Anda di halaman 1dari 10

TOLERANSI DAN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI

INDONESIA
Pendahuluan
Belakangan ini, agama adalah sebuah nama yang terkesan membuat gentar, menakutkan,
dan mencemaskan. Agama di tangan para pemeluknya sering tampil dengan wajah kekerasan.
Dalam beberapa tahun terakhir banyak muncul konflik, intoleransi, dan kekerasan atas nama
agama. Pandangan dunia tentang keagamaan yang cenderung anakronostik memang sangat
berpotensi untuk memecah belah dan saling klaim kebenaran sehingga menimbulkan berbagai
macam konflik. Fenomena yang juga terjadi saat ini adalah muncul dan berkembangnya tingkat
kekerasan yang membawa-bawa ama agama (mengatasnamakan agama) sehingga realitas
kehidupan beragama yang muncul adalah saling curiga mencurigai, saling tidak percaya, dan
hidup dalam ketidak harmonisan.
Toleransi yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan masuk dalam kerangka
sistem teologi Islam sejatinya harus dikaji secara mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan
beragama karena ia adalah suatu keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan
jalan bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Pengertian Toleransi
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran
(Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan
yang masih diperbolehkan. Secara etimologi, toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional,
dan kelapangan dada. Sedangkan menurut istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau
bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat,
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan
pendiriannya.
Jadi, toleransi beragama adalah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu
dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.

Toleransi Beragama Menurut Islam


Ada beberapa prinsip yang tidak boleh diabaikan sedikitpun oleh umat islam dalam bertoleransi
dengan

penganut

1. Kebenaran

itu

hanya

agama
ada

pada

Islam

lain
dan

yaitu

selain

Islam

adalah

:
bathil.

2. Kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah didunia ini adalah pasti dan tidak ada keraguan
sedikitpun

kepadanya.

Dan

kebenaran

itu

hanya

ada

di

agama

Allah

Taala.

3. Kebenaran Islam telah sempurna sehingga tidak bersandar kepada apapun yang lain.
4. Kaum muminin derajat kemuliaannya dan kehormatannya lebih tinggi daripada orang-orang
kafir (non-muslim) dan lebih tinggi pula daripada orang-orang yang munafik (ahlul bidah).
5. Kaum muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta dalam segala bentuk peribadatan dan
keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin.

6. Kaum muslimin jangan lupa bahwa orang kafir dari kalangan ahlul kitab dan musyrikin
menyimpan dihati mereka kebencian tradisional terhadap kaum muslimin, khususnya bila kaum
muslimin mengamalkan agamanya. Oleh karena itu kaum muslimin jangan minder (merasa
rendah diri) menampakkan prinsip agamanya diantara mereka dan jangan sampai
mempertimbangkan keterseinggungan perasaan orang-orang kafir ketika menjalankan dan
mengatakan prinsip agamanya.
7. kaum muslimin dilarang menyatakan kasih sayang dengan orang-orang kafir dan munafik
yang terang-terangan menyatakan kebenciannya kepada islam dan muslimin.
Tujuh prinsip tersebut menjadi dasar hubungan toleransi antar kaum muslimin dengan
orang kafir. Agar dengan di fahami dan dipegang erat-erat ketujuh prinsip tersebut, kaum
muslimin akan selamat dari upaya pendangkalan dan pengkebirian keimanan mereka kepada
agamanya.

Konsep Kerukunan Umat Beragama


Adalah

kerukunan

golongan

yang

satu agama,

sepertihalnya

golongan

Muhammadiyah dengan golongan Nahdhatul Ulama. Kedua golongan ini merupakan golongan
mayoritas dalam agama Islam. Kerukunan ini bertujuan agar masing-masing golongan dalam
agama dapat menjalin kerukunan dan tidak mudah terpecahkan oleh isu-isu yang dapat
memecah belah mereka. Agama yang dinamis dalam berdakwah (khususnya Islam dan Kristen)
memerlukan sarana untuk mengaturnya, namun sampai saat ini daftar rancangan peraturan
bersama dua menteri (menteri Agama dan menteri Dalam Negeri) belum disepakati. Ada tiga

konsep kerukunan umat beragama yaitu:


Kerukunan Antar Umat Beragama

Kerukunan yang dijalin antar pemeluk agama yang berbeda, seperti halnya pemeluk
agama Islam dengan pemeluk agama Kristen. Kerukunan ini bertujuan agar masing-masing
pemeluk agama dapat hidup harmonis, selaras, dan saling hormat-menghormati.

Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah

Kerukunan yang dijalin antara pemerintah dengan seluruh pemeluk agama di seluruh
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tugas pemerintah di sini adalah sebagai pelindung atas
kebebasan warga negara dalam menentukan pilihan agama. Seperti yang termuat dalam UUD
1945 pasal 29 ayat 2, yang berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap pendudukan
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaan itu.
Di sini dimaksudkan hubungan antara pemerintah dengan seluruh umat beragama di
seluruh NKRI. Dari kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah tersebut dimaksudkan
agar terjadi hubungan yang harmonis antara pemeluk agama dengan pemerintah.

Sejarah Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Kerukunan Intern Umat Beragama di Indonesia

Sejarah kerukunan intern umat beragama di Indonesia mengalami pasang surut. Mulai
dari berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912 dan NU pada tahun 1926, walaupun tidak
terasa aksi-aksi yang dilakukan dua golongan ini.
Aksi yang paling aktual misalnya pembakaran pemukiman kelompok sesat Ahmadiyah
di Parung, Bogor dan NTB. Kasus yang serupa yaitu penyerangan ustadz oleh LDII di
Karanganyar, Solo. LDII menganggap para ustadz telah mendiskreditkan golongan ini. Selain
itu, perang padri antara golongan putih dan adat.

Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia

Sejarah kerukunan antar umat beragama di Indonesia yang paling sering konflik adalah
antara pemeluk agama Islam dengan Kristen. Contoh yang paling obyektif adalah kasus Ambon,
Poso, dan pembakaran beberapa gereja di beberapa daerah di Indonesia, serta Maluku Tenggara
dengan jumlah korban jiwa 59.888.

Kerukunan Antar Umat Beragama dengan Pemerintah

Asal mula kerukunan umat beragama dengan pemerintah di Indonesia juga mengalami
pasang surut.
1)

Era Orde Lama

Pada era ini agama dijadikan paham ideologi oleh Soekarno yaitu NASAKOM (Nasionalis
Agama Komunis).
2)

Era Orde Baru

Pada era ini kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah dirasakan masih kurang mantap,
sebagai akibat semakin memanasnya suhu politik, terutama menjelang Pemilu tahun 1977. Umat
beragama khususnya umat Islam merasakan kebebasannya untuk berdakwah sangat dibatasi,
harus meminta ijin dahulu kepada aparat keamanan. Di pihak lain pemerintah memandang
pembatasan kebebasan dakwah perlu dilakukan, demi terciptanya ketertiban dan keamanan yang
mantap. Mengingat kenyataan masih banyak para juru dakwah yang menyalahgunakan dakwah
untuk kepentingan politik praktis yang mendiskreditkan pemerintah dan pihak lain (Departemen
Agama, Pedoman Dasar Kerukuna Hidup Beragama). Pada era ini juga sering terjadi peristiwa
yang paling membuat umat Islam berduka, seperti kasus Tanjung Priok, dan Lampung (Talang
Sari).
3)

Era Reformasi

Tuduhan-tuduhan dan penangkapan para kelompok ekstrim seperti FPI (Front Pembela Islam)
dan JI (Jaringan Islamiah) oleh para aparat hukum karena kelompok itu dianggap teroris, itu
sangat melukai umat Islam.
Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki penduduk dengan jumlah
yang sangat besar. Di tengah-tengah besarnya jumlah penduduk tersebut, tumbuh dan
berkembang keragaman budaya, sosial, dan agama. Dari sisi agama, Indonesia mengakui hidup

dan berkembangnya lima agama resmi negara, yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan,
Hindhu, dan Buddha.
Di samping lima agama tersebut, di Indonesia juga telah berkembang agama-agama yang
tidak resmi yang dipeluk oleh sebagian kecil bangsa Indonesia, terutama di daerah-daerah
pedalaman. Agama-agama yang tidak resmi ini biasanya dikenal dengan sebutan aliran
kepercayaan yang tidak bersumber pada ajaran agama, tetapi bersumber pada keyakinan yang
tumbuh di kalangan masyarakat sendiri. Keragaman seperti ini menimbulkan
permasalahan di tengah masyarakat yang terkadang memicu konflik antar agama.
Kemajemukan masyarakat dalam hal agama dapat merupakan sumber kerawanan sosial
apabila pembinaan kehidupan beragama tidak tertata dengan baik. Masalah agama merupakan
masalah yang bersifat sensitif yang sering memunculkan konflik dan permusuhan antar golongan
pemeluk agama. Negara Indonesia menjamin kehidupan agama bagi seluruh rakyatnya. Dasar
negara Pancasila memberikan jaminan kebebasan beragama dengan sila yang pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa. UU D 1945 juga menjamin kebebasan menjalankan agama dengan
satu pasal khusus, yaitu pasal 29. Di samping itu, semboyan Bhinneka Tunggal Ika
memberikan peluang leluasa bagi beragam agama yang ada untuk mengikuti dan melaksanakan
ajaran agama di bawah satu kesatuan dasar Pancasila dan UUD 1945. Menteri Agama RI tahun
1978-1984 (H. Alamsjah Ratu Perwiranegara) menetapkan Tri Kerukunan Beragama, yaitu tiga
prinsip dasar aturan yang bisa dijadikan sebagai landasan toleransi antarumat beragama di
Indonesia. Tiga prinsip dasar yang dimaksud tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kerukunan intern umat beragama.
2) Kerukunan antar umat beragama.
3) Kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah
Untuk melaksanakan Tri Kerukunan Beragama ini, dikeluarkan juga keputusan Menteri
Agama yang menjabarkan aturan itu dengan lebih rinci, yaitu Keputusan Menteri Agama no. 70
tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama dan Keputusan Menteri Agama no. 77 tahun
1978 tentang Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga-lembaga Keagamaan di Indonesia. Tiap
golongan beragama dapat mencurahkan perhatiannya terhadap
pembinaan dan peningkatan kualitas warga golongannya masing-masing sekaligus kerukunan
antar umat beragama akan terjaga jika aturan-aturan tersebut di atas dipatuhi. Dalam
kenyataannya, aturan-aturan ini sering tidak dipatuhi, terutama oleh golongan minoritas.
Meskipun demikian, pelanggaran terhadap aturan tersebut tidak sampai
menimbulkan konflik yang membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa. Kalaupun akhir-akhir
ini konflik antar pemeluk agama terjadi, seperti di Ambon, Poso, dan tempat-tempat lain, hal ini
sebenarnya bukan disebabkan oleh masalah agama semata, tetapi sudah banyak ditopangi oleh
berbagai kepentingan, terutama kepentingan politik. Hal inilah yang menyulitkan pemerintah
untuk segera meredakan konflik tersebut.

Selain itu pemerintah juga membentuk sebuah forum konsultasi dan komunikasi antara
pemimpin atau pemuka agama dengan pemerintah untuk memelihara kerukunan antarumat
beragama di Indonesia. Hal ini melengkapi upaya yang sebelumnya telah dilakukan, yaitu
pemantaban organisasi masing-masing agama. Forum yang dimaksud diberi nama Wadah
Musyawarah Antar umat Beragama yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Agama no. 35
tahun 1980.
Organisasi umat beragama tingkat pusat adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk
umat Islam, Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI) untuk umat Kristen Katolik, Dewan
Gereja-gereja Indonesia (DGI) untuk umat Kristen Protestan, Parisada Hindhu Dharma Pusat
(PHDP) untuk umat Hindhu, dan Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI) untuk umat
Buddha (Depag, 1982/1983, h. 46). Wadah-wadah ini diharapkan dapat menjadi pelindung
sekaligus tempat mengadu tentang berbagai permasalahan yang terkait dengan agama.
Aturan-aturan tentang kerukunan antarumat beragama di Indonesia pada prinsipnya tidak
berbeda dengan aturan aturan dalam Piagam Madinah. Tidak ada perbedaan yang mendasar dari
kedua sumber aturan tersebut tentang kerukunan antarumat beragama. Keduanya sama-sama
memberikan keleluasaan kepada masing-masing penganut agama untuk melaksanakan agamanya
masing-masing. Perbedaan terlihat dalam hal penanganan terhadap permasalahan yang muncul.
Jika Nabi dengan cepat menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul, maka tidak demikian
halnya pemerintah Indonesia. Apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terlihat kurang
cepat dan kurang tegas sehingga konflik yang terjadi meluas dan berkepanjangan serta semakin
sulit menyelesaikannya dengan tuntas.

Isi Kandungan dan Perilaku Yang Tercermin Dalam Q.S. Yunus Ayat 40 41- Q.S. Yunus merupakan surat yang ke 10 dengan jumlah ayat sebanyak 109 ayat.
Surat Yunus adalah surat Makkiyah, kecuali ayat 40, 94, 95 yang diturunkan kepada
Rasulullah SAW pada saat beliau berada di Madinah.

Didalam surat ini isinya banyak tentang kisah Nabi Yunus dan pengikutnya, sehingga
surat ini dinamakan dengan surat Yunus. Masih berhubungan dengan postingan
sebelumnya yaitu Isi kandungan dan perilaku yang tercermin dalam Q.S. AlKafirun. Pada kesempatan ini kami ingin membahas ayat selanjutnya yang membahas
tentang toleransi dalam beragama.

Isi kandungan Q.S. Yunus ayat 40 - 41


Terjemahan Q.S. Yunus ayat 40 - 41.
10:40. Di antara mereka ada orang-orang yang beriman kepada Al Qur'an, dan di
antaranya ada (pula) orang-orang yang tidak beriman kepadanya. Tuhanmu lebih
mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.
10:41. Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan
bagimu pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan aku pun
berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".

Dalam Q.S. Yunus ayat 40 Allah telah berfirman dan menjelaskan tentang di dunia ada
dua golongan, yaitu golongan orang-orang yang beriman kepada Al-Quran dan
golongan yang tidak beriman kepada Al-Quran.

Oran-orang yang beriman kepada Al-Quran, pastinya mereka juga telah beriman
kepada Allah swt. Dan juga sebaliknya, orang yang tidak beriman kepada Al-Quran,
mereka juga tidak beriman kepada Allah SWT. Allah swt merupakan Tuhan Yang Maha
Mengetahui, Allah pasti mengetahui apa saja yang kita kerjakan di muka bumi ini.

Kemudian di dalam ayat yang selanjutnya yaitu ayat 41, dijelaskan tentang tindakan
orang-orang yang tidak beriman terhadap Al-Quran dan terus menerus mendustakan
Nabi SAW dan tidak mau beriman kepada Allah swt. Jika mereka selalu berbuat hal
yang sama terus menerus, maka katakanlah, "Bagiku pekerjaanku (amalku) dan
bagimu pekerjaanmu". Dalam ayat ini, maknanya hampir sama dengan makna yang
terkandung pada Q.S. Al-Kafirun, yang mana pada intinya adalah tentang toleransi
beragama.

Amal yang kita kerjakan adalah untuk kita sendiri, dan amal yang mereka kerjakan
adalah untuk mereka sendiri. Kita tidak boleh ikut campur tangan terhadap agama
yang telah mereka yakini, karena mereka mempunyai hak untuk menganut agama
yang mereka yakini, begitu juga dengan kita yang juga memiliki hak untuk menganut
agama yang kita yakini. Kita tidak boleh memaksakan kehendak mereka untuk menjadi
seagama dengan kita, dan begitu juga sebaliknya.

Kemudian selanjutnya tentang "Kamu berlepas diri terhapa apa yang aku kerjakan dan
aku pun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan". Semua perbuatan baik atau
jahat yang kita lakukan di dunia ini pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal,
berkaitan dengan ayat ini bahwa kita akan menerima balasan baik yang baik maupun
yang burus sesuai dengan amal yang telah kita perbuat di dunia ini. Dan itu tidak akan
terpengaruh dengan amal perbuatan yang mereka (orang yang tidak beriman)
kerjakan, kita tidak akan mendapatkan balasan akibat perbuatan buruk yang dilakukan
oleh orang-orang yang tidak beriman (selama kita tidak terkait/tidak ikut serta dalam
perbuatan buruk tersebut). Dan begitu juga sebaliknya.

Kemudian,

terhadap

mereka

(orang-orang

yang

tidak

beriman)

yang

selalu

mendustakan Nabi Muhamaad SAW, beliau diperintahkan oleh Allah swt untuk selalu
berdakwah, dan menyampaikan kebenaran. Rasulullah tidak diperbolekan (tidak
diperintahkan) untuk memeriksa, mengadili dan memaksa mereka untuk beriman
kepada Allah swt. Tugas Rasul adalah menyampaikan, masalah mereka mau tidaknya
untuk beriman kepada Allah swt, itu tergantung dari Allah swt yang memberikan
Hidayah (petunjuk) kepada para hambanya.
Toleransi dalam Perspektif Hadis Nabi saw.
Dalam hadis Rasulullah saw. ternyata cukup banyak ditemukan hadis-hadis yang memberikan perhatian
secara verbal tentang toleransi sebagai karakter ajaran inti Islam. Hal ini tentu menjadi pendorong yang
kuat untuk menelusuri ajaran toleransi dalam Alquran, sebab apa yang disampaikan dalam hadis
merupakan manifestasi dari apa yang disampaikan dalam Alquran.
Di dalam salah satu hadis Rasulullah saw., beliau bersabda :




.
[Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan kepada saya Abi telah menceritakan
kepada saya Yazid berkata; telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Dawud bin Al
Hushain dari Ikrimah dari Ibnu 'Abbas, ia berkata; Ditanyakan kepada Rasulullah saw. "Agama manakah
yang paling dicintai oleh Allah?" maka beliau bersabda: "Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi
toleran)]"
Ibn Hajar al-Asqalany ketika menjelaskan hadis ini, beliau berkata: Hadis ini di riwayatkan oleh AlBukhari pada kitab Iman, Bab Agama itu Mudah di dalam sahihnya secara mu'allaq dengan tidak
menyebutkan sanadnya karena tidak termasuk dalam kategori syarat-syarat hadis sahih menurut Imam
al-Bukhari, akan tetapi beliau menyebutkan sanadnya secara lengkap dalam al-Adb al-Mufrad yang
diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibn Abbas dengan sanad yang hasan. Sementara Syekh Nasiruddin
al-Albani mengatakan bahwa hadis ini adalah hadis yang kedudukannya adalahhasan
lighairih.Nasaruddin al-Bani.
Berdasarkan hadis di atas dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam berbagai
aspeknya, baik dari aspek akidah maupun syariah, akan tetapi toleransi dalam Islam lebih dititikberatkan
pada wilayah muamalah. Rasulullah saw. bersabda :


.

[Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Ayyasy telah menceritakan kepada kami Abu Ghassan
Muhammad bin Mutarrif berkata, telah menceritakan kepada saya Muhammad bin al-Munkadir dari Jabir
bin 'Abdullah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Allah merahmati orang yang memudahkan ketika
menjual dan ketika membeli, dan ketika memutuskan perkara"].HR Bukhari.
Batas Toleransi Dalam Islam
Toleransi dalam bahasa agama adalah tasamuh. Istilah toleransi ini janganlah didramatisir, dibuat suatu
konsep sedemikian pula lalu mecampur aduknya. Jadi sudah ada petunjuk jelas di dalam agama, mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh. Dalam Islam ada ajaran aqidah (iman), syariah (Islam), dan
akhlak (ihsan). Akhir-akhir ini memang banyak orang memberikan makna toleransi sengaja agar
masyarakat tidak faham.

Ada orang yang sengaja mendistorsi makna toleransi dengan tujuan tertentu sehingga membuat makna
toleransi menjadi rancu. Sehingga ada suatu kelompok yang mengusulkan pada saat bulan suci
Ramadan umat Nasrani boleh mengadakan shalat tarawih kemudian buka bersama di dalam Gereja. Ini
secara faktual memang ada upaya, dengan dalih kerukunan umat beragama. Dalam kesempatan ini kami
menjawab, bahwa hal seperti itu tidak boleh. Haram. Sebab yang ingin dibangun oleh Islam dalam hal
toleransi adalah masalah-masalah sosial, misalnya ketika orang terkena musibah, atau problem yang
menyangkut masalah kemanusiaan, umat Islam tidak mempermasalahkan.
Ketika kita bertetangga dengan orang non muslim, kemudian dia sakit, kita boleh membesuk, kita boleh
membawa oleh-oleh untuknya. Atau ketika dia punya hajat mantu, kita boleh untuk menyumbang
(Jawa:buwuh). Atau ketika umat Islam menemui orang yang sedang kecelakaan harus menolong dan
tidak perlu menanyakan terlebih dahulu agamanya apa. Jadi secara kemanusiaan, umat Islam
memberikan toleransi untuk saling menolong dan membantu yang membutuhkan bantuan. (Al Maidah:2)
Ketika menyangkut masalah aqidah dan syirik Islam sangat tegas, sebagaimana ditegaskan dalam surat
Al Kafirun : 1-6.
Jadi jika umat Islam diminta untuk hadir dalam acara natalan, MUI (Majelis Ulama Indonesia) telah
mengeluarkan fatwa pada tanggal 7 Maret 1981 yang waktu itu ketuanya Buya HAMKA, dengan tegas
menyatakan bahwa menghadiri natalan bersama adalah haram. Dan keputusan hukum itu sampai
sekarang tidak dicabut. Jadi kalau umat Islam sapapun dan mempunyai jabatan apapun jika diundang
oleh umat Kristiani, haram menghadirinya.
Mengamini doa umat lain yang berkeyakinan beda, yang mempunyai tuhan berbeda, jika kita mengamini,
berarti menyetujui mereka, inilah yang menjurus kepada perbuatan syirik. Rasulullah SAW bersabda : Ad
duaau muhhul ibaadah (doa adalah otaknya ibadah). Kalau kita cermati kegiatan doa bersama ini adalah
merupakan taktik, dan merupakan skenario global, yang tujuan utamanya adalah merusak aqidah umat
Islam di Indonesia yang mayoritas. Karena mereka tidak akan mungkin memeranginya dengan fisik,
karena akan sia-sia. Untuk itu, umat Islam harus memahami betul, sehingga tidak salah dalam bersikap. (
Al Hujurat : 13)
Sikap toleransi dalam Islam yang berhubungan dengan akidah sangat jelas yaitu ketika Allah swt.
memerintahkan kepada Rasulullah saw. untuk mengajak para Ahl al-Kitab untuk hanya menyembah dan
tidak menye-kutukan Allah swt., sebagaimana firman-Nya:








[Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada
perselisihan antara kami dan kamu, bahwa kita tidak sembah kecuali Allah dan kita tidak persekutukan
dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan
selain Allah". Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada mereka, "Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"].Ali Imran:64
Pada ayat ini terdapat perintah untuk mengajak para ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani untuk
menyembah kepada Tuhan yang tunggal dan tidak mempertuhankan manusia tanpa paksaan dan
kekerasan sebab dalam dakwah Islam tidak mengenal paksaan untuk beriman sebagaimana Allah swt.
berfirman:

[Tidak ada paksaan dalam beragama]al-Baqarah:256


Dalam beberapa riwayat diketahui Rasulullah saw. Juga mendoakan agar Allah swt. memberikan kepada
mereka (kaum musyrik) hidayah untuk beriman kepada-Nya dan kepada risalah yang dibawa oleh
Rasulullah saw. Diantara riwayat-riwayat tersebut adalah kisah qabilah Daus yang menolak dakwah Islam
yang disampaikan oleh Tufail bin Amr ad-Dausi, kemudian sampai hal ini kepada Rasulullah saw., lalu
beliau berdo'a :
""
[Ya Allah, tunjukilah qabilah Daus hidayah dan berikan hal itu kepada mereka].HR Bukhari.
Berdasarkan riwayat di atas, maka benarlah bahwa Rasulullah saw. diutus menjadi rahmat bagi seluruh
alam. Beliau tidak tergesa-gesa mendoakan mereka (orang kafir) dalam kehancuran, selama masih
terdapat kemungkinan diantara mereka untuk menerima dakwah Islam, sebab beliau masih
mengharapkannya masuk Islam. Adapun kepada mereka yang telah sampai dakwah selama beberapa
tahun lamanya, tetapi tidak terdapat tanda-tanda kenginan untuk menerima dakwah Islam dan
dikhawatirkan bahaya yang besar akan datang dari mereka seperti pembesar kaum musyrik Quraisy (Abu
Jahal dan Abu Lahab dkk), barulah Rasulullah mendoakan kehancuran atas nama mereka.

Anda mungkin juga menyukai