Anda di halaman 1dari 9

Mata Kuliah : Hukum Lingkungan

Dosen Pengajar : Prof. Dr. H. Abd. Rahman, SH., MH

MAKALAH

PENCEMARAN LINGKUNGAN

Oleh :
RESA WIRA NATA
0025.02.52.2020
MH-2

MAGISTER HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
PEMBAHASAN

A. Sanksi Administrasi bagi Pelaku Pencemaran

Seringkali ditemukan pernyataan yang menyamakan istilah ekologi dan lingkungan hidup,

karena permasalahannya yang bersamaan. Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah

hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang

hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya di sebut ekologi.

Lingkungan hidup adalah sistem yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya.

keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dengan perilakunya, yang

mempengaruhi kelangsungan peri kehidupannya dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lainnya.

Dari definisi diatas tersirat bahwa makhluk hidup khususnya merupakan pihak yang selalu

memanfaatkan lingkungan hidupnya, baik dalam hal respirasi, pemenuhan kebutuhan pangan,

papan dan lain-lain. Dan, manusia sebagai makhluk yang paling unggul di dalam ekosistemnya,

memiliki daya dalam mengkreasi dan mengkonsumsi berbagai sumber-sumber daya alam bagi

kebutuhan hidupnya.

Berbagai sumber daya alam yang mempunyai sifat dan perilaku yang beragam tersebut

saling berinteraksi dalam bentuk yang berbeda-beda pula. Sesuai dengan kepentingannya maka

sumber daya alam dapat dibagi atas; (a). fisiokimia seperti air, udara, tanah, dan sebagainya, (2).

biologi, seperti fauna, flora, habitat, dan sebagainya, dan (3). sosial ekonomi seperti pendapatan,

kesehatan, adat-istiadat, agama, dan lain-lain. Interaksi dari elemen lingkungan yaitu antara yang

tergolong hayati dan non-hayati akan menentukan kelangsungan siklus ekosistem, yang

didalamnya didapati proses pergerakan energi dan hara (material) dalam suatu sistem yang
menandai adanya habitat, proses adaptasi dan evolusi. Dalam memanipulasi lingkungan

hidupnya, maka manusia harus mampu mengenali sifat lingkungan hidup yang ditentukan oleh

macam-macam faktor. Manusia berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, yang dapat

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, membentuk dan dibentuk oleh

lingkungan hidupnya. Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya adalah sirkuler, berarti

jika terjadi perubahan pada lingkungan hidupnya maka manusia akan terpengaruh.

Oleh Karena itu perusakan lingkungan maupun pencemaran lingkungan merupakan

masalah yang serius serta memerlukan penanganan yang intensif agar ekosistem dapat tetap

terjaga dengan maksimal untuk mewujudkan lingkungan yang sehat terbebas dari resiko

pencemaran. Maka dari itu di butuhkan peran aktif, partisipatif, serta tanggung jawab semua

kalangan, masyarakat maupun pemerintah untuk mengembalikan kondisi lingkungan yang

terkena dampak pencemaran. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya dukung terhadap

lingkungan, oleh karena itu, kegiatan pembangunan (khususnya bidang lingkungan) yang

bijaksana harus dilandasi adanya wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai

kesejahteraan bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Atas uraian diatas maka lahirlah Undang-Undang yang bertemakan lingkungan sebagai

atas realisasi permsalahan-permasalahan lingkungan yang ada. Karena lingkungan yang baik dan

sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagai diamantkan dalam Pasal 28H

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan berbagai pertimbangan serta

semakin kompleks pemasalahan lingkungan maka diundangkannya Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disingkat UU

PPLH 2009).
Menurut Fuad Amsyari, ,mengatakan bahwa ada tiga faktor yang dapat menimbulkan

adanya pelanggaran pencemaran lingkungan hidup, khususnya yang dilakukan oleh perusahaan-

perusahaan industri, anatara lain : Pertama, perusahaan-perusahaan industri dalam menjalankan

aktivitas bisnisnya hanya mengejar motivasi ekonomi belaka, khususnya meraih keuntungan

tanpa mempertimbangkan faktor lingkungan hidup. Kedua, pemahaman perusahaan-perusahaan

industry tentang lingkungan hidup pada realitasnya dianggap sebagai media untuk

melangsungkan aktivitas bisnisnya. Ketiga, rambu- rambu untuk pembentukan lingkungan hidup

yang sehat itu tidak dikembangkan secara maksimal. Idealya setiap perusahaan-perusahaan

industri mempunyai alat pemantau lingungan, baik untuk pencemaran kadar limbah yang

dihasilkannya.

Berdasarkan Pasal 18 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun

2012 tentang Sungai, Pengelolaan Sungai meliputi : konservasi sungai, pengembangan sungai,

dan pengendalian daya rusak air sungai, pengembangan sungai, dan pengendalian daya rusak air

sungai. Selanjutnya, dalam Pasal 18 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

38 Tahun 2012 tentang Sungai, Pengelolaan sungai sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)

dilakukan melalui tahap : penyusunan program dan kegiatam, pelaksanaan kegiatan, pemantauan

dan evaluasi.

Dalam rangka penanganan pencamaran lingkungan terdapat upaya-upaya yang bersifat

persuasif maupun represif, upaya persuasif diantaranya berupa pengendalian, pengendalian

tersebut mempunyai tiga poin penting diantaranya berupa pencegahan, penanggulangan, dan

pemulihan. Jika kita merujuk pada upaya represif, maka yang lebih didahulukan yaitu berupa

sanksi administratif.

Menurut UUPPLH, di dalam menerapkan sanksi administratif tersebut yang diberi


kewenangan oleh negara berdasar pasal 76 ayat (1) adalah : Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penaggung jawab usaha dan/atau

kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Jadi, dalam

hal pemerintah hadir untuk penegakan hukum berkenaan dengan pencemaran lingkungan akibat

limbah pabrik. Perbedaan pembekuan dan pencabutan dapat kita lihat melalui draf RPP tentang

Pengawasan dan Sanksi Administratif, dokumen pada tanggal 23 Desember 2020 bahwa sanksi

pembekuan lebih dulu dilaksanakan daripada pencabutan karena hal tersebut mempunyai

mekanisme dan kriteria ketika pelaku industri dapat dilakukan pembekuan maupun pencabutan

terhadap izin lingkungan. Pada prinsipnya, jika pelaku industri yang telah dibekukan izin

lingkungannya dan tatkala tidak melaksanakan keputusan pembekuan izin tersebut maka akan

menjadi salah satu dasar untuk dilakukan pencabutan izin lingkungan.

Mengenai dampak pencemaran lingkungan limbah pabrik yang dilakukan oleh salah satu

perusahaan penyulingan minyak cengkih yang terletak disalah satu desa di Kabupaten Bone

Sulawesi Selatan, yang menyebabkan kerugian terhadap petani tambak warga sekitar perusahaan

tersebut. Akibatnya para petani mengalami kerugian sehingga tambak yang selama dikelola

mengalami gagal panen. Salah seorang warga melaporkan hal ini ke pemerintah daerah dan

dilakukan teguran terhadap pengelola perusahaan namun teguran tersebut di abaikan oleh pihak

perusahaaan, disini saya berpendapat bahwa pemerintah harus memberikan sanksi terhadap

perusahaan yang tidak menyediakan penampungan limbah industri (IPAL) pemerintah harus

bertindak tegas telah apa yang menjadi dampak lingkungan pencemaran limbah di area pertanian

masyarakat. Kurangnya pengawassaan mengakibatkan titik cela pelanggaran hukum.

Peraturan yang mengatur tentang lingkungan hidup di Indonesia cukup banyak dan

tersebar dalam berbagai peraturan. Tetapi tampaknya peraturan-peraturan tersebut berdiri sendiri,
tidak ada aktivitas dan efektivitasnya. Cara pengelolaan lingkungan hidup yang tidak terencana

dan tidak terpadu secara serasi dan integral menyebabkan perusakan dan pencemaran

lingkungan. Hukum Islam memiliki prinsip-prinsip yang wajib menjadi landasan dan titik tolak

aktivitas kekuatan-kekuatan sosial agar terjamin kehidupan yang teratur, seimbang, dan

harmonis sehingga tidak terjadi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang menyebabkan

hilangnya keseimbangan dan keserasian kehidupan di dunia ini. Diantara prinsipprinsip tersebut

yaitu persamaan, keseimbangan, kemaslahatan, kegotongroyongan dan keadilan. Melalui

implementasi prinsip-prinsip tersebut diharapkan aturan tentang lingkungan hidup yang telah

ditetapkan itu dapat berjalan sebagaimana mestinya.

B. Pertanggung jawaban pidana dan perdata bagi pelaku industri yang mencemari sungai

akibat limbah pabriknya

Berdasarkan peristiwa tersebut ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar

lingkungan menurut UU PPLH. Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai

maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:

Pasal 60 UU PPLH:

Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan

hidup tanpa izin.

Pasal 104 UU PPLH:

Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan

hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga

miliar rupiah).
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan

limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan

tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.

Selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan

kepada perusahaan tersebut:

1.    Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan

perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara

ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,

yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp5

miliar dan paling banyak Rp15 miliar.

2.    Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena

perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu

air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal

tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat

paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit

Rp3 miliar dan paling banyak Rp9 miliar.

Pertanggung jawaban Pidana

Anda menyebutkan bahwa tindakan pencemaran ini dilakukan oleh perusahaan. Jika tindak

pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan

sanksi pidana dijatuhkan kepada:

a.    badan usaha; dan/atau


b.    orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang

bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana dalam

huruf b di atas, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat

dengan sepertiga. Jika tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha

sebagaimana dalam huruf a di atas, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili

oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.

Gugatan Ganti Kerugian Terhadap Akibat dari Pencemaran Lingkungan

Prinsipnya, setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan perbuatan

melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan

kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan

tindakan tertentu.

Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup

dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah

untuk:

a.    memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku

mutu lingkungan hidup yang ditentukan;

b.    memulihkan fungsi lingkungan hidup; dan/atau

c.    menghilangkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Mengenai kerugian yang diderita warga yaitu ikan di kerambah yang mati, masyarakat bisa

mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk

kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan


lingkungan hidup. Gugatan dapat dilakukan jika memenuhi syarat yaitu adanya terdapat

kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan

anggota kelompoknya. Jadi warga masyarakat dapat melakukan gugatan perwakilan kelompok

dengan tujuan untuk meminta ganti rugi atas ikan di kerambah yang mati karena pencemaran

lingkungan. Di samping itu perusahaan juga dapat dipidana karena pencemaran tersebut

mengakibatkan orang meninggal dunia.

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemberian sanksi administratif kepada penaggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam

pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Dalam hal pencemaran sungai

akibat pembuangan air limbah yang tidak melalui IPAL (Instalasi Pengelolan Air Limbah) pemerintah

hadir dalam hal memberikan sanksi administratif yaitu teguran, pembekuan izin lingkungan dan

pencabutan izin lingkungan bahkan pemerintah juga dapat mengajukan gugatan terhadap pelaku

usaha industri tersebut.

2. Ada beberapa ancaman pidana terhadap pencemar lingkungan menurut UU PPLH yaitu

Pasal 60 UU PPLH “Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke

media lingkungan hidup tanpa izin” & Pasal 104 UU PPLH “Setiap orang yang melakukan

dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan

denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”.

Anda mungkin juga menyukai