Anda di halaman 1dari 12

MENANGKAL RADIKALISME

MELALUI AMALIAH PRINSIP-PRINSIP MODERASI BERAGAMA

Kalianantri (357)
Utusan: Kec. Wangi-Wangi
Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) VIII
Musabaqah Karya Tulis Ilmiah Al-Qur’an Tingkat Kabupaten Wakatobi
Tahun 2022
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keragaman dari hal
suku, bahasa, budaya, warna kulit dan agama. Keberagaman adalah sebuah
keniscayaan dalam kehidupan, ia menjadi sunnatullah sehingga keberadaannya tidak
bisa dinafikan begitu saja. Keragaman sebuah bangsa tentu melahirkan tantangan
tersendiri, khususnya dalam membangun harmoni. Bukan suatu hal yang mudah
menyatukan berbagai perbedaan, karena tak jarang perbedaan membawa pada
lahirnya perpecahan dan bahkan konflik.1
Beberapa tahun terakhir keberagaman masyarakat Indonesia sedikit terganggu
dengan munculnya paham-paham ekstrimisme dan radikalisme. Ekstrimisme yaitu
gerakan sosial yang berupaya memperoleh kekuasaan melalui kegiatan dan program
politik yang berbeda dengan kegiatan dan kewenangan program pemerintahan.
Adapun Radikalisme berarti paham yang berkeinginan melakukan perubahan atau
pembaharuan melalui cara kekerasan dan revolusioner. 2
Menurut M. Syarif, sikap radikal merupakan sikap yang mendambakan
perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan mengabaikan nilai-nilai yang
ada, melalui cara-cara kekerasan dan aksi-aksi yang ekstrem lainnya. 3 Selain itu,
sikap radikal juga cenderung intoleran atau tidak mengharagi pendapat-pendapat dan

1
Nasaruddin Umar. Islam Nusantara Jalan Panjang Moderasi Di Indonesia, (Jakarta: PT
Gramedia, 2019), hlm. 15.
2
Lubis, Siregar. Bahaya Radikalisme terhadap Moralitas Remaja melalui Teknologi
Informasi (Media Sosial). Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Vol. 20(1), 2020. hlm. 21.
3
M. Syarif, dkk. Pengembangan Keterampilan Ibu-Ibu PKK dalam Pencegahan Radikalisme
di Kecamatan Pungging Mojokerto (Mojokerto: Laporan Hasil Pengabdian Masyarakat Program Studi
Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Majapahit, 2019), hlm. 6.
keyakinan orang lain serta beranggapan bahwa dirinya merupakan pemegang
kebenaran mutlak (truth claim). Jika sikap radikal dimiliki oleh seseorang, maka akan
berakibat pada perilaku yang menyalahkan dan membenci agama lain. Bahkan
keyakinan yang demikian itu seringkali mendorong penganut agama untuk mengajak
orang lain untuk pindah agama meskipun secara paksa.
Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat,
yakin memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem
kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate
speech), hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini.
Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengemukakan sebanyak 31%
mahasiswa bersikap intoleransi (intolerance).4 Selanjutnya aksi terorisme dalam skala
nasional telah terjadi seperti bom Bali tahun 2002, tahun 2015 di Aceh terjadi
pembakaran gereja, kasus-kasus bom bunuh diri di halaman Mapolresta Solo dan
ledakan bom Molotov di depan gereja tahum 2016 di kota Samarinda.5
Dari latar belakang yang telah dituliskan di atas, maka penulis merumuskan
masalah untuk menjadi pokok bahasan dalam karya tulis ilmiah ini, yaitu bagaimana
definisi dan pandangan Islam tentang radikalisme serta bagaimana konsep moderasi
beragama sebagai penangkal radikalisme.

PEMBAHASAN
DEFINISI DAN PANDANGAN ISLAM TENTANG RADIKALISME
Kata Radikalisme sebagai turunan kata “radikal”. Radikal merupakan sebuah
kata yang sering digunakan dalam kajian filsafat. Radikal berasal dari bahasa Latin
yaitu “radix” yang berarti “akar”. Secara etimologi kata radikal mengandung arti

4
Ma’arif. Internalisasi Nilai Multikultural Dalam Mengembangkan Sikap Toleransi. Jurnal
Pendidikan Islam, Vol, 1(1), 2019, hlm. 164.
5
Anwar, Muhayati. Upaya membangun Sikap Moderasi Beragama Melalui Pendidikan
Agama Islam Pada Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum. Jurnal Pendidikan Islam, Vol 12(1), 2021,
hlm. 3
segala sesuatu yang sifatnya mendasar sampai ke akar-akarnya atau sampai pada
prinsipnya.6 Sikap radikal akan mendorong perilaku individu untuk membela secara
mati-maian mengenai suatu kepercayaan, keyakinan, agama atau ideologi yang
dinautnya. Radikalisme dijadikan sebagai salah satu paham atau aliran yang menuntut
perubahan dan pembaharuan sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan atau
ekstrem.
Paham radikalisme ini sering kali dikaitkan dengan agama/mengatasnamakan
agama. Agama yang sering menjadi target adalah agama Islam. Sehingga muncul
Islam yang radikal, yaitu orang Islam yang mempunyai pikiran kaku dan sempit
dalam memahami Islam, serta ekslusif dalam memandang agama-agama lain. 7
Radikalisme atas nama agama ini tidak jarang kemudian menimbulkan konflik
sampai pada puncaknya, terjadinya terosisme dalam taraf membahayakan stabilitas
dan keamanan Negara. Pada akhirnya, radikalisme ini menjadi penyebab peperangan
yang justru menimbulkan rasa tidak aman. Pada taraf terendah, radikalisme sampai
mengganggu keharmonisan dan kerukunan masyarakat. Klaim “sesat”, “bid’ah” dan
“kafir” bagi kalangan yang tidak sependapat dengannya. Tapi perlu digaris bahawi,
hakikat Islam adalah agama yang cinta dan membawa kedamaian.
Menurut Wahbah ad-Zuhailiy yang dikutip oleh Arif, radikalisme adalah
paham dan sikap keras serta ekstrem dalam masalah akidah, ibadah, perilaku dan
politik. Radikalisme adalah paham dan sikap yang ekstrem (ghuluw) yang
bertentangan dengan paham dan sikap moderat dalam Islam yang dianjurkan oleh
Allah SWT kepada umat Islam. Karena keluar dari keadilan, keseimbangan dan
bertentangan dengan perilaku sosial secara umum.8
Sikap melampaui batas tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam semua
urusan, apalagi dalam urusan agama. Diantara sikap melampaui batas adalah bersikap
radikal dengan segala bentuknya yang menyelisihi syari’at.
6
Nurul Hidayah. Akidah Akhlak MA Kelas X. Jakarta: Kementrian Agama RI, 2020, hlm. 119.
7
Ibid, hlm. 120
8
Arif, Konsep dan Implementasi Moderasi Beragama di Indonesia. Jurnal Studi Agama dan
Pemikiran Islam, Vol. 12(1), 2021, hlm. 98-99.
Islam melarang ummatnya melampaui batas (ghuluw), dengan mengamalkan
agama yang ekstrem sehingga melebihi batas kewajaran. Sebagaimana hadis
Rasulullah Saw:

‫ك َم ْن َكا َن َقْبلَ ُك ْم بِالْغُلُِّو ىِف الدِّيْ ِن‬


َ َ‫ِإيَّا ُك ْم َوالْغُلَُّو ىِف الدِّيْ ِن فَِإمَّنَا َْأهل‬
“Hindarilah oleh kalian tindakan melampui batas (ghuluw) dalam beragama sebab
sungguh ghuluw dalam beragama telah menghancurkan orang sebelum kalian.”
(HR. an-Nasa’i dan Ibnu Majah).
PRINSIP-PRINSIP MODERASI BERAGAMA SEBAGAI PENANGKAL
RADIKALISME
Kata moderasi berasal dari bahasa Latin yaitu moderatio yang atinya adalah
ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata tersebut mengandung
makna penguasaan diri dari sikap sangat kelebihan dan sikap kekurangan. Secara
umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral,
dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu maupun ketika
berhadapan dengan institusi negara.
Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau
wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah),
i’tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah
bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai
“pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna
yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di
antara berbagai pilihan ekstrem. Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadi kata ‘wasit’ yang memiliki tiga pengertian, yaitu: 1) penengah,
perantara; 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih; 3) pemimpin di
pertandingan.9

9
Nurdin, Moderasi Beragama Menurut Al-Qur’an dan Hadist. Jurnal Ilmiah Al-Mu’ashirah:
Media Kajian Al-Qur’an dan Al-Hadis Multi Perspektif, Vol. 18(1), hlm. 61
Secara bahasa beragama berarti menganut (memeluk) agama. Secara istilah
beragama itu menebar damai, menebar kasih sayang, kapan pun, dimanapun dan
kepada siapapun. Beragama itu bukan untuk menyeragamkan keberagaman, tetapi
untuk menyikapi keberagaman dengan penuh kearifan. Agama hadir ditengah-tengah
kita agar harkat, derajat dan martabat kemanusiaan kita senantiasa terjamin dan
terlindungi.10
Sehingga dapat disimpulkan bahwa moderasi beragama adalah cara pandang
kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran
agama dengan tidak esktrem, baik sktrem kanan maupun ekstrem kiri.
Agar tercapai konsep moderasi beragama dalam menangkal radikalisme, maka
perlu pemahaman dan praktik amaliah terhadap prinsip-prinsip moderasi Islam.
Adapun prinsip-prinsip tersebut dibagi menjadi 10 yaitu:
1. Tawasuth (Moderat)
Tawasuth yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifraath (berlebih-
lebihan dalam beragama) dan tafrith (mengurangi ajaran agama).11 Sikap tawasuth
berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan adil dan lurus di
tengah-tengah kehidupan bersama serta menghindari segala bentuk pendekatan
ekstrimisme. Prinsip dan karakter ini yang sudah menjadi karakter Islam harus
diterapkan dalam segala bidang. Dalam Al-Qur’an, tawasuth ini dijelaskan dalam
Q.S. Al-Baqarah ayat 143:

“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat
pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah (2): 143)

10
Ibid, hlm. 62
11
Nurul Hidayah. Akidah Akhlak MA Kelas X. Jakarta: Kementrian Agama RI, 2020, hlm. 117.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan tawasuth ialah: tidak bersikap
ekstrim dalam menyebar luaskan ajaran Islam; tidak mudah mengkafirkan sesama
muslim karena perbedaan pemahaman agama; memposisikan diri dalam kehidupan
bermasyarakat dengan senantiasa memegang teguh prinsip persaudraan dan toleransi.
2. Tawazun (Berkeseimbangan)
Tawazun adalah pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang
meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi. 12 Sikap ini mampu
menyeimbangkan diri seseorang pada saat memilih seseuatu sesuai kebutuhan, tanpa
condong atau berat sebelah terhadap suatu hal. Sikap tawazun dalam moderasi
beragama sangat diperlukan agar tidak melakukan sesuatu hal yang berlebihan dan
mengesampingkan hal-hal lain, sehingga tercipta kondisi yang stabil, sehat, aman dan
nyaman.
3. I’tidal (Lurus dan Tegas)
Arti kata I’tidal secara bahaya yaitu lurus dan tegas, maksudnya adalah
menempatkan sesuatu pada tempatny, melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
secara proporsional. I’tidal merupakan bagian dari penerapan keadilan dan etika bagi
setiap Muslim. Adil berarti mewujudkan kesamaan dan keseimbangan diantara hak
dan kewajiban. Islam mengedepankan keadilan bagi semua pihak. Tanpa keadilan,
nilai-nilai agama berasa kering tiada makna, karena keadilan inilah ajaran agama
yang langsung menyentuh hajat hidup orang banyak. Tanpanya, kemakmuran dan
kesejahteraan hanya akan menjadi angan. Oleh karena itu I’tidal sangat diperlukan
dalam kehidupan, karena tanpa keadilan semua akan mengarah pada pemahaman
Islam yang terlalu liberal atau radikal.
4. Tasamuh (Toleran)
Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang artinya toleransi. Menurut bahasa
tasamuh artinya tenggang rasa, sedangkan menurut istilah yaitu saling menghormati
dan mengharagai antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.

12
Ibid, hlm.117
Menurut Syekh Salim bin Hilali yang dikutip oleh Karim, Tasamuh memiliki
karakteristik yaitu: kerelaan hati karena kemuliaan dan kedermawanan; kelapangan
dada karena kebersihan dan ketaqwaan; kelemah lembutan karena kemudahan; muka
yang ceria karena kegembiraan; rendah diri dihadapan kaum muslimin bukan karena
kehinaan; mudah dalam berhubungan sosial tanpa penipuan; terikat dan tunduk
kepada agama Allah SWT tanpa rasa keberatan.13
Dapat dipahami bahwa Tasamuh atau toleransi merupakan pemberian
kebebasan kepada sesama manusia atau sesama warga masyarakat untuk menjalankan
keyakinannya, atau mengatur kehidupannya dan menentukan nasibnya masing-
masing, selama didalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar
dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat terciptanya ketertiban dan perdamaian
masyarakat.
Perbedaan yang ada diantara manusia bukan sarana atau alat untuk
dipertentangkan. Akan tetapi, perbedaan yang ada harus dijadikan sebagai sarana
untuk melengkapi dan memperkuat tali persaudaraan. Sebagaimana firman Allah
SWT dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal”. (QS. Al-Hujurat (49): 13).
5. Musawah (Persamaan)
Musawah yaitu tidak bersikap diksriminasi pada yang lain sebab perbedaan
keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang.14 Persamaan diartikan sebagai pandangan
bahwa semua manusia sama harkat dan martabatnya, tenpa memandang jenis

13
Karim, Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatalil ‘Alamin dengan Nilai-Nilai
Islam. Institut Agama Islam Negeri Metro, hlm. 7-8.
14
Nurul Hidayah. Akidah Akhlak MA Kelas X. Jakarta: Kementrian Agama RI, 2020, hlm. 117.
kelamin, ras ataupun suku bangsa. Tinggi rendah manusia hanya berdasarkan
ketakwaannya yang penilaian dan kadarnya hanya Tuhan yang tahu. Prinsip ini
dipaparkan dalam kitab suci sebagai kelanjutan prinsip persaudaraan dikalangan
kaum beriman.
6. Syura (Musyawarah).
Syura yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk
mencapai mufakat dengan prinsip kemaslahatan diatas segalanya. 15
7. Ishlah (Reformasi)
Ishlah yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih
baik yang mengakomodaso perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada
kemaslahatan umum dengan tetap berpegang pada prinsip melestarikan tradisi lama
yang baik, dan menerapkan hal-hal baru yang lebih baik.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, moderasi melalui islah
(pembaharuan) sangat diperlukan, karena dengan adanya reformasi (pembaharuan)
akan membantu kita dari pemahaman Islam yang sempit menjadi pemahaman Islam
yang berkemajuan. dengan adanya pemahaman ini, maka akan melahirkan umat-umat
yang senantiasa menyebarkan pesan perdamaian dan persatuan antara sesama anggota
masyarakat.
8. Aulawiyah (Mendahulukan yang Prioritas)
Aulawiyah yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting
yang harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan kepentingan
lebih rendah.16
Sehingga dalam kehidupan sehari-hari kita menemukan benturan dalam
beramal, contohnya untuk menentukan prioritas dalam beramal, maka kita tidak boleh
hanya mengandalkan logika dan hawa nafsu, tetapi perlu melihat hukum dari suatu
amal tersebut. Apabila mubah bertemu sunnah, maka sunnah harus didahulukan, bila

15
Ibid, hlm.117.
16
Ibid, hlm. 117.
sunnah bertemu wajib, maka yang wajib yang harus didahulukan, begitu pula
seterusnya. Sebagaimana kaidah Ushul Fiqih:
“Menolak kerusakan didahulukan daripada mengambil kemaslahatan”
“Apabila ketentuan hukum saling bertentangan, didahulukan yang lebih
mendesak daripada yang bisa ditund”a.
Penerapan yang baik dan pebuh kesadaran dari umat Islam akan pentingnya
aulawiyah sangat dapat membantu pelaksanaan moderasi beragama yang harmonis di
tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
9. Tathawur Wa Ibtikar (Dinamis dan Inovatif)
Tathawur wa ibtikar yaitu sellau terbuka untuk melakukan perubahan-
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal-hal baru untuk
kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.17 Tathawur Wa Ibtikar dalam moderasi
Islam sangat dibutuhkan, karena merupakan suatu strategi yang disusun sedemikian
rupa untuk menjawab berbagai macam permasalahan dan kondisi kekinian yang harus
dihadapi oleh setiap orang. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
semakin dinamis dan berkelanjutan sebagai akibat dari modernisai dan globalisasi.
Moderasi beragama memerlukan tathawur wa ibtikar untuk menjawab berbagai
macam persoalan yang terjadi di masyarakat.
10. Tahadhur (Berkeadaban)
Tahadhur yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter, identitas, dan
integrasi sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia
tanpa adanya orang lain disekitar. Berbuat baik serta tolong menolong menjadi suatu
hal yang wajib dilakukan demi terciptanya hidup rukun dan damai antara sesama
manusia. Tahadhur dalam kehidupan bernegara dan berbangsa sangat dibutuhkan,
karena dengan adanya sikap ini maka seluruh kegiatan tangan, kaki dan mata kita
akan dapat terjaga dengan baik.

17
Karim, Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatalil ‘Alamin dengan Nilai-Nilai Islam.
Institut Agama Islam Negeri Metro, hlm. 17
Sekarang kita banyak menyaksikan banyak isu yang beredar di tengah-tengah
masyarakat yang terbiasa menyebarkan informasi tanpa di cek terlebih dahulu
kebenaran dan faktanya, kemudian sering tejadi perdebatan antara individu terhadap
suatu perkara yang mereka sendiri sebenarnya tidak memahami dan mempunyai ilmu
yang mumpuni dalam hal tersebut. Melihat situasi dan kondisi tersebut maka nilai
moderasi beragama (islam) dalam tahadhur sangat diperlukan agar kehidupan
berbangsa dan bernegara tercipta kerukunan dan keamanan serta ketentaraman dalam
kehidupan bermasyarakat.

KESIMPULAN
Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki keragaman dari hal
suku, bahasa, budaya, warna kulit dan agama. Dari keberagaman tersebut lahir
paham-paham radikalisme, yang menjadi ancaman bagi masyrakat, karena
menimbulkan konflik sampai pada puncaknya, menjadi penyebab peperangan yang
justru menimbulkan rasa tidak aman. Pada taraf terendah, radikalisme sampai
mengganggu keharmonisan dan kerukunan masyarakat. Islam melarang ummatnya
bertindak secara radikal atau melampaui batas (ghuluw), dengan mengamalkan agama
yang ekstrem sehingga melebihi batas kewajaran hakikat Islam adalah agama yang
cinta dan membawa kedamaian.
Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat,
yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak esktrem, baik sktrem
kanan maupun ekstrem kiri. Oleh karena itu sebagai upaya moderasi beragama dalam
menangkal radikalisme, maka perlu pemahaman dan praktik amaliah oleh setiap
individu terhadap nilai-nilai Moderasi Islam. Adapun nilai-nilai tersebut dibagi
menjadi 10 yaitu: tawassuth (mengambil jalan tengah); tawazun (berkeseimbangan);
I’tidal (luruh dan tegas); tasamuh (toleransi); musawah (persamaan); syura
(musyawarah); ishlah (reformasi); aulawiyah (mendahulukan yang prioritas);
Tathawur wa ibtikar (dinamis dan inovatif); dan tahadhur (berkeadaban).

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Muhayati. 2021. Upaya membangun Sikap Moderasi Beragama Melalui
Pendidikan Agama Islam Pada Mahasiswa Perguruan Tinggi Umum. Jurnal
Pendidikan Islam, Vol.12 No.1, hlm. 3
Arif. 2021. Konsep dan Implementasi Moderasi Beragama di Indonesia. Jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 12 No.1, hlm. 98-99.
Arifin, Rizal. 2017. Menangkal Radikalisme Agama di Sekolah, Al-Qodri. Jurnal
Pendidikan, Sosial dan Keagamaan, Vol. 12 No.1), hlm. 79
Hidayah, Nurul. Akidah Akhlak MA Kelas X. (Jakarta: Kementrian Agama RI).
Karim, Hamdi Abdul. 2019. Implementasi Moderasi Pendidikan Islam Rahmatalil
‘Alamin dengan Nilai-Nilai Islam. Institut Agama Islam Negeri Metro, Vol.
4 No. 1, hlm. 7-8.
Lubis, Siregar. 2020. Bahaya Radikalisme terhadap Moralitas Remaja melalui
Teknologi Informasi (Media Sosial). Jurnal Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, Vol.
20 No. 1, hlm. 21.
M. Syarif, dkk. 2019. Pengembangan Keterampilan Ibu-Ibu PKK dalam Pencegahan
Radikalisme di Kecamatan Pungging Mojokerto (Mojokerto: Laporan Hasil
Pengabdian Masyarakat Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas
Islam Majapahit), hlm. 6.
Ma’arif. 2019. Internalisasi Nilai Multikultural Dalam Mengembangkan Sikap
Toleransi. Jurnal Pendidikan Islam, Vol, 1 No.1, hlm. 164.
Nasaruddin Umar. 2019. Islam Nusantara Jalan Panjang Moderasi Di Indonesia,
(Jakarta: PT Gramedia).
Nurdin, Fauziah. 2021. Moderasi Beragama Menurut Al-Qur’an dan Hadist. Jurnal
Ilmiah Al-Mu’ashirah: Media Kajian Al-Qur’an dan Al-Hadis Multi
Perspektif, Vol. 18 No. 1, hlm. 61

Anda mungkin juga menyukai