Anda di halaman 1dari 6

Review Buku Hak Asasi Manusia : Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam

Perspektif Hukum dan Masyarakat


Bagus Edi Prayogo
Bagus21edi@gmail.com

Nama/Judul Buku : Hak Asasi Manusia : Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif
Hukum dan Masyarakat
Penulis/Pengarang : Prof. Dr. H. Muladi, SH (Editor).
Penerbit : Refika Aditama
Tahun Terbit : 2009
Kota Penerbit : Bandung
Bahasa Buku : Bahasa Indonesia
Jumlah halaman : 305 Halaman
ISBN Buku : 979-3304-21-9

PEMBAHASAN REVIEW
Negara Indonesia merupakan negara hukum. Begitulah bunyi batang tubuh Undang-Undang
Dasar tahun 1945 pasal 1 ayat 3. Melalui dasar hukum konstitusi Indonesia tersebut Indonesia
mengukuhan diri sebagai negara yang di tiap berjalannya megedepankan visi hukum yang dicita
citakan yang tertuang dalam Pancasila. Melalui nilai nilai luhur yang berada pada 5 sila pancasila
inilah nilai nilai kebudayaan Indonesia berada. Indonesia yang mendeklarasikan diri sebagai negara
hukum bukan tanpa sebab. Hukum dipandang sebagai a tool of social engineering dimana apa yang
diatur dalam hukum harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh warga Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam pembentukannya, Hukum Indonesia awalnya merupakan produk kolonial belanda. Meskipun
hukum turunan ini bertentangan dengan norma norma dasar negara Indonesia, secara terpaksa
memang harus diterapkan agar tidak terjadi kekosongan hukum di Indonesia yang dikhawatirkan
jika tidak diterapkan hukum yang pasti akan membuat ketidak-mampuan negara untuk mewujudkan
ketertiban dan keamanan warga negara. Dari sinilah perjalanan pembentukan hukum Indonesia
mulai dijalankan dengan proses menemukan nilai nilai yang terkandung dalam mansyarakat untuk
dijadikan suatu sumber hukum. Selain itu Indonesia yang pada masa awal kemerdekaan namun juga
sudah mulai aktif dalam percaturan politik dunia. Hal inilah salah penyebab hukum di Indonesia
mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Ini disebabkan karena demi menunjukkan kepatuhan
indonesia pada hukum yang dibuat oleh warga internasional dengan diratifikasinya hukum hukum
internasional dan memasukan hukum hukum internasional yang telah di ratifikasi ke dalam sistem
hukum nasional dengan salah satunya adalah tentang hak asasi manusia yang terdapat dalam
Undang Undang Dasar tahun 1945 pasal 28 A sampai J , Undang-Undang nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia, Undang-Undang nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum serta Undang yang mengatur tentang hak hak warga negara lainya.
Dalam buku ini dijelaskan secara rinci tentang bagaimana halang rintang pengkonsepan hak
asasi manusia serta penerapannya yang mengalami konflik dan kontra di masyarakat. Pada awalnya
hak asasi manusia hanya muncul pada negara negara maju. Dengan adanya PBB dan melihat
kebelakang dengan sudah terjadinya perang dunia ke-2 maka Instrumen Hak Asasi Manusia mulai
menjadi bahasan utama PBB sehingga munculah Universal Declaration of Human Right (UDHR)
atau Pernyataan Sedunia tenang Hak-Hak Asasi Manusia oleh seluruh anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa pada 10 Desember 1948 di Paris . Deklarasi umum ini mennjukan betapa seriusnya dunia
untuk memperbaiki tatanan hak asasi manusia dengan menunjukkan komitmen untuk sama sama
menjamin kemerdekaan hak asasi manusia di seluruh dunia. Mereka sadar bahwa hak asasi manusia
bukan diberikan oleh negara ataupun manusia namun merupakan hak hak dasar yang diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa sejak manusia lahir sampai ke liang lahat. Tiap manusia memiliki hak yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Selain itu yang menjadi patokan dalam
pembentukan hukum dasar perlindungan hak asasi manusia di Indonesia adalah Statuta Roma
dimana nilai nilai hak asasi manusia yang bernilai dan berbudaya barat masuk ke dalam instrumen
hukum yang mengatur tentang hak asasi manusia yang berlaku di Indonesia. Padahal negara negara
seperti China dan Malaysia yang kultur budayannya begitu kuat begitu hati-hati dalam menerapkan
prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional karena melihat corak kebudayaan yang dituangkan
dalam prinsip-prinsip itu. Hak asasi manusia produk PBB dinilai terlalu Individualis dan bebas serta
kental dengan nilai nilai liberalisik sehingga ditakutkan dapat merusak dasar negara Indonesia yang
mengedepankan nilai kekeluargaan.
Dalam sejarahnya sebenarnya Indonesia secara tidak langsung telah mencantumkan nilai
nilai hak asasi manusia dalam ideologi pancasila. Mulai dari nilai ketuhanan ,kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan melalui musyawarah mufakat, serta keadilan. Maka dari itu sebenarnya para
founding father negara ini sudah memikirkan bagaimana sebenarnya hak hak warga negara harus
dijamin. Sejarah perumusan Hak Asasi Manusia pada sidang BPUPKI telah menujukan betapa
seriusnya perumusan serta pertentangan hak asasi manusia yang akan diterapkan seperti apa.
Diceritakan dalam buku ini melalui sumber sekretaris negara mengenai risalah sidang BPUPKI
tentang perdebatan perdebatan yang terjadi selama rapat BPUPKI. Pada saat itu paham hak asasi
manusia terbagi menjadi 2 kubu yaitu antara kubu Muhammad Yamin dan kubu Soepomo
mengenai apakah perlu atau tidaknya hak asasi manusia dimasukan dalam konstitusi negara
Indonesia. Dari pandangan Muhammad Yamin bahwa hak asasi perlu ada dalam konstitusi dan
tidak ada dasar apapun yang dapa dijadikan alasan untuk tidak memasukan hak asasi manusia.
Namun pemikiran Muhammad Yamin ini ditolak oleh kubu Soepomo yang menyangkal dengan
paham bahwa hak asasi itu bersifat liberal dan mereka sudah trauma dengan paham paham liberal
yang ditanamkan pemerinah kolonial. Menurut Soepomo konstitusi tidak perlu dimasuki oleh
paham paham liberal yang cenderung individualistik sehingga tidak mencederai budaya bangsa
Indonesia yaitu kekeluargaan dan gotong royong. Setelah terjadi kompromi dengan pertentangan
yang ada akhirnya dicapai kesepakatan dengan memasukan beberapa prinsip hak asasi manusia ke
dalam konstitusi negara Indonesia. Ketika pada waktu itu terjadi agresi belanda ke I dan II sehingga
membuat negara Indonesia tersudutkan sehingga pada waktu itu berdirilah Republik Indonesia
Serikat yang tersusun dari 16 negara bagian dimana salah satunya adalah negara bagian republik
Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Akhirnya parlemen RIS meresmikan konstitusi mereka
yaitu Konstitusi RIS dimana salah satu perancangnya adalah Soepomo yang memasukan prinsip
prinsip tentang hak asasi manusia yang dikemas dengan nama hak hak warga negara dalam
konstitusi RIS pada waktu itu. Namun kelihatannya RIS tidak bertahan di Indonesia karena tidak
sesuai dengan semangat perjuangan untuk merdeka sehingga ke-16 negara bagian terebut kembali
mendeklarasikan diri sebagai wilayah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka pada waktu
itu konstitusi Indonesia kembali ke UUD ’45.
Hal unik yang terjadi dalam perumusan dasar hukum hak asasi manusia di Indonesia pada
waktu itu dengan diaturnya Undang Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta
Undang Undang nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia oleh presiden B.J.
Habibie hasil dari ratifikasi hukum hak asasi manusia internasional. Yang menjadi keunikan adalah
MPR yang pada waktu itu mengadakan amandemen dengan memasukan norma norma dasar hak
asasi manusia ke dalam batang tubuh Undang Undang Dasar tahun 1945 sehingga menyibak fakta
janggal bahwa Undang Undang tentang hak asasi manusia sudah diatur terlebih dahulu sebelum
akhirnya Undang Undang Dasar mengaturnya. Memang secara tersirat hak asasi manusia sudah
tertuang dalam Pancasila dan Pembukaan Undang Undang Dasar tahun 1945 namun seakan anak
yang tidak mempunyai garis keturunan yang jelas sehingga dasar hukum Undang Undang Hak
Asasi Manusia dan seperangkatnya jika tidak diatur dalam konstitusi maka kedudukan secara
hirarki per undang undangan menjadi lemah dan tidak ada dasar dari Undang Undang Dasar.
Tinjauan ilmu hukum di buku ini tidak hanya mengenai disiplin ilmu hak asasi manusia itu
sendiri serta sejarahnya, namun juga terkait cabang cabang ilmu hukum lainnya. Ilmu ilmu lain
yang terkait diantaranya disiplin ilmu hukum internasional, hukum pidana, hukum perdata hukum
tata negara dan hukum administrasi negara. Alasan mengapa hak asasi manusia dikaitkan karena
memang dalam pelaksanaan suatu disiplin ilmu karena hukum hakikatnya dibuat untuk manusia itu
sendiri sehingga peraturan yang dibuat harus bersifat memanusiakan manusia. Meskipun dalam
pelaksanaan suatu hukum hanya sebuah produk politik penguasa dan hal ini memang tidak dapat
dipungkiri. Kentalnya aroma politik dalam penegakan hak asasi manusia sangat terlihat jelas.
Dalam buku ini diterangankan bahwa hak asasi manusia dibuat oleh para negara maju untuk
mengontrol negara berkembang. Dan hal ini tidak dibantah sama sekali karena pada dasarnya
mereka merasa bahwa sistem hukum dan masyarakatnya lebih mapan dan teruji sehingga
dituangkan dalam prinsip-prinsip hak asasi manusia. Sedangkan masalah yang akan timbul akan
sifat ini adalah ketidak-mampuan prinsip tersebut diterapkan dalam lingkungan negara berkembang
karena perbedaan kultur pada negara berkembang. Negara berkembang sendiri dipandang suatu
negara dengan pelanggaran hak asasi manusia yang tinggi. Namun bagaimana dengan negara maju
yang ternyata melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang justru lebih buruk seperti penyadapan
dan agresi yang melanggar kebebasan dari rasa takut yang tertuang dalam prinsip hak asasi
manusia. Negara berkembang hanya sebagai alat politik dalam penegakan hak asasi manusia. Bagi
negara berkembang suatu hukum dipandang suatu ke-ideal-an namun bagi negara maju suatu
hukum dipandang suatu cita cita.
Dalam hukum internasional hak asasi manusia memiliki kedudukan yang tinggi dalam
perumusan suatu keputusan suatu perjanjian internasional. Tulisan yang menarik saya temukan
dalam buku ini dimana disebutkan bahwa Universal Declaration of Human Right memang tidak
mengikat secara yuridis namun memiliki pengaruh moril yang besar terhadap keputusan-keputusan
hakim, undang undang ataupun undang undang dasar suatu negara serta oleh Perserikatan Bangsa
Bangsa. Penyerapan hukum Internasional oleh negara Indonesia sebenarnya sudah begitu banyak
namun belum adanya tindak serius oleh pemerintah dan perangkatnya untuk menggunakannya
sebagai hukum yang harus dilaksanakan karena sudah di ratifikasi. Perlunya kesadaran bersama
dalam penjaminan hak asasi manusia sebagai warga negara yang merdeka bahwa satu sama lain
harus saling menjaga hak asasi manusia masing masing. Secara kekuatan hukum memang hukum
internasional belum bisa secara signifikan berpengaruh untuk mengatur seluruh anggota politik
internasional kecuali perjanjian yang bersifat bilateral dan perjanjian lain yang bersifat kuat karena
memang tujuan negara yang melaukan kerjasama memiliki kejelasan di dalam tujuan perjanjian dan
pihak pihak yang terlibat pun juga memang benar benar ikut andil dalam penyusunan tiap poin yang
tercantum dalam butir perjanjian. Hal yang membuat deklarasi deklarasi umum yang bersifat
menyeluruh kepada seluruh anggota belum sepenuhnya dipatuhi adalah adanya rasa canggung dan
tidak cocok dengan butir kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian itu. Contoh yang paling
nyata adalah Deklarasi Hak Asasi Manusia melalui Universal Declaration of Human Right ataupun
dalam statuta Roma. Meskipun sebenarnya prinsip-prinsip Universal Declaration of Human Right
sebenarnya sudah melekat dalam hukum nasional Indonesia. Namun Indonesia masih enggan untuk
menesuaikan sepenuhnya karena sifat hak asasi manusia internasional yang meninggikan
individualistik. Namun secara hukum Indonesia sudah mengakui keberadaan hukum internasional
dengan dilakukannya banyak ratifikasi terhadap hukum hukum internasional.
Selanjutnya dalam buku ini juga mengulas bagaimana hak asasi manusia bekerja di hukum
pidana khususnya yang terjadi di Indonesia. Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah sering terjadi
tindak pidana yang melanggar hak asasi manusia. Sangat miris memang di negara yang
mengedepanan kekeluargaan memiliki sisi gelap dimana pernah terjadi genosida di negeri ini.
Negara ini berdiri atas paham nasionalisme, bukan liberalisme bukan juga sosialisme atau lebih
dikenal dengan isilah komunis. Meskipun pada awal kemerdekaan negara ini menggunakan hukum
turunan kolonial belanda namun negeri ini terus berbenah dalam sistem hukumnya yang sangat
merugikan rakyat pada masa penjajahan kolonial. Para penega hukum setelah merdeka ditanamkan
nilai nilai kekeluargaan serta Equaliy before the law. Berbagai kultur serta kebiasaan masyarakat
pun menjadi pertimbangan dalam memutus suatu perkara.
Di masa Orde Lama yang dimotori oleh Ir.Soekarno Hak asasi manusia sebenarnya baru
tercantum sebagian di dalam konstitusi. Pada masa ini negara masih berkutat pada pembangunan
nasional setelah merdeka. Kebebesan untuk berkumpul dan berserikat sudah mulai muncul dengan
adanya partai dan lembaga masyarakat pada waktu itu. Kemudian ketika mulai muncul komunisme
pada masa akhir kepemimpinan Ir.Soekarno membuat politik negara pada waktu itu goyah. Ir.
Soekarno melalui supersemar mengomandokan kepada Soeharto untuk memberantas Komunis di
Indonesia. Pada waktu itulah sebenarnya nilai nilai hak asasi manusia diuji. Namun akhirnya
pemberantasan itu terjadi dan banyak diantara para pendukung partai Komunis Indonesia dibunuh.
Tindakan ini sebenarnya melanggar hak asasi manusia dan termasuk pelanggaran hak asasi manusia
kategori berat yaitu genosida karena salah satu definisi genosida itu adalah membinasakan suatu
kelompok. Namun hal ini dibenarkan oleh pemerinah karena komunis dinilai akan menghancurkan
nilai nilai Pancasila. Pada waktu orde baru kebebasan dalam berpendapat benar benar dibatasi
karena siapapun yang menghujat pemerinah pada waktu itu akan diadili langsung. Masa orde lama
mengalami pergantian setelah terjadi berbagai demonstrasi yang terpusat di Jakarta tepatnya di
gedung MPR RI. Setelah kejadian itu akhirnya Soeharto dipaksa turun jabatan dan digantikan oleh
B.J Habibie. Kemudian pada masa reformasi sangat santer terdengar kasus kasus korupsi yang
dilakukan oleh pejabat pejabat negara. Meskipun sebenarnya Korupsi sudah muncul sejak jaman
orde baru namun pada masa ini masalah korupsi seperti menjamur ke pelosok negeri. Dalam sebuah
tulisan di buku ini yang mengutip dari acara televisi swasta. Waktu itu calon amin-siswono
menyampaikan bahwa 80% pejaba negara pada masa itu adalah korup. Maka kita tidak heran jika
pada tahun tahun setelah 2004 banyak bupati dan anggota DPRD melakukan korupsi massal.
Sungguh fakta yang mengejutkan rakyat Indonesia yang pada masa ahun 1998 berjuang untuk
mereformasi pemerintah namun ternyata hasil dari reformasi tidak sesuai harapan para pejuang
reformasi untuk menghapus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Justru sebagian pejuang
reformasi yang kebanyakan mahasiswa terjun ke dunia politik dan menjadi pejabat negara namun
pada akhirnya mereka juga terjerat kasus korupsi.
Sebuah wacana pernah tersiarkan bahwa akan ada hukuman mati bagi para koruptor namun
rencana ini masih menjadi pertimbangan karena terlalu bertentangan dengan hak asasi manusia.
Namun hal ini memang menjadi cara paling membuat jera para koruptor. Cara cara lain sebenarnya
sudah ada di negara negara yang iklim politiknya sama dengan Indonesia dan masih satu benua
yaitu Republik Rakyat Cina. Di Republik Rakyat Cina sang perdana menteri berani memesan 100
peti mati untuk dirinya dan para pejabatnya jika salah satu dari mereka melakukan korupsi maka
akan dihukum mati. Cara ini sangat efektif karena membuat Republik Rakyat Cina sebagai negara
yang aman dari korupsi. Sebenarnya korupsi adalah salah satu pelanggaran karena tindakan ini
mengambil hak hak orang lain dalam hal ini adalah rakyat. Isu lain selain masalah korupsi pada
masa reformasi adalah mulai munculnya terorisme dan pelanggaran HAM berat.
Secara garis besar buku ini memuat masalah masalah hak asasi manusia mulai dari sejarah
dan konflik yang terjadi ketika perancangan dasar hak asasi manusia di Indonesia yang nantinya
menjadi pedoman utama bagi seluruh warga negara Indonesia. Banyaknya pendapat para cendekia
cendekia Indonesia di berbagai bidang hukum dalam buku ini membuat bobot buku ini sangat
bermakna bagi yang membaca. Keunikan dari buku ini adalah penulis konten isi buku yang tidak
hanya 1 orang namun ada 30 penulis yang mengkombinasikannya dalam sebuah buku referensi
yang sifatnya kompilasi. Penulisnya pun dari berbagai latar belakang. Adapun di antaranya adalah
Slame Marta Wardaya yang menjabat sebagai staf/asisten Direktur Jendral Perlindungan Hak Asasi
Manusia Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Firdaus sebagai Staf
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Natangsa Surbakti sebagai Staf Pengajar di
Universitas Muhammadiyah Surakarta, I Putu Gelgel Staf Pengajar di Universitas Hindu
Denpasar, Suwandi sebagai Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Matla’ul Anwar Banten,
Woro Winandi sebagai Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Narottama Surabaya,
Phillipus M. Hadjon Guru besar Hukum Adminisrasi Negara sebagai Staf Pengajar di Fakultas
Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Hikmahanto Juwana Guru besar Hukum Internasional
sebagai Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, H.S Tisnanta sebagai Staf
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Lampung, Hassan Suryono sebagai Staf Pengajar di
Universitas Sebelas Maret, Khudzaifah Dimyati sebagai Staf Pengajar di Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Muladi Guru besar hukum Pidana sebagai Staf Pengajar Fakultas
Hukum di Universitas Diponegoro, Anthon F. Susanto sebagai Staf Pengajar Fakultas Hukum di
Universitas Pasundan Bandung, Joko Setiyono sebagai Staf Pengajar Fakultas Hukum di
Universitas Diponegoro, Sunarto D.M sebagai Staf Pengajar Fakultas Hukum di Universitas
Lampung, Kamri A. Sebagai Staf Pengajar Fakultas Hukum di UMI Makassar, Sri Redjeki Hartono
Guru besar Hukum Ekonomi dan Bisnis sebagai Staf Pengajar Fakultas Hukum di Universitas
Diponegoro, Ahmad Baharudin Naim & Khaidir Anwar yang keduanya merupakan Staf Pengajar
Fakultas Hukum di Universitas Lampung, M.C Inge Hartini sebagai Dokter di RS. Elizabeth
Semarang, Raditya Permana sebagai Staf Pengajar Fakultas Hukum di Universitas Jendral
Seodirman Purwokerto, Sudaryono & Kelik Wardiono yang keduanya sebagai Staf Pengajar
Fakultas Hukum di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Satjipto Rahardjo Guru besar Sosiologi
Hukum sebagai Staf Pengajar Fakultas Hukum di Universitas Diponegoro, I Gede Arya B. Wiranta
sebagai Staf Pengajar Fakultas Hukum di Universitas Lampung, Rizani Puspawidjaja sebagai Staf
Pengajar Fakultas Hukum di Universitas Lampung, Uning Pratimaratri sebagai Staf Pengajar
Fakultas Hukum di Universitas Bung Hatta Padang, R.B Sularto sebagai Staf Pengajar Fakultas
Hukum di Universitas Diponegoro, Ahmad Mujahidin sebagai Hakim Pengadilan Agama
Atambua/NTT, dan H.M Hudi Asrori S. Staf Pengajar Fakultas Hukum di Universitas Sebelas
Maret.

Berbagai padangan hak asasi manusia yang dikumpulkan dalam buku ini memang
menambah referensi orang yang membaca buku ini khususnya dibidang hak asasi manusia dalam
penerapannya di disiplin ilmu hukum yang ada serta ditambah konflik yang membuat analisa kasus
pada tiap bab menjadi mengena bagi pembaca.

Anda mungkin juga menyukai