Kode Jurnal : J
Tahun 2022
Disusun Oleh :
Disusun Oleh :
CABANG GORONTALO
1444 H / 2022 M
KATA PENGATAR
Penulis
A. RUMUSAN MASALAH
B. TUJUAN
II. PEMBAHASAN
Sejarah kekerasan dan radikalisme sering kali membawa nama
agama. Hal ini dapat dipahami karena agama memiliki kekuatan yang
dahsyat, yang melebihi kekuatan politik, sosial, dan budaya. Agama
bahkan bisa diangkat sampai pada tingkat supranatural. Atas nama agama,
kemudian radikalisme diabsahkan dalam berbagai tindakan. Mulai dari
mengkafirkan orang-orang yang tak sepaham (takfir) sampai melakukan
pembunuhan terhadap musuh yang tidak seideologi dengannya.
Islam memiliki beberapa karateristik yaitu pertama, Islam sebagai
agama Rabbaniyah (bersumber dari Tuhan dan terjaga otentitasnya);
kedua, Insaniyah (sesuai dengan fitrah dan demi kepentingan manusia);
ketiga, Wasthiyyah (moderat-mengambil jalan tengah); keempat,
Waqiyyah (kontekstual) yaitu harmoni antara perubahan dan ketetapan.
Dalam berbagai hal seorang muslim juga dihadapkan pada pilihan-pilihan
paham yang dibawa dari luar kemudian diadopsi dengan dogma agama
yang statis, merasa paling benar diantara lainnya, sehingga memunculkan
banyak gerakan-gerakan yang dilakukan sekelompok golongan yang
menyebut kelompok yang bukan golongannya sebagai kafir yang
menjadikan asset negara sebagai hal yang dibenarkan untuk diperangi.
Beberapa peristiwa yang terjadi dengan penyebutan terhadap
golongan tertentu sebagai terorisme menandakan bahwa muslim menjadi
begitu dilemma dalam mengikuti perubahan terhadap pemahaman agama
Islam yang benar, ini menjadikan masyarakat terjebak dalam perilaku yang
tidak mengenal kompromi dan musyawarah karena telah membenarkan
dirinya sendiri terhadap oranglain yang tidak sama dengan pemikiran
agama yang diikuti. Sikap-sikap intoleran inilah yang kemudian banyak
memicu munculnya bentuk radikalisme pada muslim hari ini karena
kakunya paham yang diikuti sehingga menjadikan pergesekan pada
masyarakat dan menimbulkan perubahan social yang cukup sensitive
terhadap isu-isu yang terkait dengan masalah agama dan keyakinan.
Solusinya adalah bahwa kaum Muslimin harus kembali pada
pemikiran dan praktek-praktek keislaman murni, sebagaimana dipegangi
dan dijalankan oleh Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya (kaum
Salaf). Bentuk kedua adalah modernisasi kelembagaan Islam. Ini
dilakukan dengan mengadopsi bentuk-bentuk kelembagaan modern
tertentu lengkap dengan metode-metodenya dan cara kerjanya.
Modernisasi seperti ini dilandasi dengan pemikiran bahwa
kemunduran dan keterbelakangan kaum muslimin disebabkan kenyataan
bahwa lembaga-lembaga Islam, seperti dalam pendidikan, ekonomi, sosial,
politik dan hukum, sudah ketinggalan zaman sehingga tidak mampu lagi
merespon tantangan dan kebutuhan masyarakat. Atas dasar pemikian
inilah, maka pembaharu muslim dimasa modern mengambil inisiatif dan
melakukan upaya-upaya untuk membangun dan mengembangkan
kelembagaan modern Islam, khususnya dalam bidan pendidikan, politik,
budaya, hukum, dan sebagainya. Dengan memperhatikan proses-proses
yang terjadi dalam pembentukan dan pengembangan institusi-institusi
modern tersebut, maka apa yang sebenarnya terjadi adalah modernisasi
kelembagaan Islam.
Konflik dalam sejarah Islam telah nampak benih-benihnya pasca
wafatnya Nabi Muhammad saw.Para sahabat saling berbeda pendapat
tentang sosok yang pantas menggantikan posisi Nabi saw sebagai
pemimpin.Walau pada akhirnya Abu Bakar sendiri tidak sepi dari adanya
penolakan Sebagian kecil umat islam.
Pasca wafatnya Umar bin Khatab sebagai khalifah kedua,Utsman
bin Affan melanjutkan kendali kekhalifahan.Periode kepemimpinannya
tidaklah sepi dari konflik. Khalifa Utsaman bin Affan oleh Sebagian
kelompok umat islam dipandang terlalu lemah, sehingga ia sangat mudah
terpengaruh oleh berbagai kepentingan kekeluargaan (nepotime).Berlarut-
larut masalah demi masalah berbuntut pada konflik yang menyebabkan
terbunuh.Ali bin Abi Thalib yang dilantik menggantikan Utsman,juga
mendapat perlawanan dari beberapa sahabat diantaranya A’isyah,Talha,
Zubair dan Muawiyah.
Konflik antara Ali dan Muawiyah merupakan pintu bagi lahirnya
konflik yang lebih luas antar dua kubu politik ini. Ketika peperangan
antara keduanya hampir di menangkan pasukan Ali,Muawiyah bin Abu
Sufyan menawarkan arbitrase.Proses arbitrase sendiri pada akhirnya
sendiri dimenangkan oleh kubu Muaw iyah yang memiliki tingkatan
kecerdikan politik dibandingkan Ali. Dampa katas arbitrase memunculkan
kekecewaaan luar biasa dari penduduk Ali,hingga pada akhirnya
melahirkan kelompok Khawarij. Khwarij tumbuh sebagai golongan
radikal,baik pandangan politik maupun teologisnya. Bagi mereka Ali
maupun Muawiyah telah melakuka dosa besar,sehingga berhak dihikumi
kafir ataupun murtad dari islam. Sebagai konsekuesinya maka darh mereka
berdua halal untuk ditumpahkan.
Ia mengumpulkan pasukan dan menghadapi oposisi tersebut pada
musim panas 658 Masehi. Kelompok utama Khawarij berhasil di
hancurkan,tetapi gerakan tersebut terus berlanjut dalam bentuk klandestin
(sembunyi-sembunyi) dengan tujuan menurunkan Ali dan Mu’awiyah.
Usaha percobaan pembunuhan Mu’awiyah di Damaskus oleh khawrij
tetapi gagal.
Akan tetapi mereka berhasil membunuh Ali . Saat Ali sedang
Shalat Shubuh di masjid di khufa, seorang pembunuh menikamnya,
membuat kekuasaan yang bergolak itu berakhir dalam kekerasan. Tampuk
kekhalifaan jatuh pada satu-satunya orang di dunia islam yang mendapat
dukungan luas dan mampu menjadi pemimpin yang efektif Mu’awiyah.
Pada perkembengan,bukan hanya persoalan teologis yang menjadi
sasara kelompok khawarij,mereka juga menyasar tema-tema politik,yang
mana sikap politiknya sangat ekstrem dan radikal. Khawarij
berpandangan,setiap muslim yang tak sependapat dengan paham
mereka ,kedudukannya musyrik dan halal darahnya.
Paham radikal dikaembangkan Khawarij mendapat reaksi yang
tak kalah keras dari kelompok islam lainnya, mengingat paham Khawarij
sangat tidak ra mah terhadap perbedaan. Maka,muncul aliran teologi
(kalam) seperti Murji’ah, Syi’ah , Mu’tazilah ,Maturidiyah, Asya’ariah dan
lainnya.
Konflik yang terjadi,saling menyalahkan dan bahkan terus berdebat
hinga lahirlah konflik Mu’tazilah mewan Asy’ariah,antara kaum filosof
dengan kaum mutakallimin,antara ahli Syariah dengan ahli taswuf.
Dampak terbesar dari situasi ini adalah,umat persatuan,sehingga di
sinilalah islam masuk dalam kemunduran.
Khilafah Islamiyah menjadi isu yang telah menarik dalm
kemunculan radikalisme dan terorisme. Alasan yang ,mengemukakan
adalah,bahwa bentuk pemerintahan saat ini tidaklah sesuai ketentuan
syariat islam karena tidak dibentuk atas prinsip khilafa
Islamiyah,perundang-undanganan tidak berdasarkan pada Al-Qur’an dan
hadit.
KESIMPULAN