Untuk organisasi pergerakan yang bersifat nasional banyak sekali jumlahnya. Perkembangan dari
organisasi pergerakan yang bersifat nasional itu dapat dibedakan menjadi tiga masa, yakni masa
Awal Pergerakan Nasional, masa Radikal, dan masa Moderat.
Asas dan tujuan Sarekat Islam yang praktis dan sifatnya yang merakyat menyebabkan organisasi
Sarekat Islam dapat berkembang dengan pesat. Adapun tokoh-tokoh pendiri Sarekat Islam adalah
H.O.S. Cokroaminnto. Haji Agus Salim dan Abdul Muis,
Pada tahun 1927, PKI melalui taktik infiltrasi berhasil menyusup kedalm tubuhn SI sehingga SI pecah
menjadi 2 kelompok, Pertama, SI (sayap kiri) berpusat di Semarang dengan tokohnya Semaun,
Alimin, dan Dharsono. Kedua, SI Putih (Sayap Kanan) berpusat di Yogyakarta dengan tokohnya
H.O.S Cokroaminoto, Haji Agus Salim, dan Adbul Muis.
Perhimpunan Indonesia
Pada tahun 1908 berdiri Indische Vereeniging merupakan organisasi mahasiswa Bumiputra yang
belajar di Negeri Belanda. Pada tahun 1924 Indische Vereeniging berubah nama menjadi
Indonesische Vereeniging dan pada tahun 1925 diubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia.
Perhimpunan Indonesia merupakan organisasi yang bersifat nonkooperatif dan bertujuan mencapai
kemerdekaan Indonesia. Tokoh Perhimpunan Indonesia, antara lain Moh. Hatta, Iwa Kusuma
Sumantri, dan I.B. Sitanala. PI menerbitkan majalah semula bernama Hindia Poetra kemudian
berubah menjadi Indonesia Merdeka. Kegiatan PI, antara lain mengikuti Kongres Liga Antiimperialis
dan Penindasan Kolonial di Brussel dan mengikuti Liga Demokrasi Perdamaian di Paris.
Pada tanggal 23 Mei 1920 diadakan kongres dan iSDV berubah menjadi Partai Komunis Hindia
dengan pengurusnya, seperti Ketua Semaun. Wakil Ketua Darsono, SekretarisBergsina (Belanda),
dan Bendahara Dekker (Belanda). Pada perkembangannya, Partai Komunis Hindia berubah nama
menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 20 Desember 1920. PKI merupakan organised
yang merugikan perjuangan karena dengan melakukan pemberontakan membuat perjuangan
(organisasi pergerakan nasional) selalu mendapatkan tekanan dari pemerintah Hindia Belanda.
Masa Moderat
Sejak tahun 1930 organisasi-organisasi pergerakan Indonesia mengubah taktik perjuangannya.
Mereka menggunakan taktik kooperatif (bersedia bekerja sama) dengan pemerintah Hindia Belanda.
Sebab-sebab perubahan taktik ini, antara lain terjadinya krisis ekonomi yang melanda dunia (Malaise)
dan sikap pemerintah kolonial makin keras terhadap organisasi-organisasi yang ada sebagai dampak
pemberontakan PKI yang gagal. Organisasi-organisasi yang berhaluan moderat, antara lain sebagai
berikut.
Al-Wasliyah.
Memperhatikan salah satu seruan dan petunjuk Allah Swt sebagaimana tertulis pada ayat diatas
dapat dipahami bahwa untuk mencapai kesusksesan hidup didunia dan akhirat setidak-tidaknya
harus terpenuhi dua syarat, yang pertama beriman kepada Allah dan RasulNya, sedangkan yang
kedua adalah berjuang secara sungguh-sungguh (berjihad) dengan menyumbangkan harta, tenaga,
pikiran, pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sebagainya. Jihad yang dimaksud bukan hanya
berangkat ke medan perang tetapi memperdalam pengetahuan dan mengembangkan pendidikan
merupakan bagian dari jihad. Al-Wasliyah dan Perkembangannya di Indonesia. Dilihat aspek
pengembangan pemikiran keagamaan, Al-Washliyah pun berada di garda depan. Di zaman Belanda
Al-Washliyah berhasil upaya de-mistifikasi (penghancuran berpikir mistik) dengan gerakan
rasionalisasinya, tetap tetap berpijak pada konsep Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan pola pikir yang
rasional tetapi tetap mengedepankan jiwa kemanusiaan (kecerdasan emosional), Al-Washliyah
berhasil membawa umat sedikit demi sedikit untuk mempergunakan nalar rasional dengan inspirasi
ajaran Quran dan Sunah.
Dari pola pemikiran rasional tsb gerakan Al-Washliyah telah membangunkan kesadaran umat Islam
yang sebelumnya lebih terkesan tertinggal dan menjauhi kemajuan modern dalam pengembangan
sains dan teknologi. Sehingga perlahan Al-Washliyah bisa membawa umat dan bangsa untuk
mensejajarkan umat dan bangsa ini dengan umat dan bangsa lainnya. Bahkan peranan Al-Washliyah
sampai kini tetap menjadi harapan umat dan bangsa, selain ormas Islam lainnya seperti NU, Persis, SI
dan lain-lain. Terlebih dalam menyikapi isu-isu nasionaol dan internasional selalu tampil di depan
sebagai pelopornya. Baik secara kelembagaan ataupun yang diperankan individu kader-kadernya.
Analisis tersebut wajar. Sebab dalam rentang usianya mendekati satu abad, Al-Washliyah telah,
sedang dan akan terus mengahasilkan kader-kader intelektual bagi umat dan bangsa. Dari latar
belakang tersebut di atas, bila meminjam teori Hero (Tokoh) nya Thomas Carlyle bahwa pemimpin
besar (The Great Man) sebagai penggerak idea akan terjadi perubahan sejarah. Bahwa idea dapat
membangkitkan gerak sejarah suatu bangsa, jika ada penggeraknya yaitu pemimpin besar.
Seperti halnya ajaran Islam, tidak akan berkembang tanpa kehadiran dan peranan pemimpin
besarnya, nabi Muhammad. Dengan memakai pendekatan teori sejarah ini, maka gerakan Al-
Washliyah tidak akan berkembang dan berpengaruh besar sampai kini jika tanpa kehadiran ideolog
dan penggerak awalnya. Karena itu mencermati dan melakukan studi atas pemikiran Para Pendiri Al-
Washliyah menjadi penting dilakukan. Ini akan berguna untuk memahami dinamika perkembangan
Al-Washliyah khususnya, dan dinamika umat Islam dan bangsaIndonesia.
Selain itu juga tujuan asasi pendirian Al-Washliyah untuk melaksanakan tuntunan Islam dalam
meraih kebahagiaan hidup dunia dan akhirat nampaknya telah mengalami pergeseran yang cukup
darastis dari kehidupan dunia kepada kehampaan hidup (dari dunia untuk dunia), karena jalan untuk
meraih kedua kehidupan tersebut diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang benar-benar
mampu mengelola alam dan lingkungan sebagaimana salah aspek kestagnasian Al-Washliyah ini
bersumber dari ketiadaan atau ketidak siapan diri dalam melakukan aksi inovatif kreatif yang
mampu membangun Al-Washliyah untuk lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan pada aspek tabligh,
tazkir, dan pengajian di tengah masyarakat yang merupakan agenda dasar Al-Washliyah juga telah
melemah dalam artian aktifitas lebih cenderung dilakukan kepada orientasi lain bersifat profan
hanya mendatangkan keuntungan pribadi dengan meninggalkan keutuhan dan integritas umat yang
merupakan bangunan fundamen dalam menata masyarakat yang adil dan beradab dalam bingkai
kepatuhan kepada Tuhan sebagai bentuk masyarakat madani yang tercerahkan pemikirannya.
Demikian juga cita luhur Al-Washliyah untuk membangun Perguruan Tinggi sebagai upaya
kesempurnaan pelajaran, pendidikan dan kebudayaan juga nampaknya merupakan upaya yang
belum dapat disebut berhasil walaupun sebenarnya dari dahulu sudah ada Perguruan Tinggi Al-
Washliyah akan tetapi keberadaannya yang belum siap untuk bersaing dengan Perguruan Tinggi lain
yang kondisi ini muncul dari minimnya tenaga ahli yang mampu mengelola dan memajukan lembaga
tersebut, serta ditambah kurangnya sarana fisik yang menunjang semakin memperburuk keadaan
Perguruan Tinggi Al-Washliyah hari ini, walaupun sebenarnya telah dilakukan inovasi kearah
perbaikan. Demikian juga aktifitas lain yang dirintis Al-Washliyah dalam menyatuni fakir miskin,
memelihara dan mendidik anak yatim, menyampaikan seruan Islam kepada orang yang belum
beragama, mendirikan dan perbaiki tempat ibadah sangat jauh dari apa yang diinginkan para
pendahulu khususnya dalam menyantuni anak yatim lebih terkesan tanpa adanya manajemen
memadai dalam bentuk pemberian keterampilan kepada anak-anak yang diasuh berakibat saat anak
sudah meninggalkan Al-Washliyah sulit untuk berpartisipasi dalam memajukan yang semestinya
sudah menjadi tanggung kolektif atau minimal sebagai beban moral masyarakat Al-Washliyah.
Persis
Lahirnya Persis Diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan (penalaahan agama Islam di
kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, dan kesadaran akan
kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan
semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan cirri dan
karateristik yang khas.
Pada tanggal 12 September 1923, bertepatan dengan tanggal 1 Shafar 1342 H, kelompok tadarus ini
secara resmi mendirikan organisasi yang diberi nama Persatuan Islam (Persis). Nama persis ini
diberikan dengan maksud untuk mengarahkan ruhul ijtihad dan jihad, berusaha dengan sekuat
tenaga untuk mencapai harapan dan cita-cita yang sesuai dengan kehendak dan cita-cita organisasi,
yaitu persatuan pemikiran Islam, persatuan rasa Islam, persatuan suara Islam, dan persatuan usaha
Islam. Pada dasarnya, perhatian Persis ditujukan terutama pada faham Al-Quran dan Sunnah. Hal ini
dilakukan berbagai macam aktifitas diantaranya dengan mengadakan pertemuan-pertemuan umum,
tabligh, khutbah, kelompok studi, tadarus, mendirikan sekolah-sekolah (pesantren), menerbitkan
majalah-majalah dan kitab-kitab, serta berbagai aktifitas keagamaan lainnya. Tujuan utamanya
adalah terlaksananya syariat Islam secara kaffah dalam segala aspek kehidupan.Untuk mencapai
tujuannya Persis mendirikan berbagai pendidikan.
Kepemimpinan Persis periode pertama (1923 1942) berada di bawah pimpinan H. Zamzam, H.
Muhammad Yunus, Ahmad Hassan, dan Muhammad Natsir yang menjalankan roda organisasi pada
masa penjajahan kolonial Belanda, dan menghadapi tantangan yang berat dalam menyebarkan ide-
ide dan pemikirannya. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), ketika semua organisasi Islam
dibekukan, para pimpinan dan anggota Persis bergerak sendiri-sendiri menentang usaha Niponisasi
dan pemusyrikan ala Jepang. Hingga menjelang proklamasi kemerdekaan Pasca kemerdekaan. Persis
mulai melakukan reorganisasi untuk menyusun kembali system organisasi yang telah dibekukan
selama pendudukan Jepang, Melalui reorganisasi tahun 1941, kepemimpinan Persis dipegang oleh
para ulama generasi kedua diantaranya KH. Muhammad Isa Anshari sebagai ketua umum Persis
(1948-1960), K.H.E. Abdurahman, Fakhruddin Al-Khahiri, K.H.O. Qomaruddin Saleh, dll. Pada masa ini
Persis dihadapkan pada pergolakan politik yang belum stabil; pemerintah Republik Indonesia
sepertinya mulai tergiring ke arah demokrasi terpimpin yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno
dan mengarah pada pembentukan negara dan masyarakat dengan ideology Nasionalis, Agama,
Komunis (Nasakom).
Setelah berakhirnya periode kepemimpinan K.H. Muhammad Isa Anshary, kepemimpinan Persis
dipegang oleh K.H.E. Abdurahman (1962-1982) yang dihadapkan pada berbagai persoalan internal
dalam organisasi maupun persoalan eksternal dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang
menyesatkan seperti aliran pembaharu Isa Bugis, Islam Jamaah, Darul Hadits, Inkarus Sunnah, Syiah,
Ahmadiyyah dan faham sesat lainnya.
Kepemimpinan K.H.E. Abdurahman dilanjutkan oleh K.H.A. Latif Muchtar, MA. (1983-1997) dan K.H.
Shiddiq Amien (1997-2005) yang merupakan proses regenerasi dari tokoh-tokoh Persis kepada
eksponen organisasi otonom kepemudaannya. (Pemuda Persis). Pada masa ini terdapat perbedaan
yang ckup mendasar: jika pada awal berdirinya Persis muncul dengan isu-isu kontrobersial yang
bersifat gebrakan shock therapy paa masa ini Persis cenderung ke arah low profile yang bersifrat
persuasive edukatif dalam menyebarkan faham-faham al-Quran dan Sunnah.
PERSATUAN TARBIYAH
ISLAMIYAH (PERTI) 1930-1971M
Persatuan Tarbiyah Islamiyah atau disingkat Perti adalah
organisasi tradisional Islam, yang berpusat di Bukittinggi,
Sumatera Barat. Organisasi ini didirikan di suatu pesantren
terkenal di Candung, dekat Bukittinggi, pada tanggal 20 Mei 1930.
Perti merupakan benteng pertahanan golongan tradisional Islam
terhadap penyebaran paham dan gerakan modern yang gencar
dilakukan oleh Kaum Muda, meningkatkan kecerdasan dan persatuan umat
Islam.
Logo Perti