MAKALAH
Dosen Pengampu
Moh Syafii
MOJOKERTO
2022
Abstrak
Jikalau kita membuka lembaran sejarah Islam di masa klasik, akan ditemukan fakta
bahwa radikalisme sebagai suatu gerakan bukanlah fenomena baru dalam dunia Islam
modern. Sebutlah sebuah aliran keagamaan dalam Islam, yaitu Khawarij adalah contoh
aliran kalam yang paling terkenal dengan fahamnya yang radikal, dan tidak kenal
kompromi. Hal ini dibuktikan dengan tindakan kekerasan dalam mencapai tujuannya,
yaitu diantaranya melakukan pembunuhan terhadap sahabat Nabi pasca Perjanjian atau
Tahkim (arbitrase) yang dianggap telah menyeleweng dari ajaran Tuhan.Untuk itulah,
dalam usaha mengisi kurangnya kajian teologi Islam kontemporer dalam kaitannya
dengan radikalisme, riset ini dibuat untuk melakukan analisis “bagaimana hubungan
genealogis antara faham Khawarij di masa klasik dengan gerakan radikalisme Islam
kontemporer sekarang ini”. Analisis dilakukan melalui riset pustaka, dengan menelaah
berbagai sumber tertulis yang terkait dengan radikalisme. Juga akan diuraikan beberapa
terminology yang terkait dengan radikalisme dalam Islam. Supaya analisis kajiannya
lebih focus, maka riset ini akan mengambil sampel Indonesia sebagai basis gerakan.
Hal ini penting, untuk melihat hubungan signifikasi radikalisme dalam islam. Selain itu,
di bagian akhir analisis penelitian, akan ditawarkan sebuah solusi dalam usaha
mencegah perkembangan eskalasi gerakan radikalisme di Indonesia, dalam bentuk
terapi radikalisme.
Walaupun istilah radikalisme diproduksi oleh Barat, namun gejala dan perilaku
kekerasan itu dapat ditemukan dalam tradisi dan sejarah umat Islam. Fenomena
radikalisme dalam Islam sebenarnya diyakini sebagai produk atau ciptaan abad ke-20 di
dunia Islam, terutama di Timur Tengah, sebagai hasil dari krisis identitas yang berujung
pada reaksi dan resistensi terhadap Barat yang melebarkan kolonialisme dan
imperialime ke dunia Islam. Terpecahnya dunia Islam ke dalam berbagai Negara
bangsa, dan proyek modernisasi yang dicanangkan oleh pemerintahan baru berhaluan
Barat, mengakibatkan umat Islam merasakan terkikisnya ikatan agama dan moral yang
selama ini mereka pegang teguh.1 Hal ini menyebabkan munculnya gerakan radikal
dalam Islam yang menyerukan kembali ke ajaran Islam yang murni sebagai sebuah
penyelesaian dalam menghadapi kekalutan hidup. Tidak hanya sampai disitu, gerakan
ini melakukan perlawanan terhadap rezim yang dianggap secular dan menyimpang dari
ajaran agama yang murni. Selain Islam fundamentalisme, ada berbagai istilah yang
digunakan oleh pengamat dan sarjana politik untuk mengidentifikai dan menjelaskan
fenomena radikalisme dalam Islam, baik dari masa klasik maupun hingga masa modern
tentang kebangkitan Islam di dunia. Untuk itu, di dalam pembahasan akan diuraikan
beberapa pengertian (terminology) radikalisme dalam Islam.
1
Penjelasan yang komprehensif mengenai basis sosial psikologis revivalisme Islam di Timur Tengah,
dapat dilihat dalam R. Hrair Dikmejian, Islam in Revolution: Fundamentalism in Arab World (New York:
Syracuse University Press, 1985), hlm. 25- 36.
2
2Lihat Junaidi Abdullah, “Radikalisme Agama: Dekonstruksi Ayat Kekerasan dalam al-Qur’an”, dalam
Jurnal Kalam, Vol. 8, No. 2, Desember 2014, hlm. 3.
sering disamakan dengan “Islam fundamentalis”. Sebab istilah fundamentalisme lebih
banyak mengekspos liberalisme dalam menafsirkan teks-teks keagamaan, dan berakhir
pada tindakan dengan wawasan sempit, yang sering melahirkan aksi destruktif, dan
anarkis.
3
John L. Esposito, The Islamic Threat: Myth or Reality (New York: Oxford University Press, 1992), hlm.
8-9.
4
John L. Esposito, The Islamic Threat: Myth or Reality
5
Lihat Muhammad Said al-Ashmawi, Agains Islamic Extremism: the Writings of Muhammad Said al-
Ashmawi (Florida: University Press of Florida, 1998), hlm. 21.
Qaradhawi, posisi praktik agama seperti ini setidaknya mengandung tiga kelemahan,
yaitu: pertama, tidak disukai oleh tabiat kewajaran mansia; kedua, tidak bisa berumur
panjang, dan yang ketiga, ialah sangat rentan mendatangkan pelanggaran atas hak
orang lain.6 Apa makna dari implikasi cara beragama seperti ini, ialah bahwa dalam
praktik pengalaman beragama terdapat orang-orang berperilaku ekstrim, sehingga
melebihi kewajaran yang semestinya.
6
Lihat Yusuf al-Qardhawi, al-Sahwah al-Islamiyyah: Baina al-Juhad wa al-Tatarruf > (Kairo: Bank at-
Taqwa, 2001), hlm. 23-29
7
Achmad Gholib, Teologi dalam Perspektif Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), hlm. 47.
kelompok pemberontak. Situasi inilah yang melatarbelakangi sebagian barisan tentara
Ali keluar meninggalkan barisannya.8
Arbitrase terjadi dalamkonteks perang shiffin, antara kelompok Ali bin Abi
Thalib dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai hasil dari pertikaian
politik pasca kematian Khalifah Usman bin Affan. Sebagaimana di dalam sejarah,
ketika Ali terpilih menjadi khalifah, ia mendapatkan tantangan dari beberapa pemuka
sahabat yang ingin menjadi khalifah, di antaranya ialah Mu’awiyah bin Abi Sufyan,
Gubernur Damaskus waktu itu. Mu’awiyah tidak mengakui Ali sebagai khalifah,
sebagaimana juga Talhah dan Zubair. Mereka menuntut kepada Ali, agar menghukum
pembunuh Khalifah Usman bin Affan, bahkan mereka menuduh Ali bin Abi Thalib
turut terlibat dalam pembunuhan itu. Salah seorang pemuka pemberontak dari Mesir
yang datang ke Madinah, dan kemudian membunuh Usman bin Affan, adalah
Muhammad Ibn Abi Bakr, anak angkat dari Ali bin Abi Thalib. Selain itu, Ali tidak
mengambil tindakan keras terhadap pemberontak, bahkan Muhammad Ibn Abi Bakr
ditunjuk dan diangkat menjadi Gubernur Mesir.9
8
Lihat Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam (Bandung: Mizan, 1999), hlm. 112-113.
9
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah, Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 1986),
hlm. 4-5.
10
Philip K. Hitti, History of the Arabs (London and Basingstoke: The MacMillan Press Ltd, 1974), hlm.
181-183.
menjatuhkan Mu’awiyah. Akibatnya, kedudukan Mu’awiyah naik menjadi Khalifah
yang tidak resmi alias tidak sah.11
Jadi Khawarij, sebagai sebuah kelompok sempalan dalam Islam yang berpikir
radikal, merupakan sebuah bentuk yang lahir dari kekecewaan politik terhadap arbitrase
yang merugikan kelompok Ali bin Abi Thalib. Akhirnya, sebagain dari pendukung Ali
keluar, dan berpendapat ekstrim bahwa perang tersebut tidak dapat diselesaikan dengan
tahkim manusia. Tetapi putusan hanya datang dari Allah swt dengan cara kembali
kepada hukum yang ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Semboyan mereka
adalah La hukma Illa Lillah (tidak ada hukum selain hukum Allah). Mereka, yang
keluar dari kelompk Ali bin Abi Thalib ini, yang kemudian menamakan dirinya
golongan “Khawarij” memnadnag dan mencap bahwa Ali bin Abi Thalib, Amir bin al-
Ash, Abu Musa al-Asy’ari, dan Mu’awiyah, serta yang lainnya. yang setuju atau
menerima arbitrase atau tahkim adalah sebagai kafir. Karena tidak kembali kepada al-
quran dalam menyelesaikan pertikaian tersebut. Persoalan kafir ini menjadi dasar awal
persoalan teologis dalam Islam, di mana kelompok “khawarij” adalah pendirinya.
karena mereka memandang sahabat yang terlibat dalam arbitrase itu adalah kafir, maka
mereka diklaim keluar dari islam alias murtad. Dan karena itu halal darahnya untuk
dibunuh. Akhirnya, sebagaimana terbukti dalam sejarah, akhirnya Khalifah Ali bin Abi
Thalib berhasil dibunuh.
11
Ibid. Lihat juga Syamsul Rijal, “Radikalisme Klasik dan Kontemporer”, dalam $O¿NU, Vol. 228 (14), No.
2, 2010, hlm.
12
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun < Nasution (Bandung: Mizan,
1996), hlm. 124.
menyebutnya sebagai “dar al-harb”, sehingga dapat dibunuh.13 Berhubung dengan
perbuatan yang sangat kejam itu, Azyumardi Azra menyebut aksi kaum Khawarij
sebagai isti’rad, yaitu eksekusi keagamaan, bukan sebuah jihad.14
Menurut Emna Laisa faktor penyebab terjadinya Islam radikal adalah sebagai
berikut.16
1. Faktor agama, yaitu sebagai bentuk purifikasi (pembersihan) ajaran Islam dan
pengaplikasian khilafah Islamiyah di muka bumi. Terdorongnya semangat
Islamisasi secara global ini tercetus sebagai solusi utama untuk memperbaiki
berbagai permasalahan yang oleh golongan radikal dipandang sebagai akibat
semakin menjauhnya manusia dari agamaPemahaman dan persepsi tentang
fundamentalisme sangat dipengaruhi oleh kelompok Protestan Amerika, yaitu
sebuah gerakan Protestan abad ke-20 yang menekankan penafsiran Injil secara
literal yang fundamental bagi kehidupan ajaran agama Kristen.
13
3Gholib, Teologi dalam Perspektif Islam, hlm. 52. 14Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: dari
14
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme, hingga Post-
Modernisme (Jakarta: Paramadina, 2006), hlm. 141.
15
Anzar Abdullah, “Gerakan Radikalisme dalam Islam Perspektif Historis”, Jurnal
Addin,Vol.10,No.1,(Februari, 2016), hal 19
16
Emna Laisa,” Islam dan Radikalisme “, Jurnal Islamuna, Volume 1, Nomor 1, ( Juni , 2014), hal 7
2. Faktor sosial-politik. Di sini terlihat jelas bahwa umat Islam tidak diuntungkan
oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan
yang mendominasi. Penyimpangan dan ketimpangan sosial yang merugikan
komunitas muslim, menyebabkan terjadinya gerakan radikalisme yang ditopang
oleh sentimen dan emosi keagamaan
4. Faktor kultural. Barat dianggap oleh kalangan muslim telah dengan sengaja
melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga
umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas. Barat, dengan sekularismenya,
sudah dianggap sebagai bangsa yang mengotori budayabudaya bangsa timur
dan Islam, juga dianggap bahaya terbesar keberlangsungan moralitas Islam.
17
Anzar Abdullah, “Gerakan Radikalisme dalam Islam Perspektif Historis”, Jurnal
Addin,Vol.10,No.1,(Februari, 2016, hal 9
sekularisasi dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya, karena dapat mengancam Islam
sebagai agama yang tidak hanya mengurusi persoalan akhirat saja, tetapi sekaligus
duniawi.
Oleh kerena itu tidak mengherankan, apabila muncul kembali gerakan yang
bercita-cita membangun khilafah Islamiyah dengan mengusung tema-tema kedaulatan
Tuhan, jihad, revolusi Islam, keadilan sosial, dan sebagainya.
Pada mulanya gerakan ini bertujuan untuk memurnikan ajaran Islam serta
mengajak kembali pada ajaran Al-Qur’an dan sunah Nabi, sebagaimana yang
diamalkan oleh generasi umat Islam awal (salaf) . Namun, pada perkembangan
selanjutnya , gerakan salafiyah tidak hanya menyentuh dimensi purifikasi credo dan
18
Dede Rodin, “Islam dan Radikalisme Telah atas Ayat-ayat Kekerasan dalam Al-Qur’an”, Universitas
Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Jawa Tengah, Jurnal Addin,Vol.10,No.1,(Februari, 2016) ,hal 40
ritual, namun juga menyentuh dimensi intelekual dan politik. Bahkan, sebagaimana
yang dicatat oleh para pengamat terhadap Mahzab Hambali , bahwa sejak masa
Ibnu Taimiyah, kelompok Islam ini meulai tradisi mengecam hingga mengkafirkan
kelompok-kelompok muslim yang tidak mengikuti pandangan Ibnu Taimiyah. Hal
ini tidak hanya terbatas terhadap kaum Syiah yang di Sserang keras adalam
bukunya Mimhaz As-Sunah, tetapi juga terhadap kelompokkelompok Sunni lain
seperti Asy’ariyah, Hanafiyah, kaum Sufi dan pengecaman ini kemudian diteruskan
oleh para Taimiyah termasuk Ibnu Qayyim Aljauziyah. Demikaian pula sejarah
mencatat gerakan ini juga melakukan tindak kekerasan dengan menghancurkan
monumen-monumen historis di Mekkah dan Madinah.19
Kemunculan kembali gerakan radikal Islam, berawal pada akhir perang dingin
antara kekuatan blok Amerika Serikat dan blok Uni Soviet 1989 di Afganistan.
Ketika Uni Soviet menguasai Afganistan, timbul akal Amerika untuk mengusir Uni
Soviet dari Afganistan. Maka dibentuklah perlawanan terhadap Uni Soviet dengan
menggunakan orang-orang muslim garis keras di Afganistan. Dilatihlah mereka
dengan dibekali senjata-senjata, mobil, media massa baik cetak maupun elektronik.
Setelah Uni Soviet keluar dari Afganistan komplotan-komplotan ini berkembang
terus dengan bermacam-macam kelompok diantaranya Al-Qaeda, Jabhatun Nusro
dan lain-lain.20 Yang terakhir terdengar kini menamakan ISIS (Islamic State Iraq
and Syiria) Negara Islam Irak dan Suriah
19
Dede Rodin, “Islam dan Radikalisme Telah atas Ayat-ayat Kekerasan dalam Al-Qur’an”, Universitas
Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang,
20
Muhammad Haidar Asad, ISIS Organisasi
21
Muhammad Haidar Asad, ISIS Organisasi.
2) Segala persoalan harus dengan kekerasan dan pembunuhan pada siapa saja yang
berbeda dengan mereka, sekalipun itu sesama muslim.
Dari sisi perjuangan dapat dianalisis adanya kesamaan visi dan misi gerakan
radikal Islam Indonesia dan Timur Tengah. Gerakan yang dilakukan FPI, FPIS dan
Laskar Jihad mirip dengan apa yang dilakukan oleh Gerakan Wahabi di Arab Saudi.
Gerakan radikal Islam Indonesia diilhami atau dipengaruhi oleh gerakan pemaharuan
Islam yang dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703- 1792) di Timur
Tengah ini22
22
Zuhari Miswari dan Khamami Zada, Islam Melawan Terorisme, (Ciputat: LSIP, 2004), hal 166
perjuangan MMI tidak lagi ingin mendirikan negara, tapi memperbaiki negara
Indonesia dengan penerapan syariat Islam.23
perbaiki negara Indonesia dengan penerapan syariat Islam.14 Agenda lain yang
menjadi perjuangan gerakan radikal Islam Indonesia adalah jihad di jalan Allah. Jihad
dimaknai sebagai berperang melawan musuhmusuh Allah di muka bumi. Tidak jelas
siapakah yang dinamakan musuh-musuh Allah itu, tapi paling tidak melihat gerakan
kelompok Laskar Jihad Ahlussunah Waljamaah yang mengirimkan pasukannya di
daerah konflik, diketahui bahwa salah satu musuh Allah itu adalah orang-orang yang
menyerang kaum muslimin. Kelompok radikal Islam lain memilih gerakan partisipatif
dan pengembangan kapasitas anggota dan lembaga. Gerakan ini dilakukan oleh
kalangan radikal Islam Indonesia berbasis kampus, sebagai contoh Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia dan juga Partai Keadilan. Kedua lembaga ini tidak secara
tegas dan keras dalam memperjuangkan visi dan misinya. Mereka lebih
mengedepankan kegiatan-kegiatan partisipatif yang mengundang simpati masyarakat
seperti kegiatan baksi sosial dan santunan kepada orang tidak mampu. Banyak
ditemukan di masyarakat, komunitas KAMMI dan PKS dekat dengan masyarakat
melalui program-program sosialnya. Segi lain yang digeluti oleh kedua kelompok ini
adalah menguasai lini ekonomi, terutama ekonomi yang dibangun atas prinsip-prinsip
syariah, seperti di Perbankan Syariah, Baitul Mal wa Tamwil, Badan Perkreditan
Rakyat Syariah, dan lembaga ekonomi Islam lainnya. Banyak kader-kader kedua
lembaga ini berkiprah di lembaga keuangan Islam ini.
Pertama, Majelis Ta’lim Al- Islah. Keberadaan organisasi ini dinilai sebagai
unsur perekat Ukhuwah Islamiyah guna menumbuhkembangkan pendidikan
masyarakat muslim yang dinamis. Majelis Ta’lim Al-Ishlah memiliki misi antara lain:
1) senantiasa berupaya untuk mempererat Ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum
muslimin tanpa memandang aliansi, organisasi, golongan, kelompok, maupun jamaah
2) senantiasa berupaya untuk mengutamakan memperjuangkan tegaknya Islam. 3)
Menggalakkan prinsip saling bekerjasama untuk menggalang kekuatan kaum muslimin
23
Zuhari Miswari dan Khamami Zada, Islam Melawan Terorisme, (Ciputat: LSIP, 2004), hal 168
24
Zainuddin Fanani, Radikalisme Keagamaan dan Perubahaan Sosial, Surakarta Muhamadiyah
University Press, 2002, h. 61-63
dan 4) menumbuhkembangkan rasa saling menghargai perbedaan pendapat selama
tidak bertujuan untuk maksiat kepada Allah dan Rosul-Nya.
2. Misi Sosial, antara lain Perbaikan sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk
kegiatan kaum muslimin layanan kesehatan dan pendidikan.
3. memberi rasa aman dakwah yang bertujuan meningkatkan semangat kaum muslimin
dalam menghadapi musibah dan memberi pemahamaan yang benar tentang ajaran
Islam. Ketiga, Front Pembela Islam Surakarta (FPIS), misalnya adalah menggalang
ukhuwah Islamiyah.
Kedua, penegakan hukum Islam juga kerap diupayakan dengan keras oleh
kalangan “Revivalis” dan “Fundamentalis” tidak merupakan jalan alternatif melainkan
suatu keharusan.
25
Jamhari dan Jajang Jahroni., Penyuting (penyuting ), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Penerbit : PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cetakan Pertama 2004,, hal 6-7.
Gerakan Islam militan atau gerakan Islam radikal banyak mendapat
sorotan luas dari berbagai lapisan masyarakat di luar Islam. Hal ini disebabkan karena
di Indonesia sering terjadi konflik di daerah, misalnya konflik di Poso dan banyak
terjadi peledakan bom. Apa sebenarnya karakteristik Islam radikal di Indonesia.
Berikut ini akan penulis uraikan karakteristik golongan Islam radikal di Indonesia.26
Simpulan
26
Jamhari dan Jajang Jahroni., Penyuting (penyuting ), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Penerbit : PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cetakan Pertama 2004,, hal 6-7.
Perkembangan gerakan radikal tampaknya lebih banyak dipengaruhi
respon Islam atas Barat. Walaupun tema-tema yang berkaitan dengan inward oriented
tetapi menjadi concern dan pilihan ideologis mereka. Paling tidak ada dua masalah
besar yang menjadi perhatian kelompok ini
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Gholib, 2005, Teologi dalam Perspektif Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press.
Anzar Abdullah, 2016, Gerakan Radikalisme dalam Islam Perspektif Historis”, Jurnal
Addin,Vol.10,No.1
Azyumardi Azra, 1999, Pergolakan Politik Islam (Bandung: Mizan.
Dede Rodin, 2016, “Islam dan Radikalisme Telah atas Ayat-ayat Kekerasan dalam Al-
Qur’an”, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Jawa
Tengah, Jurnal Addin,Vol.10,No.1,\
Emna Laisa,” Islam dan Radikalisme “,2014, Jurnal Islamuna, Volume 1, Nomor 1,
Gholib, Teologi dalam Perspektif Islam, hlm. 52. 14Azyumardi Azra, Pergolakan
Politik Islam: dari
Harun Nasution, Islam Rasional: 1996, Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Nasution (Bandung: Mizan,
Harun Nasution, Teologi Islam, 1986, Aliran-aliran Sejarah, Analisa Perbandingan
(Jakarta: UI Press.
John L. Esposito, 1991, The Islamic Threat: Myth or Reality (New York: Oxford
University Press.
Junaidi Abdullah, 2014, “Radikalisme Agama: Dekonstruksi Ayat Kekerasan dalam al-
Qur’an”, dalam Jurnal Kalam, Vol. 8, No. 2,
Muhammad Haidar Asad, ISIS Organisasi
Muhammad Said al-Ashmawi, 1998, Agains Islamic Extremism: the Writings of
Muhammad Said al-Ashmawi Florida: University Press of Florida.
Philip K. Hitti, History of the Arabs, 1974, London and Basingstoke: The MacMillan
Press Ltd.
R. Hrair Dikmejian, Islam in Revolution, 1985, Fundamentalism in Arab World (New
York: Syracuse University Press.
Syamsul Rijal, 2010, “Radikalisme Klasik dan Kontemporer”, ,
Yusuf al-Qardhawi, al-Sahwah al-Islamiyyah, 2001, Baina al-Juhad wa al-Tatarruf
Kairo: Bank at-Taqwa.
Zuhari Miswari dan Khamami Zada, 2004, Islam Melawan Terorisme, Ciputat: LSIP,.
Zainuddin Fanani, 2002, Radikalisme Keagamaan dan Perubahaan Sosial, Surakarta
Muhamadiyah University
Jamhari dan Jajang Jahroni., 2004, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Penerbit : PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cetakan Pertama.