahanan lagi setelah Warman tertembak. Sekarang semua tahanan itu berjumlah 24 orang. Tetapi sumber resmi Laksusda Jawa Barat membantah menahan tertuduh Komando Jihad. "Tidak ada yang kami tahan, mereka hanya dimintai keterangan," kata Humas Laksusda, Letkol Slamet Sujono, sambil mengatakan tidak setuju kalau istilah Komando Jihad masih digunakan "Mereka adalah oknumoknum yang merusak citra Islam dan menyalahgunakan agama untuk kepentingan mereka," ujar Slamet Sujono. Di wilayah Ibukota Jakarta, menurut sumber TEMPO, belum ada lai pelimpahan perkara Komando Jihad dari Laksusda ke Kejaksaan, setelah empat perkara sebelumnya diselesaikan. Dari empat perkara yang pernah dilimpahkan itu, salah satu terpaksa digugurkan, karena tersangka Sumarso Sumarsono meninggal dunia. Rekan-rekannya, di antaranya Abdul Kadir Djaelani, sudah dijatuhi hukuman. Menurut Direktur LBH, Abdurahman Saleh, pada 1979 sekitar 100 orang yang ditahan Laksusda sehubungan dengan Komando Jihad itu. Sebagian besar dibebaskan kembali, sampai kemudian ada yang ditangkapi lagi menyusul kasus Woyla dan Teror Warman. "Sekarang jumlah yang ditahan lebih dari angka tahun 1979," ujar Abdurahman Saleh. Salah satu dari yang ditahan kembali itu, menurut Abdurahman Saleh, adalah Hasan Suraatmadja yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman. Berbeda dengan di Jakarta, ratusan tertuduh Komando Jihad yang ditahan di Sumatera Utara, setelah peledakan rumah ibadat dan hotel, sudah dibebaskan kembali. Di antaranya 92 orang terkena wajib lapor. "Mereka ternyata cecungukcecunguknya saja," kata seorang sumber di Laksusda Medan. Sebab itu mereka hanya dikenakan tahanan rumah. Lima orang yang dianggap tokoh Komando Jihad sudah dijatuhi hukuman. Salah satu tokohnya, Timsar Zubir, dijatuhi hukuman tertinggi: mati. Empat orang lainnya dihukum antara 14 tahun sampai 18 tahun penjara. "Mereka itu diforsir ke sidang untuk membuktikan bahwa Komando Jihad itu ada," kata sumber tersebut. Lima tertuduh lainnya divonis Pengadilan Negeri Rantau Prapat. Yang tinggal 11 perkara lagi yang tengah disiapkan Kejaksaan Negeri Medan untuk diajukan ke pengadilan. "Saya masih menyusun tuduhannya," kata Jaksa Nazara, salah seorang jaksa yang ditugaskan untuk menjadi penuntut

umum. Rangkaian dari Timsar Zubir, adalah tertuduh-tertuduh yang dijatuhi hukuman di Pengadilan Negeri Padang dan Bukittinggi, Sumatera Barat. Mereka Bachtar Natila, Solehudin Siregar dan Zulkifli Yaman yang sudah dijatuhi hukuman antara 10 tahun sampai 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Padang. Menurut hakim, mereka terbukti ikut komando Jihad, ikut meledakkan bom di Masjid Nurul Iman, Padang. Rekannya, Barmawi st. Mangkuto, di Bukittinggi dinyatakan terbukti meletakkan bom di Rumah Sakit Emannuel. Barmawi mengaku kenal dengan Timsar dan ikut belajar dinamit di Surabaya selain di bai'at Tetapi ia membantah mengebom rumah sakit itu. Ia menyatakan bahwa dinamitnya dicuri orang dan ditempatkan di RS Emannuel. Dalam pleidooinya, menariknya, ia merasa tidak mengetahui organisasi apa yang ikutinya dan untuk apa menyimpan dinamit. Pembelanya, Bachtiar Karangan, juga tidak melihat adanya organisasi Komando Jihad di belakang kasus yang dibelanya. "Selembar piagam pun tidak ada ujarnya. Sebab itu kalau ada pengampunan untuk Komando Jihad ia merasa kliennya tidak akan mendapatkan. "Karena ia bukan Kom-Ji," katanya. Pengacara Pamudji, yang membela perkara Komando Jihad di Jawa Timur mengusulkan pengampunan untuk tertuduh Komando Jihad. Karena, katanya, berbagai "pertanyaan" tidak terjawab dalam sidang-sidang yang pernah berlangsung. Saksi utama yang diminta, Danu Mohamad Hasan, tidak pernah bisa dihadapkan di pengadilan.

"Padahal dialah roh dari seluruh

kegiatan ini,"

kata Slamet Zainuri, yang sedang diadili di Madiun. Sebab itu pula dalam salah satu sidang Pamudji mengajukan pertanyaan kepada majelis "Dari mana Danu memperoleh dana untuk kegiatan Komando Jihad itu dan siapa yang merencanakannya?" Pamudji melihat, orang-orang yang dianggap tokoh oleh para tertuduh, justru bebas. pengampunan Presiden," kata Pamudji lagi. "Sebab itu saya akan meminta

================ Dari tahun 1978 kita terbang ke tahun 2011 ================

Kisah 'Remote Control' Partai


28 Maret 2011 KUMPULAN griya itu dibangun di puncak bukit curam di Kampung Babakan Bandung, Desa Pagerwangi, Lembang, Bandung Barat. Enam rumah, kebanyakan terbuat dari kayu jati dipernis, tegak di lahan seluas lima hektare. Salah satunya Padepokan Madani, tempat latihan pencak silat. Bangunan masjid dan sejumlah gazebo mempercantik kawasan itu. Inilah kediaman Hilmi

Aminuddin, Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera. Ketika Tempo berkunjung Kamis pekan lalu, tampak tiga mobil jip besar di dalamnya. "Bapak senang pakai jip," kata seorang penjaga. Pemilik warung di sebelah rumah, Yati, mengatakan setiap hari selalu saja mobil keluar-masuk rumah Hilmi. "Pejabat biasanya datang malam dan dikawal polisi. Parkirnya panjang sampai ke jalan," katanya. Masih di satu kecamatan, berdiri megah kompleks SMP/SMA Nurul Fikri di Desa Cibodas. Sekolah berasrama ini dilengkapi sejumlah fasilitas, seperti kolam renang, lapangan olahraga, dan arena outbound. Dikelilingi Gunung Tangkuban Perahu dan Bukit Tunggul, keasrian begitu terasa di sekolah ini. Seorang pengurus membenarkan sekolah itu milik Hilmi. Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta mengatakan Hilmi berasal dari keluarga mampu. Hilmi, 64 tahun, adalah putra Danu Muhammad Hasan, satu dari tiga tokoh penting Darul Islam/Tentara Islam Indonesia pimpinan Kartosoewirjo-dua lainnya Ateng Djaelani dan Haji Ismail Pranoto alias Hispran. Pada usia enam tahun, Hilmi mulai belajar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Setelah itu, ia berkelana ke sejumlah pesantren di Jawa. Selama enam tahun, sejak 1973, Hilmi belajar di Fakultas Syariah Universitas Islam di Madinah, Arab Saudi. Pada masa inilah ia kerap berkumpul dengan Yusuf Supendi, yang ketika itu kuliah di Imam Muhammad Ibnu Saud University, Riyadh. "Hubungan mereka seperti kakakadik," kata seorang mantan petinggi PKS. Tokoh sepuh itu mengaku heran Hilmi bisa bersekolah di Madinah. Padahal, menurut dia, ketika itu ada semacam persyaratan tak tertulis bagi mereka yang hendak belajar ke Arab Saudi, yakni harus ada rekomendasi dari organisasi, seperti Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah. Hilmi tak membawa rekomendasi apa pun.

"Yang mengantar Pitut Soeharto,"

katanya menyebut nama mantan Direktur Operasi Khusus, badan intelijen yang dibentuk Ali Moertopo pada masa Orde Baru. Kepada Tempo, Agustus tahun lalu, Pitut mengatakan pernah "membina" Danu Hasan. Menurut dia, Danu juga mendapat gaji dari Badan Koordinasi Intelijen Negara. Ketika itu Hilmi menyatakan upah itu diberikan karena jasa ayahnya sebagai pejuang 1945. Ketika dihubungi Jumat pekan lalu, Pitut enggan berkomentar banyak. Dia hanya mengatakan Hilmi memang dekat dengan dia.

Pulang ke Indonesia, Hilmi berfokus pada kegiatan dakwah. Sumber Tempo mengatakan bekas petinggi Badan Intelijen Negara, Suripto, menyambut dan segera mendekatinya. Dimintai konfirmasi soal ini, Suripto, yang kini anggota Majelis Pertimbangan Partai Keadilan Sejahtera, membantah. Ia mengaku hanya mengikuti pengajian yang diadakan Hilmi sejak 1980-an. Suripto juga membantah anggapan Hilmi binaan intelijen. Pada 1998, Hilmi termasuk daftar pendiri Partai Keadilan. Pada 2002, partai ini berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera agar bisa ikut pemilihan umum dua tahun berikutnya. Sebab, pada Pemilihan Umum 1999, partai itu gagal mencapai ambang batas minimal perolehan suara. Ketika itu, Rahmat Abdullah memimpin Majelis Syura, lembaga tertinggi partai. Hilmi kemudian menempati posisi Rahmat, yang wafat pada 2005. Sejak itu ia menjadi orang nomor satu di Partai Keadilan Sejahtera. "Ia seperti remote control bagi partai," kata Burhanuddin Muhtadi, peneliti dari Lembaga Survei Indonesia. Menurut Anis Matta, sekretaris jenderal, Hilmi menangis ketika peserta musyawarah nasional partai secara aklamasi memilih lagi dia menjadi Ketua Majelis Syura. Di depan peserta musyawarah, Hilmi menyatakan gagal melakukan pengaderan karena belum ada yang berani menggantikannya. Hingga tulisan ini diturunkan, Hilmi tak bersedia memberi komentar. "Beliau masih belum mau diwawancarai," kata Suripto, Jumat pekan lalu. -----

Jihad Sebatang Korek Api


Walau cuma dengan SEBATANG KOREK API Teman di Jawa barat telah berikrar Akan turut nyalakan api Jihad Batalkan janji tak terpungkiri 1978 ditutup - 2011 dibuka Demikianlah pertaubatan nasuha NII_KW1

Dan awal muasal bayi NII_KW9 Hormat kami tuk pak Mentri Nawala Dari sohib karibmu para kapir FFI

Bendera DI/TII.

Abdul Fatah Wirangganapati,(2002) tokoh Negara Islam Indonesia (NII)

Adah Djaelani, diadili di PN Jakarta Pusat, 12 Februari 1983

Haji Ismail Pranoto alias Hispran di PN Blitar

Dari Investasi Emas Hingga Deposito

Sidang majelis syuro NII - 20 Februari 1998

Tanggal 20 Februari 1998 menjadi hari bersejarah bagi sebuah faksi Negara Islam Indonesia (NII). Hari itu di sebuah tempat di wilayah Subang sedang berlangsung rapat para pimpinan NII.

Beberapa petinggi kelompok ini, Adah Djaelani, Ules Sujai dan Abu Toto, hadir di sana. Suasana pertemuan tak seperti pertemuan kaum radikal. Tak ada peserta yang mengenakan celana cingkrang dan berbaju koko. Semuanya mengenakan jas dan dasi, rapi jali.

Pertemuan pun tak diadakan di mesjid tapi di sebuah tempat yang mirip hotel. Semua peserta duduk di meja dan kursi yang disusun rapi dan dihiasi vas bunga. Orang biasa bisa kecele, menduga acara ini rapat pimpinan perusahaan. Padahal, acaranya adalah Sidang Majelis Syuro NII denga agenda melantik Imam NII yang baru. Adah Djaelani yang jadi Imam sejak 1979 lengser dan menyerahkan kepemimpinan kepada Abu Toto alias Panji Gumilang yang kini memimpin Mahad Al Zaitun, Indramayu. Abu Toto adalah imam dari salah satu faksi yang ada di dalam NII. Sebagian orang memang lebih suka menyebut NII Abu Toto sebagai NII KW [Komandemen Wilayah] 9, ujar Imam Supriyanto, mantan menteri di kelompok ini. Menurut dia, cikal bakal NII Abu Toto memang NII KW 9. Istilah Komandemen Wilayah ini sebenarnya merujuk kepada sistem organisasi jamaah ini yang membagi wilayahnya menjadi sembilan wilayah. KW 9 didirikan pada zaman Komando Jihad pada tahun 1970-an. Komando Jihad adalah gerakan orang-orang ex NII yang merencanakan pemberontakan bersenjata. Beberapa mantan pentolan Darul Islam (DI) seperti Danu Muhammad Hassan, Adah Djaelani, Tahmid Rahmat Basuki (anak Kartosuwirjo), Aceng Kurnia menghidupkan kembali gerakan ini. Pada 1973 mereka mengangkat Tengku Daud Beureueh sebagai imam baru NII menggantikan almarhum Kartosuwirjo. Pada 1975 para pentolan DI menyusun struktur NII yang merujuk pada sistem Komandemen Wilayah. Mereka membagi Indonesia menjadi sembilan wilayah. Salah satunya adalah KW 9 yang meliputi daerah Jakarta dan Banten. Daerah ini dianggap strategis karena pusat pemerintah Indonesia, yang menjadi musuh, berada di Jakarta. Jakarta di mata orang DI saat itu diibaratkan sebagai Mekah pada zaman Nabi Muhammad yang merupakan pusat pemerintahan Kafir Quraisi. KW 9 ini dibentuk sengaja merujuk kepada sejarah perjuangan Nabi. Dulu Nabi ketika akan merebut Mekah, mereka mengirim pamannya, Abas, dari Madinah ke Mekah. Tujuannya mempersiapkan orang-orang yang pro Nabi Muhammad yang kelak akan membantu pasukan Islam menaklukkan Mekah, ujar Imam Supriyanto. NII KW 9 ini mengalami pasang surut. Satu waktu mereka sangat aktif, di lain waktu mereka tiarap gara-gara para pimpinan dan tokoh-tokohnya ditangkap. Panglima pertama KW 9, Ghozin Syarif, bersama tokoh DI lainnya seperti Danu Muhammad Hasan, Haji Ismail Pranoto dan lain-lain ditangkap pada 1977 karena dituding terlibat Komando Jihad.

Sementara Seno alias Basyar yang jadi penggantinya , bersama pentolan DI yang lain seperti Adah Djaelani, imam baru NII yang diangkat pada 1979 menggantikan Daud Beureueh, diciduk polisi pada 1981 karena dituding makar. Setelah 1983, NII KW 9 baru bisa bergerak lebih leluasa. Saat itu, kelompok ini dipimpin oleh Karim Hasan alias Abi Karim. Ia adalah seorang ustadz yang juga pengurus Muhammadiyah Tangerang yang juga mengelola sebuah madrasah di daerah Rempoa Bintaro. Abi Karim bergabung di NII KW 9 pada sekitar tahun 1978, direkrut oleh Seno, alias Basyar. Salah satu jasa utama dari Abi Karim adalah menyusun ulang ajaran DI yang dikenal dengan sebutan tauhid RMU (Rububiyah-Mulkiyah-Uluhiyah). Tauhid Rububiyah adalah pengakuan atas Undang-Undang Allah (syariat Islam), sementara Tauhid Mulkiyah adalah pengakuan atas kerajaan Allah yaitu NII. Sedangkan Tauhid Uluhiyah adalah warga negara kerajaan Allah alias umat NII. Ketiganya tak bisa dipisahkan. Contohnya, tak ada Negara Islam bila syariat Islam tidak ditegakkan. Juga mustahil syariat Islam bisa tegak di negara bukan Islam. Di mata NII, tauhid ini merupakan hal ushul (pokok) dalam agama. Sebab, tauhid inilah yang menentukan seseorang itu muslim atau kafir. Karenanya, Siapapun yang menolak tauhid RMU maka ia kafir walaupun dia shalat, puasa, zakat an lain-lain, tambah Panji, mantan anggota NII KW 9 kepada VIVAnews.com. Nah, materi pembinaan inilah yang jadi kunci sukses perekrutan NII KW 9. Pada sekitar awal 1990-an jumlah anggotanya diperkirakan sudah mencapai 10.000 orang, tambah Panji. Namun, pembinaan tersebut juga melahirkan sikap takfir atau mengkafirkan orang di luar NII. Sikap takfir inilah yang menyebabkan kelompok tersebut membenarkan aksi-aksi perampasan harta orang-orang di luar kelompoknya. Mereka beranggapan harta dan jiwa orang kafir halal. Tak heran berbagai praktek kriminal mereka lakukan. Misalnya di wilayah Jakarta Timur, para anggota NII mencari dana dengan cara mencuri dan mencopet. Gara-garanya, kelompok Jakarta Timur banyak merekrut mantan preman, ucap Imam yang bergabung dengan NII KW 9 pada 1988. Kepemimpinan Abi Karim berakhir pada 1991. Tahun itu ia wafat dan diganti Haji Rais. Namun, kepemimpinan Haji Rais sangat singkat karena dia diciduk aparat keamanan pada tahun yang sama. Akhirnya kepemimpinan diambil alih Abu Toto. Lelaki lulusan Gontor ini sudah dekat dengan Abi Karim sejak lama. Saat ia kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, Abu Toto jadi guru di madrasah milik Abi Karim. Abu Toto baru bergabung ke NII pada 1979. Tapi ia hanya aktif sebentar. Soalnya pada 1980 dia berangkat ke Sabah, Malaysia untuk menjadi juru dakwah Rabitah Alam Islam. Dia baru kembali ke Indonesia pada 1988 dan langsung diangkat menjadi Kepala Staf NII KW 9. Bila di zaman Abi Karim dikenal sebagai era ideologisasi, maka pada era tersebut lahir kader-

kader DI militan yang berjuang menegakkan Negara Islam Indonesia. Pada era kepemimpinan Abu Toto, NII KW 9 fokus dalam kegiatan penggalangan dana. Pada 1994, Abu Toto menggagas program Binayatul Maliah (Pembinaan Keuangan Negara) atau pos sumber keuangan negara. Diantaranya ada yang disebut Nafaqah Daulah atau infaq dimana setiap anggota harus membayar infaq minimal Rp55.000 hingga jumlah yang tak terbatas. Ada lagi setoran yang disebut Harakah Ramadhan, semacam zakat fitrah yang harus disetorkan di akhir Ramadhan, jumlahnya Rp50.000 Tak hanya itu, setiap anggota yang akan menikah harus membayar Sodaqoh Mukahat sebesar Rp300.000 Program ini sangat sukses, Bayangkan, pada 1995 ketika program ini baru dijalankan, setiap bulan pemasukan rata-rata mencapai Rp5-6 miliar, ujar Panji. Keberhasilan fund raising inilah yang membuat NII KW 9 bisa dikatakan sebagai komandemen paling kaya. Kami juga rutin menyantuni semua keluarga para pimpinan NII yang saat itu ditahan seperti Adah Djaelani dan kawan-kawan, ujar Imam Supriyanto. Tak heran NII KW 9 ini dianggap sebagai anak emas dari para pentolan DI yang ada di penjara. Pamor Abu Toto ini makin moncer ketika pada 1996 dia berhasil mengadakan majelis syuro NII yang mengangkat kembali Adah Djaelani, yang saat itu baru bebas, sebagai imam DI. Sebagai ganjarannya Adah Djaelani mengangkat Abu Toto sebagai Kepala Staf NII. Namun, pengangkatan ini menimbulkan kekisruhan di tubuh NII. Tahmid Rahmat Basuki tak terima dirinya dipecat sebagai Kepala Staf NII. Pasalnya penggantian dilakukan tanpa pemberitahuan sebelumnya dan keputusan itu dikeluarkan oleh sidang majelis syuro yang tidak melibatkan para sesepuh DI. Anak Kartosuwirjo ini akhirnya memisahkan diri dan membentuk faksi NII sendiri. Kesulitan Keuangan Abu Toto hanya menjadi Kepala Staf NII selama hampir dua tahun. Pada 1998 dia dilantik menjadi Imam NII yang baru menggantikan Adah Djaelani yang sudah sepuh dan sakit-sakitan. Sebagai Imam yang baru, Abu menggencarkan program Binayatul Maliyah. Apalagi saat itu NII sedang membangun Pesantren Al Zaitun di Indramayu. Pesantren terbesar di Asia Tenggara ini juga dijadikan 'cover' bagi gerakan NII Abu Toto. Untuk itu proses rekrutmen dilakukan secara masif, pasalnya bila jumlah anggota makin banyak berarti jumlah uang yang didapat juga makin besar. Pada periode 1998-2000 jumlah anggota sudah mencapai 500 ribu orang dan jumlah pemasukan perbulan rata-rata mencapai Rp10 miliar, ujar Panji. Dari berbagai program fund raising itu yang paling berhasil adalah adalah Harokatul Qirod, yaitu semacam investasi emas dimana modal dan keuntungannya akan dikembalikan dalam jangka

lima tahun. Karena sifatnya investasi yang keuntungannya akan dikembalikan, banyak anggota yang bersemangat menginvestasikan harta mereka. Ada anggota yang menjual rumahnya, tanahnya, mobilnya untuk disetor dalam investasi Harokatul Qirod. Pada tahun 2000 kami berhasil mengumpulkan 2 ton emas yang saat itu setara dengan uang Rp250 miliar, ujar Imam Supriyanto. Sebagian uang dari program Binayatul Maliyah inilah yang digunakan untuk membangun Mahad Az Zaitun yang resmi berdiri pada 1999. Sementara itu, uang Rp250 miliar dikelola oleh Robert Tantular, Direktur Bank CIC, yang kemudian berganti nama jadi Bank Century. Abu Toto sudah kenal Robert Tantular cukup lama. Perkenalan ini via tantenya Robert Tantular yang pada tahun 1980-an mengelola money changger CIC di Tanah Abang. Saat itu Abu Toto sering bolak balik Sabah-Jakarta. Ketika pulang dia biasa menukar ringgit atau dolar di sana, ujar Imam Supriyanto. Selain itu, sebagian dana yang lain diinvestasikan. Sialnya, investasi itu tak selalu menguntungkan. Pada awal 2000-an, Abu Toto dan kawan-kawan kehilangan Rp50 miliar karena tertipu sindikat mafia Afrika yang menawarkan uang dolar hitam Afrika. Dana puluhan miliar itu digunakan untuk membeli cairan yang bisa mengubah uang dolar Afrika menjadi uang dolar sungguhan. Transaksi ini sempat dilakukan di Spanyol. Tak hanya itu, skandal Bank Century juga telah membuat dana investasi milik NII KW 9 sebesar Rp250 miliar menjadi tidak jelas nasibnya. Pada 2008 Abu Toto dan kawan-kawan menjalankan bisnis penggemukan 1000 sapi New Zealand Proyek ini juga gagal karena sapinya banyak yang mati. Apesnya, Abu Toto memakai dana pinjaman dari bank sebesar Rp50 miliar. Ia berani meminjam uang gara-gara Jusuf Kalla berjanji akan membantu pembiayaan proyek ini. Dana itu ternyata tak pernah cair. Kegagalan proyek sapi ini membuat Al Zaitun harus membayar bunga pinjaman sebesar Rp1,2 miliar setiap bulan. Kesulitan keuangan ini juga diperburuk dengan makin banyaknya anggota-anggota NII yang keluar. Kini kekuatan NII Abu Toto tinggal sekitar 250 ribu orang, ujar Panji, Padahal pada 2000, jumlah anggota masih 500 ribu jiwa. Hengkangnya anggota NII secara masif karena mereka menilai Imam NII tersebut tak mampu mempertanggungjawabkan semua aset milik mereka. Contohnya soal janji keuntungan dari investasi Haraqatul Qirod, yang berhasil mengumpulkan emas sebanyak dua ton, ternyata

tidak pernah dipenuhi. Mereka yang berinvestasi modalnya tak pernah kembali dan keuntungannya tak pernah diberikan.
Selain itu, banyak anggota NII yang bingung dengan kedekatan Abu Toto dengan para pejabat dan tokoh politik seperti Wiranto, Jusuf Kalla, Hendro Priyono dan Keluarga Suharto. Hal ini

tak bisa dimengerti oleh banyak anggota. Bagaimana bisa, NII kok bergaul akrab dengan keluarga Suharto yang selalu kami hujat sebagai Abu Jahal, ujar Panji. Untuk menyiasati situasi yang sulit ini, Abu Toto memerintahkan para pengikutnya untuk melakukan rekrutmen besar-besaran. Sebab, makin banyak anggota berarti pemasukan ke kas NII jadi makin banyak. Untuk itu proses perekrutan pun berlangsung instan. Dulu saya dibina lebih satu tahun sebelum dibaiat bergabung dengan NII. Sekarang dalam hitungan hari seseorang langsung dibaiat, yang penting bisa kasih infaq ujar Imam. Eksesnya terjadi pendangkalan proses ideologisasi di NII Abu Toto. Penanaman ajaran NII menjadi tak terlalu penting, yang lebih penting dari segalanya adalah bagaimana bisa menarik dana sebanyak mungkin untuk menyelamatkan Negara Islam Indonesia yang sedang krisis keuangan.

Menteri NII: 2 Ton Emas Disimpan di Century

Imam Supriyanto , mantan mentri peningkatan produksi NII KW9

Panji Gumilang alias Abu Toto

Pondok pesantren Al Zaytun - Indramayu

Mantan Menteri NII Imam Supriyanto mengaku nilai aset jaringan ini triliunan rupiah. Berkemeja batik, Imam Supriyanto tak menunjukkan tanda orang penting. Padahal, dia pernah punya jabatan penting di sebuah jaringan yang kini sedang jadi pembicaraan, Negara Islam Indonesia (NII). Imam pernah jadi Menteri Peningkatan Produksi NII. Jabatan itu dia pegang sejak 1997 sampai ia keluar tahun 2007. Maraknya kabar soal penculikan dan penipuan oleh kader NII, membuat Imam gelisah. Bagaimana pandangan Imam tentang hal itu dan hubungan NII dengan Pesantren Al Zaytun di Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat, berikut wawancara khusus VIVAnews dengannya.

T. Bagaimana dan berapa lama seseorang direkrut jadi anggota NII? J. Tergantung. Kalau pada tahun 1970-an itu lama sekali, bisa tahunan. Kadang orang tidak dibaiat (dilantik) dulu, tapi disuruh mencari anggota baru dulu. Kalau dia sukses, baru di-baiat. Tahun 1980-an, yang aktif minimal 9 bulan baru di-baiat. Sebelum di-baiat dia disuruh mencari anggota baru. Di era 2000-an ini, tiketnya uang. Berani bayar Rp2 juta langsung di-baiat. Beda. Polanya berubah terus. Setelah dipegang Abu Toto alias Panji Gumilang, polanya seperti itu. Bisa bayar sedekah besar, langsung di-baiat. T. Apa penyebab perubahan itu? J. Karena NII sudah punya proyek, Pondok Pesantren Al Zaytun itu. Proyek ini butuh uang. Jadi, salah satu misi Komandemen Wilayah 9 (KW9) adalah penggalangan dana, sehingga dia bisa ditugaskan untuk menyantuni pimpinan tingkat tinggi dan wilayah-wilayah yang lain. Itu bisa dilakukan Wilayah 9 yang mencakup Jabodetabek dan Banten. Yang direkrut dari berbagai kalangan. Di antaranya dari Sekretariat DPR/MPR, kalangan pengusaha, intelektual, dan artis. T. Jadi, misi utama KW9 adalah ekonomi? J. Misi Wilayah 9 adalah ekonomi, khususnya penggalangan dana. Proses politiknya kenapa di Wilayah 9, itu karena setelah proses regenerasi 1997, dari Adah Jaelani diserahkan tongkat estafet kepada Abu Toto alias Samsul Alam alias Panji Gumilang. Setelah Abu Toto menerima tongkat estafet sebagai Panglima NII, dibentuklah Dewan Syuro dan Majelis Syuro. Abu Toto terpilih menjadi Ketua Dewan Suro dan Majelis Syuro. Waktu itu dia ketuanya, wakilnya Ahmad Husein. Setelah terbentuk Dewan Syuro baru masuk pemilihan Imam. Dulu calonnya ada beberapa orang. Di sini Abu Toto terpilih menjadi Imam NII. T. Struktur NII mengikuti struktur negara? J. Iya, ada DPR, MPR, ada DPA, ada KPU. Ini dibuat tahun 1997, di era Abu Toto. Jadi, berlaku pemerintahan sipil yang melaksananakan Qanun Asasi (Undang-undang Dasar NII). Di era ini kembali ke era kepemimpinan sipil. Sistem Wilayah 9 adalah sistem kenegaraan, sistem pemerintahan. Di tingkat wilayah ada Panglima, ada Kepala Staf, Wakil Kepala Staf, ada Kepala Bagian. Di Wilayah 9 ada sembilan daerah, yaitu Bekasi, Tangerang, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Banten Utara, dan Banten Selatan. T. Sejak kapan NII melirik pendidikan? J. Karena misi Wilayah 9 adalah pendidikan dan intelektualitas, sejak masa kepemimpinan Abi Karim sudah ada wacana ini. Soalnya, kalau kaderisisasi yang sudah tua-tua ini, dianggap rentan pecah. Ini karena mereka punya latar belakang berbeda, ada Muhamadiyah, Persis, dan lainnya, jadi sudah pada karatan. Maka itu harus ada kaderisasi formal. T. Bagaimana awal mula pendirian Pesantren Al Zaytun? J. Itu setelah ada pembicaraan soal kaderisasi formal tadi, di era kepemimpinan Abu Toto. Dulu wacananya hanya sekolah saja, belum Al Zaytun. Kami sudah membeli beberapa lahan. Salah satu cara untuk mencapai itu dengan qirad atau obligasi. Obligasi ini mengambil dasar Al Quran, yakni memberikan pinjaman yang baik. Jadi warganegara meminjamkan ke negara dan suatu saat akan dikembalikan dengan faedah-faedahnya. Di NII ada 12 pos penerimaan. Qirad atau obligasi ini hanya salah satu cara.

Setelah proses ini disepakati, supaya pinjaman tetap bernilai, lalu dibuat dengan sistem emas. Nilai emas bisa terus meningkat. Misalnya, di tahun pertama dia meminjamkan emas, itu dalam masa lima tahun akan dikembalikan dengan nilai emas lima tahun ke depan. T. Kapan qirad emas mulai dilaksanakan? J. Tahun 1992. T. Sempat terkumpul berapa? J. Hampir 2 ton emas. Ini dari tahun 1992 sampai 1997. Ada yang memberikan satu gram, ada yang sekilo. Karena tertarik, ada anggota yang menyumbang dua sampai tiga kilo. Ini diberikan dengan iming-iming surga. Di sini mulai muncul konflik. Banyak yang sudah habis-habisan, sampai menjual rumah dan warisan, dengan harapan akan dikembalikan. Ternyata, setelah lima tahun yang dijanjikan, itu tidak dikembalikan. Lalu ada himbauan mari kita ikhlaskan. Wujudnya adalah dalam bentuk Al Zaytun itu. T. Jadi 2 ton emas itu untuk membangun Al Zaytun? J. Nilai emas 2 ton itu kira-kira Rp250 miliar. Uang itu kemudian didepositokan di Bank CIC, yang belakangan berganti nama menjadi Century. Ini sejak 1993. Hubungan itu terjadi sejak Bank CIC masih merupakan money changer di Tanah Abang. Abu Toto berhubungan dengan tantenya Robert Tantular, karena sering menukarkan dolar. Nah, uang itu lalu didepositokan. T. Saat Century ditutup, bagaimana nasib uang NII? J. Terakhir, saat hendak membangun masjid Rahmatan lil Alamin, mulai tahun 2001, uang itu dibilang akan dikelola oleh Robert Tantular. Jadi, Robert Tantular berjanji akan memberi keuntungan khusus untuk membangun masjid. Jadi, mungkin uang itu tidak tercatat dalam catatan bank, karena ada yang dikelola Robert Tantular pribadi. T. Saat Robert ditangkap, Al Zaytun terpukul? J. Oh iya, cukup memukul. Saat Century tutup saya sudah tidak di NII. Saya dengar uang itu dipindahkan ke Bank Mandiri. T. Saat Anda keluar tahun 2007, ada berapa kekayaan NII? J. Uang cash masih ada Rp100 miliar, dalam bentuk deposito dan di rekening koran. Ini atas nama Abu Toto. Kalau aset, nilainya triliunan rupiah. Dia biasa menggunakan nama-nama anaknya untuk membuka rekening. Nama saya juga pernah dipakai untuk membuka deposito senilai Rp300 juta. T. Berapa pendapatan dari anggota NII? J. Rp10 miliar per bulan. Waktu itu anggota ditetapkan membayar Rp50 ribu seorang, ada 200 ribu anggota. Ini terjadi tahun 1996 sampai 1999. Ini disetorkan secara nasional. Rp10 miliar digunakan untuk pembangunan fisik Al Zaytun. Saat itu, tiap minggu pengeluaran untuk bahan bangunan Rp2 miliar. Untuk operasional Rp2 miliar perbulan, ini yang digunakan untuk membayar gaji aparat NII. T. Apa saja aset NII dan Al Zaytun?

J. Satu unit bangunan sekolah Al Zaytun nilainya R25 miliar. Sekarang ada empat gedung, jadinya Rp100 miliar. Masjid Rahmatan Lil Alamin nilainya juga Rp100 miliar. Terus, Gedung Soeharto Rp40 miliar. Lapangan sepak bola biayanya Rp25 miliar. Juga ada aset deco, tower crane, dan dump truck. Dump truck ada 20 buah. Belum buldoser. Ini dimiliki Al Zaytun. Tanah pesantren ada 1.200 hektar. Tanah ini dimiliki NII. T. Jadi NII dan Al Zaytun itu satu? J. Ya, satu. NII itu Al Zaytun. Tahun 1994, sejak qirad berjalan, mulai dirintis Yayasan Pesantren Indonesia, persisnya tanggal 1 Juli 1994. Ini diputuskan oleh Majelis Syuro NII Wilayah 9. Ini formal, aktenya dibuat secara formal. Dari situ mulai dirintis. Pendirinya saya, Imam Supriyanto. Saya menjadi Wakil Ketua. Awalnya, nama Abu Toto tidak muncul. Setelah yayasan berdiri, mulai dilakukan pembebasan lahan sejak 1995. Dulu, lahan dibeli atas nama orang per orang. Nama kami yang dipakai. Lalu, ada proses wakaf. Tapi, karena ditentang DPRD Indramayu, proses ini berhenti. Jadi sampai sekarang tanahnya atas nama pribadi. Saya sendiri namanya dipinjam untuk membeli lahan 100 hektar. Setelah 1997, saat Abu Toto menjadi Imam, Al Zaytun akan diresmikan tahun 1998. Lalu kami bermusyawarah dan memutuskan bahwa semua aparat NII, dari Imam sampai menteri, akan melebur ke organisasi pendidikan Al Zaytun. Kami akan mengurus organisasi pendidikan. Strateginya begitu. Setelah itu, yang berjalan organisasi pendidikan. Organisasi kenegaraan sejak tahun 2000 sudah tidak berjalan.

Dana NII di Century Atas Nama Abu Maarik


Nasabah Century, Abu Maarik, diduga nama alias Panji Gumilang, pemimpin Al-Zaytun Negara Islam Indonesia (NII) yang saat ini jadi sorotan diduga kuat punya kaitan dengan skandal Bank Century. Ada rekening organisasi itu di Century. Jumlahnya dikabarkan ratusan miliaran rupiah. Dikonfirmasi, politisi Golkar yang juga anggota Pansus Hak Angket Bank Century, Bambang Soesatyo, mengatakan ia pernah menulis soal dana NII di bukunya, 'Skandal Gila Bank Century'. "Dana Al-Zaytun di Century sudah ditulis di Bab 4, tertulis atas nama Abu Maarik," kata Bambang kepada VIVAnews.com, Jumat, 29 April 2011. Menurut dia, Abu

Maarik adalah nasabah terbesar kedua setelah

Sampoerna. "Jumlahnya saya lupa," tambah dia.


Abu Maarik diduga nama lain dari Abu Toto alias Syekh Abdus Salam Panji Gumilang yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Al-Zaytun di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Panji Gumilang disebut-sebut sebagai Ketua Komandemen Wilayah 9 NII yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Untuk diketahui, Kepala Pusat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein dalam keterangannya di depan Pansus DPR pada 21 Desember 2009 menyebut ada simpanan atas nama nasabah Abu Maarik Rp46,2 miliar. Untuk menguak benarkah ada dana NII di Century, Wakil ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso, menyatakan Tim Pengawas Pelaksanaan Rekomendasi Pansus Bank Century akan meminta PPATK mengklarifikasi dugaan adanya rekening misterius untuk membiayai gerakan NII. "Saya akan cek tentang kebenaran sekian miliar yang konon katanya masuk dalam rekening yang disebut-sebut milik NII," ujar Priyo di DPR RI. Sementara itu, mantan bos Bank Century, Robert Tantular, membantah memiliki hubungan dekat dengan tokoh NII Abu Maarik. "Tidak pernah dengar nama itu. Setahu saya tidak ada hubungan Pak Robert dengan tokoh NII," kata pengacara Robert Tantular, Triyanto.

Robert Tantular Bantah Dekat dengan Tokoh NII

Robert Tantular - Bos bank Century

Saat Bank Century masih ada, setiap orang bisa menjadi deposan bank itu. Mantan bos Bank Century, Robert Tantular, membantah memiliki hubungan dekat dengan tokoh Negara Islam Indonesia (NII) Abu Maarik. Abu Maarik merupakan nama lain dari Abu Toto alias Panji Gumilang. "Tidak pernah dengar nama itu. Setahu saya tidak ada hubungan Pak Robert dengan tokoh NII," kata pengacara Robert Tantular, Triyanto, Jumat 29 April 2011. Menurut Triyanto, jika dilihat dari pergaulannya, sangat tidak mungkin Robert memiliki kedekatan dengan tokoh NII. Jadi tidak mungkin Robert Tantular memiliki hubungan dengan Abu Maarik. "Apalagi dari

pergaulannya tidak ada radikal-radikal begitu," terang Triyanto. Triyanto menambahkan, sekalipun tokoh NII adalah deposan di Bank Century, itu bukan berarti menunjukan adanya kedekatan. Sebab, saat Bank Century masih ada, setiap orang bisa menjadi deposan bank itu. "Kalau yang dimaksud sebagai nasabah utama, mungkin bisa saja ada keistimewaan. Tapi siapapun bisa mendapatkan ini," jelas Triyanto. Sementara, Wakil ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso, menyatakan Tim Pengawas Pelaksanaan Rekomendasi Pansus Bank Century akan meminta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengklarifikasi dugaan adanya rekening misterius untuk membiayai gerakan NII. "Saya akan cek tentang kebenaran sekian miliar yang konon katanya masuk dalam rekening yang disebut-sebut milik NII," ujar Priyo di DPR RI, Jakarta, Jumat 29 April 2011.

DPR Akan Cek Rekening NII di Century


PPATK diminta mengklarifikasi dugaan adanya rekening misterius untuk membiayai NII Tak hanya soal dugaan cuci otak dan penculikan, asal dana Negara Islam Indonesia (NII) juga dipermasalahkan. Sejumlah mantan pengikutnya mengaku, diminta menyetorkan sejumlah uang yang didapat dari meminta orang tua, memeras, bahkan merampok. Dana NII kini juga jadi perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Terutama terkait dugaan adanya rekening organisasi ini di Bank Century. Wakil ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso, menyatakan Tim Pengawas Pelaksanaan Rekomendasi Pansus Bank Century akan meminta PPATK mengklarifikasi dugaan adanya rekening misterius untuk membiayai gerakan NII. "Saya akan cek tentang kebenaran sekian miliar yang konon katanya masuk dalam rekening yang disebut-sebut milik NII," ujar Priyo di DPR RI, Jakarta, Jumat 29 April 2011. Ketika ditanya apakah benar dirinya ingat ada rekening salah satu nasabah Bank Century atas nama Abu Maarik, Priyo membantahnya. "Saya nggak ingat mengenai itu. Tetapi data itu akan coba kita cek lagi," kata Priyo.

Priyo menjelaskan bahwa Timwas pelaksanaan rekomendasi pansus DPR terhadap kasus Bank Century setelah reses nanti akan mengundang Kepala PPATK untuk dapat secara rinci menjelaskan tentang simpang siur hal ini. "Dalam waktu tidak terlalu lama kita akan meminta Ketua PPATK, Yunus Husein, menjelaskan ini," kata Priyo. "Karena kalau itu benar rekening yang bersangkutan itu adalah rekening misterius untuk gerakan NII, kita akan minta evaluasi besar-besaran. Tidak hanya di Century yang kebetulan ketemu, tetapi juga di nasabah-nasabah lain," tambah Priyo.

Sebelumnya, mantan pengikut NII, Ken Setiawan ( Duren : NII Crisis centre ) mengatakan, sebagai anggota, tugas mereka adalah untuk mengumpulkan sejumlah dana. "Kami bisa menghasilkan bermiliar-miliar dalam waktu beberapa hari saja," kata Ken. Tugas Ken saat itu rupanya bukan hanya merekrut, dan mengumpulkan dana. Tapi, dia juga diberi tugas 'sampingan'. "Saya dulu koordinator untuk perampokan dengan pelaku pembantu rumah tangga," kata Ken. Ken dipercaya memasukkan beberapa aktivis NII yang menyamar sebagai pembantu rumah tangga yang baru. Modusnya, setelah si majikan tak ada di rumah, pembantu yang juga anggota NII itu lalu menghubungi Ken. Aksi dimulai. Ken mengumpulkan beberapa rekannya dan satu mobil box menuju rumah target. Proses perampokan terlihat seperti orang pindahan rumah. "Itu sekitar tahun 2000 sampai 2002. Dulu sempat heboh di media, pembantu baru satu hari kerja gasak harta majikan," ujar Ken.

NII Diambang Kebangkrutan Besar


Sejak 1999 hingga saat ini ada 151 ribu anggota baru yang direkrut NII. Gencarnya gerakan Negara Islam Indonesia (NII) merekrut anggota baru dari kalangan akademisi melalui cuci otak tidak terlepas dengan kondisi NII Komandemen Wilayah 9 (KW9) yang tengah di ambang kebangkrutan.

"Kondisi keuangan NII KW9 saat ini mengalami krisis. Asetnya Rp250 miliar yang dikelola Robert Tantular di Bank Century hilang akibat skandal Century," kata peneliti sejarah Darul Islam, Solahudin dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu 30 April 2011. Akibatnya, lanjut dia, para angota NII diperintahkan untuk melakukan perekrutan besarbesaran seperti saat ini dalam waktu yang sangat singkat. "Asalkan seluruh infak dari seluruh anggota baru bisa langsung didapat," ujarnya. Krisis ekonomi lain yang dialami NII KW9 yakni terlilit utang karena proyek sapi dari Selandia Baru. Saat itu pemimpin pesantren Al Zaytun Panji Gumilang meminjam Rp50 miliar dari bank, namun proyek itu gagal karena sapinya banyak yang mati. Sehingga terlilit utang. "Pada awalnya proyek ini bermula saat pemilihan presiden lalu, mereka dijanjikan akan disediakan 1000 sapi dari New Zaeland tapi tidak terealisasikan," ujarnya. Sementara itu pengamat intelijen, Wawan Purwanto, menyatakan saat ini NII sedang gencargencarnya melakukan perekrutan. Dari mulai 1999 hingga saat ini kurang lebih ada 151 ribu anggota baru NII yang direkrut. "NII memang terus bergerak dan melakukan penggalangan. Polanya MLM, marketing lewat mulut. Ditargetkan tiap bulan anggotanya menyuplai uang sebanyak Rp6 juta. Di mana untuk anggota baru ditargetkan harus ada 7 orang," jelasnya. Menurutnya, untuk mengantisipasi NII harus ada perangkulan. "Perlu ada re-edukasi di pesantren-pesantren. jangan dilawan dengan kekerasan, tapi dirangkul agar tidak menyimpang dari NKRI," ujarnya. ----Dan inilah rilis resmi dari PKS yang MENGAKUI bahwa Hilmi Aminudin memang benar anak tokoh NII yaitu Danu Muhammad Hasan.

PKS Bantah Ada Hubungan dengan NII


Partai Keadilan Sejahtera (PKS) membantah apabila punya link atau ada hubungannya dengan Negara Islam Indonesia (NII). "Sejak awal kita tak pernah bersentuhan dengan NII. Soal keterlibatan Ketua Majelis Syuro PKS dengan NII karena anaknya Danu saya kira tidak ada hubungannya, sebab beliau sejak SMP sudah disekolahkan di luar

negeri," kata salah seorang pendiri PKS, Soeripto di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (7/5). Menurut Soeripto, selama ini PKS tak pernah bersentuhan langsung dengan NII. Kalaupun ada kelompok atau individu yang mengatakan Ketua Majelis Syuro PKS adalah anaknya dari Danu Mohammad Hasan (salah satu tokoh NII), menurutnya hal itu tidak ada hubungannya . Ketika disinggung jika ada penyusup yang sengaja memprovokasi PKS, Soeripto menyatakan, hal itu bisa saja terjadi. Namun, dia mengatakan, pihaknya akan mengantisipasi dengan security awarness atau sistem untuk mencegah adanya radikalisme. Dikatakannya, saat ini sebagai organisasi yang melakukan gerakan-geralan, NII sudah punah. Ia mengatakan, kepunahan NII sudah ada sejak zaman reformasi walau pun saat ini masih ada antek-antek NII. "Ya, jumlahnya tidak lebih dari 50 orang," katanya. Lebih lanjut, ia menyatakan, radikalisme di berbagai negara muslim kemiskinan dan pengangguran, serta kesenjangan sosial sangat tajam, hal ini mudah menimbulkan rasa sentimen. "Hal ini dijadikan salah satu senjata bagi pihak tertentu untuk membangun radikalisme. Namun, soal radikalime ini bisa juga dihembuskan oleh oknum-oknum intelijen untuk melakukan intimidasi dan teror," katanya ===========

Komando jihad sudah selesai


25 April 1981 . Namun dalam dialog yang berlangsung lebih dari 3 jam, masalah Komando Jihad ternyata merupakan porsi terbesar. Hampir semua ulama berkeberatan atas pengunaan istilah itu dan meminta agar Pangkopkamtib mengungkap secara tuntas masalah tersebut. Pada pers

kemudian Sudomo mengakui, beberapa tokoh eks DI/TII pada 1971 memang dibina Bakin.

Kisah 'Remote Control' Partai


28 Maret 2011 Pada usia enam tahun, Hilmi mulai belajar di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Setelah itu, ia berkelana ke sejumlah pesantren di Jawa. Selama enam tahun, sejak 1973, Hilmi belajar di Fakultas Syariah Universitas Islam di Madinah, Arab Saudi. Pada masa inilah ia kerap berkumpul dengan Yusuf Supendi, yang ketika itu kuliah di Imam

Muhammad Ibnu Saud University, Riyadh. "Hubungan mereka seperti kakak-adik," kata seorang mantan petinggi PKS. Tokoh sepuh itu mengaku heran Hilmi bisa bersekolah di Madinah. Padahal, menurut dia, ketika itu ada semacam persyaratan tak tertulis bagi mereka yang hendak belajar ke Arab Saudi, yakni harus ada rekomendasi dari organisasi, seperti Nahdlatul Ulama atau Muhammadiyah. Hilmi tak membawa rekomendasi apa pun. "Yang mengantar Pitut Soeharto," katanya menyebut nama mantan Direktur Operasi Khusus, badan intelijen yang dibentuk Ali Moertopo pada masa Orde Baru. Kepada Tempo, Agustus tahun lalu, Pitut mengatakan pernah "membina" Danu Hasan. Menurut dia, Danu juga mendapat gaji dari Badan Koordinasi Intelijen Negara. Ketika itu Hilmi menyatakan upah itu diberikan karena jasa ayahnya sebagai pejuang 1945. Ketika dihubungi Jumat pekan lalu, Pitut enggan berkomentar banyak. Dia hanya mengatakan Hilmi memang dekat dengan dia.

Anda mungkin juga menyukai