Anda di halaman 1dari 4

Periode 1945 - 1950

Pemahaman HAM pada awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk
berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan pendapat terutama
dalam parlemen.Pemahaman HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh
pengaturan yang masuk dalam hukum dasar atau konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar
1945.Komitmen bangsa Indonesia pada periode awal kemerdekaan tercantum dalam Maklumat
Pemerintah tanggal 1 November 1945.Lebih lanjut, negara memberikan keleluasaan kepada rakyat
untuk mendirikan partai politik. Hal ini tercantum dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945.

Periode 1950 - 1959

Periode 1950 - 1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode parlementer.
Pemahaman HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan karena
suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan
elit politik.Pemahaman dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami 'pasang' dan menikmati 'bulan
madu' kebebasan. Terdapat lima aspek yang menjadi indikator akan kebebasan tersebut, yaitu:

Tumbuh suburnya partai-partai politik dengan beragam ideologi masing-masing.

Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya.

Pemilihan umum sebagai pilar lain demokrasi berlangsung dalam suasana bebas, adil, dan demokratis.

Parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai wakil rakyat melakukan kontrol yang efektif terhadap
eksekutif.

Wacana dan pemahaman tentang HAM mendapat iklim yang kondusif sejalan dengan kekuasaan yang
memberi ruang kebebasan.

Periode 1959 - 1966

Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin. Pada sistem ini,
kekuasaan berada di tangan presiden.Akibat dari sistem demokrasi terpimpin, Presiden melakukan
tindakan inkonstitusional baik pada lembaga tinggi negara maupun di luar tatanan lembaga tinggi
negara atau infratsruktur politik.Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden yang
berdampak pada sistem politik. Kebebasan berpendapat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat
secara lisan maupun tulisan sangat dibatasi.

Periode 1966 - 1998

Periode 1966 - 1998 diawali dengan peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto. Pada awal
periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satunya dilaksanakan pada tahun 1967
yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM.Pada awal tahun
1970 sampai akhir 1980 persoalan HAM mengalami kemunduran karena HAM tidak lagi dihormati,
dilindungi, dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif, terlihat dari produk hukum
yang membatasi HAM.Pemerintah menganggap HAM sebagai produk pemikiran barat yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila. Akan tetapi, pemahaman HAM
mengalami perkembangan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh Lembaga Swadaya Masyarakat
atau LSM.

Periode 1998 - Sekarang

Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemahaman HAM di Indonesia. Dilakukan pengkajian ulang terhadap kebijakan pemerintah orde baru
yang berlawanan dengan perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di Indonesia.Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap
yaitu tahap penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan telah
ditetapkan beberapa penentuan perundang-undangan tentang HAM seperti amandemen UUD 1945,
TAP MPR, UU Nomor 39 Tahun 1999, peraturan pemerintah, dan ketentuan lainnya.

Pada pelaksanaannya, masih banyak terjadi kasus pelanggaran HAM di Indonesia, secara yuridis, Pasal
1 Angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan pelanggaran bahwa pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang
atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi
seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku. Jadi dalam konteks Negara Indonesia, pelanggaran HAM
merupakan tindak pelanggaran kemanusiaan, baik dilakukan oleh individu maupun institusi lainnya
terhadap hak asasi manusia. Sedangkan pelanggaran HAM berat menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Contoh kasus pelanggaran HAM yang
pernah terjadi di Indonesia, Yaitu :

1. Peristiwa trisakti, mungkin ini adalah salah satu kasus pelanggaran HAM yang paling terkenal di
Indonesia. Peristiwa ini adalah peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang terjadi
pada tanggal 12 Mei 1998. Hal ini terjadi pada saat demonstrasi yang menuntut Soeharto untuk
mundur dari jabatannya. Sebanyak 4 orang mahasiswa tewas tertembak dan puluhan lainnya luka-luka.

2. Kasus pembunuhan Munir. Munir merupakan aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus
pelanggaran HAM. Ia meninggal dunia pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat garuda
Indonesia. Penyebab tewasnya belum diketahui, banyak yang memberitakan, bahwa ia tewas karena
diracun.
3. Kasus pembunuhan Marsinah aktifis wanita Nganjuk pada tanggal 4 Mei 1993

4. Dan masih banyak lagi, seperti kasus pembunuhan, penyikasaan, perbudakan, pemerkosaan, dan
lain-lain.

Sering kita lihat di televisi dan media cetak mengenai kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Dan
yang paling banyak ialah kasus pembunuhan, penyikasan, dan kasus pemerkosaan. Maka dari itu
inilah tantangan kita sebagai warga negara Indonesia untuk mencegah dan menyelesaikan
pelanggaran-pelanggaran HAM di Indonesia. Negara bertugas untuk melakukan penyelidikan dengan
cepat, menyeluruh, independen dan juga imparsial atas pelanggaran HAM.

Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia telah ada sejak di sahkannya Pancasila sebagai dasar pedoman
negara Indonesia, meskipun secara tersirat.Baik yang menyangkut mengenai hubungan manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan manusia dengan manusia. Hal ini terkandung dalam nilai-nilai
yang terkandung dalam sila-sila yang terdapat pada pancasila.Dalam Undang- Undang No. 39 tahun
1999 tentang Hah Asasi Manusia, pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan dengan
berpedoman pada deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa. Konvensi Perserikatan
Bangsa Bangsa tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi Perserikatan
Bangsa Bangsa tentang hak-hak anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur
mengenai Hak Asasi Manusia. Materi UndangUndang ini tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan
hukum masyarakat dan pembangunan hukum nasional yang berdasarkan pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.Sedangkan di dalam Undang- Undang Dasar 1945 (yang telah diamandemen),
masalah mengenai Hak Asasi Manusia dicantumkan secara khusus dalam bab XA pasal 28A sampai
dengan 28J yang merupakan hasil amandemen kedua tahun
2000.Pemerintah dalam hal untuk melaksanakan amanah yang telah diamanatkan melalui TAP MPR
tersebut di atas, di bentuklah Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada
tanggal 23 September 1999 telah disahkan UndangUndang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang mengatur beberapa hal penting yang menyangkut Pengadilan Hak Asasi
Manusia.Pertama, definisi pelanggaran Hak Asasi Manusia dideskripsikan sebagai setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak
Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 dan
Perubahannya, (Jakarta: Penabur Ilmu,2003) Hal yang dijamin oleh Undang- Undang ini, dan tidak
mendapatkan atau di khawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (pasal 1 ayat 6).Kedua, hak untuk hidup, hak untuk tidak
dipaksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
dapat di kecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam
kejahatan terhadap kemanusiaan.Ketiga, dalam Pasal 7 dinyatakan, bahwa setiap orang berhak untuk
menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional atas semua pelanggaran hak asasi
manusia yang di jamin oleh hukum Indonesia oleh negara Republik Indonesia menyangkut Hak Asasi
Manusia menjadi hukum nasional.Keempat, di dalam Pasal 104 diatur tentang pengadilan Hak Asasi
Manusia sebagai berikut : Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat di bentuk
pengadilan dalam ayat (1) di bentuk dengan Undang- Undang dalam jangka waktu paling lama 4 tahun
sebelum terbentuk pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai mana dimaksudkan dalam ayat (2) di adili
oleh pengadilan yang berwenang.
Selanjutnya Pasal 104 ayat (1) Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menyatakan bahwa yang berwenang mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah
pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada tanggal 8 Oktober 1999 ditetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1tahun 1999 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia yang
bertugas menyelesaikan perkara pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Namun Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1999 tentang pengadilan hak asasi manusia yang
dinilai tidak memadai, sehingga tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
menjadi Undang-Undang dan oleh karena itu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut
di cabut.Pada tanggal 23 November 2000 di tetapkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai pengganti Perpu No. 1 Tahun 1999.

Anda mungkin juga menyukai