Anda di halaman 1dari 15

POLITIK HUKUM DAN HAM : KAJIAN PERAN POLITIK DAN UPAYA

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP NEGARA HUKUM

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah

Hukum dan HAM – C

Dosen Pengampu : Faiq Tobroni, M.H.

Disusun Oleh :

Nama : Alif Ahmad

NIM : 20103040133

Prodi : Ilmu Hukum (S1)

FAKULTAS SAYRIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALLIJAGA YOGYAKARTA


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sebagai makhluk sosial, manusia tentu membutuhkan panduan pada hidupnya .


Norma hadir menjadi aturan dan panduan pada warga baik tertulis maupun tidak tertulis.
Adapun kebiasaan yang hadir menjadi aturan memiliki tujuan, yaitu menaruh keadilan
yang sinkron dalam tempatnya dan berlaku bagi semua lapisan Warga Negara Indonesia .
Hukum dan keadilan mempunyai interaksi yang erat yang menjadi satu butir kesatuan
yang tidak terpisahkan karena keadilan tercipta lantaran adanya suatu aturan. Keadilan
bisa menaruh rona bagi setiap perilaku atau tingkah laku dan kehidupan setiap idividu
pada hubungannya antar manusia, Tuhan-Nya, antara warga menggunakan
pemerintahnya, dan antara alam menggunakan makhluk kreasi lainnya. Setiap kehidupan
memiliki nilai-nilai keadilan, karna hakikatnya sesuatu yang tidak adil akan
mengakibatkan ketidakseimbangan . Oleh lantaran itu, kebiasaan berupa aturan hadir
supaya bisa mampu mewujudkan keadilan yang sesungguhnya. Agar tidak terdapat lagi
sebuah keadilan yang hanya berupa imajinasi dan menciptakan syarat aturan sebagai tidak
aman bagi para pencari keadilan. (Azzahra, 2022).

Indonesia menganut paham demokrasi yang membuahkan politik hukum menjadi


salah satu pencerahan dan wadah untuk mencapai suatu negara yang didambakan. Adanya
kiprah campur tangan politik aturan pada kepartaian dan pemilu, diharapkan akan
melahirkan sebuah kepastian berdasarkan setiap partai politik yang aktif dalam
mewujudkan negara yang adil. Begitu juga dalam konteks pemilu, hadirnya politik
hukum dibutuhkan agar mampu menciptakan pesta demokrasi rakyat yang stabil dan
tidak gampang berubah yang dapat menyebabkan kurangnya keserasian antar komponen
kenegaraan. Oleh karena itu, negara serta masyarakat berharap bahwa kiprah politik
hukum terhadap partai politik dan pemilu bisa menjadi sebagai wahana kemaslahatan
bagi siapa pun yang ikut dan memilih pemimpin nya serta bagi siapa pun yang ikut
memperjuangkan kepentingan negaranya1

1
Shinta Azzahra. HAM sebagai Bentuk Kebijakan Politik Dalam Pelaksanaan Perlindungan. Definisi : jurnal
Agama dan Sosial-Humaniora, Volume 1, Nomor 1 (hal 18)
Hal yang begitu krusial bagi negara demokras atau hukum yakni adanya tuntutan hak
asasi manusia yang harus dilindungi, pengakuan hak asasi manusia dijelaskan pada pada
UUD Tahun 1945 . Undang-Undang Hak Asasi Manusia mengatur mengenai kebijakan
yang terkait menggunakan hak asasi manusia dan kemanusiaan. Kebijakan hak asasi
manusia negara masuk kedalam hak asasi manusia dan kemanusaiaan. Bagaimana
manusia diciptakan dan bagaimana manusia bisa melakukan sesuatu guna mendorong
pembangunan pada masa depan. Lantaran mayoritas Warga Negara Indonesia belum tahu
hak-haknya. Pada dimensi hak asasi manusia. Di Indonesia sendiri masih kerap terjadi
beberapa pelanggaran. Namun, secara holistik, pembangunan dan implementasi menurut
hak asasi manusia memperlihatkan indikasi-indikasi pemugaran dengan sendirinya. Hal
ini bisa didasari dalam Undang-Undang dan pembentukannya. Hukum hak asasi manusia
dibentuk agar mampu menangani berbagai bentuk masalah terkait pelanggaran hak asasi
manusia.2

Bila dipandang dari sudut socio-legal dan culture, perjalanan HAM erat kaitannya
dengan pergeseran dasar legitimasi pemerintah dari vox dhei (suara tuhan) dengan teori
teokrasinya menjadi vox populi dengan demokrasi sebagai teori dasarnya yang juga kerap
disertakan dengan ungkapan vox populi, vox dhei (suara rakyat adalah suara tuhan).
Terlihat pula bahwa awal gerakan demokratisasi tidak semata-mata muncul karena
penolakan atas absolutism negara melainkan sebagai akibat dari sekularisasi kekuasaan
yang berkehendak merumuskan kembali keseimbangan hubungan antara penguasa dan
rakyat. Dari proses perumusan keseimbangan itulah lahir gagasan konstitusionalisme
yang bermaksud untuk melahirkan perangkat yang jelas dalam melindungi warga negara
dalam berhadapan dengan penguasanya.

Penelusuran socio-legal dan kultural diatas memberi penguatan bahwa konstitusi


bukan merupakan residu bagi HAM dari kekuasaan negara dan pemerintah, melainkan
merupakan fungsi residual kekuasaan dari kebebasan HAM. Yang artinya, konstitusi ini
pada dasarnya tidak boleh memberi batasan atas HAM atau menjadikannya sebagai sisa
dari kekuasaan pemerintahan saja, melainkan kekuasaan pemerintah harus dibatasi oleh
konstitusi agar hak asasi warganya tidak dilanggar baik oleh pemerintah maupun sesama
warga negara.

Isu terkait HAM sudah sejak lama menjadi pembicaraan yang tak bisa kita hindari
baik sevara global maupun di Indonesia sendiri. Konsep hak asasi manusia secara
2
Ibid.
gamblang mendeskripsikan posisi negara pada mengatur perkara hak asasi manusia.
Negara menduga diri mereka sanggup memenuhi misi guna mempromosikan hak asasi
manusia secara global. Akibatnya negara sebagai entitas yang bertenaga dan negara
memiliki kewajiban buat memenuhi pemajuan hak asasi manusia. Sebagaimana prinsip
menurut hak asasi. manusia, negara bertindak menjadi pemegang human rights, setiap
individu yang tunduk dalam kekuasaan negara merupakan orang yang mempunyai hak.
Beberapa kewajiban primer yang wajib dipenuhi sang suatu negara merupakan
kewajiban buat menghormati, melaksanakan, dan melindungi hak asasi manusia.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia dijelaskan bahwa HAM ialah seperangkat hak yang melekat pada esensi dan
eksistensi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan juga merupakan
anugerah darinya yang wajib dihormati, dilindungi, oleh negara, oleh hukum, oleh
pemerintah, dan oleh setiap individu demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat
manusia. Adapun menurut teaching human rights yang diterbitkan oleh PBB, HAM
adalah himpunan hak yang melekat pada setiap manusia yang jika tanpanya manusia
mustahil untuk hidup sebagai manusia.3

Dalam pembentukan hukum, kepekaan negara terhadap hak asasi manusia maupun
hak warga negaranya sangat mampu mencerminkan serta menentukan karateristik negara
tersebut dalam implementasi, fungsi, dan kewenangannya. Apabila negara tersebut
berkarakter demokratis maka penyusunan hukumnya pun responsif dan menjadi
pengejawantahan konsep HAM dalam negara, sebaliknya jika negara berkarakter otoriter
maka hukumnya pun akan berbau represif.4

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Peran Politik Dalam Rangka Penegakan Hukum Hak Asasi Manusia ?
2. Bagaimana Kajian Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Hukum Progresif ?

3
Fajrul Wadi. (2010). BANTUAN HUKUM DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HAM DI INDONESIA. Al-
Hurriyah. Volume 11, Nomor 1.
4
Naya Amin Zaini. (2016). POLITIK HUKUM DAN HAM (Kajian Hukum Terhadap Kewajiban Pemenuhan dan
Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia). Jurnal Panorama Hukum. Volume 1, No 2.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Politik Penegakan Hukum Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia berdasrkan pemikiran John Locke adalah hak-hak yang dijelaskan
pada deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat, diakui secara general oleh 13 negara dan
sekaligus memiliki posisi vital pada piagam hak asasi manusia yang berisi “bahwa
seluruh bangsa diciptakan oleh sang maha pencipta sama derajatnya. Bahwa penciptanya
menganugerahi seluruh manusia hak kebebasan, hak kemerdekaan, dan hak hidup agar
dapat menikmati kebahagiaan”. Di Indonesia, perdebatan terkait HAM terjadi pada sidang
BPUPKI, pada sidang tersebut berdiskusi para pendiri bangsa mengenai hak untuk dapat
menyalurkan pikiran baik dalam bentuk tulisan maupun lisan, hak untuk bebas beragama,
hak untuk mendapatkan pekerjaan serta hidup yang layak, dan hak memiliki kedudukan
yang sama di wajah umum.5

The International Bill of Human Rights merupakan istilah yang menggambarkan


tiga instrumen pokok hak asasi manusia internasional beserta alternatif protocol yang
dibentuk oleh Persyarikatan Bangsa-Bangsa. Pertama yaitu Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights), Kedua yakni Kovenan
Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and
Political Rights), dan yang ketiga yaitu Kovenan Internasional mengenai Hak Ekonomi,
Sosial, Budaya (International Covenant on Economic, Social, and Culture Rights). Ketiga
kesepakatan internasional tersebut merupakan instrumen pokok disebabkan oleh
kedudukannya yang sentral dalam nomenklatur hukum hak asasi manusia.

Partai politik menurut Weber adalah organisasi publik yang bertujuan membawa
pemimpinnya dan memungkinkan pengikutnya mendapat keuntungan dari dukungannya.
Menurut Budiharjo, partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-
anggotanya memiliki orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan dari kelompok
ini ialah menggapai kekuatan politik dan merebut kedudukan politik dengan jalan yang
sesuai dengan arahan konstitusi untuk melaksanakan programnya. Dari kedua pengertian
daiatas, dapat kita sedikit ambil kesimpulan bahwa partai politik merupakan golongan

5
Shinta Azzahra. HAM sebagai Bentuk Kebijakan Politik Dalam Pelaksanaan Perlindungan. Definisi : jurnal
Agama dan Sosial-Humaniora, Volume 1, Nomor 1 (hal 21)
yang perjuangannya berorientasi pada kekuasaan dan pemerintahan untuk melaksanakan
ide-ide serta gagasan kelompoknya guna membangun bangsa dan negara.

Problematika yang dihadapi saat ini adalah sistem politik yang berjalan belum
sempurna, baik dalam sistem partai politik atau manfaat yang diberikan partai politik
kepada rakyat dan negara6. Sedangkan fungsi partai politik kepada negara ialah
mewujudkan pemerintahan yang bersifat adil melalui partisipasi politik terhadap
pemerintahan yang sedang berdiri. Akan tetapi sangat disayangkan mengingat saat ini
partai politik belum juga meluangkan pelatihan dan perkaderan politik yang semestinya,
sehingga imbas nya adalah tidak terciptanya kader-kader politik yang memiliki
kompetensi dan juga paham di bidang politik itu sendiri.

Fungsi politik dalam lingkar hak asasi manusia adalah segala hal yang mempengaruhi
bentuk perlindungan, dapat dilihat bahwa hak asasi manusia memiliki hubungan yang erat
dengan politik. Adapun beberapa fungsi politik yakni :

a. Sebagai fasilitator dan prasarana dalam melakukan sosialisasi politik yang bertujuan
menyadarkan masyarakat untuk peduli terhadap situasi politik yang ada
b. Sebagai sarana dan prasarana komunikasi politik yang merumuskan bermacam
kepentingan publik untuk disampaikan kepada pemerintah (bottom up) maupun
kepada masyarakat (top down)
c. Sebagai sarana dan prasarana dalam rekayasa konflik kepentingan
d. Sebagai sarana dan prasarana pengembangan serta pengkaderan
e. Sebagai sarana dan prasarana penyambung antara yang memerintah dan yang
diperintah

Regulasi terkait dengan penegakan hukum untuk menegakkan HAM di Indonesia


sendiri dijabarkan dalam TAP MPRS No. XIV/MPRS/1966, yang berisi tentang
terbentuknya panitia ad hoc yang berfungsi menyiapkan rancangan piagam hak asasi
manusia serta hak dan kewajiban setiap warga negara. Namun, upaya tersebut belum
dapat terealisasikan pada saat itu disebabkan adanya rehabilitasi dan konsolidasi nasional
sebagai langkah pemerintah dalam menanggapi Gerakan G30S/PKI (Shinta, 2022)

Salah satu langkah kebijakan terkait dengan kewajiban melindungi hak asasi manusia
di Indonesia yakni adanya pembentukan Lembaga-lembaga yang berfungsi dan bertujuan
untuk menegakkan serta mengawal perjalanan Hak Asasi Manusia, Adalah Komnas
6
Manfaat partai kepada warga ialah mengusahakan kepentingan masyarakat.
HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Peradilan HAM yang
dibentuk oleh pemerintah, dan Lembaga-lembaga lainnya yang dibentuk oleh masyarakat.
Kmnas HAM memiliki tujuan untuk menciptakan kondisi yang aman bagi pelaksana
HAM. Komisi Nasional Perlindungan Anak yang memiliki tugas untuk melakukan
penyebaran7 regulasi perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak,
menghimpun data dan informasi yang berkaitan dengan perlindungan anak, dan
memberikan berita kepada presiden dalam bingkai gerakan perlindungan anak. Yang
selanjutnya ada Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang memiliki
tujuan untuk meningkatkan serta mencegah terjadiya kekerasan terhadap kaum
perempuan dan melindungi hak asasi perempuan.

Tidak hanya mendirikan Lembaga-lembaga perlindungan HAM, ada banyak sekali


tugas dan kewajiban negara yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hak
warga negara yang terjamin/tergaransi dalam konstitusi Republik Indonesia, berkaitan
dengan penyebaran hak-hak yang dimiliki warga negara maka negara harus menjalankan
kewajiban tersebut. Setidaknya ada 2 jalur dalam memandang hak-hak warga negara yang
bisa dijadikan indikator parameter implementasi dalam kerangka Hak asasi manusia 8.
Pertama ; memandang HAM sebagai sebuah value yang harus dipenuhi (fulfil), dalam
konteks ini hak-hak dasar yang harus dipenuhi adalah hak asasi manusia yang
berhubungan dengan hak ekonomi, sosial, budaya (EkoSoB) (Economic, Social, Culture
Rights) yang mana jika tidak terpenuhi memiliki konsekuensi yang bisa mempengaruhi
kualitas hidup rakyat, beberapa contoh hak ekosob yang harus dipenuhi oleh negara yakni
; hak mendapatkan Pendidikan yang terjangkau, hak memperoleh lapangan kerja , hak
untuk mendapatkan Kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan.

Kedua, HAM dipandang sebagai nilai yang harus dilindungi (protected). Dilindungi
dalam konteks ini ialah hak-hak dasar yang berkaitan dengan hak sipil dan politik (SiPol)
(Political and Civil Rights), dengan mengandung konsekuensi bilamana tidak dilindungi
maka akan lahir ketidakamanan dan ketidaknyamanan dalam diri masyarakat. Beberapa
contoh hak SiPol yang harus dilindungi oleh penguasa yaitu ; hak beragama, beribadah,
berkeyakinan, hak berserikat, mengemukakan pendapat, hak nikah, dll.

7
Sosialisasi
8
Naya Amin Zaini. (2016). POLITIK HUKUM DAN HAM (Kajian Hukum Terhadap Kewajiban Pemenuhan dan
Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia). Jurnal Panorama Hukum. Volume 1, No 2.
Tanggung jawab suatu negara merupakan satu prinsip yang sangat fundamental dalam
hukum. Tanggung jawab untuk memberikan perlindungan serta usaha untuk memajukan
dan melakukan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang selalu saja menjadi inti
dari permasalahan di berbagai belahan dunia. Hal ini merupakan hadiah dalam kemasan
konsep dunia modern yang terjadi setelah perang dunia kedua. Tanggung jawab negara
muncul Ketika sebuah negara berbuat atau tidak berbuat pelanggaran hukum
internasional. Terlepas dari itu, kewajiban negara untuk melindungi, memajukan, serta
menghormati adalah hal yang mutlak.

Dasar perlindungan hukum hak asasi manusia di indonesia adalah pembukaan


UndangUndang Dasar Tahun 1945 Alinea IV (Pasal 28a-28j), Undang-Undang Hak Asasi
Manusia No. 39 Tahun 1999 tentang Kemanusiaan, dalam Pasal 28 (i) dari UUD 1945
dengan jelas menyatakan pemajuan, perwujudan hak, dan perlindungan dari hak asasi
manusia adalah tanggung jawab pemerintahan suatu negara. Undang-Undang No.39
Tahun 1999 pasal 71 menjelaskan tentang hak asasi manusia dan Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM. Pada Pasal 28 I ayat (4) UUD 1945 secara
tegas menyatakan negara terutama pemerintahan mempunyai tanggung jawab untuk
memenuhi hak asasi manusia seperti penegakan, pemajuan, dan perlindungan hak asasi
manusia. Dijelaskan pula pada UndangUndang No 39 Tahun 1999 Pasal 71 mengenai hak
asasi manusia. Yaitu “menghormati, memajukan, melindungi, serta menegakkan hak asasi
manusia merupakan tanggung jawab pemerintahan yang sedemikian rupa sudah diatur
dalam perundang-undangan, peraturan undang-undang, serta hukum internasional yang
menjelaskan tentang hak asasi manusia”

Terdapat perjalanan yang menarik untuk ditelusuri terkait dengan politik hukum
HAM di era reformasi saat ini. Salah satu agenda Reformasi pemerintahan paska
Soeharto merupakan penguatan, pemenuhan, dan proteksi HAM. Agenda tersebut
direspon DPR dan pemerintahan Habibie , Gus Dur, Megawati, dan SBY pada bentuk
kebijakan yang baru yaitu : mencabut Perpu yang melanggar HAM, mengamandemen
UUD, membuat Perpu yang seluruhnya baru yang ditunjukan kepada proteksi
HAM, dan meratifikasi konvensi HAM Internasional. Produk Hukum di era
reformasi, ada yang bersifat hukum umum yang subtansinya adalah kondisional
bagi penghormatan dan proteksi Hak Asasi Manusia.
B. Penegakan Hukum HAM Progresif

Penegakan hukum progresif menurut Rahardjo ialah menegakkan hukum tidak hanya
menurut hitam putih perkataan peraturan perundang-undangan, tetapi menurut semangat
dan makna yang lebih dalam dari undang-undang atau undang-undang tersebut.
Penegakan hukum progresif mengarahkan hukum yang diciptakan oleh proses legislatif
yang cenderung elitis untuk melayani kepentingan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Banyak jalan bagi penegakan hukum progresif dalam praktik peradilan di Indonesia
secara formal telah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Peradilan, yang menegaskan bahwa lembaga peradilan memiliki fungsi menegakkan
hukum dan keadilan. Hukum progresif berbeda dengan hukum positif. Progresivisme
hukum mengajarkan bahwa hukum bukanlah raja, tetapi alat untuk menggambarkan dasar
kemanusiaan yang bekerja untuk membawa rahmat bagi dunia dan manusia. Asumsi yang
mendasari progresivisme hukum adalah, pertama, hukum ada untuk manusia dan bukan
untuk dirinya sendiri, kedua, hukum selalu dalam proses supremasi hukum dan tidak
final, dan ketiga adalah institusi yang bermoral.

Berdasar asumsi diatas maka terdapat beberapa kriteria hukum progresif yaitu (Setiaji
& Ibrahim, 2018) :

a. Bertujuan besar berupa kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.


b. Memuat kandungan moral yang sangat kuat.
c. Adalah hukum yang membebaskan dimensi yang amat luas dan tidak hanya bergerak
pada ranah praktik melainkan juga teori.
d. Bersifat kritis dan fungsional

Konsep hukum progresif sebagaimana yang dikemukakan diatas bilamana diartikan


seacara sederhana berarti “bagaimana” membiarkan hukum berjalan mengikuti alur untuk
menuntaskan tugasnya yaitu mengabdi pada manusia dan kemanusiaan. Gagasan utama
hukum progresif yang dikemukakan Rahardjo adalah membebaskan masyarakat dari
belenggu hukum. Fungsi hukum adalah untuk membimbing, bukan mengikat, rakyatlah
yang menjadi unsur terpenting. Hukum harus mampu bergerak mengikuti perkembangan
zaman, merespon dengan segala asas yang dikandungnya, dan mengabdi kepada
masyarakat dengan bertumpu pada aspek moral sumber daya manusia penegak hukum itu
sendiri.
Penerapan hukum hak asasi manusia secara progresif tidak dapat dipisahkan dari
lembaga-lembaga itu sendiri yang bertugas menegakkan hukum hak asasi manusia.
Semakin terjamin kedudukan hukum, independensi, kekuasaan, dan orientasi instruksi
yang jelas, semakin besar potensi penegakan lembaga-lembaga tersebut. Di sisi lain,
semakin tidak jelas dasar dan kewenangan hukum serta independensi lembaga, semakin
sulit mendorong aparat penegak hukum dan masyarakat untuk bertindak secara progresif.
Oleh karena itu, reformasi institusi diharapkan dapat menciptakan situasi yang
menguntungkan yang akan membantu institusi dan lembaga penegak hukum manusia
untuk menegakkan hukum perlindungan hak asasi manusia yang lebih maju.
Kelembagaan berikut perlu diperkuat: (i) Penguatan Komnas HAM, (ii) Penguatan
Kejaksaan, (iii) Penguatan hakim, (iv) Penguatan Mahkamah Konstitusi.

Penerapan Hukum HAM yang progresif menawarkan cara berpikir dan penerapan
hukum yang tidak tunduk pada sistem yang ada tetapi lebih bersifat afirmatif (penerapan
hukum afirmatif). Afirmatif berarti memiliki keberanian untuk melepaskan diri dari
praktik konvensional dan menegaskan penggunaan metode lain yang melanggar standar
praktik hukum yang telah lama ditetapkan

Tuntutan penegakan hukum yang progresif menuntut aparat penegak hukum HAM
bersikap realistis dan tidak hidup di menara gading. Ia menajamkan intuisi, turun untuk
menyerap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Hakim harus (terutama) menjadi
agen perubahan (bukan pegawai sistem hukum). Mereka harus berani mendobrak sekat-
sekat yang dibangun oleh ideologi keadilan sosial yang represif. Anda harus keluar dari
interpretasi monolitik, karena teks hukum hanya mengizinkan bandwidth yang sangat
terbatas dari interpretasi.Penafsiran “monolitik” bahkan menyiratkan bahwa hanya ada
satu ruang, yaitu ruang interpretatif tunggal, biasanya mendewakan interpretasi
gramatikal, bahkan cenderung leksikal.9

Penerapan hak asasi manusia secara progresif ditujukan untuk memperjuangkan


keadilan sosial, yang dalam konsepsi John Rawls didasarkan pada prinsip perbedaan dan
prinsip persamaan kesempatan yang adil. Di jantung prinsip perbedaan adalah bahwa
perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga manfaat terbesar
diberikan kepada yang kurang beruntung. Prinsip kesempatan yang adil, pada gilirannya,

9
Marzuki, S. (2010). Politik Hukum Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu : Melanggengkan Impunity.
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM. Volume 17, No. 2.
berkaitan dengan mereka yang memiliki prospek kekayaan, pendapatan, dan otoritas
paling sedikit. Merekalah yang seharusnya mendapat perlindungan khusus.10

Bagi Hukum progresif, keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama,
mengoreksi dan memperbaiki keadaan ketimpangan yang dialami oleh kelompok rentan
dengan menghadirkan institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua,
setiap regulasi harus diposisikan sebagai panduan untuk mengembangkan strategi untuk
memperbaiki ketidakadilan yang dihadapi oleh kelompok rentan.

Salah satu contoh pelindungan hak asasi manusia di mata hukum yaitu Asas praduga
tak bersalah yang diatur ketentuannya dalam KUHAP dan Undang-Undang No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehaiman. Didalam KUHAP pada butir tiga bagian C
dirumuskan “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum
tetap”. Berdasarkan dari dua regulasi yang mengatur11,dapat disimpulkan bahwa setiap
orang yang masih sekedar disangka dan belum terikat dengan putusan pengadilan maka ia
dianggap tidak bersalah sampai adanya kekuatan hukum tetap yang mengikatnya. Asas
praduga tak bersalah juga secara tersirat bis akita dapati dalam ketentuan Magna Charta
1215 yang diklaim sebagai cikal bakal lahirnya konsep Hak Asasi Manusia dalam lingkup
internasional. Pasal 39 Magna Charta menentukan bahwa : :Tidak seorangpun boleh
dikurung, dirampas miliknya, dikucilkan, atau diambil nyawanya, kecuali melalui
hukuman yang sah oleh negaranya”12

Hak tersangka dijamin dan dilindungi undang-undang dalam penanganan perkara


pidana, menunjukkan bahwa KUHAP menghormati dan membela harkat dan martabat
manusia dengan memberikan perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia
(tersangka). Dengan demikian, dijamin bahwa tujuan akhir KUHAP adalah untuk
menegaskan kebenaran dan keadilan secara tegas dalam suatu proses (yang didakwakan)
pidana, sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 yang menyatakan bahwa
“kemerdekaan adalah hak semua bangsa”. Perlu kita ingat juga bahwa kita bisa
mendisiplinkan diri kita sendiri untuk tidak melanggar hukum, tapi tidak bisakah kita

10
Ibid
11
KUHAP dan UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
12
Setiaji, M.L. & Ibrahim, A.(2018). “Kajian Hak Asasi Manusia dalam Negara The Rule of Law: Antara Hukum
Progresif dan Hukum Positif”, Lex Scientia Law Review.Volume 2No. 2, November.
berhenti dari resiko menjadi "tersangka" dan kemudian menjadi "terdakwa"? Disinilah
letak pentingnya perjuangan kita untuk membela hak tersangka/terdakwa untuk :

a. Didengar penjelasannya;
b. Didampingi oleh penasihat hukum;
c. Dibuktikan kesalahannya oleh penuntut umum;
d. Dihadapkan pada pengadilan yang adil dan tidak berpihak

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali”. Ketentuan diatas juga dapat kita
temukan ketentuannya dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut : (Setiaji &
Ibrahim, 2018)

a. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana


disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) bahwasanya “pengadilan mengadili menurut hukum
dengan tidak membeda-bedakan orang”
b. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tersirat pada bagian
‘menimbang’ huruf a yang menyebutkan “bahwa negara Republik Indonesia adalah
negara hukum yang berdasarkan atas Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
yang menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya” dan
juga pada ‘penjelasan umum’ butir 3 huruf a berbunyi : perlakuan yang sama atas diri
setiap orang di muka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan”
c. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM, pada pasal 3 ayat (2) dijelaskan
bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan
hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan
hukum”, dan pasal 5 ayat (1) yang berbunyi : “setiap orang diakui sebagai manusia
pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang
sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan huku”
d. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, tersampaikan secara
tersirat didalam pasal 10 yang berbunyi : “dalam hal tidak ditentukan lain dalam
Undang-Undang ini, hukum acara atas perkara pelanggaran hak asasi manusia yang
berat dilakukan berdasarkan ketentuan hukum acara pidana”
Didalam KUHAP terdapat tujuh asas umum dan 3 asas khusus yaitu sebagai berikut :

a. Asas Umum
1) Perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun;
2) Praduga tidak bersalah;
3) Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi;
4) Hak untuk memperoleh bantuan hukum
5) Hak kehadiran terdakwa dimuka pengadilan
6) Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat nan sederhana
7) Peradilan yang terbuka untuk khayalak umum
b. Asas khusus
1) Pelanggaran atas hak-hak pribadi (penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan
penyitaan) wajib didasarkan pada UU dan dilakukan dengan adanya surat instruksi
tertulis;
2) Hak seorang tersangka untuk diberitahu tentang persangkaan dan pendakwaan
terhadap dirinya;
3) Kewajiban pihak pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusan-
putusannya.
BAB III
PENUTUP

1. Politik yang berorientasi pada kekuasaan tentu saja bisa menjadi tonggak penawalan
serta perlindungan Hak Asasi Manusia. Orientasi pada kekuasaan tersebutlah yang
mampu menjadikan komponen politik memiliki kuasa untuk merumuskan serta
membentuk kebijakan-kebijakan yang berada pada koridor Hak Asasi Manusia. Akan
tetapi hal itu tidak bisa tercapai tanpa adanya standar yang kuat pada komponen
politik baik dari segi perkaderan, Pendidikan politik kepada masyarakat, dan juga
sebagai jembatan antara pemerintah dan yang diperintah. Maka dari itu, politik juga
memegang peranan penting dalam pembangunan infrastruktur Hukum Hak Asasi
Manusia. Peran segala komponen politik dan Negara hendaknya bisa bahu-membahu
dan sama-sama bertanggung jawab atas penjaminan, pemajuan, serta perlindungan
Hak Asasi Manusia
2. Setiap orang berhak atas putusan yang adil dan tidak diskriminatif berdasarkan fakta-
fakta yang ada di depan persidangan. Menurut Mardjono Reksodiputro, perlakuan
yang sama di mata hukum tidak boleh ditafsirkan terhadap terdakwa yang berbeda
kedudukan atau kekayaan, tetapi lebih dari itu. Oleh karena itu, sangat penting untuk
menghindari diskriminasi berdasarkan "ras, jenis kelamin, bahasa, agama, asal
kebangsaan atau sosial, posisi ekonomi, kelahiran atau keadaan lain". KUHAP
melihat keadilan dalam kerangka keadilan yang adil melalui asas praduga tak bersalah
dan asas persamaan di depan hukum, telah dicanangkan dalam peraturan-peraturannya
sebagai tujuan dari suatu negara hukum yang tertib, namun nampaknya masih banyak
terjadi penyimpangan. dari kedua prinsip tersebut. Indonesia benar-benar negara
hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia menurut pertimbangan pertama
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana , yang menyatakan: “bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
yang membela hak asasi manusia dan menjamin bahwa semua warga negara sama di
depan hukum dan pemerintahan serta berkewajiban menegakkan hukum dan
pemerintahan itu tanpa kecuali.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Amin Zaini, N. “POLITIK HUKUM DAN HAM (Kajian Hukum Terhadap Kewajiban
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia)”. Jurnal
Panorama Hukum. Volume 1 No. 2. hlm 1-16 (Desember 2016)
Anif, Virdatul, dan Dewi, Galuh Mustika. “Arah Politik Hukum Kebijakan Perlindungan
HAM di Indonesia”. Jurnal Lex Scientia Law Review. Volume 1 No. 1, November, hlm.
5-18 (November 2017).
Marzuki, S. “Politik Hukum Penyelesaian Pelanggaran HAM Masa Lalu : Melanggengkan
Impunity”. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM. Volume 17, No. 2. hlm 171-193 (2010)
MD Mahfud, M. “Politik Hukum Hak Asasi Manusia di Indonesia”. JURNAL HUKUM.
Volume 7 No. 14. hlm 1-30 (Agustus 2000)
Nurhardianto, F. “Politik Hukum Di Indonesia”. Jurnal TAPIs. Volume 10 No. 2. hlm 69-90
(2014)
Radjab, S. “POLITIK HUKUM PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM BERAT DI ERA
PEMERINTAHAN JOKOWI-JK”. Jurnal Politik Profetik . Volume 6 No. 2. hlm 151-172
(2018)
Ramadhanti, R. “PARTAI POLITIK DAN DEMOKRASI” Jurnal Demokrasi & Otonomi
Daerah. Volume 16, No. 3. Hlm 251-256 (September 2018)
Setiaji, M.L. & Ibrahim, A. “Kajian Hak Asasi Manusia dalam Negara Rule Of Law : Antara
Hukum Progresif dan Hukum Positif. Jurnal Lex Scienta Law Review. Volume 2 No. 2.
hlm 123-138 (November 2018)
Soeharno. “KETERTAUTAN RULE OF LAW DENGAN HAM”. Jurnal Pusham Unimed.
Volume VI, No. 1. Hlm 136-156 (Juni 2015)
Sudrajat, Shinta Azzahra. “Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai Bentuk Kebijakan Politik dalam
Pelaksanaan Perlindungan”. Definisi: Jurnal Agama dan Sosial-Humaniora, Volume 1,
Nomor 1: p. 17-28 (2022)
Wadi, F. “BANTUAN HUKUM DAN IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HAM DI
INDONESIA”. Al – Hurriyah. Volume 11 No. 1. hlm 21-32 (2010)

Anda mungkin juga menyukai