Nim :10300116131
Jurusan :PerbandinganMazhabDan Hukum
Judul :Perlidungan Hukum Terhadap Kaum Mustadh’Afin
(Studi Komparatif Hukum Islam Dan Hukum Positif)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
warganya sama didepan hukum tanpa terkecuali. Selain menganut sistem rule of
law, Indonesia juga merupakan Negara yang berdasar hukum (recht staat) Dasar
pijakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hokum tertuang dalam Undang-
1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat Negara,
bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berarti bahwa segala bentuk
persoalan yang menyangkut urusan antar warga Negara dengan warga Negara
atau warga Negara dengan Negara (pemerintah), harus didasarkan pada hokum
Sistem rule of law terlihat sekali dalam prakteknya tidak dapat diterapkan
1
Pasal 1 Ayat ( 3) Undang-undang Dasar 1945
menjadi jurang pemisah antara rakyat dengan kaum-kaum yang memilili materil
dimuka hokum ini terkadang kurang apresisasi oleh warga Negara sendiri
khususnya bagi rakyat kecil yang tersandung kasus-kasus hokum. Sebagian besar
dari mereka justru lebih ikhlas atau rela hak-hak mereka dibuang percuma karena
justru akan merugikan mereka dalam perspektif materi. Hal ini disebabkan karena
biaya yang tidak sedikit dan parahnya lagi bahkan muncul anggapan bahwa
kehidupan bangsa yaitu terkait dengan upaya Negara dalam memenuhi kebutuhan
dasar dan hak-hak sipil setiap warga Negara atas barang, jasa dan pelayanan
yang msikin tetap menjadi “warga Negara asing” atau, meminjam istilah Emha
Pasal 34 UUD 1945 yang mengatur pemeliharaan fakir miskin dan anak-
anak terlantar oleh Negara mempunyai kaitan yang sangat erat dengan pasal 33
penafsiran sistematik dari kedua pasal tersebut, penyelesaian masalah fakir miskin
ajaran tersebut. Kemunculan agama pada dasarnya merupakan jeda yang secara
dilakukan atas dasar agama, suku, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status
ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik yang berakibat pada
asasi manusia serta kebebasan dasar dalam kehidupan perorangan dan kolektif
dalam bidang ekonomi, hukum, sosial, dan budaya.2 Sedangkan yang dimaksud
dengan penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang
menimbulkan rasa sakit atau penderitaan (jasmani atau ruhani) yang hebat pada
dengan menempatkan negara sebagai pihak yang bertanggung jawab atas (seluruh
urusan) rakyat. Syara’ mewajibkan negara agar melindungi mereka, menjaga hak-
hak mereka, bersikap adil antara mereka, baik antara kaum muslim maupun kaum
dasar agama, kelompok, jenis kelamin, warna kulit, dan yang lainnya.4
sebagai agama yang elastis dan mampu menyelesaikan problematika baik yang
bersifat konservatif maupun modern. Islam juga bukanlah sebagai agama yang
2
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1 ayat (3)
3
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 1 ayat (4)
4
Muhammad Ahmad Mufti Sami Salih Al-Waki, HAM Menurut Barat, HAM Menurut
Islam, (Bogor, Pustaka Toriqul Izzah, 1992), hal.41
diinterpretasikan sebagai agama yang pro terhadap status quo, namun sebaliknya
saw. Untuk menjadi pedoman dan pengarang hidup bagi umma manusia secara
umum dan ummat Islam secara khusus. Eksisensi Islam ditopang oleh dua dasar
dan landasan yang mutlak diikuti dalam menjalani kehidupan yaitu Al-Qur’an dan
Hadis.5
Al-Qur’an dan Sunnah memiliki orientasi progresif baik dalam Scope ekonomi,
manusia harus mencakup tiga aspek, yaitu hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Allah swt sebagai
penciptanya.
juga Islam dipandang sebagai agama yang absolut yang anti terhadap kritik dan
menuntut setiap manusia untuk menyesuaikan diri. Namun hal yang sering
secara merata untuk mengikuti gejolak perubahan tersebut baik dalam sekup
5
Abdi Wijaya, Nepotisme Dalam Perspektif Hadis Maudhu’I, Al Daulah: Jurnal Hukum
Pidana Dan Ketatanegaraan, Volume 1, No 1, http://scholar.google.co.id/. Januari 2021
ekonomi maupun budaya. Munculnya kesenjangan sosial dan ekonomi sebagai
keadaan sosial seseorang diklasifikasikan menjadi the haves dan the have nots.
dan mengesampingkan hak-hak orang lain. Baik hak untuk hidup, hak untuk
sempit dan materialistis hanya berbicara keuntungan secara material dari apa yang
diberikan kepada orang lain. Oleh karena itu banyak sekali dibalik kemegahan dan
kehidupan yang layak terabaikan. Bagi yang memiliki kekayaan dan kasta akan
terus memandang kedepan tanpa melihat arah kebelakang. Namun sebaliknya bagi
layaknya sampah.
Jika kita telusuri literatur kajian islam, maka dengan mudah akan kita temukan
membela yang dilemahkan. Wajar saja, karena memang konsep Mustadh’afin ada
dalam Al-Qur’an, yang melalui itu, kira-kira Allah hendak mengatakan :”Belalah
yang tak jauh berbeda dengan hadis ”kebersihan bagian dari iman”, yang berarti
bahwa kaum muslimin hanya mungkin menjadi seorang muslim sejati kalau pada
dirinya bertindak bersih dalam arti generic. Tentu saja seruan moral ini sangat
mulia dan berat. Sehingga bias dipastikan sebagian besar dari kita yang mendaku
kembali konsep ini dalam konteks kapitalisme mutakhir. Ada beberapa persoalan
konsep ini tidak menjadi benda antik. Bak fosil menjadi sekadar sisa-sisa cerita
masa lalu yang hanya layak diperbincangkan dengan entengan, tanpa mampu
mengoperasikannya pada konteks hari ini. Harus dikatakan dengan pahit, konsep
Mustadh’Afin yang melekata pada dirinya perspektif kelas hampir saja terhapus
dari cakrawala pengetahuan islam yang diproduksi dipusat-pusat kajian Islam kita
hari ini. Sebagian besar kajian-kajian sosial islam menjauhkan dirinya dari
Sehingga tak heran kalau dari kajian-kajian sosial Islam semacam itu sulit
ekonomi alternatif atau semua hal yang terkait dengan sistem dominan
kapitalisme, kalaupun ada, bisa dipastikan berada dilembar paling belakang kajian
tersebut perlu direspon dan diberikan solusi. Ibnu qayyim hadir dengan
perbedaan hukum dan perubahan hukum Islam adalah masalah yang logis dan
hermeneutik. Tentu saja ini tidak keliru, karena pada batas tertentu kegagalan
mengoperasikan konsep ini, justru karena belum selesai pada tataran semantik-
Terjemahnnya:
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang
tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka
pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi
(bumi).7
Dalam ayat diatas yang disebut sebagai Mustdh’Afin tak hanya mererka
yang beriman kepada Allah swt melaiangkan semua orang, apapun agamanya,
atau bahkan tak beragama, yang secara langsung maupun tidak dilemahkan
posinya dan dilucuti martabatnya sebagai manusia yang setara.
Fenomena perihal Mustadh’Afin terlihat oleh kacamata kita bersama
dimana masih banyaknya Fakir miskin, anak terlantar dan lain-lain yang termasuk
dalam golongannya, menjadi pertanyaan besar dimana peranan dan pemberdayaan
pemerintah untuk lebih menunjang mereka dari kesenjangannya.
6
Abdi Wijaya, Perubahan Hukum Dalam Pandangan Ibnu Qayyim, Al Daulah: Jurnal Hukum
Pidana Dan Ketatanegaraan, Volume 6, No 2, http://scholar.google.co.id/. Januari 2021
7
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(CV. Penerbit Diponegoro, 2010),
h. 446.
Aliran teologi Islam percaya dengan universalitas Mustadh’Afin, mungkin
hanya sedikit golongan politik yang menyangkalnya. Bagi mereka yang wajib
ditolong hanya mereka yang beriman saja atau lebih sempit lagi yang satu tafsir
dengannya. Bagi kaum Islam politik, kalaupun ada non-muslim yang dilemahkan,
itu terjadi belum adanya sistem imperium Islam yang menguasai dan mengatur
seluruh dunia, maka yang harus didahulukan adalah membantu mereka yang
beragama Islam. Dengan menyelamatkan yang muslim, otomatis yang non-
muslim dengan sendirinya akan terselamatkan karena watak Islam yang
menyelamatkannya.
Menyikapi fenomena kesenjangan Mustadh’Afin memiliki tanggung jawab
bersama bagaimana kita sesama manusia sesama agama sesama bangsa dan
bahasa untuk lebih menunjang penyelesaian kesenjangan mereka baik dari
pemerintah ataupun warga negaranya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang
menjadi pokok pembahasan utama dalam tulisan ini adalah tentangPerlindungan
Hukum terhadap Kaum Mustadh’Afin (Studi Komparatif Hukum Islam Dan
Hukum Positif),kemudian untuk lebih terarahnya tulisan ini maka dikemukakan
beberapa sub masalah sebagaimana berikut:
1. Bagaimana Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Kaum
Mustadh’Afin ?
2. Bagaimana Analisis Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap
Perlindungan Hukum Kaum Mustadh’Afin ?
C. Pengertian Judul
pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan
perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-
8
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h.54.
hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak
hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari
Allah swt dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku mukalaf (orang yang sudah
dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua
pemeluknya.
Hukum Positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak
tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus
dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam Negara.
D. Kajian Pustaka
analisis hukum Islam dan hukum positif, berdasarkan hasil penelusuran peneliti
9
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h.102.
10
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2011), h.10
11
Anonim, Muhammadiyah dan Pengentasan Kaum Mustadh’Afin”
http://www.weebly.com/muhammadiyah_dan_pengetasan_kaum_mustadh’afin, diakses 7 Januari
2021
dalam hukum Islam dan hukum positif, maka terdapat beberapa karya ilmiah yang
Pedagang Kaki Lima, dalam tulisan ini penulis membahas tentang penggusuran
peraturan daerah nomor 2 tahun 2012 tentang ketertiban umum dan lingkungan.
dan mekanisme (proses dan prosedur) tertentu sehingga kepentingan umum dapat
diterima bahkan bias dipertahangkan dan diperjuangkan sebagai yang layak untuk
diprioritaskan.
menyesuaikan diri. Namun hal yang sering terlupakan dari perkembangan zaman
tersebut adalah belum mampunya manusia secara merata untuk mengikuti gejolak
kesenjangan sosial dan ekonomi sebagai akibat dari tingginya egoisme yang
diklasifikasikan menjadi the haves dan the have nots. Sebagai makhluk sosial
seseorang dan sekaligus sebagai bentuk aktualisasi nilai-nilai Islam, maka setiap
para penindas bahwa kaum mustadh’afin itu lemah didasarkan pada kenyataan
memiliki akses terhadap kekuasaan dalam sosial politik dan berpenampilan agak
E. Metodologi Penelitian
analisis data.
1. Jenis Penelitian
sumber literatur yang berkaitan dengan materi dan difokuskan pada penelaahan
12
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir, muktasar tafsir ibnu kasir, (Jakarta: Darus Sunnah
Press, 2014), h.242
masalah yang dibahasi.13 Penelitian kepustakaan ada beberapa macam, ada yang
kepustakaan khusus (jurnal, buletin, penelitian, tesis, disertasi, micro film, disket,
2. Sifatpenelitian
3. PendekatanPenelitian
cara mendekati suatu objek. Dalam istilah antropologi pendekatan adalah usaha
skripsi ini adalah pendekatan historis, dan document, yaitu dengan cara mencari
berbagai sumber data, menyelidiki dan melakukan analisis, sehingga inti pokok
4. Teknik PengumpulanData
keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan bahan kajian (analisis atau
prosedur yang sistematis dan memiliki standar untuk menghimpun data yang
13
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi II (Cet VIII; Yogyakarta: Rake
Sarasin, 1983), h 43.
14
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Cet. III; Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2014), h 5-6.
15
KBBI Offline, versi 1.1, Ebta Setiawan (Pusat Bahasa: KBBI Daring Edisi III, 2010).
diperlukan dalam rangka menjawab masalah penelitian sekaligus menyiapkan
dihasilkan.
a. Studi Kepustakaan
pedoman atau sumber data didalam pembuatan skripsi ini. Dengan adanya hal
secara umum maupun khusus tentang pokok masalah yang diteliti. Studi
b. AnalisisData
Dengan teori-teori ini data yang bersifat umum akan dapat dianalisis
sehingga menghasilkan data yang bersifat khusus yang berkaitan dengan batas
a. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan agar dapat memenuhi salah satu tujuan yang
Mustadha’Afin.
b. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
kedatangan Islam. Istilah ini disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 13 kali. Namun
jika mengacu kapada kata asalnya dan berbagai derivasinya, seperti dhu’afa, maka
Terjemahannya :
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan
(membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita
maupun anak-anak yang semuanya berdoa : “Ya Tuhan Kami,
keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim
penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau dan
berilah Kami penolong dari sisi Engkau!”.17
Karena konsep mustadh’afin itu tidak terkungkung pada dimensi ekonomi,
16
Ahmad Najib Burhani, Kelompok Minoritas Sebagai Kategori Mustadh’Afin, 2019.
(diakses 07 Januari 2021).
17
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (CV. Penerbit Diponegoro, 2010),
adalah level yang lebih rendah daripada melakukan pemberdayaan atau
(marginal society). Dari segi bahasa, kata mustadh’afin memang bisa diartikan
orientasi proyek. Bau amis korupsi dan kolusi masih ada. Menyengat hidup,
Masyarakat yang tidak mampu (miskin), bukan secara alamiah miskin, tapi karena
diterangkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak
pembelaan dan pembebasan atas kaum tersebut. Dalam konteks ini, al-Qur’an
Misalnya, Musa adalah pembebas Bani Israel dari penindasan Fir’aun dan Bala
tertindas oleh sistema sosial jahiliyah dan oleh para pemuka Quraisy penentang
ajaran sosial agama Islam yang diserukan oleh Nabi Muhammad.Penindasan tidak
hanya masuk dalam satu bidang kehidupan saja. Ia terjadi dalam bidang ekonomi,
Indonesia.
Terjemahnya:
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang
dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang
berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Yang berhak
menerima zakat Ialah: 1. orang fakir: orang yang Amat sengsara
hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi
penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup
penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus
zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan
membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan
masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya
masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk
melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang
berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang
bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang
yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar
hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7.
pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan
Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang
berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-
kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan
lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan
maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.18
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna fakir dan miskin pada ayat
tersebut. Di antara mereka, ada yang berpendapat bahwa fakir adalah orang yang
yang lebih benar yaitu, fakir adalah orang yang membutuhkan namun ia tidak
adalah orang yang membutuhkan dan meminta-minta kepada orang lain. Kedua
golongan tersebut berhak mendapat zakat karena ulama telah bersepakat dalam
konteks ijma’ bahwa orang miskin berhak mendapatkan zakat karena alasan fakir.
2. Anak Yatim
18
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(CV. Penerbit Diponegoro, 2010),
h. 156.
19
Abu Muhammad bin Jarir al-Tabari, afsir al-Tabari, Jilid 12 (Jakarta, Pustaka Azzam,
2009), h. 875.
Yatim adalah anak yang tidak lagi memiliki bapak karena bapaknya
meninggal sebelum anak itu dewasa, ia tidak lagi menyandang label yatim. 20 Kita
semua umat manusia diperintahkan untuk menghormati anak yatim dan tidak
melakukan penindasan kepada mereka. Seperti yang tercantum dalam Q.S al-
Duha (93:9).
Terjemahnya:
Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-
wenang.21
Keberpihakan al-Qur’an terhadap anak yatim terlihat ketika Tuhan
mengingatkan bahwa ketika Nabi dalam keadaan yatim maka Tuhanlah yang
pedoman dan meraba-raba mencari petunjuk maka Tuhan akan memberi beliau
dipahami juga dalam arti sewenang-wenang. Surat al-Fajr (91: 17) merupakan
wahyu pertama yang berbicara mengenai anak yatim, melukiskan masyarakat
Makkah sebagai masyarakat yang tidak memberi pelayanan terbaik kepada anak
yatim. Dengan ayat tersebut terbaca bahwa pertama dan utama dituntut untuk
3. Peminta-Minta
20
Badruzaman, Teologi Kaum Tertindas, h. 118
21
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(CV. Penerbit Diponegoro, 2010),
h. 596.
22
Djohan Effendi, Pesan-Pesan Al-Qur’an: Mencoba mengerti Intisari Kitab Suci
(Jakarta, PT Serambi Ilmu Semesta, 2012), p. 386.
23
M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. 15
(Jakarta, Lentera Hati, 2005), p.391
Peminta-minta merupakan termasuk salah satu dari kaum mustadh’afin
yang sering kita temui di jalanan. Peminta-minta yang kita kenal adalah pengemis
yang sering kita temui di pinggiran kota atau bahkan di desa. Yakin, tidak ada
karena memang kondisi yang mendorong ia untuk menjadi pengemis. Akan tetapi,
ada juga yang memang mengemis karena ia hobi. Al-Qur’an tidak hanya melarang
kita menghardik anak yatim, tapi peminta-minta juga dilarang. Seperti yang
Terjemahnya:
menghardiknya.24
sebagai anak yatim, tuntunan kedua ini mengisyaratkan kesudahan akhir Nabi,
yakni menjadi seorang tokoh yang dikunjungi orang untuk bertanya dan meminta.
Karena itu, ayat diatas menuntun Nabi dengan menyatakan, “Dan adapun peminta,
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa larangan menghardik diatas tidak berlaku
terhadap si peminta yang masih sanggup bekerja atau yang mengemis karena
demikian itu perlu diarahkan dan dibimbing agar bekerja. Kemudian apabila
24
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(CV. Penerbit Diponegoro, 2010),
h. 596.
4. Hamba Sahaya
Term hamba sahaya adalah bermakna budak. Hamba sahaya atau budak
termasuk hal yang diperhatikan oleh al-Quran. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S al-
Taubah yang berisi tentang orang yang berhak menerima zakat. Tidak hanya fakir,
miskin dan anak yatim, akan tetapi hamba sahaya juga berhak menerima zakat.
Dengan ayat yang disebutkan dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa hamba
sahaya mendapatkan posisi yang baik dalam al-Qur’an. Seperti yang dicantumkan
Terjemahnya:
(yaitu) melepaskan budak dari perbudakan.25
Ayat sebelumnya mengisyaratkan akan pentingnya menulusuri jalan
mendaki. Ayat-ayat diatas memberi gambaran tentang jalan itu, yakni ia adalah
terlihat oleh kesulitan atau penganiyaan. Perlu dicatat bahwa Islam sejak semula
telah berupaya menghapus perbudakan dari permukaan bumi. Salah satu bukti
adalah ayat yang ditafsirkan ini, yang justru turun sejak Nabi masih dalam awal
kemampuan atau potensi sama sekali. Ada juga diantara mereka yang
25
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(CV. Penerbit Diponegoro, 2010),
h. 594.
untuk berhijrah mencari tempat yang aman.26 Seperti yang telah difirmankan
Terjemahnya:
Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya
dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan
azab yang besar baginya.27
Ayat ini turun dan berlaku umum pada semua orang yang memilih
ditambah lagi mereka tidak dapat beribadah. Jadi, mereka adalah orang-orang
yang aniaya terhadap dirinya sendiri dan dianggap pelaku perkara yang
orang-orang yang telah menganiaya diri mereka, dan ruhnya telah diambil oleh
malaikat. Lalu mereka berkata, “Kami adalah orang-orang yang teraniaya dinegeri
ini. Orang-orang musyrik telah menganiaya kami dinegeri dan tanah air kami.
Dengan banyaknya kekuatan dan jumlah mereka, mereka melarang kami beriman
26
Badruzaman, Teologi Kaum Tertindas, h. 81.
27
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,(CV. Penerbit Diponegoro, 2010),
h.
28
Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Kasir, h. 291.
29
Al-Tabari, Tafsir al-Tabari, h. 572.
BAB III
A. Perlindungan Hukum
sama lain. Maka dari itu, hokum harus bisa mengintegrasikannya sehingga
batasan yang pasti mengenai arti hokum karena menurut Immanuel Kant
pengertian atau arti hokum adalah hal yang masih sulit dicari karena luasnya
ruang lingkup dan berbagai macam bidang yang dijadikan sumber ditemukannya
hukum.
dari delapan arti, yakni hokum dalam arti penguasa, hokum dalam arti para
petugas, hokum dalam arti sikap tindakan, hokum dalam arti system kaidah,
hokum dalam arti jalinan nilai, hokum dalam arti tata hokum, hokum dalam arti
ilmu hokum, hokum dalam arti disiplin hokum. Arti hokum yang dikemukakan
selama ini dipahami oleh masyarakat umum yang tidak tahu tentang hokum.
Tetapi hokum juga meliputi hal-hal yang sebenarnya sudah hidup dalam
pergaulan masyarakat.30
30
Soedjono Didjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2008), h. 25-43.
istilah proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi,
protecting.31
peraturan yang dibuat oleh pemerintah atau kebijakan yang berlaku bagi semua
terhadap subyek hokum dalam bentuk perangkat hokum baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Dengan kata lain perlindungan hokum sebagai suatu gambaran dari fungsi hokum,
31
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition, (St.Paul, West, 2009), h.1343.
32
Rahayu,2009, pengangkutan orang, etd.eprints.ums.ac.id. Peraturan Pemerintah RI.
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tatacara Perlindungan Korban Dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
33
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), h.54.
memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari
manusia.38
34
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), h.102.
35
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, (Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2011), h.10
36
Setiono, Rule Of Law, (Surakarta, Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas
Maret, 2004), h.3
37
Hetty Hasanah, Perlindungan konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumenatas
Kendaraan Bermotor dengan Fidusia, Artikel diakses pada 8 Januari 2021 dari
http://jurnal.unikom.ac.id./vol3/perlindungan.html.
38
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia, (Surakarta,
Disertasi S2 Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, 2003), h.14.
Perlindungan hukum merupakan suatu konsep yang universal dari negara
hukum. Pada dasarnya, perlindungan hukum terdiri atas dua bentuk, yakni
Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang
berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang.
hukum dapat diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warga negaranya agar hak-
haknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang
warga negara. Perlindungan dan penegakan hukum diIndonesia juga penting bagi
39
Pemegang Paten Perlu Perlindungan Hukum, republika, 24 Mei 2004.
kehidupan bernegara, hal ini guna merealisasikan tegaknya supremasi hukum,
perlindungan hukum merupakan hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap
warga negara Indonesia. Hak setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh
Perlindungan hukum yang tertuang dalam peraturan pemerintah No.2 Tahun 2002
tentang Tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi dalam pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang berat, perlindungan hukum adalah suatu bentuk pelayanan
yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk
memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari
ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan
pengadilan.
bentukperlindungan hukum yang diberikan oleh suatu negara memiliki dua sifat,
salah satunyayang paling nyata dari pengertian tentang hukum adalah adanya
institusi-institusipenegak hukum.
40
Hilda Hilmiah Diniyati, “Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Pasar Modal
(Studi pada gangguan sistem transaksi di bursa efek Indonesia)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 19
41
Salim HS dan Septiana Nurbaini, “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi”, cet, 1, (Jakarta, PT Rajagrafindo Persada, 2013), h. 261
42
Rafael La Porta, “Investor Protection and Cororate Governance; Journal of Financial
Economics”, no. 58, (Oktober 1999): h. 9.
hukumperusahaan khususnya mengenai perseroan terbatas karena perlindungan
yangmana para pihak tersebut didominasi oleh subjek hukum berupa badan
yaitusubjek hukum orang pribadi dan subjek hukum berupa badan hukum.
merupakanpendukung atau pembawa hak sejak dia dilahirkan hidup hingga dia
43
Lihar RT Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumantoro, Pengertian Pokok Hukum
Perusahaan: Bentukbentuk Perusahaan yang berlaku di Indonesia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 1996), h. 5-8.
44
H.R. Sardjono dan Frieda Husni Hasbullah, Bunga Rampai Perbandingan
Hukumperdata, h. 143.
45
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet. VI (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), h.54.
Perlindungan hukum atau legal protectionmerupakan kegiatan untuk
dilindungi.47
Hak adalah sesuatu yang harus kita dapatkan sedangkan kewajiban adalah
Pemenuhan hak dan kewajiban itulah yang menjadi akibat hokum dari suatu
dari isi kontrak itu sendiri. Pasal 1339 KUHPer menyatakan bahwa suatu kontrak
tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakandalam kontrak
tersebut, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat kontrakdiharuskan atau
kewajiban para pihak dalam kontrak tertuang dalam isiperjanjian yang disepakati
Hak dan kewajiban penanam modal asing telah ditentukan dalam pasal10,
pasal 12, pasal 14, pasal 19, pasal 26, pasal 27 Undang-Undang Nomor 1Tahun
46
Hilda Hilmiah Diniyati, “Perlindungan Hukum bagi Investor dalam Pasar Modal (Studi
pada Gangguan Sistem Transaksi di Bursa Efek Indonesia)”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. 19.
47
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis
dan Disertasi”, cet. 1, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2013), h. 261.
48
“Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum dan Kontrak “Franchise”, artikel
diakses pada 1 Juli 2015 dari http:// repository. usu.ac.id /bitstream/ 123456789/35732/6/ Chapter
%20III-V.pdf
1. Memenuhi kebutuhan akan tenaga kerjanya dengan warga
modalIndonesia.
1. Pemakaian atas tanah seperti hak guna bangunan, hak guna usaha, dan
hakpakai.
3. Hak transfer dalam valuasi asli dari modal atas dasar nilai tukar yang
berlakuuntuk:
dipekerjakandi Indonesia.
49
pasal 10, pasal 12, pasal 14, pasal 19, pasal 26, pasal 27 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
c. Biaya-biaya lain yang ditentukan lebih lanjut.
penanamanmodal asing telah ditentukan dalam pasal 8, pasal 10, pasal 14, pasal
keahliantertentu.
dijalankannya.
6. Hak pelayanan.
tentang Penanaman Modal. Hak, kewajiban, dan tanggung jawab itu meliputi:
dijalankannya.
c. Hak pelayanan.
50
pasal 10, pasal 12, pasal 14, pasal 19, pasal 26, pasal 27 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Modal.
usahapenanaman modal.
perundangundangan.
kesejahteraanpekerja.
peradilan.
terjadi.
kasuskasus yangterjadi.
51
Syamsiar Julia, “Pelanggaran HAM dan Peran POLRI dalam Penegakan Hukum di
Indonesia”, Jurnal Akademik Universitas Sumatera Utara.