Anda di halaman 1dari 72

PEMETAAN KELOMPOK ISLAM RADIKAL

DAN

ISLAM FUNDAMENTALIS DI INDONESIA

Al Chaidar
Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh

Bagian Pertama:
Islam Arus Utama (Mainstream Islam)
Islam, meskipun turun sebagai agama langit yang universal,
ketika mengalami proses pembumian di setiap negara terbagi
dalam dua arus utama: Sunni dan Syiah. Kelompok Sunni adalah
kelompok ummat Islam yang mengikuti sunnah dan berjamaah,
sehingga disebut ahlussunnah wal jamaah. Sementara Syiah
adalah kelompok umat Islam yang beraliran radikal yang
menganggap Ali bin Abi Thalib as setingkat atau bahkan lebih
tinggi dari Nabi Muhammad SAW. Sunni dan Syiah berkembang ke
seluruh dunia termasuk di Indonesia. Indonesia adalah negeri di
mana penganut Sunni sangat dominan dan Syiah hanya dianut
oleh sebagian kecil masyarakat. Sunni di Indonesia terbagi dalam
dua kelompok besar: Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Nahdlatul Ulama mewakili sebagian terbesar ummat Islam Sunni
yang berkarakter tradisional dengan figur ulama ortodoksnya
(kiyai). Sementara Muhammadiyah mewakili ummat Islam Sunni

yang modern, anti bidah,1 tahyul2 dan khurafat.3 Kalau NU


memiliki sekolah tradisional berupa pesantren sebagai alat
kaderisasi dan sosialisasi ajaran-ajarannya, maka Muhammadiyah
memiliki sekolah modern seperti madrasah atau sekolah Islam
modern dalam bentuknya yang lain. Kedua kelompok ini saling
berseteru dan menganggap salah (atau bahkan saling
mengkhafirkan) satu sama lainnya. Sementara itu, di luar dari
kedua kelompok ini, yang tidak terpaku pada ajaran tradisional
maupun modern yaitu kelompok Islam sempalan. Bagan 1 di
bawah ini memperlihatkan kategorisasi kelompok-kelompok Islam
di Indonesia.
Bagan 1
Kategorisasi Islam di Indonesia

Kategorisasi Islam di Indonesia


Islam

Islam Tradisional

Islam Modern

Islam Sempalan

Bidah adalah praktek menambah-nambahkan ritual tertentu ke dalam


ritual utama Islam, seperti menyebut Sayyidina bagi Nabi Muhammad.
2
Tahyul adalah kepercayaan mistik tradisional masyarakat lokal
(umumnya Jawa) ke dalam sistem kepercayaan Islam. Mislanya sistem
perdukunan
3
Khurafat adalah praktek kepercayaan kepada orang-orang besar yang
dianggap turut memiliki kekuatan supranatural sehingga harus disebut dalam
setiap doa dan shalawat, seperti pemujaan terhadap Syekh Abdul Qadir
Jailani.
1

Nahdlatul Ulama
Organisasi NU didirikan tahun 1926, pendirinya adalah Kiai
Haji Hasyim Asyari. Istilah kiai dipergunakan sebagai sebutan
bagi seorang guru Muslim. Organisasi ini didirikan sebagai reaksi
terhadap pertumbuhan pesat organisasi Muhammadiyah. Dapat
dikatakan, bahwa NU secara prinsip berhadapan dengan pola-pola
modern yang dijalankan Muhammadiyah. Sekolah-sekolah
Muhammadiyah dengan cepat tersebar di berbagai tempat
sehingga dapat dianggap sebagai suatu ancaman bagi sekolahsekolah tradisional maupun sekolah Islam pedesaan serta pusatpusat pendidikan yang menjadi basis pesantren yang dikelola
ulama-ulama tradisional.
Kedua organisasi ini, pola kegiatan pendidikan dan
kemasyarakatannya selalu bersaing. Untuk menjadi kekuatan
yang berpengaruh dalam kehidupan sosial dan keagamaan di
Jawa, NU punya pengikut besar dan mengakar di desa-desa, baik
di Jawa Timur maupun Jawa Tengah. Pesantren yang menjadi basis
NU membentuk perkampungan-perkampungan kecil di bawah
pengawasan kiai dan para santri, yang memiliki hubungan
emosional yang kuat dengan ketaatan serta komitmen kepada
pesantrennya. Mereka ini mudah Anda kenal melalui pakaian khas
yang mereka kenakan.
Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia yang memiliki
puluhan juta massa, Nahdlatul Ulama (NU) nyaris selalu terlibat
dalam setiap pergulatan politik. Dengan basis massa yang begitu
besar, NU memang menggiurkan sebagai alat legitimasi politik,
terlebih politik agama. Sejak kelahirannya pada 1926, warna
politik sudah kental melekat pada NU. Tetapi sebagai ormas
keagamaan tradisional, kiprah politik NU tak lepas dari nilai- nilai
dan norma-norma Islam yang secara baku dirumuskan dalam
fikih, termasuk untuk masalah-masalah politik dan kenegaraan.
Tak heran jika kemudian muncul terminologi fikih siyasah atau
fikih politik yang mendasari setiap keputusan politik NU. Sayang,
disiplin fikih siyasah itu belum memperoleh perhatian serius. Di
pusat-pusat studi Islam, Timur Tengah maupun Barat, literatur
fikih siyasah terhitung langka.4 Apalagi di Indonesia. Bahkan dari
M. Ishom Hadzik dan A. Halim Asnafi, Fikih Siyasah dan Budaya Politik
NU, Jawa Pos, 24 Oktober 1996.
4

kalangan intelektual Muslim pribumi, baru beberapa gelintir orang


yang menunjukkan minat dan mau menulis mengenai hal itu.5
Kurangnya minat terhadap kajian fikih siyasah, barangkali di
latarbelakangi kecenderungan para pemikir Islam masa lalu yang
lebih menekankan bahasan-bahasan fikih pada aspek ibadah
secara rinci. Bahkan bahasan tentang aspek muamalah pun tak
cukup lengkap, sehingga aspek siyasah praktis terabaikan.
Penekanan berlebihan pada aspek ibadah, seperti diungkapkan
Abdurrahman Wahid, merupakan pengaruh dari tasauf yang
berkembang
setelah
munculnya
huru-hara
politik
yang
menorehkan pengalaman traumatik. Konflik kekuasaan menyusul
habisnya era al khulafa ar rasyidin, telah melahirakan instabilitas
politik di panggung para umara yang berebut naik ke puncak
kekuasaan, sekaligus instabilitas teologi di pentas para ulama
yang memunculkan beragama aliran aqidah dari yang lurus
hingga yang sesat. Pengalaman pahit ini mendorong para tokoh
Islam untuk mengembangkan kehidupan sufistik yang mengacu
pada upaya pencapaian taraf spiritual tertinggi, misalnya melalui
tarekat.
Di satu sisi, orientasi sufistik itu berdampak positif pada
peningkatan kesalehan individual. Tetapi di sisi lain, muncul
dampak negatif, yakni menurunnya kepeduliaan pada persoalanpersoalan sosial, politik, ekonomi dan budaya yang melingkupi
kehidupan umat. Dan fikih pun terkena imbasnya. Padahal, seperti
di katakan Sidney Jones, pandangan hidup dan tradisi pemikiran
umat Islam cenderung fikih sentris. Mereka mengkaji segala
persoalan, termasuk persoalan-persoalan sosial, politik, ekonomi
dan budaya dari kacamata fikih seperti yang dilakukan para kiai
NU melalui forum bahtsul masail. Tentu saja tidak gampang
memahami, apalagi mengimplementasikan, persoalan-persoalan
tersebut melalui pendekatan fikih. Tetapi untunglah bahwa para
ulama cukup piawi dalam mensiasati kaidah-kaidahnya, sehingga
pendekatan fikih mampu mengakomodasikan pelbagai persoalan,
termasuk masalah politik dan kenegaraaan.
NU adalah organisasi massa terbesar dengan kecenderungan
akomodatif dalam politiknya. Cukup banyak contoh yang dapat
dikedepankan dalam kaitannya dengan ciri legal formal fikih yang
diimplementasikan secara akomodatif dalam persoalan siyasah
Misalnya Munawir Syadzali dengan bukunya Islam dan Tata Negara, A.
Syafi'i Maarif yang membukukan disertasinya berjudul Islam dan Masalah
Kenegaraan dan M. Ali Haidar yang menulis NU dan Islam di Indonesia.
5

itu. Kebanyakan memang diambil dari hasil kajian para kiai NU


yang pada masa lalu sangat intensif terlibat dalam pergulatan
politik. Salah satu contoh ialah implikasi penerapan norma-norma
fikih dalam pandangan kenegaraan yang dianut mayoritas umat
Islam.
Mereka
memandang
bahwa
kewajiban
hidup
bermasyarakat dan bernegara, merupakan hal yang tak bisa
ditawar lagi. Eksistensi negara mengharuskan adanya ketaatan
kepada pemerintah sebagai sebuah mekanisme pengaturan
hidup, terlepas dari perilaku penguasa dalam kapasitas
pribadinya. Kesalahan tindakan atau keputusan pemerintah, tidak
mengharuskan adanya perubahan sistem. Konsekuensinya ialah
keabsahan negara begitu ia berdiri dan mampu bertahan, dan
penolakan terhadap pemecahan alternatif yang memaksakan
perubahan secara radikal. Dengan demikian, perbaikan sistem
mesti dilakukan secara gradual guna menghindari anarki.
Kaidah populer yang digunakan para ulama sunni dalam hal
ini adalah sulthonun zholum khoirun min fitnatin tadum, yang
berarti sistem kekuasaan yang mapan dan menjamin stabilitas
lebih baik ketimbang kondisi anarki yang berkepanjangan. Itu pula
yang mendasari keluarnya fatwa jihad oleh Rais Akbar NU K.H.
Hasyim Asy'ari menjelang pecahnya peristiwa 10 November 1945
di Surabaya. Dalam kasus semacam ini, kewajiban bela negara
harus diberlakukan meski keadaan negara masih jauh dari kondisi
ideal. Contoh yang lain ialah penetapan status kenegaraan
Indonesia dalam konteks persoalan syariat Islam. Menjelang
Muktamar NU di Banjarmasin, muncul persoalan. Yaitu, bagaimana
sesungguhnya status kenegaraan Indonesia pasca kemerdekaan.
Sebab, dengan mengambil Pulau Jawa sebagai basis Indonesia,
kekuasaan pemerintah yang dianggap sah menurut syariat Islam
dimulai dari Kerajaan Demak, lalu Pajang, dan Mataram Islam,
sehingga ketika itu Indonesia layak menyandang status Darul
Islam.
Sementara itu, sejak kedatangan penjajah Belanda, lalu
Inggris dan disusul Jepang, kekuasaan pemerintah penjajah yang
kafir itu tak diakui dan otomatis status Darul Islam lenyap selama
ratusan tahun. Mungkinkah status Darul Islam itu pulih kembali
pasca kemerdekaan. Ternyata berdasarkan fatwa Mufti Hadramaut
Syekh Muhammad Sholih Ar Rois dalam suratnya yang dikirim
kepada para kiai NU di Jawa, status Darul Islam tetapi melekat
pada negara Indonesia dengan merujuk pada kaidah al ashlu
baqa'u ma kana ala ma kana, yang berarti selama tak ada
5

perubahan mendasar maka status yang berlaku sebelumnya tetap


dipertahankan. Maka, Muktamar NU pun menetapkannya. Cuma
saja, untuk menghargai bangsa Indonesia yang majemuk dan
berdasarkan Pancasila, Muktamar NU memutuskan mengubah
istilah Darul Islam yang bermakna negara Islam menjadi Darul
Salam yang berkonotasi negara yang damai. Dengan begitu,
maka perasaan terancam dari agama lain dpat dihindarkan.
Karena itu, NU menerima asas tunggal Pancasila dan menetapkan
negara kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk yang final.
Sesungguhnya masih banyak contoh lainnya yang relevan
dalam perspektif kekinian, yang kesemuanya menunjukkan bahwa
dengan menggunakan fikih siyasah sebagai landasan politik, NU
dapat mengembangkan peran politiknya dalam membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa harus mengorbankan
prinsip. Sebab, kebenaran, keadilan dan demokrasi yang menjadi
konsern NU memang sulit diperjuangkan secara radikal, dan
karena itu perbaikan sistem dengan pendekatan fikih selalu
diupayakan secara gradual. Memang, dengan cara seperti itu
muncul kesan yang kuat bahwa sikap dan budaya politik NU
cenderung oportunistik. Hal itu sering dijadikan kambing hitam
terhadap inkonsistensi perjuangan Islam di Indonesia dan
penyebab utama munculnya perbedaan strategi perjuangan yang
dianut NU dan kelompok Islam lain di Indonesia. Padahal, itu tidak
sepenuhnya tepat. Karena yang menjadi pedoman bagi NU
bukanlah strategi perjuangan politik atau pandangan ideologi
politik, tetapi keabsahan di mata fikih. Pedoman ini menjadi tolok
ukur bagi seluruh kegiatan kenegaraan, baik oleh masyarakat
maupun pemerintah. Itu sebabnya diberlakukan kaidah tasharruf
al imam ala ar raiyyah manuthun bi al mashlahah (kebijakan dan
tindakan
pemegang
kekuasaan
terhadap
rakyat,
harus
berorientasi pada kebaikan bersama). Dari sini, nampak
sebagaimana diutarakan Munawir Sjadzali bahwa para teoritisi
politik Islam sama sekali tak mencari pola idealisasi bentuk
kenegaraan yang Islami, melainkan justru menekankan
penggunaan bentuk yang sudah ada.6
6

Berbeda dengan Ibnu Khaldun, Abu Ya'la dan Al Mawardi yang jelas
menempuh upaya perbaikan keadaan negara secara gradual dengan
mencoba mencarikan masukan dari fikih untuk menyempurankan sistem
yang ada menuju welfare state yang mereka istilahkan dengan baldatun
thoyyibatun wa robbun ghofur. Kiranya, perubahan secara gradual menuju
kesempurnaan itulah yang harus dilakukan oleh NU. Tanpa upaya itu, maka
perjuangan yang selama ini didengungkan atas nama Islam tak akan banyak
6

Akan halnya Muhammadiyah, pengikutnya sebagian besar


adalah penduduk kota dari kalangan pengusaha menengah,
pegawai sipil dan tenaga profesional. Anak-anak mereka
mengenakan pakaian ala barat dan memanggil guru-guru mereka
dengan panggilan ustadz, sebutan bahasa Arab untuk guru.
Pengikut kedua organisasi ini semakin bertam-bah besar. Ulamaulama NU mengurus banyak pesantren, sedangkan pengikut
Muhammadiyah mendirikan jaringan sekolah mulai dari tingkat
TK, Akademi hingga Perguruan Tinggi. Juga mendirikan tempattempat penampungan anak yatim dan jompo serta Rumah Sakit.
NU lebih banyak berkiprah dalam masalah-masalah tradisional
sedangkan pengi-kut Muhammadiyah lebih banyak melakukan
gerakan pembaruan. Per-bedaan antara kedua organisasi ini
sudah nampak sejak awal berdirinya. Dan perkembangan keadaan
belakangan ini menjadikan perbedaan-perbedaan di antara kedua
organisasi, menyusup pula di kalangan seba-gian perwira militer.
Pada awal tahun-tahun berdirinya Muhammadiyah, organisasi ini
sangat terpengaruh oleh gagasan reformasi sosial secara total.
Barangkali hal ini akibat dari pengaruh misionaris yang membuat
menonjol badan-badan pendidikan Kristen. Para anggota
Muhamma-diyah
berpendapat,
bahwa
sistem
pendidikan
misionaris dapat menjadi perantara untuk membangun
kemampuan khusus kalangan terpelajar, guru, dan kaum pemikir.
Jumlah anggota Muhammadiyah sampai seka-rang (tahun 1989)
kurang lebih berjumlah dua puluh juta orang dengan membawahi
tidak kurang dari 2000 sekolah, 16 Universitas, 21 Akademi, 9
rumah sakit umum (PKU), ratusan tempat penampungan anak
yatim, puluhan ribu masjid. Adapun Aisiyah, adalah bagian
perempuan Muha-mmadiyah, terdiri dari para putri dan ibu-ibu
yang tergabung di dalam organisasi pendidikannya.
Sistem pendidikan di dalam organisasi Muhammadiyah telah
men-capai tingkatan yang kokoh dan mapan sehingga dapat
menyaingi
sistem
pendidikan
sekolah
negeri.
Dalam
kenyataannya tidak terdapat perbeda-an apapun mengenai
sistem pengajaran dan pendidikan antara kedua lembaga tersebut
(Muhammadiyah dan Pemerintah). Tetapi Muhamma-diyah
berarti. Justru yang timbul adalah kesan NU sebagai penjaga status quo dan
terkooptasi oleh sistem yang ada, seperti terjadi pada sebagian ormas Islam
yang lain. Memang itu bukan hal yang mudah. Perlu adanya pengembangan
visi serta perluasan wawasan, sehingga apa yang diperjuangkan menjadi
jelas dan terarah.
7

memiliki sistem birokrasi sendiri. Hal ini dimaksudkan sebagai


upaya memelihara sekolah-sekolah, Universitas dan rumah sakitrumah sakit, termasuk juga memelihara ide pembaharuan yang
menjadi ciri khasnya sejak semula. Sebab pada tahun-tahun
terakhir ini muncul anggapan dari para cendekiawan Muslim,
bahwa sistem yang ditempuh oleh peme-rintah dalam pengajaran
yang mereka terapkan di sekolah, ternyata merugikan upaya
memelihara kepribadian Islam.
Dalam bidang politik Muhammadiyah tetap menjaga prinsip
me-ngambil jarak dan tidak ikut di dalam aktivitas politik, kecuali
yang terjadi pada tahun-tahun 1950-an, ketika menjadi anggota
dari partai politik Masyumi. Muhammadiyah telah menetapkan
langkah-langkah tertentu guna menjauhkan usaha-usaha dibidang
pendidikan dan sosialnya dari segala macam kegiatan politik.
Tujuannya adalah, sebagai upaya men-jauhkan diri dari sikap
konfrontasi dengan kekuasaan negara. Organisasi ini selamanya
menikmati hubungan yang harmonis dengan pemerintah,
walaupun terjadi pergantian pemerintahan, sejak zaman Belanda
kemu-dian Jepang, lalu Soekarno dan akhirnya pemerintahan
militer dewasa ini yaitu rezim Soeharto. Dengan bersikap
semacam ini, Muhammadiyah memperoleh banyak keuntungan,
seperti subsidi bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Adapun sekolah-sekolah NU yang berkonsentrasi pada
bidang pendi-dikan agama, yang dewasa ini sudah jarang
dilakukan orang, sebagian besar sudah menjadi sekolah
pemerintah atau hampir menjadi bagian dari sistem pengajaran di
sekolah-sekolah negeri. Umumnya pesantren-pesantren ini
berbasis di lingkungan masyarakat agraris, kantor-kantor modern
dan organisasi-organisasi sosial. Para Kiai pada umumnya merasa
bangga dapat melakukan usaha pembinaan manusia seutuhnya,
berbeda dari sekolah-sekolah negeri yang hanya bertujuan
mencetak pegawai negeri. Sementara kelompok abangan
berpandangan bahwa pesantren tidak lebih dari suatu tatanan
yang sudah ketinggalan zaman, dan tidak sesuai dengan realitas
kehidupan modern.
Lain lagi pandangan dari para Kiai, mereka menilai guru-guru
di sekolah Muhammadiyah sebagai orang-orang yang berwawasan
sempit, sebab mereka tidak memiliki kepedulian sedikitpun
terhadap kepentingan kehidupan di pedesaan. Masalah industri
lokal atau pengaruh konsume-risme barat di pedesaan-pedesaan
yang sederhana tidaklah dapat diselesaikan hanya dengan
8

mengajak kembali kepada Quran dan Hadits. Demikian pula


dengan para guru-gurunya yang terikat dengan modernisme. Oleh
karena itu, upaya mengajak melakukan pembenahan berfikir yang
seringkali didengungkan, tidak lebih dari sekedar propaganda.
Seperti telah kami katakan bahwa Muhammadiyah tidak
hendak menyimpang dari metode pendidikan sosialnya, dan tidak
pula terlibat dalam aktivitas politik, kecuali hanya beberapa
tahun. Berbeda dengan NU yang memproklamirkan diri sebagai
partai politik pada tahun 1953, dan berkecimpung dalam kegiatan
kepartaian hingga tahun 1984. NU melakukan peran utama
bersama pemerintah yang berkuasa, ikut ber-peran juga dalam
pemerintahan Soekarno di bawah demokrasi terpim-pinnya,
sebagai unsur agama dalam Nasakom yang mencakup partaipartai Nasionalis, Agama dan Komunis. Pada tahun-tahun terakhir
ini, NU mengalami sedikit kesulitan dengan pemerintahan militer
Soeharto. Tujuan pokok dari NU adalah tetap survive, termasuk
juga keberlang-sungan pesantren-pesantrennya, dan seluruh
anggota NU memperoleh perlindungan keamanan. Pada tahun
1974, untuk alasan-alasan yang akan kami sebutkan kemudian,
menjadi jelaslah bahwa hidup matinya NU hanya bisa
dipertahankan dengan menjadikan dirinya semata-mata sebagai
lembaga pendidikan dan sosial, serta secara total menarik diri dari
aktivitas partai politik (kembali ke khittah 1926. pent.)
Sekalipun kedua organisasi ini menggunakan cara-cara
berbeda sejak berdirinya, namun perbedaan tersebut pada tahuntahun terakhir ini kian menipis. Kini NU tampil sebagai kelompok
konservatif, sedangkan Muhammadiyah tampil sebagai reformis di
Indonesia. Kedua organisasi ini sekarang merupakan organisasi
Islam yang berpengaruh besar di-Indonesia.
Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan tahun 1912. Salah
seorang pendirinya adalah santri keraton tokoh agama keraton
feodal di Jawa, yang melakukan ritual keagamaan di keratonkeraton tradisional di Yogyakarta dan Solo. Setelah Islam datang,
para feodal Jawa ini tetap memelihara tokoh semacam itu untuk
melaksanakan ritual agama di keraton mereka. Tokoh-tokoh
pendiri Muhammadiyah, seluruhnya bergelar haji, maksudnya
mereka yang telah pergi ke Mekkah melaksanakan rukun Islam
kelima. Tokoh-tokoh ini berasal dari keluarga kaya di antara
keluarga-keluarga Jawa. Yang demikian itu tampak menonjol, juga
9

dalam rekruitmen anggota organisasi pun banyak ditujukan pada


kalangan pedagang kaya di Yogya dan daerah sekitarnya.
Kiai Haji Ahmad Dahlan adalah orang pertama yang
mendirikan organisasi Muhammadiyah. Sebelumnya, Ahmad
Dahlan bukanlah seorang yang memiliki keahlian dalam bidang
pengajaran dan manajemen organisasi, namun kedua hal ini
(pendidikan dan keorganisasian) pada gilirannya malah menjadi
ciri organisasi tersebut. Prinsip dasar organisasi ini jelas, yakni
menjalankan perintah Al-Quran, melakukan amar maruf nahi
munkar. Maksudnya, mengajak orang berbuat baik dan
menjauhkan dari perbuatan dosa. Tujuan utamanya adalah untuk
meredam dua faham yang kontroversial yang terjadi di antara dua
kubu (santri dan abangan) yang sama-sama tumbuh di dalam
struktur masyarakat Jawa. Mereka beranggapan bahwa
pengajaran Islam secara tradisional, terutama di tingkat pedesaan
sudah sangat kolot, sehingga menyebabkan ketidakmampuan
menghadapi tantangan pola kehidupan modern. Tetapi juga
mereka tidak senang melihat kultur Jawa terlalu banyak mencelup
pendidikan dan prilaku-prilaku keislaman yang mengajak orang
untuk kembali kepada Quran secara murni.
Oleh karena mereka adalah tokoh-tokoh Jawa yang utama,
maka mereka beranggapan bahwa pemerintah Belanda dan
sistem pendidikan yang pernah berjalan, yang oleh masyarakat
dianggap hanya mengabdi kepada kepentingan pemerintah
penjajah, merupakan penghinaan kepada mereka. Hal semacam
itu merintangi pertumbuhan golongan pedagang dan menghalangi
hak mereka untuk memperoleh kemajuan. Untuk memecahkan
problema ini perlu diadakan pendidikan yang lebih baik, tetapi
harus berjiwa Islam.
Sekalipun mereka mengakui bahwa sistem pendidikan
sekuler Barat dapat memperluas pengetahuan dan kemampuan
ilmiah yang penting, namun rasa kemanusiaan dan perasaannya
tidak dapat tumbuh seperti diinginkan. Maka menurut pendapat
mereka hal semacam ini tidak akan bisa diatasi kecuali bila
dilakukan di bawah naungan sistem yang berjiwakan Islam.

10

Bagian Kedua:
Gerakan Islam Sempalan (Splinters Groups)
Gerakan Islam sempalan (splinter groups) mengalami
pertumbuhan di banyak kota-kota besar di negara-negara Muslim
dunia. Sebagaimana yang terjadi di negara-negara lain, di
Indonesia pun Islam mengalami kebangkitan di banyak kota. Di
desa-desa muncul masjid-masjid dengan suburnya, sebagian
besar pengunjungnya adalah kalangan muda, baik dari keluarga
kaya maupun keluarga miskin. Hal semacam ini tidak sulit untuk
ditafsirkan sebagai kebangkitan Islam. Kenyataan ini sangat
berlawanan dengan terjadinya perubahan-perubahan sosial yang
cepat di Indonesia sejak dasawarsa 70-an, ketika minyak
merupakan sumber pendapatan yang melimpah tetapi dinikmati
oleh segolongan kecil warga masyarakat. Pola kehidupan barat
tersebar di kalangan penduduk-penduduk pedesaan yang kaya
raya, dan menghadirkan peradaban asing yang kontroversial.
Namun nilai-nilai spiritual masih mampu mengalahkan nilai-nilai
materialis. Pada saat yang sama sebagian pemuda Islam
menuntut ilmu ke berbagai tempat di Timur Tengah, di antaranya
Cairo, Damaskus dan Bagdad. Mereka kemudian pulang ke
negerinya dengan membawa pandangan baru tentang posisi
Islam di dunia ini.
Bagan 2 di bawah ini memperlihatkan anatomi Islam
Sempalan di Indonesia beserta derivatifnya. Bahkan, secara
teoritis, Islam Liberal pun, kalau dilihat dari kacamata teoritis intio
ajarannya sangat radikal. Dengan asumsi demikian, maka Islam
Liberal pun digolongkan ke dalam jaringan radikalisme Islam di
Indonesia. Meskipun ia bersikap anti terhadap militansi islam
fundamentalis dan kekerasan yang kerap dipraktekkan Islam
radikal, namun responnya sangat bercorak radikal.
Bagan 2
Islam Sempalan dan Derivatifnya

11

Islam Sempalan di Indonesia


Islam
Sempalan

Islam
Fundamentalis

Islam
Radikal

Islam
Teroris

Islam Liberal

Dari bagan di atas, Islam sempalan sebenarnya melahirkan


tiga corak Islam yang saat ini ramai dan mempengaruhi wacana
dan aksi mengatasnamakan Islam. Islam adalah agama dengan
common brand name yang bisa dipakai siapapun. Islam
Fundamentalis merasa sudah menemukan kebenaran dengan
paham-paham keagamaannya, sementara kaum radikal merasa
perlu ada power relations dalam setiap langkah aqidah, ibadah,
dan muamalah. Dan Kaum Fundamentalis pun merasa bahwa
simbol-simbol Islam sedang terancam oleh praktek kehidupan
duniawi perkotaan yang semakin sekuler sehingga harus dilawan
dengan kekerasan.
Kaum Fundamentalis
Kaum fundamentalis Islam, sebagai musuh AS, adalah an
aggressive revolutionary movement as militant and violent as the
Bolshevik, Fascist, and Nazi movements of the past, kata Amos
Perlmutter, seorang ilmuwan politik.
Selanjutnya, Perlmutter
menyebutkan
bahwa
kaum
fundamentalis
ini
sangat
authoritarian, anti-democratic, anti-secular, dan tidak bisa

12

bersahabat dengan Christian-secular universe7 dan tujuannya


adalah untuk mendirikan sebuah negara Islam transnasional
yang bersifat otoriter.8
Martin E. Marty dan R. Scott Appleby yang sangat serius
dalam
Proyek
Fundamentalisme,
menyebutkan
bahwa
9
fundamentalisme selalu mengikuti suatu pola. Mereka adalah
embattled forms of spirituality, yang muncul sebagai respon
terhadap suatu krisis kecurigaan (perceived crisis). Kaum
fundamentalis terlibat dalam konflik dengan musuh-musuh
sekular yang dicurigai membuat kebijakan-kebijakan yang
bertentangan secara frontal dengan agama. Kaum fundamentalis
tidak menganggap pertentangan frontal ini sebagai sebuah arena
bermain (play ground), melainkan sebuah medan perang
(battle field) yang serius, yang bukan sekadar sebuah perlawanan
politik
konvensional,
melainkan
menganggapnya
sebagai
sebentuk perang kosmik (cosmic war) antara kekuatan-kekuatan
yang haq dan kekuatan yang bathil. Mereka takut terhadap dan
selalu merasa adanya ancaman kaum kafir untuk membasmi
mereka yang bersumber dari kekuatan-kekuatan Barat sekular
dan berusaha membentengi diri mereka dengan doktrin dan
praktek yang pernah hidup di masa lalu (doktrin dan praktek
jihad). Untuk menghindari diri mereka dari dunia buruk dan
menutup diri dari kontaminasi perang kosmik itu,
kaum
fundamentalis
seringkali
mundur
dan
menyempal
dari
mainstream masyarakat untuk mencipta-kan budaya tandingan
(counterculture); dan kaum fundamentalis bukanlah kaum yang
bermimpi di siang bolong. Mereka menyerap rasionalisme
pragmatis dari modernitas, dan, di bawah bimbingan para
pemimpin kharismatik mereka, me-nyaring apa yang perlu dari
dunia teknikal untuk membuat rencana aksi yang seringkali
bersifat destruktif.10 Dari apa yang kita saksikan pada peristiwa
penyerangan serempak terhadap gedung WTC dan Pentagon, Bom
Bali, Bom Malam Natal, Bom Marriot dan lain-lain adalah
kumpulan dari ahli-ahli yang memiliki kemampuan teknikal setaraf
pilot dan teknisi yang mengerti fungsi-fungsi transponder, black
Lindsay Murdoch, Bin Laden Funded Christian-haters, Sydney Morning
Herald, 28 September 2001.
8
Paolo Pasicolan adalah seorang policy analyst pada Asian Studies
Center of the Heritage Foundation. Lihat, Washington Post, Ibid.
9
Martin E. Marty and R. Scott Appleby (eds), Fundamentalisms Observed,
Chicago: University of Chicago Press, 1991.
10
Jonathan R. White, Terrorism: An Introduction, 1991.
7

13

box, radar, elemen kimia, komponen elektronika lanjut dan global


positioning tool-box serta kemampuan manajerial lainnya.
Kaum fundamentalis merasa bahwa mereka berperang
melawan kekuatan-kekuatan yang mengancam nilai-nilai yang
sangat suci dari komunitas mereka dan reaksi mereka akan
bersifat teror politik.11 AS yang muncul sebagai aktor tunggal
pemenang perang dingin semenjak runtuhnya kekuatan
Komunis di blok Soviet dianggap banyak kalangan fundamentalis
telah menyergap kesadaran orang-orang Islam sebagai kekuatan
adidaya yang tak mungkin dikalahkan dan siap menjadikan
masyarakat muslim sebagai musuh berikutnya. Aksi serangan
berbentuk teror di New York dan Washington itu sesungguhnya
merupakan sebuah respon yang berisi pesan yang ingin
membuktikan bahwa AS ternyata bertumpu pada jaring labalaba yang begitu lemah.12
Selama perang dingin antara negara formal dengan
kelompok teroris yang tak memiliki batas negara, para aktor
perang sering kali emosional, panik dan kurang menghargai posisi
masing-masing. Dari beberapa temuan studi Karen Armstrong13,
modernisasi telah membawa polarisasi masyarakat pada posisiposisi ekstrim yang saling berlawanan, dan untuk menghindari
eskalasi konflik, hanya ada satu cara: kita harus mencoba
memahami the pain and perceptions of the other side.14 Karena
selama ini mereka sering menyatakan:
nobody knows our
trouble we see, nobody knows our problem, maka akan sangat
mengejutkan jika kemudian sebagai konsekuensinya, nobody
knows of what our plan of action.
Bagi kita semua yang telah mencicipi kebebasan dan prestasi
modernitas, Karen Armstrong merekomendasikan, kita tak boleh
berhenti untuk berempati dan bersimpati terhadap kesusahan dan
penderitaan
yang
dialami
sebagian
komunitas
kaum
15
fundamentalis Islam. Ibarat pecandu narkoba, mereka tidak
boleh dianggap sebagai kaum yang melanggar hukum yang harus
dikejar-kejar, melainkan harus dipandang sebagai kaum yang
Alex P. Scmid, Political Terrorism, 1983.
Lihat artikel Noam Chomsky, On the US attacks, di website
www.zmag.org.
13
Karen Armstrong, The Battle for God, New York: Ballantine Books, 2001.
14
Ibid.
15
Karen Armstrong, Islam: A Short History, New York: Modern library,
2000.
11
12

14

membutuhkan
perawatan
untuk
mengobati
penyakit
16
ketergantungan dan ketakutan irasional mereka. Modernisasi,
menurut Karen Armstrong, seringkali dirasakan tidak sebagai
sebuah pembebasan melainkan sebuah serangan agresif.17
Dari sisi kekuasaan, gerakan-gerakan ini mengandung cikal
bakal revolusi, yang berarti ancaman serius terhadap stabilitas
kekuasaan negara. Setelah bertahun-tahun penguasa dapat
menghancurkan golo-ngan kiri, kemudian Soeharto naik ke
puncak kekuasaan, kini para penguasa itu bersiap-siap untuk
mengarahkan bidikannya kepada kelompok, yang mereka
namakan ekstrimis Muslim serta ekstrimis-ektrimis lainnya.
Gelombang baru gerakan Islam menyebar ke berbagai bidang
aktivitas keagamaan, sosial dan politik. Muncullah studi-studi
Quran, dan gerakan back to mosque (kembali ke masjid). Di
setiap masjid muncul kelompok-kelompok ekstrimis yang
menyuarakan pandangan-pandangan poli-tiknya. Banyak dari
kebijakan-kebijakan pemerintah menjadi sasaran kritik mereka. Di
sini muncul perhatian yang besar terhadap usaha perjua-ngan
kaum Muslimin dalam menentang penjajahan pemerintahan republik, termasuk di dalamnya adalah jamaah Darul Islam, yang
mulai mengumandangkan seruannya untuk mendirikan Negara
Islam.
Sejak dasawarsa 1970-an, muncul demonstrasi-demonstrasi
umat Islam menentang undang-undang perkawinan, dan asas
tunggal Panca-sila yang dipaksakan kepada rakyat. Seluruh
gerakan ini dipimpin oleh generasi muda Islam.
Peristiwa Bom Bali yang menelan ratusan korban jiwa yang tak
berdosa pada tanggal 12 Oktober 2002 telah memunculkan kaum
fundamentalis Islam (Jamaah Islamiyah)18 sebagai teroris dalam
peta bumi politik dunia saat ini. Kaum yang berusaha
melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam secara kaffah (totalitas)
dalam kehidupan kesehariannya ini dipandang sebagai kaum yang
Contoh yang jelas dari ketakutan irasional ini, misal salah satunya,
adalah: saya sangat takut akan ancaman Allah jika saya tidak
melaksanakan jihad terhadap kaum kafir dan sekutunya sesuai dengan Surah
At-taubah ayat 39 yang berbunyi jika kamu tidak berperang di jalan Allah,
maka Allah pasti akan mengazab (menyiksa) kamu dengan siksaan yang
amat dahsyat Lihat pengakuan Imam Samudra dalam Tabel Motif &
Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002, Dokumen Polri, 2003, hlm. 2.
17
Karen Armstrong, Op.cit.
18
Untuk pembahasan awal tentang Jamaah Islamiyah, lihat Nidaul Islam,
February - March 1997, hal.7-11.
16

15

tidak bisa hidup berdampingan secara damai dengan masyarakat


modern yang menerapkan cara-cara hidup Barat. Bagi mereka,
Barat (termasuk seluruh kultur dan bahkan orang-orangnya)
adalah haram dan najis berada di dunia ini.
Pada akhir abad ke-20, fundamentalisme Islam telah muncul
sebagai kekuatan yang sangat dahsyat di dunia yang berusaha
menyaingi dominasi nilai-nilai sekular modern dan kehadirannya
ini dianggap telah mengancam perdamaian dan harmoni jagat
bumi ini. Kaum fundamentalis adalah kaum militan yang selalu
menerapkan sikap tegas terhadap anasir-anasir yang dianggap
menyimpang dari nilai-nilai agama ini dan merasa bahwa hanya
dengan agama mereka bisa mengembalikan keseimbangan dunia
ini ke keadaan semula. Manifestasi perbedaan cara pandang ini
dalam panggung politik sering mengejutkan terutama dengan
serangan terorismenya yang memakan banyak korban yang tak
berdosa. Kaum fundamentalis memiliki kerangka nilai dan tataaturan tersendiri dan sering mereka sendiri mempersepsikannya
sebagai sesuatu yang incompatible with modernity. Bagi mereka,
korban sipil dan korban lainnya yang sering disebut awam sebagai
tak berdosa, justru dipandang sebagai masyarakat yang zalim
yang harus menerima dampak dan akibat, baik langsung maupun
tidak langsung dari semua aksi-aksi yang mengejutkan yang
mereka buat.
Bagi kaum fundamentalis Islam di Indonesia, mereka merasa
bahwa kultur liberal yang umumnya berasal dari Barat telah
begitu menghancurkan entitas nila-nilai luhur yang hidup dan
bersemi di dalam komunitas mereka sejak lama. Reaksi terhadap
perubahan nilai-nilai sosial inilah yang kemudian, menurut Karen
Armstrong, mengarahkan kaum fundamentalis berperang dan
membunuh atas nama dan untuk Tuhan (the battle for God). Apa
yang terjadi pada tahun 1978 dengan Peristiwa Komando Jihad,
tahun 1982 dengan Peristiwa Usroh, tahun 1984 dengan
Peristiwa Teror Warman, tahun 1985 dengan Peledakan Candi
Borobudur, tahun 1989 dengan Tragedi Talangsari Jamaah
Warsidi, tahun 1986 dengan Peristiwa Cicendo, tahun 1987
dengan Pembajakan Pesawat Woyla, tahun 2000 dengan
Persitiwan Bom Malam Natal di 18 kota, Bom Bali dan terakhir
bom di Hotel JW Marriot, adalah ekspresi emosi keagamaan kaum
fundamentalis dan radikal Indonesia. Mereka juga berjuang keras
membawa hal-hal sakral ke dalam dunia politik dan
memaksakannya masuk ke pergulatan kebangsaan yang
16

incompatible dengan ajaran-ajaran agama agar tercipta sebuah


harmoni baru menurut apa yang mereka persepsikan.
Selalu saja pada setiap masyarakat, di setiap zaman dan tradisi
ada orang-orang yang melakukan perlawanan terhadap
modernitas. Ini merupakan sebuah reaksi terhadap kultur ilmiah
dan sekular yang berawal dari Barat namun telah berakar di
semua tempat di dunia ini. Barat telah mengembangkan an
entirely unprecedented and wholly different type of civilization,
sehingga respon agama terhadap Barat menjadi sangat unik.
Gerakan kaum fundamentalis di zaman modern sekarang memiliki
hubungan simbiotik dengan modernitas itu sendiri. Mereka
mungkin saja menolak rasionalisme ilmiah Barat, namun mereka
tidak dapat lari darinya. Peradaban Barat telah mengubah dunia,
dan kaum Fundamentalis pun akan berusaha mengembalikannya
sejauh yang telah diubah oleh Barat tersebut.
Kaum fundamentalis juga melawan hegomoni kaum sekularis
(Barat) yang dianggap telah menghilangkan ruang bagi
improvisasi kaum agamawan. Kaum sekuler juga menganggap
bahwa semakin rasional suatu masyarakat, maka akan semakin
berkurang kebutuhan spiritualnya yang biasanya dipasok oleh
agama. Maka, kaum fundamentalis selalu merasakan dirinya
sedang berada dalam peperangan melawan nilai-nilai mereka
yang paling sakral (battling against forces that threaten their
most sacred values).19 Ketika perasaan berada dalam situasi
perang semakin menghimpit mereka, maka baik pihak sekuler
maupun fundamentalis, seperti apa yang ditulis Karen Armstrong,
it is very difficult for combatants to appreciate one anothers
position20. Perang terbuka pun sangat mungkin untuk terjadi.
Pada akhir tahun 1970-an, kaum fundamentalis Islam di
Indonesia mulai mengadakan gerakan pemberontakan terhadap
hegemoni kaum sekuler dan mencoba secara paksa mendudukkan
kembali agama dari posisi marjinal ke posisi sentral dalam
Dalam bahasa yang lain, Karen Armstrong menyatakan, ..but during
the 20th century, the militant form of piety often known as fundamentalism
erupted in every major religion as a rebellion against modernity. Every
fundamentalist movement I have studied in Judaism, Christianity and Islam is
convinced that liberal, secular society is determined to wipe out religion.
Lihat Karen Armstrong, The True, Peaceful Face Of Islam, Time, October 1,
2001 Vol. 158 No. 15.
20
Lihat Karen Armstrong, A History of God, The 4000-Year Quest of
Judaism, Christianity and Islam, New York: Random House, 1996. Lihat juga
The Economist, 21-December 1996.
19

17

panggung pergulatan politik.21 Di atas panggung ini, kaum


fundamentalis telah menikmati sukses yang spektakular. Agama
mulai saat itu sekali lagi telah menjadi sebuah kekuatan di mana,
seperti ditulis Martin E. Marty dan Scott Appleby (1979), no
government can safely ignore.22
Fundamentalisme sekarang merupakan bagian esensial dari
pemandangan modern dan akan terus-menerus memainkan peran
penting dalam politik, sosial, budaya, ekonomi dan keamanan
domestik di masa depan. Perkembangan ini telah mengarah
kepada problem yang semakin krusial yang mengundang rasa
heran banyak peneliti dan ilmuwan sosial sehingga, seperti ditulis
Marty dan Appleby, therefore, that we try to understand what
this type of religiosity means, how and for what reasons it has
developed, what it can tell us about our culture, and how best we
should deal with it.23 Kaum fundamentalis menjadi sebuah entitas
yang hampir tak terdefinisikan dan tidak ada satu orang pun yang
tahu pasti bagaimana mengetasi mereka.
Semua tendensi ini semakin mengarahkan kepada apa yang
disebut Karen Armstrong bahwa new fundamentalism has been
an attempt to get Islamic history back on the right track and to
make the umma [Muslim community] effective and strong once
again.24 Mereka tidak akan berhenti menjadi fundamentalis
sebelum seluruh pluralitas ini bernaung di bawah kekuasaan
mereka. Dapat kita pasti-kan, para pemimpin yang akan muncul
dan berpengaruh di masa depan kebanyakan berasal dari
kalangan ini.
Di Indonesia, kaum fundamentalis berkembang ke arah kaum
skripturalis di mana mereka diidentifikasi dengan adanya literal
interpretation terhadap teks-teks agama dan penajaman doktrindoktrin inti tertentu seperti jihad dan syariat.25 Dua inti ajaran ini
R. William Liddle, 1995, Islam and Politics in Late New Order Indonesia,
unpublished paper presented at the Conference on Religion and Society in
the Modern World: Islam in Southeast Asia, Jakarta, 29-31 May 1995,
organised by the Indonesian Institute of Science (LIPI), American-Indonesian
Exchange Foundation (AMINEF) and IAIN Syarif Hidayatullah, Conference on
Religion and Society in the Modern World, Jakarta.
22
E. Marty and R. Scott Appleby (eds), Fundamentalisms Observed,
Chicago: University of Chicago Press, 1991.
23
Ibid.
24
Karen Armstrong, The Battle for GodOp.cit.
25
Abdul Aziz, Imam Tholkhah; and Soetarman, Gerakan Islam
Kontemporer di Indonesia, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1991.
21

18

ternyata sangat berpengaruh terhadap problem disharmoni antara


kaum fundamentalis dan kaum sekuler. Disharmoni ini dapat
berubah menjadi sebuah medan perang manakala dipicu oleh isuisu massal di mana moral agama menjadi wasit utamanya. Saat
ini kaum fundamentalis juga berkembang ke arah impresi bahwa
kaum fundamentalis secara inheren bersifat konservatif dan
senantiasa merujuk ke masa lalu namun dengan penambahan
kemampuan-kemampuan esensial tertentu yang modern dan
sangat inovatif. Maka, medan ini di masa depan sudah pasti akan
dimenangkan oleh kaum fundamentalis.26
Mereka sekarang telah menyerap rasionalisme pragmatis
dari modernitas dan di bawah asuhan para pemimpin kharismatik
mereka, mereka menyaring apa-apa yang fundamental untuk
menciptakan sebuah ideologi yang memberikan mereka sebuah
plan of action. Sehingga sekarang mereka tampak menyerang
balik dan mencoba untuk meresakralisasi dunia yang telah dibuat
semakin skeptis dan kabur oleh kaum sekeler. Semua itu mereka
jadikan sebagai alat untuk mengeksplorasi implikasi-implikasi dari
respon global terhadap kultur modern.27
Pada gerakan-gerakan kaum fundamentalis Islam tertentu, di
mana banyak di antaranya yang sangat tersohor dan
berpengaruh, seperti kaum Darul Islam (DI-TII)28, respon global
terhadap kultur modern ini ditunjukkan dengan motivasi yang
bersifat patologi psikologis seperti yang disebutkan oleh Karen
Armstrong: common fears, anxieties, and desires that seem to be
a not unusual response to some of the peculiar difficulties of life in
the modern secular world. Gejala patologis ini tidak hilang
meskipun
mereka
mengalami
kemajuan-kemajuan
dalam
gerakannya dan, meskipun AS sekarang mendapat musibah,
mereka masih tetap saja merasa ketakutan irasional. Ketakutan
irasional ini sebagian besar disebabkan oleh posisi mereka yang
cenderung underground, tertutup, anti-demokrasi dan hanya
percaya dengan cara-cara primitive rebels dalam bentuk
kekerasan. Patologi psikologis berat ini tentu saja telah
Martin van Bruinessen, Gerakan Sempalan di Kalangan Umat Islam
Indonesia: Latar Belakang Sosial-Budaya [Splinter Movements within the
Indonesian Muslim Community], Ulumul Quran (Jakarta), 3, 1, p. 16-27, 1992.
27
Manning Nash, 1991, Islamic Resurgence in Malaysia and Indonesia,
in Martin E. Marty, and R. Scott Appleby, (eds), Fundamentalism Observed,
Chicago/London, University of Chicago Press, [Vol. 1], p. 691-739.
28
Untuk bahasan tentang DI/TII, lihat Hold Harald Dengel, Kartosuwiryo
dan Darul Islam, (trans.), Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999, hal. 58 ff.
26

19

memisahkan mereka dari dunia modern yang serba demokratis,


terbuka, lembut dan institusional. Melihat kenyataan semacam ini,
maka tidak ada satu pihak pun yang berkenan menghampiri
mereka, apalagi untuk menolong.
Jika pilihannya mengisolasi kaum fundamentalis, maka sama
artinya bahwa kaum sekularis yang banyak mendapatkan
pencerahan Barat memberi jarak yang cukup bagi ancangancang menyerang. Seharusnya kaum fundamentalis diajak
berdialog dalam atmosfir yang terbuka, hangat, bersahabat dan
tanpa ancaman-ancaman yang semakin menjauhkan mereka.
Untuk kasus Darul Islam dan Jamaah Islamiyah29 di Indonesia,
masih memungkinkan untuk dilakukan serangkaian transformasi
yang bisa menghilangkan patologi psikologis yang sering secara
irasional menghinggapi mereka. Mereka haruslah dikeluarkan dari
dunia bawah tanah yang suram, gelap dan penuh intrik ke dunia
terbuka, hangat dan saling menghargai. Mereka haruslah di
intitusionalisasikan melalui lembaga yang permanen, agar
perasaan nothing to loose mereka berubah menjadi sikap yang
bertanggung jawab.30 Mereka haruslah disadarkan bahwa
kekerasan bukanlah cara yang baik menyelesaikan masalah.
Mereka juga harus dipahamkan bahwa hanya dengan iklim
demokratislah mereka dijamin bisa berdemonstrasi, meskipun
demokrasi senantiasa mereka persepsikan incompatible dengan
Islam.
Sebagaimana terlihat dalam Bagan 3 di bawah ini, Islam
Fundamentalis di Indonesia sangat beragam dan menjadi anutan
mayoritas umat islam di Indonesia. Gerakan-gerakan atau
organisasi Islam di Indonesia sangat banyak yang beraliran
fundamentalisme. Misalnya Salafy, FPI, Jamaah Tabligh, Jamaah
darul Arqam, Laskar Jihad FKAWJ, gerakan-gerakan Mahdiisme
yang cukup banyak pengikutnya di Indonesia dan cukup beragam
nama-nama aliran dan organisasi pergerakannya serta komunitaskomunitas thariqat yang jumlahnya mencapai ratusan di
Indonesia. Islam Fundamentalis juga terdiri dari Islam lokal
Untuk keterangan sejarah singkat Jamaah Islamiyah yang berasal dari
gerakan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia, lihat Transkrip Dialog Para
Ulama dan Tokoh Masyarakat Se-Jateng dengan Tersangka Pelaku Terror
Kelompok Jamaah Islamiyah (JI), Bahan Kepolisian Negara RI, 25 September
2003, hlm. 4.
30
Andreas Harsono, Democracy will keep Indonesia friendly, The
Nation, January 22, 2002.
29

20

dengan karakternya sendiri-sendiri yang berbeda-beda di setiap


daerah.
Bagan 3
Islam Fundamentalis di Indonesia

Islam Fundamentalis di Indonesia


Laskar Jihad
FKAWJ

Salafy

Islam Fundamentalis

Islam Lokal
(spt. Wate Telu)

FPI
Islam
Abangan
Jamaah
Tabligh
?
Darul Arqam
GerakanGerakan
Mahdiisme

Gerakan-Gerakan
Thariqat

Kaum fundamentalis Islam sangat berkarakter anti-AS, antiIsrael, anti-demokrasi, anti kapitalis, dan militer global. Motifnya,
sejauh yang bisa dianalisa dari karakter politik luar negeri AS
selama ini, adalah kebencian terhadap sikap AS yang sekular,
anti-Islam dan yang terlalu posesif dan over-protective terhadap
Israel.31 Sedangkan spekulasi tentang sasaran berikut-nya, adalah
respon biasa dari hilangnya rasa aman dan bergentayangannya
rasa takut rakyat AS yang membutuhkan jawaban segera
terhadap apa yang mungkin terjadi.
Spekulasi ini wajar sekali terbentuk karena kejadian ini begitu
tiba-tiba, massive dan serempak dengan daya hancur yang sangat
luar biasa. Spekulasi ini juga wajar karena telah menimbulkan
amarah yang sangat besar rakyat dan pemimpin AS yang sedang
merasa nyaman hidup dalam guyubnya modernitas, sekularisme
dan kesejahteraan ekonomi tiba-tiba harus menghadapi mimpi
Lihat Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002.
Dokumen Polri, op.cit. 2003.
31

21

buruk yang meyakitkan dan memalukan ini. Rakyat AS bukan kali


ini saja menghadapi serangan kaum teroris. Bagi kaum
fundamentalis dan radikal Islam yang lebih dikenal awam
dengan istilah kaum teroris, melawan AS adalah melaksanakan
kewajiban personal, sebuah jihad global melawan Yahudi dan
Nasrani.32 Maka, AS pun telah menempatkan teroris Muslim
sebagai musuh sejak tahun 1979 (yang memunculkan nama
Ayatollah Khomeini sebagai nama bagi musuh yang
dipersepsikan itu) pada saat terjadinya Revolusi Iran dan
memuncak pada peristiwa krisis teluk tahun 1990 (di mana
muncul nama Saddam Hussein sebagai musuh).
Dengan tertangkapnya para tersangka pelaku tindak
terorisme di Indonesia dan di beberapa negara Asia Tenggara dan
bahkan di Amerika dan Eropa, semakin memperlihatkan kepada
kita bahwa jaringan organisasi kaum teroris sangat luas.33 Meski
secara moral dan diplomasi internasional teroris diserang dengan
perang wacana yang memojokkan mereka sebagai kaum
pengecut, kaum tak berperikemanusiaan, kaum yang
berbahagia di atas penderitaan orang lain, serta kaum yang
bertendensi penyakit jiwa, namun kaum teroris terus-menerus
muncul dalam peta politik Indonesia dan dunia hingga kini untuk
menyampaikan pesan-pesan yang sangat sulit diinterpretasikan.
Begitu tersembunyinya musuh yang satu ini, telah menimbulkan
kesan misteri dan ketakutan psikologis tersendiri. Bagi rakyat
Amerika, teroris adalah hantu (spectre) lain yang pernah dihadapi
AS setelah hantu komunisme, sebentuk musuh ideologi, sekaligus
musuh spiritual baru sebagaimana pernah diper-ingatkan oleh
Huntington dalam The Clash of Civilization. Douglas E. Streusand
bahkan berani menyebut that specter is Islam, yang kemudian
diidentifikasi secara awam oleh publik AS sebagai green peril
(bahaya hijau).34 Dan, dengan peristiwa serangan terhadap WTC
dan Pentagon dua tahun silam, nama Osama bin Laden muncul
sebagai musuh untuk mengembalikan kepercayaan dari publik
AS terhadap pemerintahnya dalam menangani terorisme dari
kaum muslim.35
Lihat Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002,
Dokumen Polri, 2003.
33
Seth Mydans, Militant Islam Unsettles Indonesia And Its Region, New
York Times, 21 September 2001.
34
Leon T. Hadar, The Green Peril: Creating the Islamic Fundamentalist
Threat, Policy Analysis No. 77 August 27, 1992.
35
Fear of Fundies, The Economist, February 15, 1992, hal. 45-46.
32

22

Untuk konteks Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di


dunia, problem terorisme ini memunculkan banyak dilema: antara
menjaga perasaan ummat Islam dan law enforcement yang mesti
ditegakkan.36 Lebih dari itu, ada sebuah kenyataan bahwa
serangan brutal telah terjadi dan musuh mesti didefinisikan untuk
kemudian
diambil
langkah-langkah
selanjutnya
sebelum
mengeksekusi penjahat yang walaupun terus bersembunyi di
balik simbol-simbol dan alasan agama.
Laskar Jihad Ahlussunnah Wal Jamaah (Salafi)
Laskar Jihad beridiri pada 30 Januari 2000, sebagai respon
terhadap konflik yang melibatkan Muslim dan Kristen di Ambon
sejak 1999. Laskar Jihad merupakan bagian atau sayap paramiliter
dari Forum Komunikasi Ahlusunnah Wal-Jamaah (FKAWJ), yang
telah berdiri sejak 1998. Jafar Umar Thalib, ketua FKAWJ, sengaja
mendirikan Laskar Jihad sebagai wujud kepedulian terhadap nasib
umat Islam yang menghadapi kekerasan oleh kaum Kristen di
Ambon. Jafar Umar Thalib juga sekaligus bertindak sebagai
komandan Laskar Jihad yang memimpin perjuangan para
anggotanya di medan konflik. Didorong sentimen keagamaan
sesama Muslim, Jafar Umar Thalib berpandangan bahwa
membantu Muslim di Ambon merupakan kewajiban, dan
perjuangan di sana dimaknai sebagai jihad melawan kekuatan
non-Islam.
Oleh karena itu, aspek keagamaan secara dominan
mewarnai anggota Laskar Jihad, di samping tentu saja
keterampilan militer. Jafar Umar Thalib senantiasa menekankan
bahwa keberangkatan anggota Laskar Jihad untuk membantu
Muslim di Ambon merupakan bagian dari tugas melawan kekuatan
kafir. Dalam kerangka itulah, dia kemudian meminta fatwa pada
sejumlah ulama di Timur Tengah guna memberi legitimasi
keagamaan bagi perjuangan Laskar Jihad. Dan sejumlah ulama
secara tegas memang mendukung langkah Jafar Umar Thalib
dengan Laskar Jihad-nya. Tercatat setidaknya tujuh orang mufti
dari Timur Tengah, tepatnya Saudi Arabia, yang telah
mengeluarkan fatwa untuk berperang melawan kaum kafir di
Ambon.
Eric Pianin and Bob Woodward, Terror Concerns of U.S. Extend to Asia:
Arrests in Singapore and Malaysia Cited, Washington Post, January 18, 2002;
hal. A18.
36

23

Laskar Jihad FKAWJ yang pernah dibubarkan ini, terlibat


dengan kasus terorisme. Salah seorang anggotanya, Teguh,
merupakan tokoh penting dalam Kelompok Raka di Blora, Jateng.
Berumur 25 tahun, alamat Jl. Kartini No.29 Blora, Jateng. Ia adalah
anggota Laskar Jihad Ambon. Sampai sekarang belum pulang. 37
Selain itu, sebuah pesantren milik kelompok Salafy yang memiliki
Laskar Jihad ini, yaitu Annur, nama sebuah Ponpes di Kp.
Kedungkendal, Ds. Sindangsari, Kec. Banjarsari, Kab. Ciamis
dianggap terlibat dengan terorisme. Jumlah santri 42 orang dari
berbagai daerah. Jumlah pengajar/ustad sebanyak 5 (lima) orang.
Pesantren ini dipimpin oleh Kyai Muwahid, pernah belajar di
Yaman, Ketua Laskar Jihad Ahlussunah Wal Jamaah Bogor.
Gerakan kekerasan atas nama agama yang dilakukan oleh
kaum Fundamentalis Islam telah berkembang menjadi satu
fenomena penting di Indonesia belakangan ini. Kasus kerusuhan
Situbondo, Jawa Timur pada 1996, disusul kemudian kasus
Tasikmalaya dan selanjutnya Ketapang di Nusa Tenggara Timur
pada 1998, merupakan bukti dari kondisi demikian. Dalam
rentang waktu yang tidak lama, sejumlah organisasi sosialkeagamaan tampil dengan agenda pemikiran dan gerakan yang
mengambil cara-cara yang bisa disebut radikal. Perkembangan ini
berlangsung makin kuat menyusul perubahan sistem sosial-politik
yang mendasar di Indonesia. Suasana politik tidak menentu
menyusul jatuhnya rezim Orde Baru pada 1999 telah memberi
ruang makin lebar bagi gerakan-gerakan keagamaan radikal untuk
berkembang di Indonesia.

37

Kompas, 15/11/2005.
24

FPI (Front Pembela Islam)


Front Pembela Islam (FPI) adalah sebuah organisasi massa
beraliran Islam di Indonesia yang paling dikenal atas aksi-aksi
"penertiban" terhadap kegiatan-kegiatan yang dianggap nonIslam, terutamanya pada masa Ramadhan. FPI adalah gerakan
kaum fundamentalis keturunan Arab di Indonesia yang
mendapatkan dukungan besar dari kalangan Islam tradisional di
berbagai tempat di Indonesia. FPI melakukan banyak aksi-aksi
mencegah kemaksiatan secara langsung di berbagai tempat,
khususnya perkotaan. Kegiatan-kegiatan penertiban tersebut
dilaksanakan oleh kelompok paramiliternya, Laskar Pembela
Islam. Didirikan pada Agustus 1998, tindakan FPI sering dikritik
karena dianggap sebagai tindakan main hakim, di mana pihak
Kepolisianlah yang seharusnya berwenang melakukan aksi-aksi
penertiban tersebut. Terhadap kritikan ini FPI umumnya menjawab
bahwa hal ini dilakukan karena mereka tidak melihat adanya
inisiatif dari polisi untuk melaksanakan penertiban tersebut. Tak
jarang, "penertiban" yang dilakukan FPI mengarah ke
pengrusakan terhadap hak milik orang lain, contohnya
memecahkan kaca-kaca diskotik atau bar. Meskipun telah
berulang kali diperingatkan pihak berwajib atas perilakunya, FPI
tetap secara reguler melaksanakan kegiatannya. Tindakan
mereka, walaupun membawa nama agama Islam, pada
kenyataannya bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islami,
bahkan tidak jarang menjurus ke vandalisme. Ketuanya saat ini
adalah Habib Muhammad Riziek Syihab.
Nama Front Pembela Islam (FPI) makin dikenal luas karena
aktifitas kelompok Islam garis keras ini menonjol di berbagai soal
politik. FPI muncul dalam dua tahun belakangan ini, menyusul
Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), organisasi
serupa pimpinan Ahmad Sumargono. FPI agak berbeda dengan
KISDI, karena organisasi yang terakhir ini memiliki pasukan milisi
bersenjata (senjata tajam dan pentungan). Milisi FPI, seperti
layaknya organisasi militer, para anggotanya juga memiliki tanda
kepangkatan.
FPI juga dikenal dekat dengan sejumlah kalangan Angkatan
Darat seperti Panglima Kostrad Letjen TNI Djadja Suparman (yang
kemudian menghubungkannya dengan Jendral TNI Wiranto),
Mayjen
TNI
Kivlan
Zein,
Mayjen
TNI Zacky Anwar Makarim, Kasum TNI, Letjen TNI Suaidi M, Wakil
25

Panglima TNI, Jendral TNI Fachrul Rozi dan lain-lain. FPI juga dekat
dengan pejabat kepolisian Jakarta yakni mantan Kapolda
Mentrojaya, Mayjen Pol Noegroho Djajoesman. FPI juga dekat
dengan orang-orang di seputar Jendral TNI (Purn) Soeharto. Di
masa Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto masih aktif di TNI, FPI
(begitu juga KISDI) adalah salah satu binaan menantu Soeharto
itu. Namun, setelah Prabowo jatuh, FPI kemudian cenderung
mendekati kelompok Jendral Wiranto yang uniknya, saat ini,
tengah bermusuhan dengan kelompok Prabowo.
Inilah keunikan lembaga itu. Namun, dari dua hal itu bisa
ditarik kesimpulan bahwa FPI memang memilih mendekati
kelompok militer yang kuat yang bisa diajak bekerjasama dalam
perebutan pengaruh politik.
Sejumlah aksi FPI yang mendukung tentara misalnya: aksi
tandingan melawan aksi mahasiswa menentang RUU Keadaan
Darurat yang diajukan Mabes TNI, 24 Oktober 1999. Ratusan milisi
FPI bersenjata pedang dan golok hendak menyerang mahasiswa
yang bertahan di sekitar Jembatan Semanggi, Jakarta Pusat,
namun bisa dicegah polisi. Aksi kedua ketika ratusan milisi FPI
yang selalu berpakaian putih-putih itu menyatroni Kantor Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), memprotes
pemeriksaan Jendral Wiranto dan kawan-kawan oleh KPP HAM.
Milisi FPI yang datang ke kantor Komnas HAM dengan membawa
pedang dan golok itu bahkan menuntut lembaga itu dibubarkan
karena dianggap lancang memeriksa para jendral itu. FPI
dibubarkan pada tanggal 6 Nopember 2002,38 namun masih tetap
saja terus muncul sebagai laskar pembasmi kemaksiatan.
Struktur organisasi FPI ini terdiri dari orang-orang yang
menduduki jabatan dalam struktur dari organisasi yang dikenal
tertutup itu. Ketua Investigasi Front bertugas mencari informasi,
bahkan acapkali menyusupi aksi-aksi mahasiswa dan kampus
untuk melihat dan memetakan tokoh-tokoh mahasiswa dan
kelompok demonstran. Ketua Badan Anti Maksiat Front adalah
'avant garde' FPI. Badan Anti Maksiat Front terlibat dalam
sejumlah aksi, terutama sejak kasus kerusuhan Ketapang dan
maraknya demo serta gerakan anti terhadap tempat-tempat yang
dikategorikan oleh mereka sebagai tempat maksiat.
Satu FPI lain terbentuk, tapi bukan merupakan bagian dari
fundamentalisme, melainkan bagian dari radikalisme. FPI lain itu
adalah FPI Surakarta (FPIS). Namun, FPI (Front Pembela Islam)
38

Kompas, 7 Nopember 2002.


26

yang beralamat kantor sekretariat di Jl. Petamburan III No.5 Tanah


Abang, Jakarta Pusat. Tlp (021) 574-3015 ini terlibat dengan
beberapa kasus terorisme. Misalnya, salah seorang anggota FPI
bernama Allen alias Ahmad Rofiq alias Ali Zein, adalah adik
kandung Fathurahman Al-Ghozi. Ia ditangkap pada Juni 2005 di
Solo hasil pengembangan pemeriksaan Abdullah Sunata. Aktif di
lingkungan FPI Pekalongan. Selain itu, anggota FPI lainnya yang
terlibat dengan terorisme adalah Faturrahman alias Fath. Pada
tangga 17 Nopember 2005 ditangkap di rumahnya oleh Densus88 Anti-Teror Polri atas dugaan menyembunyikan Noordin M.Top. Ia
adalah Sekretaris FPI DPW Pekalongan.

Islam Radikal
Berbeda dengan kaum fundamentalis, kaum radikal Islam
justru meman-dang bahwa memahami agama secara mengakar
jauh lebih penting sebelum membuat rencana aksi yang
cenderung bersifat kekerasan. Penyeragaman pan-dangan
terhadap komunitas yang memberikan respon terhadap
modernisasi, pemerintahan sekular dan budaya Barat ke dalam
sebutan fundamentalis sesungguhnya merupakan sebuah
penyederhanaan yang berlebihan. Spektrum dunia pergerakan
Islam sesungguhnya menyimpan warna-warna yang kaya dalam
khazanah yang cukup plural. Tidak semua kalangan yang kritis
dan anti terhadap AS, Israel, budaya Barat, materialisme,
kapitalisme, isu-isu feminisme, hak asasi manusia dan demokrasi
dapat dikategorikan sebagai kaum fundamentalis.
Kaum radikal Islam yang bangkit dengan garis yang berbeda,
bahkan secara diametral berlawanan dengan fundamentalis
adalah taksonomi per-gerakan Islam yang mesti dilihat secara
berhati-hati. Adanya fakta bahwa fundamentalisme telah muncul
dalam ledakan-ledakan kecil dan besar di semua budaya (budaya
agama monotheis, maupun politheis) mengindikasikan sebuah
kekecewaan yang meluas terhadap masyarakat modern di mana
banyak di antara kita malah merasakannya sebagai sesuatu yang
membebaskan, menyenangkan dan memberdayakan.
Proyek-proyek yang secara kasat mata dipandang baik oleh
kaum liberal, di mana kaum radikal Islam juga termasuk di
dalamnya,
seperti
demokrasi,
penciptaan
perdamaian,
27

kepedulian terhadap lingkungan, pembebasan wanita, atau


kekebasan berbicara dapat dipandang buruk, bahkan haram,
oleh kaum fundamentalis.
Bagan 4
Islam Radikal di Indonesia

Islam Radikal di Indonesia


Islam Radikal
LSM

Gerakan Santri (Rural)

Gerakan-Gerakan
Mahasiswa
Islam
GerakanGerakan Pemuda
Islam

Partai-Partai
Politik Islam

Kaum fundamentalis seringkali mengekspresikan dirinya secara


kekerasan, tapi kekerasan itu adalah cara atau jalan yang paling
sederhana yang memancar dari ketakutan mereka yang
mendalam akan hancurnya komunitas, tradisi, nilai dan budaya
yang mereka anggap luhur. Dilihat dari latar-belakang pendidikan,
mereka adalah kaum intelektual yang oleh Bruce Hoffman39
disebut sebagai violent intellectual yang berusaha mencapai
tujuannya karena dimotivasi oleh doktrin-doktrin agama yang
mereka persepsikan secara berbeda (out of mainstream).
Setiap gerakan kaum fundamentalis yang pernah saya teliti,
terdapat sebuah ketakutan irrasional akan proses penghancuran
terhadap mereka secara sistematis. Menurut Scott Appleby,
kemapanan kaum sekular bertujuan untuk menghapuskan
39

Lihat Bruce Hoffman, Inside Terrorism, 1998.


28

keberadaan mereka sebagai kaum beragama dari muka bumi ini,


sekalipun di AS sendiri. Kaum fundamentalis yakin bahwa respon
mereka secara kekerasan adalah sebentuk perlawanan terhadap
kekuatan-kekuatan yang telah menakut-nakuti mereka selama ini.
Kaum fundamentalis percaya bahwa mereka selama ini melawan
demi mempertahankan agama dan mempertahan-kan masyarakat
yang beradab.
Sekarang banyak masyarakat dalam komunitas dunia Islam
yang menolak persepsi bahwa Barat sebagai tak bertuhan, tidak
adil, dan dekaden. Kaum Islam radikal baru tidaklah sesederhana
kaum fundamentalis yang membenci Barat.40 Bagaimanapun,
kaum radikal baru Islam tidak merupakan gerakan yang homogen. Muslim radikal pada pokoknya berupaya meletakkan rumah
mereka sendiri dalam suatu tata-aturan yang berbeda sesuai
dengan yang mereka persepsikan. Tidak sebagaimana kaum
fundamentalis yang mengidap dislokasi kultural yang parah, kaum
radikal juga merasa nyaman dengan zaman modern.
Adalah mustahil untuk menggeneralisasi bentuk-bentuk
ekstrim kelompok agama karena mereka bukan hanya berbeda
antara tiap-tiap negara, tapi juga berbeda antara tiap-tiap kota
bahkan di tiap-tiap kampung dan desa. Hanya sebagian kecil saja
dari kelompok fundamentalis yang setia dengan aksi-aksi teror,
sementara banyak kaum radikal Islam bahkan sangat bersahabat,
menginginkan perdamaian, berpengharapan pada hukum dan
tata-aturan, dan menerima nilai-nilai positif dari masyarakat
modern. Jika kaum fundamentalis tidak pernah punya waktu untuk
berbicara tentang demokrasi, pluralisme, toleransi beragama,
penciptaan perdamaian, kebebesan individu atau pemisahan
antara agama dan negara, maka komunitas lainnya bahkan yang
radikal sekalipun justru menganggap semua itu adalah sublimasi
nilai-nilai agama dalam bahasa profan. Semoga AS dan negaranegara yang sedang dilanda semangat anti teroris karena
serangkaian bom yang meledak di tempat-tempat ibadah Nasrani
atau di tempat-tempat di mana terjadinya penetrasi kapitalisme,
liberalisme dan sekularisme Barat tidak panik dan salah dalam
membedakan mana yang fundamentalis dan mana yang radikal.
Karen Armstrong, dalam bukunya Muhammad: A Biography Of The
Prophet (2000), mengingat-kan tanggung-jawab Barat terhadap munculnya
bentuk radikalisme baru Islam, yang dalam pengertian tersembunyi akan
bangkit secara tiba-tiba seperti dalam fantasi-fantasi lama masyarakat Barat.
40

29

Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI )


Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi
mahasisdwa Islam radikal. Radikalisme adalah sikap ideologis
mahasiswa di setiap kampus. HMI adalah salah satu organisasi
kecil tetapi sudah lama memiliki peran positif dalam situasi baru
yang sedang bergolak, adalak HMI. Organisasi ini secara prinsip
mempunyai hubungan dengan Masyumi, tetapi pada dasawarsa
1950-an, HMI melepaskan diri secara resmi dari Masyumi,
sekalipun tetap memiliki hubungan erat secara emosional. Di
bawah pemerintahan Soekarno, HMI mulai menunjukkan tradisi
baru dengan bersikap oposan pada pemerintah. HMI merupakan
organisasi mahasiswa paling kuat di negeri ini. Dari organisasi
inilah muncul banyak tokoh-tokoh Islam dan tokoh-tokoh
cendekiawan Indonesia dewasa ini. Pada tahun-tahun terakhir
demokrasi terpimpin, organisasi ini menghadapi serangan terus
menerus dari kelompok kiri, yang dengan segala daya berusaha
menyulut perselisihan antara HMI dan Masyumi, tetapi tidak
berhasil. Setelah Soeharto berkuasa tahun 1965, organisasi ini
merupakan pelopor pemben-tukan front kesatuan aksi mahasiswa
yang memperoleh dukungan di kota-kota besar untuk membantu
militer dalam melawan komunis. HMI tidak beraliansi ke partai
politik manapun, juga tidak menjadi bagian dari Partai Persatuan
Pembangunan. Mereka tetap memelihara indepen-densinya, tetapi
menjalin kerjasama dengan pemerintah.
Pada pertengahan dasawarsa 1970-an, HMI menunjukkan
kemahi-rannya yang hebat dalam menghadapi NKK (Normalisasi
Kehidupan Kampus). Tokoh-tokoh cendekiawan Muslim yang
menonjol dahulunya adalah aktivis dari organisasi ini atau
pemimpinnya. Organisasi ini banyak berhasil dalam melakukan
kerjasama dengan pemerintah, misalnya Abdul Ghafur menjadi
menteri pemuda dan Olah Raga, demikian pula Akbar Tanjung
yang menjadi wakil ketua Golkar.
Di antara organisasi Islam yang ada, maka HMI adalah satusatunya organisasi yang dengan keras menentang pemaksaan
asas tunggal diberlakukan pada organisasinya. Setelah muktamar
nasional tahun 1983, seringkali HMI melontarkan penolakan
secara total terhadap tuntu-tan pelaksanaan asas tunggal bagi
organisasinya, sekalipun berkali-kali mendapat ancaman dari
Abdul Ghafur, mantan ketua HMI Cabang Jakarta. Namun tekanan
30

dan ancaman ini akhirnya berhasil menaklukkan sebagian besar


cabang-cabang HMI di daerah dan membuat cabang-cabang
sisanya tunduk di bawah tekanan. Berdasarkan kenyataan ini,
maka dibuatlah pengurus-pengurus cabang baru sebagai
tandingan bagi pengurus lama, sehingga penerimaan asas
tunggal lebih bersifat rekayasa daripada ketulusan. Oleh karena
itulah banyak rekayasa, intervensi dan pemaksaan dilakukan
terhadap pengurus-pengurus cabang, sehingga tatkala mereka
mengadakan muktamar tahun 1986, HMI bersedia mene-rima
asas tunggal. Beberapa saat sebelum muktamar ini dilakukan,
Jend. Beny Murdani mengumumkan, bahwa organisasi apa saja
yang menolak Pancasila harus memikul resiko dan pergi
meninggalkan Indonesia.
Meskipun demikian, beberapa cabang yang ada di berbagai
perguruan tinggi di kota-kota besar memisahkan diri dari
organisasi pusat, dan tidak mau menerima hasil kongres bahkan
mendirikan organisasi tandingan yang disebut MPO (Majelis
Penyelamat Organisasi) dan mengaku mempunyai pendukung
sebanyak 23.000 anggota.
Gerakan Aktivis Masjid dan Kelompok Pengajian
Masjid merupakan basis utama gerakan Islam baru serta
berbagai kelompok keagamaan yang dikenal dengan nama
pengajian. Istilah ini diberikan kepada kelompok pengajian yang
berbagai macam itu, dimana kegiatannya terutama membaca AlQuran, mengadakan pengajian dengan kelompok-kelompok kecil
di rumah, masjid maupun tempat umum. Banyak penceramah
keliling yang dikenal dengan nama muballigh. Mereka ini berperan
untuk menarik jumlah pengunjung yang besar ke dalam
pengajian-pengajian yang diadakan di masjid atau tempat lain.
Kegiatan semacam ini tersebar di berbagai pelosok negeri.
Sebagian besar muballigh ini berasal dari kelompok yang
dihormati, yang tidak berbicara masalah-masalah yang bernuansa
politis dan sosial yang riel, yang diang-gap dapat membuat
pendengar emosi. Nasionalisme para muballigh ini bertambah
besar ketika menyaksikan aktivitas parpol menurun. Dan masjid
berbeda dengan gereja, karena gereja merupakan bagian dari
sistem gereja nasional/wilayah (paroki). Sedangkan masjid
merupakan institusi independen. Oleh karena itu kegiatan masjid
bersifat lokal, dan tidak memerlukan koordinasi dengan hirarkhi
tertinggi baik lokal ataupun nasional. Dewasa ini masjid-masjid
31

banyak dikuasai oleh harakah-harakan pemuda, menggantikan


posisi pengurus atau tamir yang birokratis dalam melaksanakan
aktivitas masjid. Koordinasi pemuda ini biasanya diberi nama
Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI).
Masjid-masjid yang dikelola oleh para pemuda-remaja ini sebagian besar terdapat di Jakarta dan sekitarnya, sehingga mereka ini
dikenal dengan sebutan hizamul ahdhar (selendang hijau). Warna
hijau diasosiasikan sebagai simbol Islam. Masjid inilah yang
merupakan tempat me-nyampaikan kritik terhadap kebijakan
pemerintah.
Gerakan
baru
ini
tidak
mengenyampingkan
usaha
mempersiapkan metoda-metoda pendidikan keagamaan yang
disampaikan melalui masjid dan masyarakat. Gerakan ini juga
melakukan diskusi-diskusi politik, penerbitan buletin dan bukubuku kecil yang kritis. Melalui masjid-masjid kampus, juga muncul
pusat-pusat gerakan mahasiswa.
Pemerintah mulai melakukan sejumlah tindakan, yang
bertujuan memati-kan gerakan baru ini. Soeharto dan jajaran
aparatnya menempuh cara-cara yang dahulu pernah digunakan
oleh penjajah Belanda terhadap Islam. Penjajah Belanda dahulu
berpendapat, Islam perlu diberi kebebasan melakukan ibadah,
bahkan diberi vasilitas, selama umat Islam hanya menjalankan
ritualitas keagamaan saja. Akan tetapi, jika sekarang kaum
Muslimin mulai menyusun langkah-langkah politik, maka harus
ditindak tegas.
Sebelum pemilu 1977, PPP mempunyai optimisme besar
dalam diri-nya. Karena itu beberapa jenderal bersekongkol untuk
melakukan makar, di antaranya dengan melakukan dua rencana,
yang pertama, menampil-kan Golkar sebagai front Islam. Untuk itu
mereka menyogok beberapa orang ulama untuk bergabung ke
dalam Golkar. Tugas ini dibebankan kepada Amir Murtono, seorang
tokoh yang menonjol di Golkar. Langkah kedua, menugaskan
seorang tokoh baru intelijen militer bernama Ali Murtopo untuk
memancing aktivis Muslim melakukan tindakan kriminal dan
menimbulkan kerusuhan.
Kedua manuver politik tersebut terus berjalan hingga hari ini,
sekalipun PPP sudah tidak memiliki kemampuan apa-apa, tetapi
yang menjadi sasaran utama operasi ini adalah kelompokkelompok kecil inde-penden yang mulai bermunculan. Operasi
pertama Ali Murtopo adalah merekrut mantan aktivis gerakan
Darul Islam. Setelah dibebaskan dari penjara pada awal dasa32

warsa 1960-an, dan sebulan sebelum berlangsungnya Pemilu


bulan Juli 1967, segala tindakan mereka senantiasa dalam
pengawasan militer. Panglima Kopkamtib, Laksamana Soedomo
mengumumkan, bahwa ada sekitar anggota kelompok Komando
Jihad telah ditangkap di Asahan (Sumatera Utara), Riau, Lampung
(Sumatera Selatan), Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Mereka yang tertangkap ini adalah para pendukung Darul
Islam. Beberapa tahun setelah diadili, sebagian dari mereka
mengungkapkan dengan penuh penyesalan bahwa mereka dahulu
telah diperalat oleh BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen) mela-kukan
operasi-operasi khusus. Akan tetapi Ali Murtopo membantah
adanya tim semacam itu di tubuh BAKIN. Tujuan utama
dimunculkan-nya issu KOMJI (Komando Jihad) sebenarnya untuk
memberikan kesan kepada masyarakat, bahwa gerakan teroris itu
memang ada; dengan demikian umat Islam merasa tercekam,
dihantui rasa ketakutan. Operasi yang dilakukan oleh badan
intelijen semacam ini merupakan alat politik rezim Soeharto.
Pengumuman tentang berbagai komplotan teroris yang diissukan
itu berlangsung dalam kondisi tertentu, yaitu bila menghadapi
peristiwa-peristiwa politik penting, misalnya menjelang pemilu,
atau pemilihan presiden, pengajuan RUU kepada DPR karena pada
moment seperti ini suhu politik semakin memanas. Kelompokkelompok yang dituduh melakukan kegiatan teror terbukti di
kemudian hari, umumnya adalah orang-orang yang direkrut
melalui rekayasa dan tipu daya. Dan penyelesaian perkaranya di
persidangan, hanya didasarkan pada BAP (Berita Acara Pidana)
yang dibuat oleh penyidik.
Terdapat rangkaian panjang dari operasi teroris yang tidak
pernah sekalipun terungkap kepermukaan, tetapi orang-orangnya
tetap diseret ke pengadilan, kemudian menjerumuskan aktivis
gerakan Muslim. Pernah disiarkan secara terperinci tentang
gerakan teror yang direkayasa bebe-rapa hari sebelum
berlangsungnya SU MPR 1978, ketika pemerintah pertama kali
mengambil langkah untuk memaksakan Pancasila diterima
sebagai asas tunggal bagi kehidupan berbangsa. Pada awal
dasawarsa 1980-an ada dua kelompok Islam yang disebut sebagai
ekstrim dan dituduh hendak melakukan kegiatan teroris. Pertama,
adalah kelompok Warman yang dituduh telah melakukan banyak
pembunuhan. Tapi ternyata tidak terdapat bukti sedikitpun yang
membenarkan tuduhan itu. Sebab Warman telah terbunuh oleh
ABRI ketika tempat persem-bunyiannya diserbu pada tahun 1981.
33

Kedua, kelompok Imran bin Muhammad Zein, yang dituduh


melakukan serangan terhadap salah satu markas polisi di Cisendo
Jawa Barat dan menewaskan tiga orang petugas. Kemudian
kelompok ini membajak pesawat pada bulan Maret 1981.
Penyelidikan atas kasus ini tidak pernah tuntas karena para
pemba-jaknya mati tembak di tempat. Lima orang ditembak
ketika pasukan menyebu pesawat dan orang keenam ditembak
saat berada dalam tahanan.
Di persidangan terungkap bahwa kelompok Imran hanya
diperalat oleh badan intelijen untuk mendeskreditkan kaum
Muslimin. Akan tetapi masalah ini belum pernah dibuktikan secara
valid. Berbagai tuduhan yang dilontarkan kepada Warman dan
Imran mencapai puncaknya bersamaan dengan pemilu 1982.
HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi
Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah
ideologinya. Hizbut Tahrir mengklaim bahwa mereka bergerak di
tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk
menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta
membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah
dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas
kehidupan.
Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi
kerohanian (seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti
lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan lembaga
pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang
bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Ide-ide Islam menjadi
jiwa, inti, dan sekaligus rahasia kelangsungan kelompoknya.
Disebutkan bahwa Hizbut Tahrir didirikan demi rangka
memenuhi seruan Allah SWT:
"(Dan) hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah)
yang menyeru kepada kebaikan (mengajak memilih kebaikan,
yaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada yang ma'ruf dan
melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang
beruntung." (QS Ali 'Imran: 104)
Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam
dari kemerosotan yang amat parah, membebaskan umat dari ideide, sistem perundang-undangan, dan hukum-hukum kufur, serta
membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi dan pengaruh
34

negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun


kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum
yang diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali.
Hizbut Tahrir bertujuan melanjutkan kehidupan Islam dan
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Tujuan ini
berarti mengajak kaum Muslimin kembali hidup secara Islami
dalam Darul Islam dan masyarakat Islam. Di mana seluruh
kegiatan kehidupannya diatur sesuai dengan hukum-hukum
syara'. Pandangan hidup yang akan menjadi pedoman adalah
halal dan haram, di bawah naungan Daulah Islam, yaitu Daulah
Khilafah, yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan
di-bai'at oleh kaum Muslimin untuk didengar dan ditaati agar
menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya, dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru
dunia dengan dakwah dan jihad.
Di samping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan
kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola
pikir
yang
cemerlang.
Hizbut
Tahrir
berusaha
untuk
mengembalikan posisi umat ke masa kejayaan dan keemasannya
seperti dulu, di mana umat akan mengambil alih kendali negaranegara dan bangsa-bangsa di dunia ini, dan negara Khilafah akan
kembali menjadi negara nomor satu di dunia sebagaimana yang
terjadi pada masa silam serta memimpin dunia sesuai dengan
hukum-hukum Islam.
Hizbut Tahrir juga bertujuan untuk menyampaikan hidayah
(petunjuk syari'at) bagi umat manusia, memimpin umat Islam
untuk menentang kekufuran41 beserta segala ide dan peraturan
kufur, sehingga Islam dapat menyelimuti bumi.
Kegiatan Hizbut Tahrir adalah mengemban dakwah Islam
untuk mengubah situasi masyarakat yang rusak menjadi
masyarakat Islam. Hal ini dilakukan dengan mengubah ide-ide
rusak yang ada menjadi ide-ide Islam, sehingga ide-ide ini
menjadi opini umum di tengah masyarakat serta menjadi persepsi
bagi mereka. Selanjutnya persepsi ini akan mendorong mereka
untuk merealisasikan dan menerapkannya sesuai dengan tuntutan
Islam.
Juga dengan mengubah perasaan yang dimiliki anggota
masyarakat menjadi perasaan Islam --yakni ridla terhadap apa
yang diridlai Allah, marah dan benci terhadap apa yang dimurkai
dan dibenci oleh Allah-- serta mengubah hubungan/ interaksi yang
41

Kekufuran adalah sikap anti-hukum agama dalam kehidupan sosial politik.

35

ada dalam masyarakat menjadi hubungan/ interaksi yang Islami,


yang berjalan sesuai dengan hukum-hukum Islam dan
pemecahan-pemecahannya.
Seluruh kegiatan yang dilakukan Hizbut Tahrir adalah
kegiatan yang bersifat politik, di mana Hizbut Tahrir
memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hukum-hukum
serta pemecahannya secara syar'i, karena politik adalah
mengurus dan memelihara urusan masyarakat sesuai dengan
hukum-hukum Islam dan pemecahan-pemecahannya.
Kegiatan-kegiatan yang bersifat politik ini tampak jelas
dalam kegiatannya mendidik dan membina umat dengan tsaqafah
(kebudayaan) Islam, meleburnya dengan Islam, membebaskannya
dari aqidah-aqidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah,
serta persepsi-persepsi yang keliru, sekaligus membebaskannya
dari pengaruh ide-ide dan pandangan-pandangan kufur.
Kegiatan politik ini tampak juga dalam aspek pergolakan
pemikiran (ash shiroul fikri) dan dalam perjuangan politiknya (al
kifahus siyasi). Pergolakan pemikiran tersebut terlihat dalam
penentangannya terhadap ide-ide dan aturan-aturan kufur.
Kegiatan ini nampak pula dalam penentangannya terhadap ide-ide
yang salah, aqidah-aqidah yang rusak, atau persepsi-persepsi
yang
keliru,
dengan
cara
menjelaskan
kerusakannya,
menampakkan kekeliruannya, dan menjelaskan ketentuan hukum
Islam dalam masalah tersebut.
Adapun perjuangan politiknya, terlihat dari penentang-annya
terhadap kaum kafir imperialis untuk memerdekakan umat dari
belenggu dominasinya, membebaskan umat dari cengkeraman
pengaruhnya, serta mencerabut akar-akarnya yang berupa
pemikiran, kebudayaan, politik, ekonomi, maupun militer dari
seluruh negeri-negeri Islam.
Perjuangan politik ini juga tampak jelas dalam kegiatannya
menentang para penguasa, mengungkapkan pengkhianatan dan
persekongkolan mereka terhadap umat, melancarkan kritik,
kontrol, dan koreksi terhadap mereka serta berusaha
menggantinya tatkala mereka mengabaikan hak-hak umat, tidak
menjalankan kewajibannya terhadap umat, melalaikan salah satu
urusan umat, atau menyalahi hukum-hukum Islam. Seluruh
kegiatan politik tersebut dilakukan tanpa menggunakan caca-cara
kekerasan
(fisik/senjata).
Akan
tetapi
sebatas
aktivitas
menyampaikan ide-ide (konsep-konsep) dengan lisan atau tulisan,
sesuai jejak dakwah yang dicontohkan Rasulullah SAW. Jadi
36

kegiatan Hizbut Tahrir secara keseluruhan adalah kegiatan yang


bersifat politik, baik sebelum maupun sesudah mengambilalih
pemerintahan (melalui umat). Kegiatan Hizbut Tahrir bukan di
bidang pendidikan, karena ia bukanlah madrasah (sekolah). Begitu
pula seruannya tidak hanya bersifat nasehat-nasehat dan
petunjuk-petunjuk. Akan tetapi kegiatannya bersifat politik,
dengan cara mengemukakan ide-ide (konsep-konsep) Islam
beserta hukum-hukumnya untuk dilaksanakan, diemban, dan
diwujudkan dalam kenyataan hidup dan pemerintahan.
Hizbut Tahrir mengemban dakwah Islam agar Islam dapat
diterapkan dalam kehidupan dan agar Aqidah Islamiyah dapat
menjadi dasar negara dan dasar konstitusi serta undang-undang.
Karena Aqidah Islamiyah adalah aqidah aqliyah (aqidah yang
menjadi dasar pemikiran) dan aqidah siyasiyah (aqidah yang
menjadi dasar politik) yang melahirkan aturan untuk memecahkan
problem manusia secara keseluruhan, baik di bidang politik,
ekonomi, budaya, sosial, dan lain-lain. Metode yang ditempuh
Hizbut Tahrir dalam mengemban dakwah adalah hukum-hukum
syara', yang diambil dari thariqah (metode) dakwah Rasulullah
SAW, sebab thariqah itu wajib diikuti. Sebagaimana firman Allah
SWT:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagi kalian, (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan kedatangan Hari Kiamat, dan dia banyak
menyebut Allah (dengan membaca dzikir dan mengingat Allah)."
(QS Al-Ahzab: 21)
"Katakanlah: 'Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa
kalian." (QS Ali Imran: 31)
"Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambilah.
Dan apa saja yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah."
(QS Al-Hasyr: 7)
Dan banyak lagi ayat lain yang menunjukkan wajibnya
mengikuti perjalanan dakwah Rasulullah SAW, menjadikan beliau
suri teladan, dan mengambil ketentuan hukum dari beliau.
Berhubung kaum Muslimin saat ini hidup di Darul Kufur42 --karena
42

Darul Kufur, daerah atau wilayah atau negara yang tidak berdasarkan Islam.

37

diterapkan atas mereka hukum-hukum kufur yang tidak


diturunkan Allah SWT-- maka keadaan negeri mereka serupa
dengan Mekkah ketika Rasulullah SAW diutus (menyampaikan
risalah Islam). Untuk itu fase Makkah wajib dijadikan sebagai
tempat berpijak dalam mengemban dakwah dan mensuriteladani
Rasulullah SAW.
Dengan mendalami sirah43 Rasulullah SAW di Makkah hingga
beliau berhasil mendirikan suatu Daulah Islam di Madinah, akan
tampak jelas beliau menjalani dakwahnya dengan beberapa
tahapan yang jelas ciri-cirinya. Beliau melakukan kegiatankegiatan tertentu yang tampak dengan jelas tujuan-tujuannya.
Dari sirah Rasulullah SAW inilah Hizbut Tahrir mengambil metode
dakwah dan tahapan-tahapannya, beserta kegiatan-kegiatan yang
harus dilakukannya pada seluruh tahapan ini, karena Hizbut Tahrir
mensuriteladani kegiatan-kegiatan yang dilakukan Rasululah SAW
dalam seluruh tahapan perjalanan dakwahnya.
Berdasarkan sirah Rasulullah SAW tersebut, Hizbut Tahrir
menetapkan metode perjalanan dakwahnya dalam 3 (tiga)
tahapan berikut:
Pertama, Tahapan Pembinaan dan Pengkaderan (Marhalah At
Tatsqif), yang dilaksanakan untuk membentuk kader-kader yang
mempercayai pemikiran dan metode Hizbut Tahrir, dalam rangka
pembentukan kerangka tubuh partai.
Kedua, Tahapan Berinteraksi dengan Umat (Marhalah Tafaul
Maa Al Ummah), yang dilaksanakan agar umat turut memikul
kewajiban dakwah Islam, hingga umat menjadikan Islam sebagai
permasalahan
utamanya,
agar
umat
berjuang
untuk
mewujudkannya dalam realitas kehidupan.
Ketiga, Tahapan Pengambilalihan Kekuasaan (Marhalah
Istilaam Al Hukm), yang dilaksanakan untuk menerapkan Islam
secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh
dunia.
Hizbut Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik
laki-laki maupun wanita, tanpa memperhatikan lagi apakah
mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih ataupun hitam.
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh kaum Muslimin
dan menyeru mereka untuk mengemban dakwah Islam serta
mengambil dan menetapkan seluruh aturan-aturan Islam, tanpa
memandang lagi kebangsaan, warna kulit, maupun madzhab
mereka. Hizbut Tahrir melihat semuanya dari pandangan Islam.
43

Sirah (bhs Arab), artinya sejarah. Sirah Nabawiyah adalah sejarah hidup Nabi Muhammad SAW.

38

Cara mengikat individu-individu ke dalam Hizbut Tahrir adalah


dengan memeluk Aqidah Islamiyah, matang dalam Tsaqafah
Hizbut Tahrir, serta mengambil dan menetapkan ide-ide dan
pendapat-pendapat
Hizbut
Tahrir.
Dia
sendirilah
yang
mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah
sebelumnya ia melibatkan dirinya dengan Hizbut Tahrir; ketika
dakwah telah berinteraksi dengannya dan ketika dia telah
mengambil dan menetapkan ide-ide serta persepsi-persepsi
Hizbut Tahrir. Jadi ikatan yang dapat mengikat anggota Hizbut
Tahrir adalah Aqidah Islamiyah dan Tsaqafah Hizbut Tahrir yang
terlahir dari aqidah ini. Halaqah-halaqah (pembinaan) wanita
dalam Hizbut Tahrir terpisah dengan halaqah laki-laki. Yang
memimpin halaqah-halaqah
wanita
adalah
para
suami,
mahramnya, atau para wanita.

Partai Bulan Bintang (PBB)


Partai Bulan Bintang (PBB) adalah sebuah partai politik
Indonesia yang berasaskan Islam dan menganggap dirinya partai
penerus Masyumi. Partai dengan basis massa kaum radikal Islam
di perkotaan ini merupakan perpanjangan sejarah dari Partai Islam
masa Orde Lama, Masyumi (Madjlis Sjuro Muslimin Indonesia).
Partai Masyumi pernah dicoba hidupkan kembali pada masa Orde
Baru dengan nama Parmusi (Partai Muslimin Indonesia). Partai
Bulan Bintang didirikan pada 17 Juli 1998. Partai ini telah ikut
pemilu selama dua kali yaitu pada Pemilu tahun 1999 dan 2004.
Partai pada pemilu 2004 memenangkan suara hanya sebesar
2.970.487 pemilih (2,62%) dan mendapatkan 11 kursi di DPR.
Partai ini sebelumnya dikepalai oleh Yusril Ihza Mahendra, seorang
tokoh yang kontroversial. MS Kaban diangkat sebagai ketua umum
pada 1 Mei 2005.
Partai yang menamakan diri Bulan Bintang sebuah sebutan
bagi keluarga besar pendukung Masyumi setelah partai tersebut
dibubarkan ini tidaklah identik dengan Partai Masyumi,
meskipun ada keterkaitan psikologis. Ide besar dari partai ini
menurut ketua umumnya adalah Islamic modernism, yaitu
39

meyakini bahwa Islam adalah ajaran universal yang diberikan


Tuhan kepada manusia untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
hidup
mereka,
baik
di
dunia
maupun
akhirat.
PBB
memperjuangkan tegaknya sistem yang kuat, bukan figur orang.
PBB termasuk dalam sedikit partai politik yang konsisten
memperkaya wacana politik bangsa dengan mengeluarkan isu-isu
politik. Di antaranya, mengenai sistem distrik dalam pemilu dan
perubahan UUD 1945 melalui amandemen konstitusi. Selain itu,
PBB juga melemparkan isu jumlah ideal propinsi di Indonesia
sebanyak 40 buah dengan empat daerah istimewa, yaitu Aceh,
Yogyakarta, Bali, dan Timor Timur.
Partai Bulan Bintang (PBB) merupakan sebuah partai politik
yang
bercita-cita untuk mendirikan negara berasaskan Islam di
Indonesia,
dengan menggunakan Piagam Madinah sebagai dasar hukumnya.
Dalam
partai
ini terdapat pimpinan-pimpinan yang radikal.44 Apa yang
dikatakan oleh Ketua DPP Partai Bulan Bintang di
hadapan massa PBB dalam berita tersebut sangat berpotensi
menyuburkan
bibit-bibit permusuhan yang berbau SARA yang sangat peka di
negara ini. Bahkan tak berlebihan jika dikatakan sebagai suatu
bentuk
hasutan
terselubung. Sementara tokoh-tokoh Islam lain sedang berupaya
keras
untuk menciptakan suasana sejuk dan rukun di antara umat
beragama,
tokoh-tokoh dari PBB ini rajin menyuarakan suara-suara yang
memancing
semangat permusuhan. Dalam pidatonya itu Ketua DPP PBB itu
seolah
mengajak untuk berperang melawan orang yang bukan-Islam,
atau
Islam
yang
tidak sepaham dengan mereka. Apalagi di sebagian kalangan
Islam
ada
semacam paham bahwa mereka yang digolongkan kafir harus
dimusuhi.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
44

Suara Indonesia, edisi hari Senin, 14 Desember 1998.


40

Partai Keadilan Sejahtera (disingkat PKS atau PK Sejahtera),


yang dahulu dikenal dengan nama Partai Keadilan adalah sebuah
partai politik Indonesia. Partai ini diketuai oleh Hidayat Nur Wahid.
Namun setelah Hidayat Nur Wahid terpilih sebagai ketua MPR
masa bakti 2004-2009, beliau memilih mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera, sehingga jabatan ketua
sementara diemban oleh Tifatul Sembiring sebagai Pjs. Partai
Keadilan Sejahtera. Lalu pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul Sembiring terpilih menjadi Presiden
PK Sejahtera periode 2005-2010.
Partai ini berasaskan Islam. Pada awalnya populer di
kalangan para mahasiswa dan kaum cendekiawan muda Islam
lainnya. Seiring dengan perkembangannya, partai ini semakin
meluas kepopulerannya, tidak hanya di kota-kota besar di
Indonesia namun hingga ke pelosok-pelosok daerah. Bahkan
hingga merambah ke luar negeri. Partai ini sudah banyak memiliki
perwakilan di luar negeri, hal ini tampak dari berbagai situs yang
muncul atas nama partai ini yang berlokasi di berbagai negara.
Pada Pemilu 2004, yang bisa dikatakan pemilu kedua yang
diikuti partai ini, PKS memenangkan suara sebanyak 7,34%
(8.325.020) dari jumlah total dan mendapatkan kursi sebanyak 45
di DPR. Pada pemilu saat itu, PKS memiliki motto "Bersih dan
Peduli". Partai Keadilan Sejahtera (PK Sejahtera) adalah sebuah
partai dakwah Islam di Indonesia. PK Sejahtera merupakan
bentukan baru sebuah partai untuk melakukan tugas utama
dakwah di semua sisi bidang kehidupan, terutama di bidang
politik di negara Indonesia. Partai ini merupakan kelanjutan
perjuangan Islam yang telah dirintis sebelumnya oleh 'sang kakak'
yakni Partai Keadilan (PK). Dalam perkembangan pergerakan
Helmy setelah menjadi tahanan tahun 1981 berangkat ke Mesir
untuk tugas belajar dibawah jaminan keamanan BAKIN Ali murtofo
selama 2 tahun.
Selanjutnya Helmi Aminuddin menyatakan keluar dari
struktur maupun ajaran NII komando Adah Djaelani, kemudian
ditampung dan dipelihara oleh mantan tokoh Bakin (Soeripto).
Soeripto menjadi sponsor sekaligus promotor dan bertindak
sebagai pemberi tugas kepada Helmi Aminuddin antara lain untuk
mengadopsi ajaran dan manhaj serta berhubungan langsung
secara organisasional dengan gerakan Ikhwanul Muslimin faksi
Qiyadah Syaikh Said Hawwa di Timur Tengah sekitar tahun 1985.
Maka pergilah Helmi Aminuddin ke Timur Tengah untuk
41

mengadopsi gerakan Ikhwan tsb sekalipun alasan kepergiannya


kesana Helmi mengatakan untuk menyelesaikan studinya yang
belum rampung.
Sepulangnya dari Timur Tengah Helmi Aminuddin mulai
mengibarkanbendera gerakan IM-Ikhwanul Muslimin di Indonesia
seraya melakukan klaim sebagai representasi gerakan Islam
kaffah, universal dan menafikan seluruh gerakan Islam lain yg
bersifat lokal di Indonesia dengan gerakan USROH. Pada tahun
1991 Helmi Aminuddin diangkat sebagai mursyid atau elite
komando organisasi gerakan Ikhwanul Muslimin untuk kawasan
Asia Tenggara. Eksistensi gerakan ini cepat berkembang secara
signifikan khususnya di kawasan Ibu kota DKI Jakarta. Tetapi awal
awal tahun 1998 nama Helmi Aminuddin tiba-tiba raib dari
blantika gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin yang bermarkas di
Yayasan Al-Hikmah di kawasan Jalan Bangka Jakarta Selatan, juga
di Yayasan Iqra di kawasan Pondok Gede Jakarta Timur sebagai
basis sentral pemukiman elite mereka, serta Yayasan Nurul Fikri di
kawasan Depok. Bahkan Helmi sempat diisukan dipecat atau dimazul-kan ke habitat lamanya (NII), ada juga isu yang menyebut
Helmi telah bergabung ke kelompok Syiah.
Akan tetapi pada kenyataanya Helmi Aminuddin bin Danu
Muhammad Hasan sebenarnya tetap menjadi orang nomor satu
dan terpenting dalam kelompok gerakan Tarbiyah Ikhwanul
Muslimin ini, hanya mungkin di masa kini keberadaan namanya
dirasa perlu untuk sementara waktu secara resmi ditarik dari
peredaran gerakan Ikwan, bahkan nama Helmi Aminuddin tidak
diakui keberadaannya oleh para elite dan komunitas PKS (Partai
Keadilan Sejahtera) yang ada sekarang. Mungkin inilah cara
mereka
menyembunyikan
struktur
(Siriyyatu
Tandzhim)
pergerakan Ikhwanul Muslimin di Indonesia.
Kini Helmi Aminuddin mengkonsentrasikan diri secara khusus
mengelola pesantren dan Islamic village di kawasan Cinangka,
Banten, atas kucuran dana di antaranya sebagian dari Bimantara,
dari Timur Tengah serta dari Soeripto sebagai akses dana Orde
Baru Cendana. Helmi Aminuddin memanage / mengendalikan
gerakan Ikhwanul Muslimin Indonesia dari balik layar. Pada tahun
1998 berkat dibidani tangan dingin Soeripto mantan Bakin,
gerakan Tarbiyyah Ikhwanul Muslimin Indonesia berhasil ikut
partisipasi merayakan pesta demokrasi dengan menjadi salah
satu kontestan. Saat itu gerakan Tarbiyah Ikhwanul Muslimin
Indonesia merubah manhaj-nya dan berubah bentuk menjadi
42

Partai Keadilan (PK) dan kemudian bermetamorfosis lagi menjadi


PKS (Partai Keadlian Sejahtera). Meskipun terbentuknya PKS ini
menuai pro dan kontra di tubuh gerakan Ikhwan, tetapi melalui
Musyawarah Syuro mereka perubahan menjadi partai PK saat itu
mendapat mayoritas suara, sehingga secara resmi gerakan Ikwan
telah berubah menjadi partai (Partai Keadilan).
Di tahun 1987 1988 aparat intelejen memang sedang getol
menggarap dengan serius dengan memberi peluang bagi lahirnya
dua kubu kekuatan dakwah yang mengatasnamakan Islam namun
secara subtansi saling bertentangan, yang pertama adalah
kekuatan dakwah Islam Ikhwanul Muslimin Mesir di bawah sponsor
dan control tokoh Bakin Soeripto. Sedang yang kedua adalah
kekuatan dakwah beraliran NII KW IX Abu Toto yang sesat dan
bermisi merusak Islam umumnya dan khususnya melemahkan NII
yang sebenarnya, yaitu yang menjadi musuh nomor wahid NKRI.
PKS sebagai metamorfosis dari gerakan Ikhwanul Muslimin
Indonesia secara resmi berdasarkan konstitusi Pancasila dan UUD
45 walaupun asas partainya Islam.
Dalam hal ini Soeripto tetap tidak bersedia menjawab soal
hubungan dan kedekatannya dengan Danu Muhammad Hasan di
awal Orde Baru maupun dengan sang putra Danu, yaitu Helmi
Aminuddin yang disebutnya sebagai ustadz muda (mursyid
Ikhwanul Muslimin Asia Tenggara) yang dimulai tahun 1984
selama beberapa tahun di rumah Mas Ton (Hartono Mardjono)
hingga akhirnya berubah menjadi Partai Keadilan di tahun 1999
dan pada tahun 2003 menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Soeripta
sebagai kader BAKIN oleh komunitas Ikhwanul Muslimin Indonesia
sangat diyakini telah bersih tobat dan berasil dibina dan
dimanfaatkan oleh elite Ikhwan. Padahal siapa yang dimanfaatkan
dan siapa yang memanfaatkan menjadi tidak jelas. Harap diingat
bahwa dunia intelejen tidak mengenal apa yang diistilahkan
dengan pension, demikian halnya Soeripto, masih belum terbukti
pemihakannya terhadap Islam sebagai sebuah kontra RI.45

Berita di atas pernah diklarifikasi oleh para tokoh dan pengurus PKS secara
apologi diplomatis yg dialamatkan ke Majalah Dewan Rakyat melalui Majalah
SAKSI. Padahal akurasi data dan informasi tentang berita diatas sebenarnya
bias dikonfirmasikan kepada sekitar 15 tokoh yg salah satu diantaranya
sudah almarhum, yaitu Bung Hartono Mardjono.
45

43

Syiah (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia)


Ijabi (Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia) adalah sebuah
organisasi massa non-politis yang berdiri tanggal 1 Juli 2000 untuk
menghimpun kaum Muslimin yang beraliran Syiah. Dideklarasikan
di Gedung Merdeka Bandung. Ijabi ingin menegakkan kembali
semangat Asia Afrika dalam konteks pemberdayaan mustadh'afin
di Indonesia. Dr. Jalaluddin Rakhmat, MSc (Kang Jalal) kembali
terpilih sebagai Ketua Dewan Syuro Ikatan Jamaah Ahlul Bait
Indonesia (Ijabi) secara aklamasi untuk masa bakti 2004-2008.
Sedangkan Furqon Bukhori menduduki Ketua Umum Dewan
Tanfidziyah menggantikan Dr. Dimitri Mahayana setelah dalam
pemilihan yang berlangsung pada Minggu (29/2) sore terpilih
secara mufakat.46
Sebetulnya ada 13 calon ketua dewan tanfidzi yang maju
dalam pemilihan untuk putaran pertama. Namun hanya dua calon
yang memenuhi ketentuan mendapatkan dukungan sebesar 24
persen anggota muktamar yakni ustad Cholid al Walid dan Furqon
Bukhori. Saat putaran kedua, ustad Cholid mengundurkan diri
sehingga Furqon pun terpilih secara mufakat. Furqon menegaskan
Ijabi di masa mendatang akan lebih bergerak pada pelaksanaan
program kegiatan. "Sesuai visi Ijabi yang menitikberatkan pada
pencerahan pemikiran dan pemberdayaan mustad'afin, kami akan
membentuk kegiatan dengan melibatkan sebanyak mungkin
masyarakat dan menjadi orang yang mencintai Rasulullaah SAW,"
ujar Furqon. Ditanya tentang semakin dekatnya Pemilu, Furqon
menegaskan Ijabi sejak awal tidak ingin terlibat dalam politik
praktis. "Kami serahkan masalah politik kepada anggota masingmasing," tuturnya.
Sementara itu, anggota Dewan Syuro Ijabi, Dr. Dimitri
Mahayana kepada "PR" mengatakan, Ijabi menyerukan pada
partai Islam untuk mensikapi setiap tawaran pragmatis politik
dengan mengedepankan nilai-nilai etis moral Islami yaitu
keadilan. "Belajar dari sejarah Islam sistem yang telah
mengabaikan keadilan akan hancur dengan kehancuran yang
sangat dahsyat. Contohnya Baghdad telah menjadi lautan darah
oleh pasukan Jengis Khan. Jangan jadikan Indonesia sebagai
Bagdhad kedua dengan pelanggaran terus menerus pada
keadilan," kata Dimitri Mahayana. Dalam muktamar yang dibuka
secara resmi oleh Jalaluddin Rakhmat ini, diselenggarakan pula
seminar bertajuk "Politik Islam: Antara Tuntutan Etis dan
46

Pikiran Rakyat, 29 Februari 2004.


44

Keperluan Praktis". Pembicaranya adalah pengamat intelejen


Juanda, SIP, Ketua Dewan Syuro PB IJABI Jalaluddin Rakhmat, dan
Ketua Umum Dewan Tanfidziyyah PB IJABI Dimitri Mahayana.
Paham Syiah merujuk kepada satu aliran dalam Islam yang
mengagungkan Ali bin Abi Thalib dan keturunannya. Golongan ini
berpendapat Ali patut menjadi khalifah pertama selepas
kewafatan Nabi Muhammad s.a.w. Golongan ini merupakan
golongan yang kedua terbesar dalam Islam selepas Sunah.47
Pengertian syiah mengikut pandangan syiah sendiri adalah seperti
berikut: Perkataan Syiah disebut sebanyak empat kali dalam alQur'an dan ia memberi arti golongan atau kumpulan; pertama
dalam Surah as-Saffat: 83-84, firman Tuhan yang bermaksud,"Dan
sesungguhnya
Ibrahim
benar-benar
termasuk
Syiahnya
(golongannya), ingatlah ketika ia datang kepada Tuhannya dengan
hati yang suci". Kedua, dalam Surah Maryam: 69, firman Tuhan
yang bermaksud,"Kemudian pasti Kami tarik dari tiap-tiap
golongan (Syiatihi) siapa antara mereka yang sangat derhaka
kepada Tuhan yang Maha Pemurah". Ketiga, dan keempat adalah
Surah al-Qasas: 15, firman Tuhan yang bermaksud,"Dan Musa
masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah,
maka didapatinya dalam kota itu dua orang lelaki yang berkelahi;
yang seorang dari golonganya (Syiatihi) (Bani Israil) dan seorang
(lagi) dari musuhnya (Syiatihi) meminta pertolongan kepadanya
untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya".48
47

Imam al-Ghazali dalam bukunya Mustazhiri menentang keras Syiah


ghulat kerana ia mengandungi pengajaran Batiniah. Imam Ja'far as-Sadiq AS
pula menyatakan Syiah ghulat tidak boleh dikahwini dan diadakan sebarang
urusan keagamaan kerana aqidah mereka bertentangan dengan al-Qur'an
dan Hadith.
48

Sementara itu, ada perkataan Syiah dalam Hadith Nabi SAW lebih dari
tiga kali, antaranya disebut oleh Imam as-Suyuti dalam tafsirnya Durr alManthur, Beirut, Jilid 6, hal.379 - Surah al-Bayyinah, Nabi SAW
bersabda:"Wahai Ali, engkau dan Syiah engkau (golongan engkau) di Hari
Kiamat nanti keadaannya dalam redha dan diredhai", dan sabdanya lagi:"Ini
(Ali) dan Syiahnya (golongannya) (bagi) mereka itulah yang mendapat
kemenangan di Hari Kiamat nanti". Dengan ini kita dapati bahawa perkataan
Syiah itu telah disebutkan dalam al-Qur'an dan Hadith Nabi SAW. Yang
dimaksudkan dengan Syiah yang menyeleweng ialah Syiah yang selain
daripada Imamiyyah/Ja'fariyyah dan Zaidiyyah. Mereka diringkaskan sebagai
ghulat.
45

Paham Syiah di Indonesia sangat berkembang, meskipun


tidak memiliki pengikut sebanding dengan kaum Sunni. Syiah
Indonesia pernah terlibat dalam terorisme, khususnya peristiwa
Bom Candi Borobudur tahun 1985 di Jawa Tengah. Peristiwa ini
kemudian juga ikut melibatkan beberapa tokoh Darul Islam yang
sunni.

Korp Muballigh Indonesia (KMI)


KMI adalah kelompok radikal yang banyak dipengaruhi oleh
gerakan Darul Islam. KMI dibentuk di Jakarta, Tanjung Priok, pada
tanggal 4 Maret 1983, sebelum Soeharto terpilih kembali sebagai
presiden. Pada sat itu para tokoh Islam di Jawa Timur menjadi
sasaran penculikan yang dibeking militer. Hal ini berjalan selama
berbulan-bulan
sehingga
menewaskan
ratusan
orang.
Penyelidikan terhadap kasus-kasus penculi-kan ini ternyata tidak
menghasilkan apa-apa. Sebab para tokoh Islam di wilayah ini
merasa ketakutan untuk mengungkapkan apa yang mereka
ketahui tentang diri para korban dan para penjahat yang
melakukan penculikan. Di Jakarta sendiri, KMI memiliki cabangnya
yang utama, yaitu KMJ (Korps Muballigh Jakarta) di mana banyak
anggota-anggotanya terlibat dalam hampir semua peristiwa
resistensi ummat Islam masa Orde Baru.
Para muballigh Islam ini selalu menjadi sasaran intimidasi,
mereka sering mendapatkan peringatan agar menyerahkan teks
khotbah sebelum disampaikan kepada umat. Ada sementara
muballigh yang di black list dan nama-nama mereka dikirimkan
kepada takmir masjid agar tidak menggunakan muballigh
tersebut. Pada suatu ketika militer memaksa salah seorang
muballigh yang ketika itu namanya demikian populer tetapi selalu
menyampaikan kritik terbuka kepada rezim penguasa, namun dia
menolak lalu diculik oleh beberapa orang perwira dan dipukuli
hingga babak belur. Para penasehat hukum yang bermaksud
melakukan pembe-laan menemui para perwira yang melakukan
penculikan, dan juga menemui Laksamana Soedomo, tetapi
akhirnya
para
penasehat
hukum
ini
disuruh
supaya
mengundurkan diri dari kasus tersebut. Muballigh yang dimaksud
dalam kasus di atas bernama A.M. Fatwa, anggota pendiri Petisi
46

50, yang didirikan bersama para politikus Muslim dan nasionalis,


pada awal tahun 1980.
Gerakan Islam terus bermunculan, sekalipun tekanan dari
pemerintah untuk memaksa mereka menerima asas tunggal,
datang bagai gelombang dahsyat. Ketika undang-undang ini
diumumkan, sejumlah muballigh membuat lembaga baru yang
disebut dengan Korps Muballigh Indonesia (KMI). Pimpinannya
terdiri dari tokoh-tokoh Islam terkenal, seperti mantan pimpinan
Masyumi dan mantan wakil PM, Syafruddin Prawira-negara dan
A.M. Fatwa. Pemaksaan asas tunggal ini semakin membuat marah
kaum Muslimin. Penentangan yang keras terhadap undangundang ini mendorong rezim penguasa untuk melakukan
tindakan-tindakan kejam terhadap para aktivis Muslim. Seorang
komandan Koramil di wilayah Dokland daerah Tanjung Priok
Jakarta Utara, sengaja memprovokasi kaum Muslimin agar
melakukan unjuk rasa menuntut pembebasan empat orang takmir
masjid yang ditahan, tetapi oleh pihak militer dijawab dengan
brondongan senjata berat secara keji tanpa peringatan lebih
dahulu sehingga mengakibatkan ratusan orang terbunuh dan
luka-luka.
Para penandatangan Petisi 50 menuntut tanggung jawab
pemerintah
atas
terjadinya
peristiwa
tersebut.
Mereka
mengeluarkan buku putih yang menyerukan agar diadakan
penyelidikan terhadap peristiwa pembantaian tersebut. Pada saat
bersamaan terjadi serangkaian pengeboman dan pembakaran di
beberapa kota. Ratusan orang kemudian ditangkap dengan
tuduhan menyebarkan buku putih yang illegal. Mengenai
pembantaian tersebut dan orang-orang yang dituduh melakukan
peledakan bom, sebagian besar dari mereka adalah para
muballigh. Mereka dijatuhi hukuman berat karena menyampaikan
khotbah yang ekstrim. Dan semakin banyak dilakukan
persidangan-persidangan terhadap sejumlah orang dengan
berbagai tuduhan, sebagian dari mereka adalah orang-orang yang
memang taat beragama yang dituduh melakukan komplotan
untuk menggulingkan Soeharto.
Persidangan kasus Tanjung Priok dimulai bulan Januari 1985,
dan terus berlangsung selama dua tahun bersamaan dengan
pemilu yang jatuh pada bulan April 1987 serta pemilihan kembali
Soeharto sebagai presiden pada tahun 1988. Dan barangkali
persidangan ini akan terus dilanjutkan selama dua tahun lagi.
47

Islam Teroris
Dari pengakuan para tersangka tindak pidana terorisme Bom
Bali
12
Oktober
49
2002,
jelas terlihat sebuah ekspresi emosi keagamaan. Ali
Gufron, salah seorang tersangka teror Bom Bali, bahkan
menyatakan sikapnya dengan tegas dan sederhana: ...
membalas kezaliman dan kesewenangan AS dan sekutunya
terhadap kaum
Muslim dengan
maksud agar mereka
50
menghentikan kezaliman-nya. Ada suatu nilai yang bekerja dan
mendikte jalan pikiran mereka. Ali Ghufron misalnya, menyatakan
bahwa pemboman itu adalah aksi pengabdian kepada Tuhan.
Maka Ali Ghufron, Imam Samudra, Amrozi, dan kelompoknya
merasakan suatu delusion of grandeur, perasaan mempunyai atau
mewakili atau mendapatkan titah dan menjadi bagian dari unsur
kebesaran yang berkeyakin-an dirinya mengemban misi khusus
dari Tuhan.51
Kaum teroris senantiasa merasa diri sebagai pejuang Tuhan
yang ter-panggil untuk bertindak atas nama Tuhan dan agama,
menjadi tangan Tuhan di muka bumi untuk merealisasikan
kemurkaan-Nya dalam sebentuk resis-tensi, pemboman.52
Akibat dari interpretasi dan ekspresi emosi keagamaan yang
delusif ini, maka tragedi pun terjadi dan sejumlah besar spekulasi
pun muncul di tengah-tengah publik.
Tragedi serangkaian serangan bom kaum teroris di Bali, Makassar,
Jakarta dan lain tempat di Indonesia telah memunculkan
serangkaian spekulasi dari yang apologis hingga yang a-priori.53
Spekulasi pertama adalah tentang siapa pelaku serangan teror
Misalnya, pengakuan Imam Samudra, Memerangi AS dan sekutunya
adalah perintah Allah dan Rasul-Nya baik secara langsung ataupun tidak
langsung. Lihat, Tabel Motif & Tujuan Peledakan Bom Bali 12 Oktober
2002, Dokumen Polri, 2003, hlm. 1-3.
50
Ibid., hlm. 4.
51
Lihat Nova Riyanti Yusuf, Delusion of grandeur, Gatra, 18 Oktober
2003, hlm. 37.
52
Bagi Imam Samudra, membom adalah melaksanakan perintah Allah
dalam Quran surah An-Nisaa ayat 74-76. Lihat Tabel Motif & Tujuan
Peledakan Bom Bali 12 Oktober 2002. Dokumen Polri, op.cit., 2003, hlm. 3.
53
Lihat Kompas, Media Indonesia, Republika, Rakyat Merdeka, Pos Kota,
28 Desember 2000.
49

48

yang sangat terencana dan dilakukan oleh orang-orang yang


memiliki pengetahuan teknikal yang canggih. Pelakunya
diidentifikasi secara arbitrer sebagai anti-AS, anti-Israel, antidemokrasi, anti kekuatan ekonomi kapitalis, dan militer global.
Spekulasi kedua adalah tentang motif kaum teroris dalam
melakukan tindakan penghancuran berlebihan terhadap tempattempat di mana kekuatan ekonomi, politik, dan militer AS berada.
Spekulasi ketiga adalah tentang sasaran-sasaran apa lagi yang
akan dituju terhadap AS dan Israel. Pelakunya secara allegedly
diidentifikasikan sebagai kaum funda-mentalis Islam yang saat ini
menjadi musuh bebuyutan AS, Osama bin Laden yang saat ini
bersembunyi
di
Afghanistan.54
Kalaupun
bukan
Osama,
masyarakat dunia berasumsi bahwa pelakunya adalah orangorang lain dari kalangan fundamentalis Islam yang memiliki
hubungan doktrinal dengan jaringan Al Qaedah.
Sebenarnya, kaum teroris bukanlah kelompok baru dalam
dunia pergerakan radikal dan fundamentalis Indonesia. Kaum
teroris adalah gabungan dari inti ajaran fgundamentalis dan
radikal yang bertemu dalam satu titik perencanaan perang
melawan kezaliman. Di Indonesia, kelompok teroris ini berjumlah
kecil: (1) Jamaah islamiyyah, dan (2) Darul Islam (terbatas pada
faksi tertentu). Bagan 5 di bawah ini memperlihatkan bagaimana
anatomi pemikiran ideologis kaum teroris.
Bagan 5
Kategorisasi Kaum Fundamentalis, Radikal dan Teroris

Osama bin Laden pada bulan Februari 1998 pernah mengeluarkan


fatwa untuk melawan kaum Yahudi dan Nasrani dan menjadi tokoh panutan
bagi hampir semua tersangka teroris. Lihat Osama Bin Laden: Teroris atau
Mujahid, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001, hlm. 52-56.
54

49

Appendix

Kategorisasi Kaum Fundametalis,


Teroris, dan Radikal

Fundamentalist

Terrorist

Radical

Dari bagan di atas, jelas terlihat bahwa terorisme Islam


terbentuk dari adanya overlapping of interest dari paham
fundamentalisme dan paham radikalisme Islam. Dengan
demikian, cara mengatasi terorisme pun, secara ideologis adalah
memisahkan antara paham fundamentalisme Islam dan paham
radikalisme Islam untuk tidak bertemu dalam satu wadah yang
utuh. Jika pemisahan ini berhasil dilakukan, maka terorisme akan
mengalami kematiannya secara pelan-pelan. Namun, jika
radikalisme dan fundamentalisme terus-menerus mendapatkan
momentum untuk bersatu, maka akan sulit sekali mengatasi
terorisme. Terorisme akan tumbuh subur di kalangan di mana
antara simbol dan hakikat bertemu. Jamaah Islamiyyah pada
awalnya bukanlah organisasi teroris, ia merupakan organisasi
radikal yang mengalami fundamentalisasi di Malaysia setelah
bertemu dengan banyak kalangan fundamentalis di luar
Indonesia. Sementara Darul Islam yang mempraktekkan terorisme
hanyalah sebagian kecil saja.
Jamaah Islamiyyah
Nama Jamaah Islamiyah (JI) begitu dikenal di seantero dunia.
Inilah organisasi yang membuat orang bergetar mendengarnya.
Sejumlah peledakan bom besar di ASEAN, khususnya di Indonesia,
diotaki organisasi ini. Bagaimana sejatinya organisasi ini? Bali Post
50

mengungkap kembali isi dokumen paling rahasia, Pedoman


Umum Perjuangan Jamaah Islamiyah (PUPJI). Di bawah ini adalah
sejumlah peristiwa peledakan bom yang terkait dengan Jamaah
Islamiyyah:
11 Desember 1998: Atrium Plaza Senen, Jakarta. Pelaku
tertangkap pada akhir 1999, sewaktu terjadi ledakan bom di
Ramayana, Jalan Sabang. VM Rosalin Handayani dan Yan Pieterson
Manusama disangka sebagai pelaku dengan motif usaha dagang.
Bahan peledak berbau belerang.55
2 Januari 1999: Toserba Ramayana, Jalan Sabang, Jakarta
Pusat. Pelakunya adalah V.M. Rosalin Handayani dan Yan Pieterson
Manusama, pengusaha yang dilatar-belakangi motif sengketa
pribadi. Bahan peledak bom adalah TNT.
9 Februari 1999: Mal Kelapa Gading, Jakarta. Siapa pelaku
dan apa motif bom yang berbahan peledak TNT itu, tidak
diketahui.
15 April 1999: Plaza Hayam Wuruk, Jakarta Barat. Pelakunya
adalah Ikhwan, Naiman, Edi Taufik, Suhendi, dan Edi Rohadi,
anggota kelompok yang disebut-sebut sebagai Angkatan
Mujahidin Islam Nusantara (AMIN) pimpinan Eddy Ranto. Motif
pemboman adalah kriminal (perampokan). Kelompok AMIN ini
juga dituduh meledakkan Istiqlal. Anehnya, dalam kasus ini,
motifnya diputuskan sebagai kriminal. Bahan peledak ramuan
KCl03 (kalium klorat) dan TNT.
19 April 1999: Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Pelakunya adalah
Eddy Ranto alias Umar, 40 tahun yang juga diduga sebagai otak
perampokan Bank BCA Taman Sari, Jakarta dan peledakan satu
wartel di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta, beberapa pekan
sebelumnya. Sayangnya, kasus ini tetap menjadi misterius,
lantaran belum tuntas. Bahan peledaknya sama dengan kasus
Hayam Wuruk. Bahan peledaknya, TNT (trinitrotoluene) dan
KCLO3 (kalium chlorat).
Maret
2000: Depan Hotel
Merdeka, Bekasi yang
mengakibatkan dua orang luka-luka.
28 Mei 2000: Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
Medan. Siapa pelaku dan apa motifnya tetap jadi misterius.
29 Mei 2000: Gereja Katolik di Jalan Pemuda Medan. Siapa
pelaku dan apa motifnya juga masih misterius.
1 Juli 2000: Di Jalan Imam Bonjol, KPU Jakarta. Kasus
peledakan bom ini juga masih belum tuntas
55

Tempo Interaktif, 17 April 2004.


51

4 Juli 2000: Di kamar kecil kantor Kejaksaan Agung, Jakarta.


Siapa pelaku dan apa motif peledakan bom berkategori M-1
(Military One) buatan Pindad, itu masih misterius. Sampai
sekarang, kasusnya belum terungkap jelas, padahal polisi sudah
menyebar sketsa wajah yang diduga pelaku peledakan.
Agustus 2000: Kediaman Duta Besar Filipina untuk Indonesia,
di Imam Bonjol, Jakarta. Ledakan bom itu menewaskan dua staf
rumah tangga kediaman serta puluhan orang lainnya mengalami
luka cukup serius. Bom yang dipakai adalah C-4 buatan Amerika
Serikat. Pada 19 Oktober 2003, PN Jakarta Pusat menghukum
Abdul Jabar bin Ahmad Kandai selama 20 tahun penjara. Abdul
Jabar terbukti bersalah melakukan tindak pidana secara bersamasama dengan Fatur Rahman Al-Ghozi dan Edi Setiono alias Usman,
meledakkan bom di rumah Duta Besar Filipina itu. Dirinya juga
dinyatakan terbukti bersalah turut serta melakukan aksi
pemboman di sejumlah Gereja di Jakarta: Gereja Anglikan
Menteng Jakarta Pusat dan Oikumene di Jalan Angkasa Halim
Perdana Kusumah Jakarta Timur. Kedutaan besar Malaysia untuk
Indonesia di Rasuna Said, Jakarta, juga mendapati ledakan bom.
Tapi, tidak menimbulkan korban jiwa.56
27 Agustus 2000: Di Medan, satu di bengkel di depan rumah
penduduk di Jalan Bahagia, dan satu lagi di pagar rumah pendeta
J. Sitorus.
September 2000: Bursa Efek Jakarta. Dengan bahan peledak
TNT, ledakan bom menewaskan 10 orang, melukai puluhan orang
dan merusakkan puluhan mobil. Pelakunya adalah Teungku
Ismuhadi yang kemudian dihukum penjara 20 tahun.
13 September 2000: Ledakan dahsyat di lantai parkir P2
Gedung Bursa Efek Jakarta. Ledakan ini menelan korban 10 orang
tewas, 15 orang luka, serta dua mobil hangus, 20 mobil rusak.
November 2000: Hotel Omni Batavia, Jakarta.
Desember 2000: Di berbagai tempat di Indonesia saat
malam Natal: Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Mojokerto,
Mataram, Pematang Siantar, Medan, Batam, dan Pekanbaru, yang
mengakibatkan belasan orang tewas, seratus lebih lainnya lukaluka dan puluhan mobil rusak. Tercatat hanya 16 dari 31 bom
yang meledak. Bahan peledaknya, TNT yang ditambahkan
supreme seal pot dengan wadah plastik ungu dan diisi 100 gotri.57
56
57

Tempo Interaktif, 17 April 2004.


Tempo Interaktif, 17 April 2004.
52

Januari 2001: Bom rakitan di satu mobil di Pasar Minggu,


Jakarta. Selain itu, Taman Mini Indonesia Indah juga sempat
digegerkan ledakan bom yang dilakukan Elize M. Tuwahatu.
Maret 2001: Rumah Sakit Saint Carolus, Jakarta. Sementara
itu, ledakan bom juga terjadi di jembatan kereta api Cisadane,
Serpong, Tangerang.
April 2001: Di Jalan Percetakan Negara, Jakarta.
10 Mei 2001: Di bangunan Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa
Iskandar Muda, di Jalan Guntur, Jakarta Selatan. Tiga orang tewas,
sebagian bangunan hancur.
Juni 2001: Di kamar kos di kawasan Pancoran, Jakarta.
Berselang hanya dua pekan, di Cikoko, di kawasan Pancoran juga,
ledakan bom kembali terjadi.
Juli 2001: Gereja Santa Anna, Pondok Bambu, Jakarta.
Ledakan mencederai puluhan orang. Hanya sehari berselang,
ledakan bom kembali terjadi di Jalan Semarang, Menteng, Jakarta,
dan melukai satu orang.
Agustus 2001: Plaza Atrium, Senen, Jakarta. Ledakan melukai
enam orang. Kedua pelaku peledakan, Edi Setyono alias Abbas
dan Taufik bin Abdul Halim dihukum hukuman mati oleh PN Jakarta
Pusat.
September 2001: Gedung kembar WTC, New York, Amerika
Serikat. Satu jet komersial menabrak menara utara bangunan 110
lantai antara lantai 80 dan 85. Selang beberapa menit, satu
pesawat
komersial
lainnya
menabrak
menara
selatan.
Diperkirakan, tiga ribu orang tewas dan 1.000 cedera dalam
peristiwa itu. Sebanyak 40.000 orang bekerja di pusat
perdagangan dua gedung itu; lebih dari 150.000 orang memasuki
kompleks itu setiap hari untuk berbisnis atau hanya jalan-jalan.
Dari Dubai, Uni Emirat Arab, dilaporkan, satu kelompok Palestina
menyatakan bertanggung jawab atas serangan pesawat terhadap
WTC itu. Televisi Abu Dhabi melaporkan, pihaknya telah menerima
telepon dari Front Demokratis bagi Pembebasan Palestina (DFLP)
di luar negeri -yang menyatakan bertanggung jawab. Gedung
yang diserang itu merupakan institusi internasional yang
melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di sana terdapat
perwakilan dari pemerintah Thailand, Chile, dan Pantai Gading,
misalnya. Di WTC terdapat 430 perusahaan dari 28 negara.
Serangan bom pesawat juga terjadi terhadap Pentagon,
Washington dan menewaskan 189 orang, termasuk para
53

penumpang pesawat. Sementara itu, 45 orang tewas dalam


pesawat keempat yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania.
23 September 2001: Lantai parkir Atrium Plaza, Senen.
Ledakan menghancurkan beberapa mobil, walau tidak ada korban
jiwa.
2001: Asrama haji Sudiang, Makassar, Sulawesi Selatan.
2002: Restoran Kentucky Fried Chicken (KFC) dan restoran
McDonalds di Sulawesi Selatan.
1 Januari 2002: Di depan rumah makan ayam Bulungan,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Seorang pelaku, Hasballah tewas
seketika di tempat kejadian. Bahan peledak yang digunakan yang
digunakan adalah granat manggis K75 buatan Korea.
18 Januari 2002: Gardu PLN di depan bekas terminal Cililitan,
Jakarta Timur. Sementara itu, di Palu, satu ledakan juga
mengguncang tiga rumah ibadah. Gereja Masehi Advent Hari
Ketujuh, Gereja Pantekosta di Indonesia dan Gereja Kristen
Indonesia Sulawesi Selatan Jemaat Palu rusak akibat bom rakitan.
20 Januari 2002: Fathurrahman al Ghozi, seorang Warga
Negara Indonesia, ditangkap oleh pihak keamanan Filipina. Lelaki
kelahiran Madiun dituduh terlibat dalam pengeboman sebuah
stasiun kereta api di pusat kota Manila di malam Tahun Baru 2002.
Filipina menyatakan, al Ghozi sebagai salah satu anggota sel al
Qaidah di Asia Tenggara.58
Maret 2002: Kantor Babinkum, Pulo Gebang, Jakarta.
Juni 2002: Di depan gedung konsulat jenderal Amerika
Serikat di Karachi, Pakistan yang mengakibatkan delapan orang
tewas.
9 Juni 2002: Di lahan parkir Hotel Jayakarta dan Diskotik
Eksotis, Kota, Jakarta Barat. Pelakunya, Dodi Prayoko berhasil
ditangkap polisi.
1 Juli 2002: Mal Graha Cijantung, Jakarta. Tujuh orang lukaluka dan tidak ada korban jiwa akibat ledakan itu. Polisi
menangkap lima tersangka yang diyakini terkait dengan Gerakan
Aceh Merdeka yakni, Ramli. M. Nur, Mudawali, Muhamad Hasan
Irsyadi dan Syahrul. Bom rakitan jenis low explosive itu terdiri dari
campuran belerang, alumunium powder, potasium klorat, baterai,
dan serpihan besi atau paku.
Oktober 2002: Bandung Supermall dan Istana Plaza,
Bandung.
58

Tempo Interaktif, 17 April 2004.


54

12 Oktober 2002: Tiga ledakan bom mengguncang Bali.


Ledakan pertama dan kedua mengguncang kawasan di Jalan
Legian, Kuta. Sedangkan ledakan lainnya terjadi di dekat kantor
konsulat AS, Denpasar. Di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan
meledak di pintu gerbang masuk kantor Konjen Filipina. Tidak ada
korban jiwa.
Ledakan di Jalan Legian, mengakibatkan setidaknya 187
tewas dan 400-an lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan
kerusakan parah dalam radius 100 meter dari pusat ledakan. Polisi
mengidentifikasikan bahwa ledakan berasal dari bom mobil yang
diletakkan dalam Mitsubishi L300.
Sebagai peracik bahan-bahan kimia bahan peledak, Sarjiyo
alias Sawad, dihukum seumur hidup oleh majelis hakim PN
Denpasar yang juga menghukum Saad alias Mat Ucang 20 tahun
penjara lantaran menyembunyikan Mukhlas alias Ali Gufron saat
dalam pelarian. Hernianto dihukum 12 tahun penjara. Selain itu,
kelompok Kalimantan, seperti Mubarok dihukum seumur hidup,
Sukastopo tiga tahun, Imam Susanto empat tahun delapan bulan,
Mujarot lima tahun, Hamzah Baya enam tahun, Eko Hadi P empat
tahun enam bulan, Puriyanto empat tahun enam bulan,
Firmansyah empat tahun, Syamsul Arifin tiga tahun penjara,
Sofyan Hadi enam tahun, Sirojul Munir lima tahun, Sukastopo tiga
tahun, Muhammad Yunus enam tahun.
Sementara itu, Ali Imron alias Ale adik kandung Amrozi,
dihukum seumur hidup. Imam Samudra dihukum hukuman mati
lantaran secara bersama-sama dengan anggota kelompoknya
melakukan
aksi
pemboman
itu;
secara
bersama-sama
menyiapkan dana untuk membiayai bom Bali. Ini berkaitan
dengan perampokan toko emas 'Elita' di Serang, Banten, yang
dananya digunakan untuk biaya bom Bali. Di antaranya, Rp. 20
juta yang diberikan kepada Amrozi untuk membeli bahan-bahan
peledak, serta tambahan biaya membeli mobil Mitsubishi L-300;
aktifitasnya sebagai tokoh penting dalam kasus bom Malam Natal
di empat gereja di Batam 24 Desember 2000: Gereja Pante Kosta
Pelita, Gereja GKPS Sei Panas, Gereja Betani May Mart, serta
Gereja Beato Damian, di kawasan Bengkong Green; secara
bersama-sama dan bersekutu atau masing-masing bertindak
untuk dirinya sendiri dengan sengaja membakar atau menjadikan
letusan yang dapat mendatangkan bahaya umum bagi barang.
Dalam peristiwa bom Batam, selain merusak gereja, juga
55

menimbulkan korban manusia, 26 luka berat, serta 3 orang luka


ringan
Di Manado, pada saat yang hampir bersamaan juga terjadi
ledakan di depan kantor konsulat Filipina di Jalan Tikala. Pada
peristiwa yang tidak menelan korban jiwa itu, polisi menangkap
dua pelaku pemboman: Otje dan Idris.59
5 Desember 2002: Mal Ratu Indah Makassar pada malam Idul
Fitri. Tiga orang tewas dalam peristiwa itu. Enam belas orang
ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya, Agung Abdul Hamid,
Mukhtar Daeng Lau, Usman, Masnur, Azhar Daeng Salam, Ilham,
Hizbullah Rasyid, Dahlan, Lukman, Suryadi, Abdul Hamid, Iwal,
Mirzal, Itang, Khaerul, dan Kahar Mustafa. Dua belas orang telah
berhasil ditangkap polisi, empat orang lainnya yang masih buron
adalah Agung Abdul Hamid, Dahlan, Mirzal dan Hizbullah Rasyid.
Januari 2003: Pangkalan bajaj di Jalan Jembatan Besi Raya
Gang I, Tambora, Jakarta. Ledakan berasal dari bom Molotov yang
dilemparkan ke pangkalan bajaj yang mengakibatkan sebuah bajaj
terbakar. Bom itu terbuat dari botol bir isi bensin dan sumbu. Tak
ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Sementara itu, ledakan bom
rakitan terjadi dan mengenai dua polisi di jembatan besi Jorong
Silawai, Kecamatan Airbangis, Kabupaten Pasaman, Sumatra
Barat.
14 Januari 2003: Ambon.
3 Februari 2003: Wisma Bhayangkari Markas Besar Kepolisian
Republik Indonesia. Ledakan berasal dari sebuah bom rakitan
yang dibuat dari pipa paralon sepanjang 11 cm dengan diameter
16 cm, ditutup dengan lempengan baja yang dilapisi dengan
semen. Walau berkekuatan rendah, ledakan merusakan satu mobil
dan menghancurkan bagian bagunan yang ada di Wisma
Bhayangkari. Polisi menangkap tersangka pelaku pemboman, Ajun
Komisaris Polisi Anang Sumpena. Tidak ada korban jiwa akibat
ledakan itu.
1 April 2003: Bom mengguncang Medan. Kali ini terjadi lagi
di jalur pipa milik PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Diperkirakan
bom meledak pukul 03.00 WIB. Tak ada korban jiwa.
24 April 2003: Di jembatan Kali Cideng, belakang kantor
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sasaran kemungkinan ditujukan ke
kantor PBB. Bom rakitan itu terbuat dari besi yang panjangnya
sekitar 33 sentimeter, dengan diameter sekitar 10 sentimeter,
59

Tempo Interaktif, 17 April 2004.


56

dan ketebalan pipanya sekitar 6,6 milimeter. Ledakan berkekuatan


rendah. Tidak ada korban.
27 April 2003: Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu,
tujuh orang yang merupakan satu keluarga menjadi korban
ledakan. Lima di antaranya dirawat di Rumah Sakit Pantai Indah
Kapuk PIK dan dua lainnya dirawat di RSU Tangerang. Ledakan
berkekuatan rendah. Belum diketahui penyebab dan motif
ledakan.
30 Juni 2003: Di Pasar Aceh, Kota Banda Aceh. Sementara
itu, satu bom lainnya dapat dijinakkan di satu rumah sakit umum
Kota Banda Aceh. Tiga pedagang menderita luka terkena serpihan
bom.
14 Juli 2003: Gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Tidak ada
korban jiwa.
10 Juli 2003: Pasar Koronadal, Filipina Selatan. Ledakan
menewaskan tiga orang serta mencederai setidaknya 29 orang.
Juli 2003: Saat konser musik terbuka di Moskow, Rusia. Bom
bunuh diri itu menewaskan 14 orang serta puluhan terluka.
5 Agustus 2003: Hotel JW Marriott, Jakarta. Dengan bahan
peledak, antar lain berupa CLO3, Almunium Fowder, TNT,
Detonator dan Detonating Cord (sumbu peledak), bom
menewaskan 13 orang, melukai 74 orang dan menghancurkan 22
mobil.
Menurut keterangan tersangka Amran Bin Mansur alias Andi
Saputra, bahan peledak bom menggunakan sisa-sisa bom Malam
Natal 2000 yang diselundupkan dari Fillipina Selatan sebelum
2000. Amran, pria kelahiran Pontian Johor Malaysia, merupakan
anggota Jamaah Islamiyah yang berperan sebagai penyedia
bahan peledak bom Malam Natal 2000. Amran mendistribusikan
bahan peledak ke empat tempat pengeboman: gereja-gereja di
Batam, Pekan Baru (Sumatera), Jawa dan Nusa Tenggara Timur.
Perintah tertinggi pengeboman Malam Natal itu ada di
tangan Hambali alias Encep Nurjaman, pria Cianjur Jawa Barat
yang ditangkap di Ayutthaha Thailand, 2003, oleh aparat intelijen
Thailand. Hambali kemudian menunjuk penanggung-jawab
eksekusi di empat tempat itu, dua di antaranya, Imam Samudera
alias Kudama untuk Batam dan Idris alias Gembrot untuk
Pekanbaru. Kepada para penanggung-jawab itulah, Amran
menyerahkan bahan peledak. Selain bom, Amran juga
menyerahkan enam senjata jenis revolver asal Malaysia: tiga
57

untuk Batam dan tiga untuk Pekanbaru. Selepas itu, Amran kabur
ke Malaysia, tapi kembali lagi ke Indonesia pada 2001. Lewat jalur
ilegal, Amran dua kali keluar-masuk: Batam, Johor Malaysia,
Nunukan Kalimantan Timur dan Manado, Sulawesi Utara.
Selain Amran, ada penyedia dana bernama Jabfar -juga
warga Malaysia- yang berhasil ditangkap tim anti teror Mabes Polri
di Desa Grinsing, Batang, Jawa Tengah, 5 Februari 2004. Jabfar
inilah yang menuntun aparat untuk menangkap Amran.
Baik Amran maupun Jabfar sudah aktif dalam pengeboman di
Indonesia sejak 1999. Tapi pada 2001, mereka sudah tidak aktif
lagi. Jabfar adalah pengikut Pondok Pesantren Lukmanul Hakim
milik Amir Majelis Mujahidin Indonesia, Ustadz Abu Bakar Baasyir
di Malaysia yang sudah dibubarkan. Amran dan Jabfar juga
bekerja-sama dalam pengeboman Malam Natal 2000. Tapi selepas
tugas, mereka berpisah dan kabur.
Terbukti terlibat dalam persiapan aksi pengeboman Hotel JW
Marriott, Sardona Siliwangi bin Azwar, 23 tahun, dihukum sepuluh
tahun penjara oleh majelis hakim PN Bengkulu. Sardona sendiri
saat ini adalah mahasiwa semester satu Akademi Komputer
swasta di Kota Bengkulu. Diperkirakan, sekitar 4 Januari hingga
pelaksanaan pengeboman di Hotel JW Marriott 5 Agustus 2003,
dirinya ikut bersama-sama menyimpan bahan peledak yang
dibungkus enam kardus di kediamannya di Jalan Gedang
Kilometer 6,5, Rt.1-Rw.01, nomor 43, Kecamatan Gading
Cempaka, Bengkulu. Perbuatan terdakwa dilakukan bersamasama dengan Asmar Latin Sani (pelaku bom bunuh diri), Noor Din
Moh Top alias Isa, Dr. Azhari alias bahar, Moh. Rais alias Indra alias
Iskandar alias Ryan Arifin, Toni Togar alias Indra Warman dan
Mohammad Ihsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot
alias Jo.
7 Agustus 2003: Di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Akibat
ledakkan, Bachtiar alias Manto, 20 tahun, yang diduga kuat
sebagai perakit bom itu tewas.
12 September 2003: Di daerah konflik Poso, Sulawesi Tengah.
Ledakan bom mengakibatkan lima warga luka-luka.
8 November 2003: Bom mobil meledak dalam komplek
ekspatriat Arab di Riyadh, Arab Saudi, menewaskan 17 orang dan
120 warga lainnya luka-luka.
15 November 2003: Di luar sinagoga di Istanbul, Turki, yang
penuh terisi orang. Bom mobil menyebabkan 20 orang tewas dan
300 lainnya terluka.
58

20 November 2003: Istanbul, Turki. Bom bunuh diri


menewaskan 27 orang dan 450 lainnya cedera.
5 Desember 2003: Di dekat perbatasan Rusia-Chechnya.
Bom bunuh diri meledakkan kereta api, menewaskan 36 orang
dan sekitar 150 orang lainnya cedera.
5 Desember 2003: Makassar, Sulawesi Selatan. Muhammad
Tang alias Ittang (30) yang telah membantu pelarian otak bom
Makassar, Agung Hamid, dihukum tujuh tahun penjara oleh PN
Makassar, Sulawesi Selatan yang juga menghukum Suryadi
Mas'ud (31) delapan tahun penjara. Selain itu, Khaerul alias Herul
alias Mato (23) dihukum tujuh tahun penjara, Kaharuddin Mustafa
lima tahun penjara lantaran ikut membantu dan memberikan
kemudahan kepada tersanga Agung Hamid yang disebut-sebut
sebagai otak peledakan. Imal Hamid, 35 tahun, dihukum enam
tahun penjara lantaran menyembunyikan informasi pelaku tindak
pidana terorisme, yaitu sudah tahu adanya bahan peledak berupa
dua karung photasium dan satu karung TNT yang disimpan Agung
Hamid (buron) di rumahnya, di Desa Garessi, Kecamatan Tanete
Rilau, Kabupaten Barru. Suriadi SPd, 32 tahun, dihukum tujuh
tahun penjara.
9 Desember 2003: Di dekat gedung parlemen Rusia di
Moskow. Akibat bom bunuh diri itu, belasan orang luka berat. Dua
wanita pelaku pemboman ditemukan tewas.
Januari 2004: Di Medan, Sumatera Utara. Pelakunya adalah
penjual mie Aceh dan anggota separatis Gerakan Aceh Merdeka:
Sfd Bin Slm alias Fudin (30) dan AS alias Mamad (24), penduduk
Samlantira dan Kecamatan Tanah, Aceh Utara.
Sementara itu, bom juga meledak di Kafe Samfodo Indah di
Kota Palopo, Sulawesi Selatan dan mengakibatkan empat tewas
dan dua orang lagi mengalami luka-luka. Pelakunya, Arman, Idil,
Ahmad Rizal, Jeddi, Benardi dan Jasmin. Enam orang lainnya yang
masih buron adalah Aswandi alias Aco bin Kasim, Ishak, Nirwan,
Kahar dan Agung Hamid. Disinyalir, Agung Hamid juga tokoh
utama peledakan bom di Mal Ratu Indah Makassar, 5 Desember
2002.
11 Maret 2004: Madrid, Spanyol. Ledakan bom menewaskan
200 orang. Tersangkanya, tiga warga Maroko dan dua asal India
ditangkap, dan diyakini terkait dengan jaringan penjualan dan
pemalsuan telepon seluler dan SIM Card. Kemungkinan, kelima
tersangka memiliki hubungan dengan kelompok radikal di
Maroko, kata Menteri Dalam Negeri Spanyol, Angel Acebes.
59

21 Maret 2004: Rumah milik nyonya Sugeng di Jalan Bhakti


Abri Kampung Sindangrasa, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan
Cimanggis Depok. Ledakan bom rakitan itu tidak memakan korban
jiwa dan kerusakan berarti.60
Di Indonesia, bom Bali adalah hasil nyata tangan dingin JI.
Bom malam Natal, bom di rumah Kedubes Filipina, bom BEJ, bom
Atrium Senen, dan bom Marriott merupakan karya-karya mereka.
Kita semua bertanya-tanya, seperti apakah organisasi ini,
bagaimana kerja organisasinya, pendanaannya, dan strukturnya.
Sebuah dokumen paling rahasia milik JI didapatkan Bali Post.
Inilah dokumen yang disebut-sebut dalam persidangan Abu Bakar
Ba'asyir, yakni Pedoman Umum Perjuangan JI (PUPJI). Dokumen
yang menjadi fakta bahwa JI itu ada, bukan fiktif, bukan rekayasa,
dan bukan cuma bualan. Organisasinya ada, pengurusnya ada,
anggotanya ada, hingga sistem pelatihan dan programnya pun
ada. Dokumen PUPJI dibuat pada Mei 1996 oleh Majelis Qiyadah
Markaziyah Al-Jamaah Al-Islamiyah.
JI memiliki nama asli Al-Jama'ah Al-Islamiyyah. Didirikan di
Malaysia oleh Abdullah Sungkar. Tokoh Islam yang juga pendiri
Ponpes Al Mukmin Ngruki. Sungkar berteman akrab dengan
pendiri Ponpes Ngruki lainnya, yakni Abu Bakar Ba'asyir, baik di
Ngruki maupun di Malaysia. Dalam Nidhom Asasy (semacam
AD/ART), JI menamakan jamaah JI sebagai Jama'atun minamMuslimin yang bersifat alami. Didirikan secara rahasia dan
perjuangan di bawah tanah. Kedudukannya berada di suatu
tempat yang dianggap memenuhi syarat. Tidak tetap. JI berasas Al
Quran dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush
Shoolih. Sasaran perjuangannya mewujudkan tegaknya Daulah
Islamiyah sebagai basis menuju wujudnya kembali Khilfah 'Alaa
Minhajin Nubuwwah (semacam pemerintahan Islam di seluruh
dunia). Guna menuju cita-cita itu, JI menempuhnya melalui
perjuangan dakwah, tarbiyah (pendidikan), amar makruf nahi
munkar, hijrah (pindah), dan jihad fisabilillah.
Jamaah dipimpin oleh seorang amir. Sungkar menjadi amir
pertama. Sepeninggal Sungkar, 2001, belum bisa dibuktikan siapa
amir-nya. PN Jakpus pun belum bisa membuktikan bahwa Abu
Bakar Ba'asyir sebagai pengganti Sungkar. Tidak ada hitam di atas
putih. Seorang amir dalam menjalankan tugasnya dibantu
sejumlah lembaga, yakni Majelis Qiyadah (semacam DPR, meski
tidak an sich parlemen), Majlies Syuro (semacam MPR), Majelis
60

Tempo Interaktif, 17 April 2004.


60

Fatwa (semacam DPA), dan Majelis Hisbah (semacam MA). Amir


dipilih dan diangkat oleh Majelis Syuro. Anehnya, Majelis Syuro
diangkat dan diberhentikan oleh amir. Amir juga mengangkat
DPR, MPR, DPA, dan MA versi JI (Bab IV pasal 7 dan 8). Kekuasaan
amir sangat tinggi. Dia berhak mengutip dana dari anggota, baik
bersifat rutin maupun insidental. Amir juga berwenang memberi
sanksi bila anggota melanggar. Hubungan dengan organisasi lain
menjadi wewenang amir. Selain itu, amir bertanggung jawab
dalam meningkatkan keilmuan dan kesejahteraan anggota. Bila
amir tak bisa menjalankan tugasnya, amir bisa menunjuk sendiri
penggantinya.
Masa jabatan amir hanya bisa berakhir bila wafat, ada uzur
syar'i dan diberhentikan Majelis Syuro bila dianggap menjalankan
kekafiran (ukurannya bukan kesalahan tetapi kekafiran). Amir juga
bisa diberhentikan bila dinilai lemah dalam menghadapi tekanan
asing. JI juga memiliki lembaga musyawarah sebagai pertemuan
antarlembaga dengan amir yang diadakan setahun sekali. Amir
punya kewenangan veto untuk memutuskan sesuatu meski dalam
pengambilan suara terbanyak, keputusan amir itu tidak didukung.
Veto amir ini sangat dominan.
Syarat menjadi anggota JI tak mudah. Harus mengikuti
seleksi terlebih dahulu, lalu baiat oleh amir. Anggota juga tak
cukup hanya beragama Islam. Tetapi, Islam dengan aliran salafush
sholih. Setelah masuk menjadi anggota, mereka dikenai kewajiban
membela dan melindungi amir, taat aturan, tidak melakukan
perbuatan mudlarat kepada jamaah dan saling melindungi antar
jamaah dalam segala hal, terutama mengenai JI. Mereka juga
punya hak mendapatkan kesejahteraan, bimbingan agama, dan
perlindungan. Sumber keuangan mereka untuk mendanai
program-programnya diambilkan dari infaq, zakat, dan sodaqoh
serta sumber-sumber yang dianggap halal. Sumber lain ini tidak
sembarangan, sebab JI hanya mau menerimanya setelah ada
ijtihad (diskusi dan perdebatan para ahli apakah diperbolehkan
atau tidak). Dana ini dihimpun dan dibuat anggaran tahunan
semacam APBN. Dari APBN itulah organisasi ini mendapatkan
pembagian dana untuk operasional, yang diatur dalam peraturan
atau maklumat.
JI juga memiliki peraturan mengenai kerja sama dengan
lembaga luar secara rapi dan teratur. Dakwah ke jamaah di luar JI
pun harus dibuat laporannya kepada atasan secara berjenjang.
Lembaga DPR (Qiyadah) misalnya, juga memiliki tingkatan mulai
61

pusat (markaziyah), mantiqiyah (wilayah), dan cabang (wakalah).


Semua terstruktur dengan baik seperti laiknya sebuah AD/ART
partai atau organisasi modern. Nidhom Asasy JI ini terdiri atas 15
bab, 43 pasal dan dibuat dalam bahasa Indonesia pada 24 Rajab
1416 atau 17 Desember 1995. Organisasi ini kemudian terpecah
menjadi dua: (1) Jamaah islamiyyah, dan (2) Tandzhim Qaidatul
Jihad.
Tandzhim Qaidatul Jihad
Nama Qaidatul Jihad itu sebenarnya sudah disiapkan oleh
Noordin M Top dan Azahari untuk persiapan penyerangan pada
Bom Bali II. Organisasi penyeranganan disebut Anshar Al
Muslimin. Tapi dalam pernyataan pers yang dikeluarkan Noordin,
tetap menggunakan nama Qaidatul Jihad. Itu tampak pada saat
Noordin mengeluarkan pertanggungjawaban penyerangan Bom
Bali II. Anshar Al Muslimin itu organisasi perekrutan sekaligus
organisasi propaganda untuk mempertanggungjawabkan setiap
penyerangan. Ada sinyalamen bahwa kelompok ini tengah
melakukan persiapan penyerangan pada bulan Juni 2006
mendatang. Momentumnya adalah saat keluar keputusan yang
menentukan nasib Amir Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar
Ba'asyir. Kita tahu bulan Juni 2006 mendatang ditentukan nasib
bebas tidaknya Abu Bakar Ba'asyir setelah kasasi atas vonis
penjara
2,5
tahun
penjara
ditolak
oleh
MA.
Pelaku perekrutan dan penyerangan memang sudah dididik di
Johor Malaysia, dan aparat keamanan Indonesia tampaknya sudah
mengetahui rencana serangan di bulan Juni ini. Artinya rencana
serangan ini bakal dilakukan kalau Abu Bakar Ba'asyir tidak
dibebaskan. Targetnya adalah kantor-kantor Kedubes asing,
tempat ibadah dan mall. Serangan dipusatkan di Jakarta.
Kemungkinan jaringan ini bakal menyerang tidak dengan
bom tapi dengan Roket Pelontar Granat (RPG). Ini persis dengan
yang mereka utarakan lewat website mereka saat akan
menyerang kantor Kedubes AS. Noordin cs sudah sudah merekrut
kira-kira 14 orang yang akan siap menjadi martil, 10 orang di
antaranya warga Malaysia. Saya kira peneliti seperti Al Chaidar
bisa saja melakukan klaim tentang pengamatannya terhadap
gerakan dan perkembangan baru dari Noordin M Top, namun
hingga kini dia juga belum pernah bertemu dengan 10 pemimpin
terbesar Qaidatul Jihad. Noordin M Top, dikabarkan membangun
62

jaringan di 29 provinsi. Kabar beredar menyebut Noordin


menggandeng Abu Amar untuk melakukan perekrutan pasukan
bunuh diri dengan basis utama di Sulawesi Tengah (Sulteng),
Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Provinsi Banten.
Dua gembong teroris ini ditengarai sudah mengubah
bendera 'perjuangan' mereka dari Jama'ah Islamiyah (JI) menjadi
Qaidatul Jihad (QJ). Setelah bendera baru dikibarkan, serangan
perdana diperkirakan dilakukan pada bulan Juni 2006 mendatang,
Momentumnya adalah saat penentuan bebas tidaknya Amir
Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Abu Bakar Ba'asyir, oleh
Mahkamah
Agung
(MA).
Menurut peneliti masalah terorisme, Al Chaidar, Abu Amar yang
digandeng oleh Noordin itu kemungkinan besar adalah nama lain
dari Dulmatin alias Umar Patek. "Lewat bendera baru Qaidatul
Jihad, Abu Amar posisinya sebagai amirul jihad (panglima).
Sedangkan Noordin Top sebagai penasihat ahli," kata Al Chaidar
kepada Tribun, Kamis (30/3).61 Menurut Al Chaidar, pasca
tewasnya Dr Azahari di Malang Jawa Timur, mereka sengaja
'tiarap' dengan menunda berbagai agenda serangan teror. Namun
dalam kondisi tiarap, mereka lebih memfokuskan perhatian untuk
melakukan konsolidasi yang menurutnya sudah merambah 29
propinsi. Al Chaidar mengaku tak hafal data ke-29 propinsi yang
sudah dirambah.
Namun yang menjadi basis utama perekrutan kader-kader
baru, menurut Al Chaidar, adalah di Sulsel, Sulteng dan Banten.
Sementara daerah lainnya yang cukup serius digarap adalah
sebagian Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Riau dan Kaltim. Di
daerah-daerah itu, QJ melakukan perekrutan besar-besaran
(massive) dan indoktrinasi mendalam. "Setelah sempat macet,
dana dukungan dari Al Qaeda mulai mengalir lagi ke Qaidatul
Jihad," tutur Al Chaidar yang juga penulis buku Lampung
Bersimbah Darah ini. Namun cara transfer dana lewat bank kini
dihindari karena khawatir terendus oleh pendeteksian dari Pusat
Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK), sebuah
lembaga milik pemerintah yang bertugas mendeteksi aliran-aliran
dana mencurigakan dari luar negeri. Menurut Al Chaidar, dana
dari Al Qaeda yang berbasis di Afghanistan, Irak dan Eropa
disalurkan ke QJ lewat cara manual, yakni dibawa langsung oleh
kurir atau perantara.
61

Tribun Batam, 31 Maret 2006.


63

Secara terpisah, pengamat intelijen Dinno Chressbon


mengatakan, QJ kemungkinan akan mengambil momentum
serangan pertama di tahun 2006 ini pada saat penentuan bebas
tidaknya Abu Bakar Ba'asyir. Tepatnya di bulan Juni 2006
mendatang, Mahkamah Agung (MA) akan mengeluarkan
keputusan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) atas vonis 2,5
tahun penjara terhadap Ba'asyir yang sebelumnya sudah masuk
tahap kasasi dan ditolak MA. "Kalau bulan Juni nanti MA menolak
PK Ba'asyir, momentum itu kemungkinan dijadikan timing
kelompok Noordin untuk beraksi," kata Dinno Chressbon secara
terpisah. Karena itu, Dinno meyakini sasaran serangan utama
tetap Jakarta dengan target markas kedubes asing, pusat
perbelanjaan dan sekolah- sekolah asing bertaraf internasional di
Jakarta.
Dinno mendengar bahwa para relawan yang sudah
direkrut jaringan tersebut saat ini dididik secara intensif, antara
lain di Johor, Malaysia. Namun Dinno mengatakan, perubahan
nama dari Jama'ah Islamiyah menjadi Qaidatul Jihad itu
sebenarnya sudah dilakukan mendiang Dr Azahari sebelum tewas
tertembak
di
Batu
Malang,
akhir
2005
lalu.
"Nama Qaidatul Jihad sudah dipakai Noordin saat serangan Bom
Bali II," kata Dinno. Buktinya, dalam VCD teroris yang ditemukan
polisi di Semarang beberapa waktu lalu, seorang teroris bertopeng
hitam yang diduga Noordin Top menyebut-nyebut dirinya adalah
jaringan Qaidatul Jihad, bukan Jamaah Islamiyah. Noordin juga
menyebutkan nama organisasi penyerangnya adalah Anshar Al
Muslimin.
Pengamat terorisme, Sidney Jones, juga pernah mencuatkan
nama 'Toifah Mukhotilah' sebagai organisasi baru pengganti JI.
Namun menurut Al Chaidar, nama itu terbukti tak ditemukan di
lapangan. "Berarti Sidney Jones nggak akurat," ujarnya.
Dinno menambahkan, kelompok Noordin ditengarai tak lagi
menggunakan taktik pengeboman ala Bom Bali, Bom Kedubes
Australia,
maupun
Bom
Hotel
JW
Marriot.
"Mereka kini menggunakan Roket Peluncur Granat (RPG), seperti
tercantum pada website penyerangan," tutur Dinno. Al Chaidar
sependapat. Menurutnya, kelompok Noordin mulai menyadari
bahwa taktik pengeboman menelan korban masyarakat tak
berdosa terlalu banyak. Karena itu, taktik serangan terfokus akan
diterapkan Noordin cs. Yang jelas, kata Dinno, dirinya memberikan
saran kepada kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN) agar
64

meningkatkan pendeteksian terhadap dini terhadap sinyalemen


'serangan Juni' ini sebelum momentum itu datang.62
Di bawah ini dijelaskan dalam bagan (Bagan 6) tentang Islam
Teroris di Indonesia. Semua Islam teroris di Indonesia,
sesungguhnya memiliki akar ke Darul Islam, meskipun dalam
perkembangannya banyak perpecahan (ke dalam 38 faksi).
Namun perpecahan ini tidak menyurutkan serangan terorisme di
Indonesia. Justru, kebanyakan perpecahan di tubuh Darul Islam
dikarenakan adalah pengaruh dari gerakan-gerakan teroris yang
mengajak sebagian dari anggota faksi-faksi Darul Islam. Darul
Islam adalah sumber dan sekaligus kawan tradisional semua
pergerakan Islam teroris di Indonesia.

Bagan 6
Islam Teroris di Indonesia

Islam Teroris di Indonesia


Islam Teroris

Tandhim
Qaidatul Jihad
Darul Islam
(Sebagian Faksi)

Jamaah Islamiyyah

Darul Islam

62

Tribun Batam, 6 April 2006.


65

Di Indonesia pernah ada suatu gerakan anak bangsa yang


berusaha membangun supremasi Islam, yaitu Negara Islam
Indonesia yang berhasil diproklamasikan, 7 Agustus 1949, dan
berhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13 tahun lamanya
(1949-1962). Namun rezim yang berkuasa telah memanipulasi
sejarah tersebut dengan semau-maunya, sehingga umat Islam
sendiri tidak mengenal dengan jelas sejarah masa lalunya.
Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, adalah sebuah nama yang
cukup problematis dan kontroversial di negara Indonesia, dari dulu
hingga saat ini. Bahwa dia dikenal sebagai pemberontak, harus
kita luruskan. Bukan saja demi membetulkan fakta sejarah yang
keliru atau sengaja dikelirukan, tetapi juga supaya kezaliman
sejarah tidak terus berlanjut terhadap seorang tokoh yang
seharusnya dihormati.
Semasa Orla berkuasa (1947-1949) yang merupakan
puncaknya perjuangan Negara Islam Indonesia, SM. Kartosuwiryo
memang dikenal sebagai pemberontak. Tetapi fakta yang
sebenamya
adalah,
Kartosuwiryo
sesungguhnya
tokoh
penyelamat bagi bangsa Indonesia, lebih dari apa yang dilakukan
oleh Soekarno dan tokoh tokoh nasionalis lainnya. Pada waktu
Soekarno bersama tentara Republik pindah ke Yogyakarta sebagai
akibat dari Perjanjian Renville, yang menyebutkan bahwa wilayah
Indonesa hanya tinggal Yogya dan sekitarnya saja, dan wilayah
yang masih tersisa itu pun, dipersengketakan antara Belanda dan
Indonesia, sehingga pada waktu itu nyaris Negara Kesatuan
Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Dan yang ada hanyalah
negara-negara serikat, baik yang sudah terbentuk, atau pun yang
masih dalam proses melengkapi syarat-syarat kenegaraan.
Seperti Jawa Barat, ketika itu dianjurkan oleh Belanda supaya
membentuk Negara Pasundan, namun belum terbentuk sama
sekali, karena belum adanya kelengkapan kenegaraan.
Ketika segala peristiwa yang telah disebutkan di atas,
menggelayuti atmosfir politik Nusantara, pada saat itu Indonesia
dalam keadaan vacuum of power. Pada saat itulah, Soekarno
memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke Yogyakarta
berdasarkan Perjanjian Renville. Guna memberi legitimasi Islami,
dan untuk menipu umat Islam Indonesia dalam memindahkan
pasukan ke Yogya, Soekarno telah memanipulasi terminologi Al
Qur'an dengan menggunakan istilah "Hijrah" untuk menyebut
pindahnya pasukan Republik, sehingga nampak Islami dan tidak
terkesan melarikan diri. Namun S.M. Kartosuwiryo dengan
66

pasukannya tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah ke


Yogya.
Bahkan
bersama
pasukannya,
ia
berusaha
mempertahankan wilayah Jawa Barat, dan menamakan Soekarno
dan pasukannya sebagai pasukan liar yang kabur dari medan
perang.
Jauh sebelum kemerdekaan, yaitu pada tahun 1930-an,
istilah "hijrah" sudah pernah diperkenalkan, dan dipergunakan
sebagai metode perjuangan moderen yang brillian oleh S.M.
Kartosuwiryo, berdasarkan tafsirnya terhadap Sirah Nabawiyah.
Ketika itu, pada tahun 1934 telah muncul dua metode perjuangan
yaitu cooperatif dan non cooperative. Metode non cooperative,
artinya tidak mau masuk ke dalam parlemen dan bekerja sama
dengan pemerintah Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha
menghadapi penguasa yang ada. Metode ini sebenarnya
dipengaruhi oleh politik Swadesi, politik Mahatma Gandhi dari
India. Lalu muncullah S.M. Kartosuwiryo dengan metode Hijrah,
sebuah metode yang berusaha membentuk komunitas sendiri,
tanpa kerjasama dan aktif, berusaha untuk melawan kekuatan
penjajah.
Akan tetapi, pada waktu itu, metode ini dikecam keras oleh
Agus Salim, karena menganggap S.M. Kartosuwiryo menerapkan
metode hijrah ini di dalam suatu masyarakat yang belum melek
politik. Sehingga ia kemudian berusaha menanamkan politik dan
metode hijrah itu kepada anggota PSII pada khususnya. Dengan
harapan setelah memahami politik, mereka mau menggunakan
metode ini, karena paham politik sangat penting. Namun, Agus
Salim menolaknya, karena ia tidak setuju dengan politik tersebut.
Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah boleh
mengetahui masalah mekanisme organisasi tanpa mengetahui
konstelasi politik yang sedang berlangsung, dan hanya elit
pemimpin saja yang boleh mengetahui. Sedangkan "hijrah"
adalah berusaha menarik diri dari perdebatan politik, kemudian
berusaha membentuk barisan tersendiri dan berusaha dengan
kekuatan sendiri untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang
tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor inilah yang menjadi
awal perpecahan PSII, yaitu melahirkan PSII Hijrah yang memakai
metode hijrah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus Salim.
Walaupun metode Hijrah, bagi sebagian tokoh politik saat itu,
terlihat mustahil untuk digunakan sebagai metode perjuangan,
namun ternyata dapat berjalan efektif pada tahun 1949 dengan
terbentuknya Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan
67

dibawah bendera Bismillahirrahmaniirrahim. Sehingga pantaslah,


jika kita tidak memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya
secara seksama, memunculkan anggapan bahwa berdirinya
Negara Islam Indonesia berarti adanya negara di dalam negara,
karena Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu
dilakukan.
Namun sebenarnya jika kita memahami sejarah secara benar
dan adil, maka kedudukan Negara Islam Indonesia dan RI adalah
negara dengan negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah
Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam Indonesia berada
di Jawa Barat dan mengalami ekspansi (pemekaran) wilayah.
Daerah Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan
Aceh mendukung berdirinya Negara Islam Indonesia. Dan
dukungan itu bukan hanya berupa pernyataan atau retorika
belaka, tapi ikut bergabung secara revolusional. Barangkakali
benar, bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya
gerakan rakyat yang disambut demikian meriah di beberapa
daerah di Indonesia.
Melihat sambutan yang demikian hangat dari saudara
Muslim lainnya, maka rezim Soekarno berusaha untuk
menghambat tegaknya Negara Islam Indonesia bersama A.H.
Nasuion, seorang tokoh militer beragama Islam yang dibanggakan
hingga sekarang, tetapi ternyata mempunyai kontribusi yang
negatif dalam perkembangan Negara Islam Indonesia. Dia
bersama Soekarno berusaha menutupi segala hal yang
memungkinkan S.M. Kartosuwiryo dan Negara lslam Indonesia
kembali terangkat dalam masyarakat, seperti penyembunyian
tempat eksekusi dan makam mujahid Islam tersebut.
Nampaklah sekarang bahwa sebenarnya penguasa Orla dan
Orba, telah melakukan kejahatan politik dan sejarah sekaligus,
yang dosanya sangat besar yang rasanya sulit untuk dimaafkan.
Mungkin bisa diumpamakan, hampir sama dengan dosa syirik
dalam pengertian agama, yang merupakan dosa terbesar dalam
Islam. Karena prilaku politik yang mereka pertontonkan, telah
menyesatkan masyarakat dalam memahami sejarah perjuangan
Islam di Indonesia dengan sebenarnya. Berbagai rekayasa politik
untuk memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal yang
sekecil-kecilnya mengenai perjuangan serta pribadi S.M.
Kartosuwiryo. Seperti pengubahan data keluarganya, tanggal dan
tahun lahirnya. Semua itu ditujukan agar SMK dan Negara Islam
Indonesia jauh dari ingatan masyarakat. Sekalipun demikian, S.M.
68

Kartosuwiryo tidak berusaha membalas tindakan dzalim


pemerintah RI. Pemah suatu ketika Mahkamah Angkatan Darat
Percobaan
(Mahadper)
menawarkan
untuk
mengajukan
permohonan grasi (pengampunan) kepada presiden Soekarno,
supaya hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya
dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab," Saya tidak
akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama
Soekarno". Sikap tegas dan konsisten seperti inilah yang lazim
terdapat pada setiap anggota Darul Islam di Indonesia. Mereka
juga mahir dalam memainkan peralatan kekerasan seperi senjata
ringan dan bom rakitan.
Maka, tidaklah aneh jika selama 1962-2003, Indonesia sudah
mencatat puluhan kali ledakan bom terjadi dalam skala kecil dan
besar, setengahnya terjadi di Jakarta. Catatan dimulai dengan
ledakan bom yang terjadi di kompleks Perguruan Cikini dalam
upaya pembunuhan presiden pertama RI, Ir Soekarno, pada 1962.
Berikut ini adalah sejumlah peristiwa yang terkait dengan
kekerasan yang dilakukan Darul Islam:
11 November 1976: Di Masjid Nurul Iman, Padang. Pelakunya
adalah Timzar Zubil, tokoh yang disebut pemerintah sebagai
Komando Jihad. Tapi, Timzar tidak pernah ditemukan sampai
sekarang.
20 Maret 1978: Sekelompok pemuda melakukan peledakan
di beberapa tempat di Jakarta dengan bom molotov, dan
membakar mobil presiden taksi untuk mengganggu jalannya
sidang umum MPR.
14 April 1978: Masjid Istiqlal, Jakarta. Sampai sekarang,
ledakan bom dengan bahan peledak TNT itu tetap jadi misterius.
4 Oktober 1984: Ledakan bom di BCA, Jalan Pecenongan,
Jakarta Barat. Pelakunya adalah Muhammad Jayadi, anggota
Gerakan Pemuda Ka'bah (anak organisasi Partai Persatuan
Pembangunan) lantaran protes terhadap peristiwa Tanjungpriok
1983. Jayadi yang tidak dikenal sebagai anggota Gerakan Pemuda
Ka'bah kemudian dijatuhi hukuman penjara 15 tahun setelah
mengaku menjadi pelaku peledakan.
Saat bersamaan, juga terjadi ledakan di BCA dan Kompleks
Pertokoan Glodok, Jakarta dengan pelaku Chairul Yunus alias Melta
Halim, Tasrif Tuasikal, Hasnul Arifin yang juga merupakan anggota
Gerakan Pemuda Ka'bah. Mereka dijatuhi hukuman penjara dan
dipecat dari keanggotaan Gerakan Pemuda Ka'bah.
69

Selain itu, ledakan juga terjadi di BCA Jalan Gajah Mada,


Jakarta Pusat dengan pelaku Edi Ramli, juga anggota Gerakan
Pemuda Ka'bah. Siapa dalang pemboman, sebenarnya masih
misterius, tapi Edi dijatuhi hukuman penjara.
Rentetan kasus peledakan beberapa kantor BCA itu menyeret
tokoh-tokoh Petisi 50, seperti H.M. Sanusi, A.M. Fatwa (keduanya
dipenjara, saksi-saksi mengaku disiksa), dan H.R. Dharsono.
24 Desember 1984: Gedung Seminari Alkitab Asia Tenggara
(SAAT), Jalan Margono, Malang, Jawa Timur. Tidak diketahui siapa
pelakunya.
20 Januari 1985: Candi Borobudur di Jawa Tengah tak luput
dari sasaran ledakan bom. Pelakunya adalah seorang mubalig,
Husein Ali Alhabsy yang juga dilatar-belakangi motif protes
terhadap peristiwa Tanjungpriok 1983. Husein menolak tuduhan
atas keterlibatannya dalam peledakan Borobudur dan menuding
Mohammad Jawad, yang tidak tertangkap, sebagai dalangnya.
Pada awalnya, Husein mendapat ganjaran penjara seumur hidup.
Tapi kemudian mendapatkan grasi dari pemerintahan Habibie
pada 23 Maret 1999.
16 Maret 1985: Bus Pemudi Ekspress di Banyuwangi, Jawa
Timur. Pelakunya adalah Abdulkadir Alhasby, anggota majelis
taklim. Kasus ini juga dikaitkan dengan peledakan Candi
Borobudur yang juga memprotes peristiwa Tanjungpriok 1983.
Bahan peledak yang digunakan adalah TNT batangan PE 808/tipe
Dahana.
Darul Islam mengalami fragmentasi dan faksionalisasi yang
cukupo kental dan mendalam. Banyak epigon dan organisasi
pergerakan islam radikal dan teroris yang berasal dari Darul islam.
Misalnya, AMDI (Angkatan Muda Darul Islam). Sampai sekarang
belum terstruktur karena belum dideklarasikan. Rencanya, AMDI
akan dideklarasikan pada bulan Desember 2005 di Solo dan saat
ini yang muncul baru gerakan-gerakan pembentukan. Koordinator
Wilayah AMDI yang sudah terbentuk yaitu di wilayah Solo
(pimpinan:
Soleh
Ibrahim)
dan
Yogyakarta
(pimpinan
Abdurrahman). Kegiatan yang dilakukan sebatas konsolidasi dan
pengkaderan anggota baru yang dihimpun dari laskar-laskar Islam
garis keras.
Di bawah ini, terdapat beberapa penjelasan tentang faksifaksi Darul Islam dan jumlah anggota yang dimilikinya:
Tabel 1
70

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38

Nama Faksi
Abdul Fatah Wirananggapati
Abdul Jabbar
Abdul Qadir Baraja
Abdullah Said
Abu Bakar Baasyir
Abu Fatih atau Hamzah
Abu Kholish
Abu Toto
Abu Wardan
Abubakar Misbah
Aceng Kurnia
Adi SMK
Aef Saifulloh
Ajengan Masduki
Ali AT
Bahrum
Banjarmasin
Broto
Budi Santoso
Emeng Abdurrahman
Fahru
Gaos Taufik
Helmi Danu Muhammad Hasan
Karsidi
Lukman
Mamin
Misi Islam
Munir Fatah
Mursalin Dahlan
Musodiq
Omo
Qaidatul Jihad
Tahmid Rahmat Kartosuwiryo
Tawaw
Ules Suja'i
Yasir
Yunus
Yusuf Kamil Hanafi
Total

71

Jumlah
Anggota
5,000
2,000
30,000
20,000
10,000
5,000
5,000
50,000
3,000
10,000
10,000
1,000
5,000
20,000
20,000
5,000
5,000
1,000
10,000
10,000
10,000
10,000
20,000
1,500
5,000
10,000
10,000
10,000
10,000
10,000
5,000
9,000
20,000
5,000
5,000
2,500
1,000
5,000
376,000

Melihat jumlah anggota yang 376.000 orang ini, dapatlah


kita sebutkan bahwa Darul Islam adalah gerakan dengan dinamika
yang sangat unik. Banyaknya faksi-faksi Darul Islam tersebut juga
menggambarkan betapa persatuan antar gerakan adalah agenda
politik yang tidak pernah selesai.
Penutup
Pemetaan gerakan Islam Radikal dan Islam Fundamentalis
ini barulah pada tahap permulaan. Artinya, untuk mengikuti
dinamika pergerakan dan organisasi serta tokoh-tokohnya,
diperlukan suatu penelitian khusus dan up-dating and watch
terus-menerus agar perkembangannya dapat dipahami dengan
baik. Perlu juga dilakukan upaya serius melacak akar sejarah
perpecahan faksi-faksi dalam Darul Islam maupun di luar Darul
Islam serta gerakan-gerakan baru yang lahir dan berkembang di
Indonesia mestilah diikuti dengan seksama agar karakteristiknya
dikenal dan dimengerti. Dengan pemahaman yang cukup, maka
para pengambil keputusan akan mengerti apa yang esensial dan
mana yang merupakan plasma pergerakan dari aliran-aliran dan
paham-paham yang berkembang di Indonesia.****

72

Anda mungkin juga menyukai