Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

DENGAN DIEBETES MELLITUS

Di Susun Oleh :

PROGRAM STUDI PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2010/2020

1
A. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan
suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan
toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008). DM merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner &
Suddart, 2002).

B. ANATOMI FISIOLOGI PANKREAS

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar

2
12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dariatas sampai ke
lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh duasaluran ke duodenum (usus
12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk
organ retroperitonial kecuali bagian kecilcaudanya yang terletak dalam ligamentum
lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.
1. Bagian Pankreas
Pankreas dapat dibagi ke dalam:
a. Caput Pancreatis
Berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum.
Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior
serta dinamakanProcessus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis
Merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan
corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis
dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis
berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit
berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis
berjalan ke depan menuju ligamen tumlienorenalis dan mengadakan hubungan
dengan hilum lienale.
2. Hubungan
a. Keanterior , Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon
transversum, bursa omentalis, dan gaster.
b. Keposterior , Dari kanan ke kiri: ductuscholedochus, vena portaehepatis dan vena
lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteri amesentericasuperior, musculus
psoas major sinistra, glandula suprarenalissinistra, rensinister, dan hilum lienale.
3. Vaskularisasia.
a. Arteriae
 A. pancreaticoduodenalis superior (cabangA.gastroduodenalis )
 A.pancreaticoduodenalis inferior (cabangA.mesentericacranialis)
 A.pancreatica magna danA.pancreticacaudalisdan inferior cabangA.lienalis

b. Venae

3
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.
4. Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.Pembuluh eferen
akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci danmesenterica superiores.
5. Inervasi Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca)
dan parasimpatis (vagus).
6. Ductus Pancreaticus
a. Ductus Pancreaticus Mayor  (Wirsungi)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke
caput,menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke
parsdesendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan
ductuscholedochus membentuk papilla duodeni mayor ateri. Kadang-kadang muara
ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.
b. DuctusPancreaticus Minor  (Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan
kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus
pada papilla duodeni minor.
c. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara kedalam
suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampullaini terdapat
di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilladuodeni major.
Pada ujung papilla itu terdapat muara ampulla.
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudiandipindahkan
ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam granula-granula
berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding sel melaluisuatu proses
yang melibatkan mikrotubulus dan membran granula berfusi denganmembran sel,
mengeluarkan insulin ke eksterior melalui eksositosis. Insulinkemudian melintasi
lamina basalis sel B serta kapiler dan endotel kapiler yang berpori mencapai aliran
darah.Waktu paruh insulin dalam sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5
menit.Insulin berikatan dengan reseptor insulin lalu mengalami internalisasi.
Insulindirusak dalam endosom yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim
utamayang berperan adalah insulin protease, suatu enzim di membran sel
yangmengalami internalisasi bersama insulin.Efek insulin pada berbagai jaringan.
C. ETIOLOGI

4
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,
1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak
tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih

5
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada
masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
b. Kelompok etnik

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau
buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan
kabur komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan
sebagai akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007)

6
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari
glukosa darah
a. HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk
dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau
koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa. Koma
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
b. SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK
(HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat
aseton, osmolitas darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar antara 100 – 150 mEq per
liter kalium bervariasi.
c. KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)
Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang
dapat disebabkan oleh :
1) Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi
2) Keadaan sakit atau infeksi
3) Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner,
vaskular perifer dan vaskular serebral.

7
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan
ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih
e. Ulkus/ gangren/ kaki diabetic

F. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan 
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi
badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton
merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian

8
insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet
dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen
terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai
akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita
toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

9
G. PATHWAY

H. PENATALAKSANAAN
1. Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas
pasien. Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
a. Diet
b. Latihan
c. Penyuluhan
d. Obat

10
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
a. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan
menggunakan glukose (tipe 1)
c. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake
nutrisi (tipe 2)
d. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan
mekanisme pengaturan
e. PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi
f. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1 Nyeri akut NOC: Manajemen nyeri :
berhubungan dengan  Tingkat nyeri  Lakukan pegkajian nyeri secara
agen injuri biologis  Nyeri terkontrol komprehensif termasuk lokasi,
(penurunan perfusi  Tingkat kenyamanan karakteristik, durasi, frekuensi,
jaringan perifer) Setelah dilakukan asuhan kualitas dan ontro presipitasi.

keperawatan selama 3 x 24  Observasi  reaksi nonverbal dari

jam, klien dapat : ketidaknyamanan.

1. Mengontrol nyeri,  Gunakan teknik komunikasi terapeutik

dengan indikator : untuk mengetahui pengalaman nyeri

 Mengenal faktor-faktor klien sebelumnya.

penyebab  Kontrol ontro lingkungan yang

 Mengenal onset nyeri mempengaruhi nyeri seperti suhu

 Tindakan pertolongan ruangan, pencahayaan, kebisingan.

non farmakologi  Kurangi ontro presipitasi nyeri.

 Menggunakan analgetik  Pilih dan lakukan penanganan nyeri

 Melaporkan gejala- (farmakologis/non farmakologis)..

gejala nyeri kepada tim  Ajarkan teknik non farmakologis

kesehatan. (relaksasi, distraksi dll) untuk

 Nyeri terkontrol mengetasi nyeri..


 Berikan analgetik untuk mengurangi

11
2. Menunjukkan tingkat nyeri.
nyeri, dengan indikator:  Evaluasi tindakan pengurang
 Melaporkan nyeri nyeri/ontrol nyeri.
 Frekuensi nyeri  Kolaborasi dengan dokter bila ada
 Lamanya episode nyeri komplain tentang pemberian analgetik
 Ekspresi nyeri; wajah tidak berhasil.
 Perubahan respirasi rate  Monitor penerimaan klien tentang
 Perubahan tekanan manajemen nyeri.
darah
 Kehilangan nafsu makan Administrasi analgetik :.
.  Cek program pemberian analogetik;
jenis, dosis, dan frekuensi.
 Cek riwayat alergi..
 Tentukan analgetik pilihan, rute
pemberian dan dosis optimal.
 Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
 Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
- 6.         Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food Nutrition Management
nutrisi kurang dari and Fluid Intake  Monitor intake makanan dan minuman
kebutuhan tubuh b.d.  Intake makanan peroral yang dikonsumsi klien setiap hari
ketidakmampuan yang adekuat  Tentukan berapa jumlah kalori dan
menggunakan  Intake NGT adekuat tipe zat gizi yang dibutuhkan dengan
glukose (tipe 1)  Intake cairan peroral berkolaborasi dengan ahli gizi
adekuat  Dorong peningkatan intake kalori, zat
 Intake cairan yang besi, protein dan vitamin C
adekuat  Beri makanan lewat oral, bila
 Intake TPN adekuat memungkinkan
 Kaji kebutuhan klien akan
pemasangan NGT
 Lepas NGT bila klien sudah bisa

12
makan lewat oral

3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrient Weight Management


nutrisi lebih dari Intake  Diskusikan dengan pasien tentang
kebutuhan tubuh b.d.  Kalori kebiasaan dan budaya serta faktor
kelebihan intake  Protein hereditas yang mempengaruhi berat
nutrisi (tipe 2)  Lemak badan.
 Karbohidrat  Diskusikan resiko kelebihan berat
 Vitamin badan.
 Mineral  Kaji berat badan ideal klien.
 Zat besi  Kaji persentase normal lemak tubuh
 Kalsium klien.
 Beri motivasi kepada klien untuk
menurunkan   berat badan.
 Timbang berat badan setiap hari.
 Buat rencana untuk menurunkan berat
badan klien.
 Buat rencana olahraga untuk klien.
 Ajari klien untuk diet sesuai dengan
kebutuhan nutrisinya.

4 Defisit Volume NOC: NIC :


Cairan b.d  Fluid balance Fluid management
Kehilangan volume  Hydration  Timbang popok/pembalut jika
cairan secara aktif,  Nutritional Status : Food diperlukan
Kegagalan and Fluid Intake  Pertahankan catatan intake dan output
mekanisme Kriteria Hasil : yang akurat
pengaturan  Mempertahankan urine  Monitor status hidrasi ( kelembaban

output sesuai dengan membran mukosa, nadi adekuat,

usia dan BB, BJ urine tekanan darah ortostatik ), jika

normal, HT normal diperlukan

 Tekanan nadi, 
darah, Monitor vital sign

suhu tubuh dalam batas  Monitor masukan makanan / cairan

normal dan hitung intake kalori harian

13
 Tidak ada tanda tanda  Kolaborasikan pemberian cairan IV
dehidrasi, Elastisitas  Monitor status nutrisi
turgor kulit baik,  Berikan cairan IV pada suhu ruangan
membran mukosa  Dorong masukan oral
lembab, tidak ada rasa  Berikan penggantian nesogatrik sesuai
haus yang berlebihan output
 Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
 Tawarkan snack ( jus buah, buah segar
)
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
- 15.     Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan - Managemen Hipoglikemia:
PK: Hiperglikemi askep….x24 jam diharapkan - Monitor tingkat gula darah sesuai
perawat akan menangani indikasi
dan meminimalkan episode - Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ;
hipo/ hiperglikemia. kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit
dingin, lembab pucat, tachikardi, peka
rangsang, gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
- Jika klien dapat menelan berikan jus
jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
- Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai
protokol
- K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dietnya.

- Managemen Hiperglikemia
- Monitor GDR sesuai indikasi
- Monitor tanda dan gejala diabetik
ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,

14
pernafasan bau aseton, sakit kepala,
pernafasan kusmaul, anoreksia, mual
dan muntah, tachikardi, TD rendah,
polyuria, polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau kadar
Na,K,Po4 menurun.
- Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
- Berikan insulin sesuai order
- Pertahankan akses IV
- Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
- Konsultasi dengan dokter jika tanda
dan gejala Hiperglikemia menetap atau
memburuk
- Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi
hipotensi
- Batasi latihan ketika gula darah >250
mg/dl khususnya adanya keton pada
urine
- Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi
& irama, warna kulit, waktu pengisian
kapiler, nadi perifer dan kalium
- Anjurkan banyak minum
- 12.  Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan

15
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

16

Anda mungkin juga menyukai