Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KASUS

TINDAK PIDANA KHUSUS

Disusun Oleh:
NAMA : ANJELIA MINATI SAPUTRI
NIM : EAA 117 001

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS HUKUM
2019

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tindak pidana khusus pertama kali dikenal istilah Hukum Pidana Khusus,
sekarang diganti dengan istilah Hukum Tindak Pidana Khusus. Hukum tindak
pidana khusus berada di luar hukum pidana umum yang mengatur perbuatan
tertentu atau berlaku terhadap orang tertentu. Tindak pidana khusus merupakan
bagian dari hukum pidana. Terdapat beberapa definisi menurut para ahli yaitu,
Moeljatno, Simons, serta definisi pidana itu sendiri menurut Wirjono
Prodjodikoro, Lamintang, Sudarto, dan Andi Hamzah. Tindak pidana itu sendiri
biasa dikenal dengan istilah delik. Delik dalam kamus hukum merupakan
perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran
terhadap undang-undang. Didalam tindak pidana khusus ini ada beberapa tindak
pidana yang masuk dalam kategori, salah satunya yang akan saya bahas dan analis
mengenai Tindak Pidana Khusus Lingkungan Hidup.
Definisi lingkungan hidup menurut UUPPLH Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana tertera pada Pasal
1 angka ke 1 adalah : “kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain”.
Awal sejarah pengaturan Hukum Lingkungan di Indonesia secara
Komperhensif atau biasa disebut environmental law adalah dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok
Lingkungan (LN 1982 No.12, TLN No. 3215), yang disingkat dengan UULH
yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN 1997 No. 12, TLN No. 3125) yang disingkat
UUPLH yang sekarang diganti dengang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LNRI Tahun 2009
Nomor 140 TLN nomor 5059) yang disingkat dengan UUPPLH.

1.2 Rumusan Masalah


1. Seperti apakah salah satu kronologis kasus mengenai tindak pidana khusus
lingkungan hidup ?
2. Bagaimanakah analisis dari kasus tersebut?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kronologis Kasus Mengenai Tindak Pidana Khusus Lingkungan Hidup

Jakarta, Kepulauan Seribu – Biro Humas, Kamis 28 April 2016, Pengadilan Negeri
Purwakarta hari ini (28/4) menggelar sidang pertama gugatan Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan pada PT. Indo Bharat Rayon. Gugatan atas dugaan perkara tindak
pidana lingkungan hidup ini disebabkan PT. Indo Bharat Rayon tidak melakukan pengelolaan
limbah B3 dan melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa
izin. SA selaku direksi, hadir mewakili PT. Indo Bharat Rayon pada sidang ini.

PT. Indo Bharat Rayon merupakan perusahaan yang memproduksi vicose rayon
sebagai bahan baku untuk campuran tekstil, diaper, dan kapas kecantikan. Dalam kegiatan
produksinya, PT. IBR menggunakan bahan bakar berupa batu bara dengan jumlah total batu
bara sebanyak 700 – 800 ton per hari. Dari proses pembakaran batu bara tersebut dihasilkan
limbah berupa fly ash dan bottom ash yang termasuk dalam kategori limbah B3 dari sumber
spesifik berdasarkan pada PP nomor 18 jo. 85 tahun 1999 dan PP nomor 101 tahun 2014.
Limbah B3 berupa fly ash & bottom ash yang dihasilkan berjumlah total  56 ton per hari.

Kronologis kasus ini bermula dari adanya pengaduan dari masyarakat pada tanggal 27
Februari 2013, bahwa ada kegiatan penimbunan fly ash dan bottom ash yang diduga berasal
dari PT. Indo Bharat Rayon. Kemudian pada tanggal 4 Maret 2013, Asisten Deputi (Asdep)
Penyelesaian Sengketa Lingkungan KLH bersama-sama dengan BLH Purwakarta melakukan
verifikasi ke lokasi dan ditemukan adanya timbunan fly ash dan bottom ash.

Berdasarkan hal tersebut, pada tanggal 17 April 2013, Penyidik PPNS Lingkungan
Hidup melakukan olah tempat kejadian perkara bersama-sama dengan Asdep Penyelesaian
Sengketa Lingkungan Hidup KLH dan Asdep Pengaduan dan Penaatan Hukum Adminsitrasi
Lingkungan KLH ditemukan adanya pembuangan (dumping) limbah B3 berupa fly ash &
bottom ash dan kemasan bekas B3 pada media tanah di dalam area pabrik dan di Rawa
Kalimati. Berdasarkan foto yang didapatkan melalui citra satelit, bahwa Rawa Kalimati mulai
menjadi hitam dan mulai terlihat adanya pendangkalan sejak tahun 2009 hingga tahun 2015.

Pada tanggal 12 Oktober 2015, Penyidik PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan bersama-sama dengan Jaksa Peneliti dan Ahli Lingkungan melakukan kunjungan
tempat kejadian perkara dan menemukan bahwa ditemukan adanya timbunan dan hamparan
limbah B3 berupa fly ash & bottom ash di lokasi Rawa Kalimati yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Desa Cilangkap sebagai area penanaman padi (sawah).

PT. Indo Bharat Rayon diduga melakukan tindak pidana di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup berupa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut,
atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan tidak melakukan pengelolaan limbah B3
dan melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, sesuai
dengan Pasal 98, Pasal 103, Pasal 104 jo Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dengan ancaman pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).

2.2 Analisis Kasus

Terkait kasus diatas Pengelolaan Limbah B3 ditetapkan berdasarkan Peraturan


Pemerintah (PP) No. 19 tahun 1994 yang dibaharui dengan PP No. 12 tahun 1995 dan
diperbaharui kembali dengan PP No. 18 tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 yang dikuatkan
lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 74 tahun 2001 tanggal 26 November 2001 tentang
pengelolaan limbah B3. Pengertian B3 Menurut PP No. 18 tahun 1999, yang dimaksud
dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakan
lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta mahluk hidup lain.

Intinya adalah setiap materi yang karena konsentrasi dan atau sifat dan atau
jumlahnya mengandung B3 dan membahayakan manusia, mahluk hidup dan lingkungan,
apapun jenis sisa bahannya. Dengan Tujuan pengelolaan B3 adalah
untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah
tercemar sehingga sesuai dengan fungsinya kembali. Dari hal ini jelas bahwa setiap
kegiatan/usaha yang berhubungan dengan B3, baik penghasil, pengumpul, pengangkut,
pemanfaat, pengolah dan penimbun B3, harus memperhatikan aspek lingkungan dan menjaga
kualitas lingkungan tetap pada kondisi semula. Dan apabila terjadi pencemaran akibat
tertumpah, tercecer dan rembesan limbah B3, harus dilakukan upaya optimal agar kualitas
lingkungan kembali kepada fungsi semula.

Dapat disimpulkan bahwa jelas PT. Indo Bharat Rayon melakukan kesalahan, dengan
tidak melaksanakan UU tersebut diatas dan tidak memperhatikan aspek lingkungan. Bahkan
PT tersebut melakukan Dumping limbah tanpa izin. Yang mana berdasarkan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Dumping (pembuangan) limbah B3 adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau
memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu dan lokasi tertentu
dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup berupa laut.

Jika kita memperhatikan dasar-dasar dalam pengelolaan limbah B3 Berbagai jenis


limbah buangan yang tidak memenuhi standar baku mutu merupakan sumber pencemaran
dan perusakan lingkungan yang utama. Untuk menghindari terjadinya kerusakkan lingkungan
perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup
berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan
kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan.

Dengan kata lain, PT. Indo Bharat Rayon melakukan kerusakan pada
lingkungan dan tanpa izin membuang limbah. Sehingga akibatnya lingkungan menjadi rusak
dan tercemar. Karena limbah yang berbahaya dan beracun. Mengenai keputusan yang sudah
dibuat, maka sangat tepat bahwa PT. Indo Bharat Rhayon dijatuhi Pasal 98, Pasal 103, Pasal
104 jo Pasal 116 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
DAFTAR PUSTAKA

https://www.republika.co.id/berita/nasional/lingkungan-hidup-dan-hutan/16/04/29/o6drb7368-
pengadilan-sidang-tindak-pidana-lingkungan-di-purwakarta

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/4431/f.%20BAB%20II.pdf?sequence=6&isA
llowed=y

http://hima-k3.ppns.ac.id/pengelolaan-limbah-bahan-beracun-dan-berbahaya-b3/

https://docplayer.info/48801608-Bab-ii-dasar-dasar-pengelolaan-limbah-b3.html

Anda mungkin juga menyukai