Disusun Oleh :
A. Latar Belakang
Dewasa ini, Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi hal yang sudah tidak asing lagi di
telinga manusia. HAM telah menjadi hak dasar yang melekat pada diri setiap manusia dan
manusia sebagai makluk Tuhan yang memiliki hak sejak lahir manusia lahir ke dunia sebagai
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Adapun hakikat HAM menurut Darji Darmodiharjo,
bahwasanya HAM merupakan sekumpulan hak-hak dasar dan hak-hak pokok yang sejak lahir
melekat di setiap diri individu sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak di dalam
HAM, dikatakan sebagai hak dasar daripada hak-hal dan kewajiban lainnya. Sedangkan,
hakikat HAM yang diatur dalam ketetapan MPR -RI No. XVII/MPR/1998 tentang HAM,
angka 1 huruf D, yang mengemukakan bahwa HAM yaitu hak sebagai anugerah dari tuhan
Yang Maha Esa, yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal, dan abadi,
berkaitan dengan harkat dan martabat manusia. Sehingga, dapat penulis simpulkan
bahwasanya manusia dan HAM memiliki hubungan yang saling berhubungan.
Manusia dan HAM merupakan dua istilah kata yang sulit untuk dipisahkan.
Manusia dapat didefinisikan sebagai mahkuk bebas, dimana manusia mampu mengembangkan
potensinya dan mampu merasakan nilai-nilai kemanusiaan namun dalam suasana kebebasan
alamiah. Kebebasan dapat dimaknai sebagai tuntutan manusia sebagai mahkluk individu.
Namun, pemenuhan hak setiap manusia tidak dapat hanya didapatkan secara individual
melainkan harus bersama-sama atau manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial.
Kedudukan manusia sebagai makhluk sosial tersebut menjadikan sebagai masalah HAM yang
kompleks. Di dalam hidup manusia sebagai makhluk sosial tersebut, hidup dan kebebasan
manusia diabaikan bagi kelompok. Sejak itulah, telah terampasnya hak yang melekat pada diri
tiap manusia. Pemikiran atas dasar bahwa manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial
namun tidak boleh semata-mata hanya diabadikan bagi kelompok yakni dicetuskan oelh pemikir
besar Rusia Nicolai Alexandrenovict Berdyaev. Beliau menambahkan, bahwa kualitas pribadi
manusia mampu bertambah dan hidup dalam kelompok menjadi lebih bermakna. (Fuad Hasan,
1989, 87-88). (Ii, 2012).
Hak Asasi Manusia (HAM) bermakna secara luas, bahkan HAM dikait-kaitkan
dengan pemikiran liberalis, dimana para pemikir aliran liberalis tersebut berpedoman pada faham
diri yang individualisme. Adanya faham individualisme, mendapatkan penolakan dari segi HAM
karena munculnya pemikiran sosialisme yang menekankan kepentingan bersama dan negara.
Hak Asasi Manusia yang dianut di Negara Indonesia yakni bersumber dari Pancasila sebagai
filsafat bangsa dan negara. Pancasila mengandung konseptual HAM manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Sedangkan, di dalam faham indivualisme banyak digunakan di
konsep barat liberal yang diartikan manusia sebagai subjek hukum pribadi (perzoonlijk), dimana
adanya hak-hak individual harus dihormati sejak lahir. Sehingga, faham individualism tersebut di
konsep barat menekankan untuk menghargai hak-hak individu dan dihargai sebagai hak yang
harus mendapatkan perlindungan oleh negara dan pemerintah sebagaimana hak tersebut sebagai
wujud penghormatan atas nilai-nilai individualistic kemanusiaan.
Adapun Hak Asasi Manusia (HAM) yang ditekankan dalam faham individualisme
adalah berupa hak-hak alamiah seperti halnya, hak atas hidup (life), hak kebebasan (liberty) dan
hak kepemilikan (property) dan untuk itu maka penguasa harus memerintah dengan persetujuan
rakyat (government by consent). Hak-hak tersebut, bersifat melekat pada setiap diri individu
manusia. Sehingga, hak-hak manusia di dalam faham individualisme di dunia Barat dan Amerika
tersebut memandang bahwa memandang HAM sebagai hak individual yang melekat pada setiap
diri manusia. Adapun, apabila dijabarkan lebih dalam bahwasanya pandangan Hak Asasi
Manusia (HAM) pada konsep Barat sesuai dengan faham kebebasan serta kemerdekaan
individual (freedom and liberty individuale), sedangkan ideologi yang dianut negara tersebut
adalah kapitalis/ liberalisme.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan konsepsi HAM di Indonesia?
2. Bagaimana sejarah munculnya faham individualisme?
3. Bagaimana konsep HAM dalam faham individualisme?
BAB II
PEMBAHASAN
Di Indonesia sendiri, sejarah dari perkembangan HAM telah ada sebelum Indonesia
merdeka yang ditandai dengan mulai munculnya pergerakan berupa organisasi-organisasi
Nasional seperti lahirnya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908 yang menjadi salah satu aksi
nyata dari adanya perwujudan HAM berupa kebebasan berpikir dan berpendapat di depan umum.
Disamping itu, nilai-nilai HAM yang diupayakan oleh organisasi Budi Utomo adalah hak untuk
merdeka dan menentukan nasibnya sendiri. Selain organisasi Budi Utomo, organisasi lain yang
juga terbentuk pada tahun yang sama adalah organisasi Perhimpunan Indonesia yang didalamnya
terhimpun para mahasiswa yang menghimpun suaranya yang ada di Belanda, yang kemudian
menyuarakan konsep HAM dengan tujuan untuk memperjuangkan hak negara Indonesia untuk
menentukan nasibnya sendiri, salah satunya memperoleh kemerdekaan. Selain kedua organisasi
tersebut, terdapat organisasi-organisasi lain yang muncul seperti Indiche Partij, PKI, Sarekat
Islam, dan lainnya.
Selanjutnya, pada masa orde baru terjadi bebrapa kasus pelanggaran hak asasi manusia
seperti Peristiwa Tanjung Priok (1984), G 30 S (1965) dan lain-lain. Pada masa orde baru,
adanya HAM masih dianggap sebagai buah pemikiran dari negara Barat dan dinilai sebagai
penghambat proses pembangunan Indonesia yang merupakan negara yang baru merdeka yang
berlawanan dengan pemikiran dan perspektif mayoritas masyarakat yang merasa bahwa HAM
bersifat terbuka. Hingga akhirnya setelah melalui proses yang panjang, pada tahun 1993 dibentuk
lembaga mandiri yang bernama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM.
Memasuki era Reformasi, perkembangan mengenai hak asasi manusia berlangsung cukup
pesat yang terbukti dari dilahirkan TAP. MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Pemerintah
memberikan perhatian besar dengan dirubahnya amandemen terhadap UUD 1945 untuk
menjamin dari adanya hak asasi manusia. Setelah itu, ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
1.2 Sejarah Munculnya Faham Individualisme
Istilah Renaisans, berasal dari bahasa latin re dan born, yang berarti “dilahirkan kembali”
(born again). Istilah ini biasanya digunakan oleh para sejarawan untuk menunjukkan berbagai
periode kebangkitan intelektual, terutama yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia. Selama abad
ke-15 dan ke-16 istilah ini digunakan oleh sejarawan terkenal seperti Michelet, yang kemudian
dikembangkan oleh J. Burckhardt untuk konsep sejarah individualisme dan sebagai periode yang
bertentangan dengan periode abad Tengah. Adapun hakikat dari abad pertengahan adalah abad di
mana pikiran sempit dari gereja, dalam keadaan demikian kebebasan berpikir sangat terbatas dan
perkembangan filsafat sulit, bahkan dapat dikatakan manusia tidak lagi menemukan dirinya.
Renaissance adalah periode perkembangan yang terletak setelah abad pertengahan sampai
munculnya zaman modern.
Pada abad Renaisans mulai muncul dengan munculnya pembebasan otoritas gerejawi,
yang mendukung pertumbuhan individualisme ke titik anarki. Disiplin, intelektual, moral, dan
politik dihubungkan oleh pemikiran manusia Renaisans dengan filsafat skolastik dan kekuatan
gerejawi. Jadi salah satu ciri utama Renaisans adalah individualisme, sehingga dapat dipisahkan
dari agama, yang artinya masyarakat tidak mau lagi diperintah oleh agama. Pada saat itu,
masyarakat Barat memiliki hak individu dan hak-hak tersebut merupakan jaminan yang mutlak
dan tidak dapat ditawar-tawar lagi. Revolusi Perancis dan Amerika adalah peristiwa sejarah di
Barat yang menunjukkan pengakuan terhadap nilai-nilai individualisme. Sejarah munculnya
demokrasi dan penghormatan terhadap HAM tidak dapat dipisahkan darinya, bahkan dalam
semangat individualisme. Oleh karena itu, pada filsafat modern tetap mendukung kecenderungan
individualistis dan subjektif masing-masing individu. Ciri ini paling nyata dalam diri Dekrates,
yang membangun semua pengetahuan dan kepastian keberadaannya sendiri, menerima kejelasan
dan ketajaman, yang subjektif, sebagai kriteria kebenaran.
Paham individualistis ini seringkali dikenal juga dengan paham liberalisme (kebebasan)
yang dikenalkan oleh John Locke dan Jan Jaques Rousseau dan dikutip oleh Max Boli Sabon
dalam bukunya Hak Asasi Manusia (hal. 87) adalah paham yang mengatakan bahwa manusia
sejak dalam kehidupan alamiah (status naturalis) telah mempunyai hak asasi, termasuk hak-hak
yang dimiliki secara pribadi. Hak manusia meliputi hak hidup, hak kebebasan dan kemerdekaan,
serta hak milik (hak memiliki sesuatu).
Individualisme sendiri berdasarkan KBBI berarti “Paham yang menghendaki kebebasan
berbuat dan menganut suatu kepercayaan bagi setiap orang; paham yang mementingkan hak per-
seorangan di samping kepentingan masyarakat atau Negara”. Dapat disimpulkan anak yang
bertindak egois terhadap orang tuanya termasuk dalam penganut paham individualisme dan
merupakan seorang individualis. Individualisme merupakan satu filsafat yang memiliki
pandangan moral, politik atau sosial yang menekankan kemerdekaan manusia serta kepentingan
bertanggung jawab dan kebebasan sendiri. Seorang individualis akan melanjutkan percapaian
dan kehendak pribadi. banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk menganut paham
individualisme. Perkembangan teknologi, globalisasi, westernisasi dan paham liberalisme
membuat orang di zaman ini lebih memperdulikan diri sendiri.
1.3 Konsep HAM Dalam Paham Individualisme
Hak-hak alamiah manusia dimaksudkan, adalah hak atas hidup (life), hak kebebasan
(liberty) dan hak kepemilikan (property) dan untuk itu maka penguasa harus memerintah dengan
persetujuan rakyat (government by consent). Hak-hak ini, sifatnya melekat secara individual
pada manusia. Karenanya dapat dikatakan bahwa dunia Barat dan Amerika umumnya
memandang HAM sebagai hak individual yang melekat secara interen pada diri manusia.
Konsep Barat tentang HAM adalah individualistik, sesuai dengan paham kebebasan dan
kemerdekaan individual (freedom and liberty individuale), yang menjadi ideologi negaranya,
sehingga kapitalis/liberalisme tumbuh subur di Eropa Barat pada umumnya dan Amerika.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
HAM telah menjadi hak dasar yang melekat pada diri setiap manusia dan manusia
sebagai makluk Tuhan yang memiliki hak sejak lahir manusia lahir ke dunia sebagai
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak Asasi Manusia yang dianut di Negara
Indonesia yakni bersumber dari Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara. Pancasila
mengandung konseptual HAM manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Konsep konsep HAM yang Ada di Indonesia saling terkait dan terhubung antar satu
dengan yang lain sehingga perpaduan konsep HAM tersebut menghasilkan suatu
kesinambungan dalam masyarakat walaupun dalam pengimplementasinya tidak berjalan
seperti yang diharapkan, sedangkan korelasi antara konsep HAM paham liberalisme dan
komunisme adalah paham tersebut saling berkaitan yaitu paham komunisme sebagai
pemerjuang HAM masyarakat dan paham liberalisme sebagai pemerjuang HAM dalam
kebebasan berpendapat, kebebasan memeluk agama, dan terpenuhinya tuntutan tuntutan
HAM. Faham indivualisme banyak digunakan di konsep barat liberal yang diartikan
manusia sebagai subjek hukum pribadi (perzoonlijk), dimana adanya hak-hak individual
harus dihormati sejak lahir.
Daftar Pustaka
Gatra, Phalita. 2019. “Konsep Hak Asasi Manusia yang Digunakan Di Indonesia”
Perbawati, Candra. 2019.Konstitusi dan Hak Asasi Manusia. Bandarlampung; Pusat kajian
konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Radjab, Suryadi. 2002. Dasar-dasar Hak Asasi Manusia. Jakarta: PBHI.
Sahid, Panji Muhammad. 2018. “Tiga Generasi Hak Asasi Manusia dan Implementasinya Dalam
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia”.
Suyahmo. 2015. Demokrasi Dan HakAsasiManusia. Yogyakarta : Magnum PustakaUtama
Wignjosoebroto, Soetandyo. 2007. Hak Asasi Manusia Konsep Dasar dan Perkembangan
Pengertiannya dari Masa ke Masa. Jakarta : ELSAM.