Perumusan pidana pokok yang lain selain denda sebagaimana sering dirumuskan
sekarang ini dalam beberapa undang-undang yang tersebar diluar KUHP, dapat saja
dilakukan oleh karena menurut Barda Nawawi Arief, jenis pidana atau tindakan terhadap
korporasi dapat berupa:1
a. Financial Sanction
Merupakan sanksi pidana dalam bentuk denda yang besarannya dianggap tepat dan
dapat dijatuhkan kepada korporasi. Apabila korporasi tidak mau melaksanakan atau
tidak mampu melaksanakannya maka pengganti dari pidana denda tersebut
bukanlah bentuk pidana penjara atau kurungan sebagaimana diatur dalam KUHP,
melainkan perampasan aset atau harta dari korporasi itu sendiri. Financial Sanction
dalam hal ini misalnya denda, peningkatan pajak yang harus dibayar dan lain
sebagainya.
c. Stigmatising Sanctions
Mengingat korporasi atau perusahaan adalah “bisnis kepercayaan” menurut hemat
penulis mengutip pendapat Brickey yang menyatakan bahwa: “…pengumuman
keputusan hakim (publication), merupakan sanksi yang sangat ditakuti oleh
korporasi…” nampaknya Stigmatising Sanctions dapat menjadi sanksi yang paling
ditakuti oleh korporasi.
Pengaturan mengenai sanksi pidana untuk koporasi ini tersebar diberbagai
peraturan perundangan-undangan yang mengatur khusus mengenai tindak pidana
tertentu, antara lain yaitu:
1. Financial Sanction
UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
UU No.20 Tahun 2001
Sanksi pidana denda yang dijatuhkan pada korporasi terdapat dalam UU ini
diatur dalam:
a) Pasal 2 ayat (1)
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
1
Barda Nawawi Arief, “Kapita Selekta Hukum Pidana”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 83.
200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
b) Pasal 3
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
2. Structural Sanction
UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
UU No.20 Tahun 2001
Sanksi pidana ini terdapat dalam Pasal 18 mengenai pidana tambahan
sebagaimana dimaksud dalam KUHP, yaitu:
a) perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud
atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh
dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di
mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang
mengantikan barang-barang tersebut;
b) pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya
sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
c) Penutupan Seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama
1 (satu) tahun;
d) Pencabutan Seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan
Seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat
diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana.
3. Stigmatising Sanction
UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
UU No.20 Tahun 2001
Sanksi pidana berupa stigmatizing sanction dalam UU ini diatur dalam
Pasal 38 ayat (3) yaitu:
Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh
penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah
Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya