Anda di halaman 1dari 12

HUKUM LINGKUNGAN

Ditugaskan untuk menyelesaikan Tugas Semester Genap Mata Kuliah Hukum


Lingkungan

Dosen: Dr. Harsono Njoto, S.H., M.H., M.M., M.AP.

Nama : Dimas Cahya Dwi Pradana, S.H

NIM : 202201020151

MAGISTER HUKUM S-2

UNIVERSITAS KADIRI

KEDIRI, JAWA TIMUR

2023
A. Latar Belakang

Pada abad ke-21 serta seiring berkembangnya zaman dari zaman modern pada
abad ke-20 sampai pada zaman postmodern pada saat ini yaitu abad ke-21 banyaknya
perkembangan yang berdampak positif maupun negatif kepada manusia.
Perkembangan positif yaitu pada bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi
dan juga infrastruktur yang mempermudah manusia dalam kehidupan sedangkan
dampak negatif yang dapat dilihat adalah dampak daripada polusi pabrik-pabrik ke
lingkungan sekitar sehingga berdampak buruk terhadap kesehatan sehingga
diperlukannya regulasi dan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh
Pemerintah serta penegakan hukum yang tegas dalam hal pelanggaran yang diperbuat
oleh para korporasi atau para pengusaha yang secara sengaja maupun tidak sengaja
dibuat.

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang polusi terhadap lingkungan
dapat dikatakan cukup besar seperti Polusi Udara yang disebabkan oleh pabrik-pabrik,
kendaraan bermotor seperti mobil,sepeda motor, pesawat terbang, Polusi Suara yang
disebabkan oleh suara-suara kendaraan bermotor,pesawat terbang dan pabrik-pabrik,
Polusi Lingkungan yang disebabkan oleh Manusia dan dampaknya akan kembali
kepada Manusia yaitu dengan cara membuang sampah sembarangan dan kurangnya
kesadaran akan membuang sampah pada tempatnya.

Maka dapat dilihat karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk


tertinggi dan terpadat nomor 4 di dunia serta penyumbang sampah dan polusi terbesar
setelah negara China bahwasanya hal ini telah menjadi urgensi agar pemerintah dapat
membentuk regulasi serta peraturan peraturan meliputi lingkup perdata dan pidana
dan penegakan yang tegas serta dengan sanksi sanksi yang harus diterapkan jugalah
harus tegas.

B. Rumusan Masalah
a. Apa penyebab masyarakat kurang peka akan membuang sampah pada
tempatnya?
b. Apakah sudah ada regulasi yang tegas dalam mengatur pencemaran
lingkungan?

C. Pembahasan

1. Pengertian Lingkungan Hidup

Lingkungan adalah seluruh faktor luar yang memengaruhi suatu organisme;


faktor ini dapat berupa organisme hidup (biotic factor) atau variabel yang tidak hidup
(abiotic factor). Dari hal inilah kemudian terdapat dua komponen utama lingkungan,
yaitu: a) Biotik: Makhluk (organisme) hidup; dan b) Abiotik: Energi, bahan kimia,
dan lain-lain.

Interaksi antara organisme dengan kedua faktor biotik dan abiotik membentuk
suatu ekosistem. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan
kesatuan utuh menyeluruh dan saling memengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Namun, pada hakikatnya
keseimbangan alam (balance of nature) menyatakan bahwa bukan berarti ekosistem
tidak berubah. Ekosistem itu sangat dinamis dan tidak statis. Komunitas tumbuhan
dan hewan yang terdapat dalam beberapa ekosistem secara gradual selalu berubah
karena adanya perubahan komponen lingkungan fisiknya.

“Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem juga berubah karena adanya kebakaran,
banjir, erosi, gempa bumi, pencemaran, dan perubahan iklim. Walaupun ekosistem
selalu berubah, ia memunyai kemampuan untuk kembali pada keadaan semula selama
perubahan itu tidak drastis"

Hal ini kemudian membuat penyusun Undang-Undang tentang pengelolaan


lingkungan hidup yang telah berubah sebanyak tiga kali yakni Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1982 kemudian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997, serta yang
paling terakhir Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, berusaha untuk mengaitkan antara lingkungan secara
umum dengan lingkungan hidup. Kaitan inilah yang menghasilkan definisi tentang
lingkungan hidup, yaitu sebagai berikut: “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.”

Istilah lingkungan hidup maksudnya lingkungan tempat manusia sebagai padanan


istilah human environment, istilah yang dipakai oleh Konferensi Lingkungan di
Stockholm, yang menghasilkan Declaration of The United Nations Conference on the
Human Environment . Di dalam deklarasi butir (1), dikatakan : “Man is both creature
and moulder of his environment, which gives him physical sustenance and affords
him opportunity for intellectual, moral, social, and spiritual growth. In the long and
tortuous evolution of the human race on his planet stage has been reached when,
through the rapid acceleration of science and technology. Man has acquired the power
to transform his environment in countless ways and on unprecedented scale. Both
aspects of mans environment, the natural and manmade, essencial to him well being
and to the enjoyment of basic human rights even the right to life itself.”

Lingkungan fisik atau anorganik, yaitu lingkungan yang terdiri dari gaya kosmik
dan fisiogeografis seperti tanah, udara, laut, radiasi, gaya tarik, ombak, dan
sebagainya.

Lingkungan biologi atau organik, segala sesuau yang bersifat biotis berupa
mikroorganisme, parasit, hewan, tumbuhan, termasuk juga disini lingkungan prenatal,
dan proses-proses biologi seperti reproduksi, pertumbuhan, dan sebagainya.

Lingkungan sosial, dibagi dalam tiga bagian, yaitu :


1) Lingkungan fisiososial yaitu meliputi kebudayaan materiil (alat), seperti peralatan
senjata, mesin, gedung, dan lain-lain,

2) Lingkungan biososial, yaitu manusia dan interaksinya terhadap sesamanya dan


tumbuhan beserta hewan domestic dan semua bahan yang digunakan manusia yang
berasal dari sumber organik, dan

3) Lingkungan psikososial, yaitu yang berhubungan dengan tabiat batin manusia


seperti sikap, pandangan, keinginan, dan keyakinan. Hal ini terlihat melalui
kebiasaan, agama, ideologi, bahasa, dan lain-lain.

d.Lingkungan komposit, yaitu lingkungan yang diatur secara institusional, berupa


lembaga-lembaga masyarakat, baik yang terdapat di daerah kota atau desa.

2. Pengertian Hukum lingkungan

Hukum lingkungan terdiri atas dua unsur yakni pengertian hukum dan pengertian
lingkungan. Hukum lingkungan itu terbagi dalam dua bagian, yakni hukum
lingkungan klasik dan hukum lingkungan modern. Hukum lingkungan klasik ,
berorientasi kepada penggunaan lingkungan atau use oriented sedangkan hukum
lingkungan modern berorientasi kepada lingkungan.

Hukum lingkungan modern, memiliki ciri dalam wujud yang meliputi :

Berwawasan lingkungan (Environmental oriented law), Metodenya comprehenship-


integral (utuh menyeluruh), dan Sifatnya sangat luas (fleksibel) karena terpengaruh
oleh kenyataan, bahwa lingkungan sebagai “ekosistem” itu selalu berada dalam
dinamika. Dalam hal ini banyak memberikan wewenang kepada lembaga administrasi
untuk mengembangkan peraturan pelaksanaannya.

Hukum lingkungan klasik, memiliki ciri dalam wujud sebagai berikut: Orientasinya
kepada kegunaan dan pembangunan (use oriented), Metodenya masih sektoral,
bahkan ada kalanya sektoral spesialistis (sectoral oriented law), dan Bersifat dan
berwatak beku dan kaku, dan sukar berubah sehingga mudah ketinggalan zaman;
tertuju kepada maksud untuk “melindungi dan mengawetkan” sesuatu unsur dari
lingkungan hidup demi kepentingan “penggunaannya” oleh generasi sekarang dan
generasi mendatang.

Hukum lingkungan pada hakikatnya adalah untuk mengatasi pencemaran dan


perusakan lingkungan akibat tingkah laku manusia dengan segala aktivitasnya yang
berupa pembangunan serta teknologinya. Pencemaran dan perusakan lingkungan
terjadi dimana-mana sehingga terjadi masalah negara, regional, dan global. Drusteen,
menyatakan :

“Hukum lingkungan (milieurecht) adalah hukum yang berhubungan dengan


lingkungan alam (natuurlijkmilieu) dalam arti seluas-luasnya. Hukum lingkungan
sebagian besar terdiri atas hukum pemerintahan (bestuursrecht). Hukum lingkungan
pemerintahan meliputi beberapa bidang, yakni hukum kesehatan lingkungan
(milieuhygiene), hukum perlindungan lingkungan (milieubeshermingsrecht), dan
hukum tata ruang (ruimtelijkordenings-recht).” 53)

Istilah hukum lingkungan ini merupakan terjemahan dari beberapa istilah, yaitu
“Environmental Law” dalam Bahasa Inggris, “Millieeurecht” dalam Bahasa Belanda,
“Lenvironnement” dalam Bahasa Perancis, “Umweltrecht” dalam Bahasa Jerman,
“Hukum Alam Seputar” dalam Bahasa Malaysia, “Batas Nan Kapaligiran” dalam
Bahasa Tagalog, “Sin- ved-lom Kwahm” dalam Bahasa Thailand, dan “Qomum al-
Biah” dalam Bahasa Arab.

2.1 Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia

Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia berawal dari Konferensi


Stockholm pada tahun 1972 serta menjadi cikal bakal daripada hukum lingkungan
internasional yang diratifikasi menjadi UUPPLH dan Konferensi Stockholm
mempunyai hasil sebuah dokumen yaitu: Deklarasi tentang Lingkungan Hidup
Manusia serta dalam konferensi itu juga menetapkan bahwa pada tanggal 5 Juni
sebagai “Hari Lingkungan Hidup Sedunia”. Pada tahun 1983 dibentuklah sebuah
badan oleh Majelis Umum PBB yaitu The World Commision on Environment and
Development (WCED) yang diketuai oleh Perdana Menteri Norwegia Groharlem
Bruntland dan Komisi Bruntland menghasilkan sebuah laporan yang kemudian
dipublikasikan dengan judul “Our Common Future”.

Setelah itu diadakan Konferensi di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 tentang
Lingkungan Hidup dan Pembangunan atau disebut dengan Earth Charter yang
merupakan Soft Agreements yang memuat 27 prinsip yaitu:

1) Prinsip Kedaulatan dan tanggung jawab negara


2) Prinsip Keadilan antargenerasi
3) Prinsip Keadilan Intergenerasi
4) Prinsip tindakan Pencegahan
5) Prinsip Kehati-hatian
6) Prinsip pencemaran membayar

Dan lain sebagainya yang terdapat pada Deklarasi Rio 1992

Setelah itu dibentuklah UU No.4 tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan UULH Tahun 1982 dan UU ini
memang tidak berlaku lagi karena telah digantikan dengan UU No.32 Tahun 1997
atau UULH Tahun 1997 dan diganti lagi dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena
telah dibentuk UU No.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH).

UULH 1982 adalah sumber hukum formal tingkat undang undang pertama dalam
konteks hukum lingkungan modern di Indonesia serta UULH 1982 memuat
ketentuan-ketentuan hukum yang menandai lahirnya suatu bidang hukum baru yaitu
bidang hukum lingkungan. UULH 1982 yang berlaku selama sebelas tahun ternyata
dipandang tidak efektif oleh para pemerhati lingkungan hidup dan para pengambil
kebijakan lingkungan hidup karena masih dianggap pengaturannya yang lemah maka
atas dasar itulah UULH 1982 perlu disempurnakan maka dibentuklah UU 1997
tentang Lingkungan Hidup serta pada UULH 1997 masih tetap memuat konsep
UULH 1982 seperti Kewenangan Negara,Pemberian Izin,Amdal selain itu pada
UULH 1997 memuat konsep konsep yang sebelumnya tidak ada pada UULH 1982
yaitu konsep dibidang hak masyarakat.

Dalam hal penyelesaian sengketa, UULH 1997 mengatur penyelesaian sengketa


melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atas dasar kebebasan
memilih para pihak. Dibandingkan UULH tahun 1982 dan UULH 1997, UUPPLH
yang terbaru yaitu memuat bab dan pasal lebih banyak yaitu XVII bab dan 127 pasal.

2.2 Jenis-Jenis Pelanggaran Hukum Lingkungan

A) Pencemaran Udara

Pencemaran udara terjadi karena adanya zat-zat polutan yang mengotori udara.
Zat-zat polutan ini dapat dihasilkan dari penggunaan alat-alat tertentu, seperti AC,
kendaraan bermotor, dan hair dryer. Selain itu, zat-zat pencemar atau polutan juga
dapat dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia, seperti membakar
sampah, menggunakan pestisida untuk membunuh hama di lahan pertanian, dan
aktivitas pabrik yang menimbulkan asap.

B) Pencemaran Air

Pencemaran air terjadi karena adanya zat-zat polutan yang masuk ke dalam
sumber air, seperti insektisida, kotoran, limbah, pupuk, dan sampah. Air yang
tercemar akan berbau, keruh, dan berwarna, sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

C) Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah disebabkan akibat resapan zat-zat polutan kedalam tanah
yang biasanya adalah zat kimia yang menyebabkan kualitas tanah turun

2.3 Aspek Pidana dan Perdata

Hukum Lingkungan mempunyai aspek pidana dan perdata,yaitu:

Aspek pidana dalam hukum lingkungan mempunyai 2 aspek delik yaitu delik formil
dan delik materiil

Delik Materil : Perbuatan melawan hukum yang menyebabkan pencemaran atau


perusakan lingkungan hidup yang tidak perlu memerlukan pembuktian pelanggaran
aturan-aturan hukum administrasi seperti izin.

Delik Formil : Perbuatan yang melanggar hukum terhadap aturan-aturan hukum


administrasi, jadi untuk pembuktian terjadinya delik formil tidak diperlukan
pencemaran atau perusakan lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi cukup
dengan membuktikan pelanggaran hukum administrasi.

Beberapa Contoh Pasal dalam UUPPLH yang mengatur pemidanaan atas pelanggaran
hukum lingkungan:

Pasal 105

Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara kesatua republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat 1 huruf c dipidana dengan
penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua belas tahun dan denda paling
sedikit Rp 4.000.000.000 dan paling banyak Rp. 12.000.000.000.

Pasal 106

Setiap orang yang memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Negara kesatuan


republik Indonesia sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat 1 huruf d dipidana dengan
penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda paling
sedikit Rp 5.000.000.000 dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.

Pasal 107

Setiap orag yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-


undangan kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud pasal 69 ayat 1 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima
tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp 5.000.000.000
dan paling banyak Rp. 15.000.000.000.

Pasal 108

Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam pasal
69 ayat 1 huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan
paling lama tiga belas tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000 dan paling
banyak Rp. 10.000.000.000.

Aspek Perdata dalam Hukum Lingkungan :

Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) penggugatan lingkungan untuk mendapatkan ganti


rugi dan/atau tindakan tertentu haruslah memenuhi persyaratan yang menjadi unsur
Pasal 34 ayat (1) yaitu :

 perbuatan melanggar hukum

 pencemaran dan/atau perusakan lingkungan

 kerugian pada orang lain atau lingkungan

 penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.

Hal tersebut dapat menjadi acuan dasar pengajuan gugatan lingkungan.


Hal ini berkaitan dengan juga dengan Hukum Perdata seperti yang tercantum dalam
beberapa pasal di KUHPerdata yaitu :

Pasal 1365 KUHPerdata:

“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut”

Pasal 1366 KUHPerdata:

“Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian ynag disebabkan
perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkankelalaian atau kurang hati-
hatinya”.

D. Penutup

Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya UUPPLH tahun 2009 telah mengatur


segala aspek lingkungan dan penegakannya akan tetapi masyarakat masih belum
dapat mematuhi UUPPLH tahun 2009 dikarenakan mindset atau gaya pemikiran
masyarakat masih konservatif yaitu dengan berpikir tidak masalah hanya membuang
sampah sembarangan akan tetapi hal tersebut tidak benar dan tidak patut dilakukan.

Maka sudah seharusnya kita mengubah cara kita berpikir tentang sampah atau
polutan terhadap lingkungan.

E. Daftar Pustaka

Takdir Rahmadi. 2015. Kajian LIngkungan dalam Hukum. Jakarta: PT.Rajagrafindo


Persada.

Dinas Lingkungan Hidup Semarang. 2018. Data Lingkungan.

Burgerlijk Wetboek (KUHPerdata)

Anda mungkin juga menyukai