Nama : Irmawatiningsih
Nim : 21030297
Jurusan : Manajemen
Penelitian ini muncul dikarenakan maraknya kasus-kasus yang ramai mengenai radikalisme
agama yang berkembang dan menjadi fenomena tersendiri di kalangan masyarakat. Salah satu
yang terkena dampaknya adalah dunia pendidikan khususnya perguruan tinggi. Dimana
mahasiswa menjadi sasaran utama dan sangat mudah terhadap paham radikalisme ini.
Kebijakan perguruan tinggi merupakan sumber utama untuk membentuk karakter mahasiswa
agar berada pada ajaran Islam yang moderat (tidak faham kanan ataupun faham kiri). Islam
yang moderat adalah salah satu cara untuk meredam aliran radikal yang semakin berkembang
di lingkungan perguruan tinggi. Sehingga hal ini menjadi perhatian, khususnya dari
Pemerintah dan Kementerian Agama. Kemudian yang perlu direspon adalah pendidikan di
perguruan tinggi. Adapun hasilnya yaitu digagaslah dengan membentuk gerakan moderasi
beragama. Dalam hal ini, gunanya untuk menjadikan strategi penguatan dalam pencegahan
aliran radikal di kalangan mahasiswa. Maka fokus masalah dalam penelitian ini adalah
“Revitalisasi Moderasi Beragama Dalam Menangkal radikalisasi agama”
A. Latar Belakang
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah memahami moderasi beragama, radikalisme
agama, dan bentuk moderasi beragama dalam lingkungan akademis. Serta memahami
Revitalisasi Moderasi Beragama dalam Menangkal Radikalisme Agama.
Kajian Teori
A. Pengertian dan Bentuk Moderasi Beragama
Sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa yang baik dan yang
sangat diperlukan. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk
ujaran kebencian/caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama, adalah kekanak-
kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak
perlu.
Moderasi beragama merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap
keberagamaan di tengah berbagai desakan ketegangan (constrains), seperti antara
klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan
yang arogan atas ajaran agama, juga antara radikalisme dan sekularisme. Komitmen
utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk
menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri dan,
pada gilirannya, mengimbasi kehidupan persatuan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Radikal adalah kata sifat yang berarti aksi mencolok untuk menyerukan paham
ekstrem agar diikuti oleh banyak orang. Sementara radikalisme adalah ideologi yang
memercayai perubahan menyeluruh hanya bisa dilakukan dengan cara radikal, bukan
dengan cara evolusioner dan damai.
Radikalisme secara historis berawal di ranah politik oleh sayap kiri pada masa
Revolusi Perancis (1787-1789). Pengertian ini terus berkembang sehingga mencakup
tidak sayap kiri atau sayap kanan dalam politik, tetapi juga hingga ke bidang
keagamaan (religious radical). Meski tidak baru, bahkan muncul lebih dulu daripada
Revolusi Perancis, radikalisme keagamaan menemukan kembali momentum sejak
pertengahan 1980-an ketika berbagai agama mengalami kebangkitan (religious
revivalism) menantang modernitas dan sekularisme.
Gerakan radikalisme agama bagaikan musuh dalam selimut. Hal itu dikarenakan dapat
membahayakan kehidupan berbangsa dan umat Islam sendiri. Dalam kehidupan
berbangsa kekayaan budaya dan tradisi akan tereduksi dengan hadirnya formalisasi
agama. Bagi Islam sendiri, hal tersebut berarti penyempitan pemahaman agama Islam
yang Lilahitaa’la.
Boleh jadi munculnya gagasan mengubah Islam kedalam negara disebabkan oleh
semangat berlebihan tanpa dibarengi pengetahuan agama yang memadai. Berawal dari
situ maka munculah klaim kebenaran tunggal untuk menghindari pemahaman lain
yang berseberangan. Pandangan yang berbeda atau bersebrangan harus diberangus dan
dianggap sesat. Selanjutnya agama dijadikan dalih terhadap pemahaman literal mereka
sehingga tanpa mereka sadari apa yang mereka perjuangkan adalah ideologi mereka
dan bukan islam itu sendiri.
Karena itu alasan utama menolak radikalisme agama ialah untuk mengembalikan
wajah Islam yang penuh rahmat sekaligus menyelamatkan NKRI dari keterpecah
belahan. Seluruh masyarakat Indonesia perlu bersama mewujudkan islam yang lebih
moderat dan akomodatif terhadap kekayaan budaya nusantara. Islam yang terbuka dan
tidak meneriakkan kekerasan adalah kunci perdamaian di Indonesia sehingga gerakan
radikalisme agama yang sekedar menekankan sisi luar dari Islam tidak akan pernah
menemukan relevansinya di negeri ini.
Merespon ramainya isu radikalisme dan hate speech bernuansa Suku, Agama,
Ras dan Antargolongan (SARA) di tanah air bahkan perguruan tinggi, pihak kampus
sudah semestinya mengambil langkah-langkah antisipatif agar kampus bernuansa
inklusif jauh dari isu radikalisme agama serta turut menjadi benteng penjaga Pancasila.
Selain itu, jauh dari provokasi-provokasi yang dapat menimbulkan perpecahan, apalagi
mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmi Ekonomi Mandala Jember (STIE Mandala) yang
mempunyai kuantitas mahasiswa yang cukup besar dan dari berbagai macam latar
belakang agama, termasuk corak pemahaman keagamaan mahasiswa yang beragam.
ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi keberagamaan mahasiswa, yaitu dapat
dilihat dari asal sekolahnya, dari lingkungan dimana ia bergaul, media sosial dan dari
pengajian-pengajian yang pernah diikuti. Kemudian ketika mereka bersinkronisasi dan
bersosialisasi dengan temantemannya di kampus yang juga ragam, maka akan
membentuk warnanya sendiri, tergantung siapa yang mengisi.
Agama adalah pedoman hidup bagi umat manusia agar mempunyai ketenangan
jiwa. Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin atau rahmat bagi seluruh alam
semesta. Di Indonesia sendiri terdapat keragaman agama termasuk keragaman aliran-
aliran Islam yang berkembang baik yang moderat, fundamental bahkan radikal, tentu
hal tersebut memberikan sumbangsih pengaruh yang cukup besar terhadap lingkungan
di perguruan tinggi. Dalam hal ini di perguruan tinggi maupun pada institusi
pendidikan secara umum diharapkan mampu mengembangkan paradigma keilmuan
yang inklusif sebagai ruh akademik sehingga tercipta suasana saling menghargai dan
menunjukkan Islam yang rahmatan lil’alamin di tengah keragaman yang ada.
Perguruan Tinggi dalam hal ini mempunyai peran penting, berkaitan dengan
upaya diseminasi nilai-nilai moderasi beragama yang berimplikasi pada pemahaman
yang moderat, inklusif, dan mempunyai sikap toleransi, menghargai perbedaan dan
menebar kedamaian dan kebermanfaatan bagi sesama, bukan saling membenci,
menaruh curiga, bahkan memberi stigma takfiri, dan bertindak anarkis dengan
berlindung dibawah payung agama sebagai legitimasi tindakannya. Maka diseminasi
nilai moderasi beragama terutama generasi muda, salah satunya melalui ruang
akademik, seperti sekolah dan perguruan tinggi sangat perlu diupayakan guna
menangkal penyebaran radikalisme yang juga berjalan cukup masif dan sistematis.
Simpulan
Abd Hamid Wahid, dkk, 2020. Anti Radicalism Education; Amplification of Islamic Thought
and Revitalization of the Higher Education in Indonesia. Michigan USA, IEOM
Society International, p. 3804
Abdul Aziz , Najmudin , 2020. Moderasi Beragama dalam Bahan Ajar Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam 9PAI) di Perguruan Tinggi Umum Swasta (Studi di STIE
Putra Perdana Indonesia Tangerang). Journal, 6(2), pp. 95-117.
Ali, N. (2020) „Measuring Religious Moderation Among Muslim Students at Public Colleges
in Kalimantan Facing Disruption Era‟, INFERENSI: Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, 14(1), pp. 1–24. doi: 10.18326/infsl3.v14i1.1-24.
Anwar, R. N. (2021a) „Penanaman Nilai-Nilai Islam Moderat Pada Anak Usia Dini Dalam
Keluarga Sebagai Upaya Menangkal Radikalisme‟, Al Fitrah Journal Of Early
Childhood Islamic Education, 4(2), pp. 155–163.