Disusun oleh:
Siti Zainab
NIM: S20162011
(No. urut absen: 30)
FAKULTAS SYARIAH
PRODI MUAMALAH
Desember, 2018
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING
disusun oleh:
Siti Zainab
NIM: S20162011
ABSTRAK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era ekonomi global seperti saat ini teknologi semakin
berkembang pesat, sehingga dalam persaingan usaha pun semakin ketat.
Dalam hal ini, dunia usaha dituntut untuk menyesuaikan dengan tuntutan
pasar yang mengharuskan respon cepat dan fleksibel dalam pelayanan
pelanggan. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan melakukan efisiensi dan
meningkatkan produktivitas.1 Dalam hal ini, maka muncul penerapan sistem
kerja outsorcing (alih daya), dimana ada sebuah perusahaan yang
menyediakan jasa tenaga kerja sesuai bidangnya masing-masing yang
kemudian perusahaan penyedia atau pemberi pekerjaan akan menyerahkan
atau mengalihkan pekerjaan penunjang perusahaan kepada perusahaan
penyedia jasa tenaga kerja, dengan berdasarkan suatu perjanjian (kontrak)
yang disepakati dan dibuat secara tertulis. Dengan menggunakan sistem ini
perusahaan tidak perlu lagi mengurusi persoalan perekrutan karyawan yang
begitu rumit dan memakan waktu yang sangat lama.
Saat ini sudah banyak perusahaan-perusahaan yang menggunakan atau
memanfaatkan tenaga kerja outsourcing, bahkan perusahaan-perusahaan milik
pemerintah (BUMN) juga banyak yang memanfaatkan sistem kerja
outsourcing. Karena dengan memanfaatkan hal itu akan lebih memudahkan
1 Krisman Hara Sitompul, dan Y.C. Thambun Anyan Agus, Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja
Dalam Pelaksanaan Pemborongan Pekerjaan Pada PT Sari Bumi Kusuma Unit Industri Kumpai
perusahaan dalam meningkatkan dan memajukan perusahaan tersebut.
Apabila dilihat dari kenyataan yang terjadi, sampai saat ini banyak
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Bahkan dalam perusahaan berplat
merah pun (BUMN) yang seharusnya menjadi acuan dari perusahaan-
perusahaan swasta, juga masih banyak terjadi penyimpangan. Penyimpangan
tersebut yang membuat tenaga kerja outsourcing semakin terhimpit dalam
sebuah permasalahan ekonomi. Jika perusahaan ber plat merah yang
seharusnya menjadi acuan saja masih melanggar peraturan yang ada, lalu
bagaimana dengan perusahaan-perusahaan swasta yang akan mengacu pada
perusahaan-perusahaan milik Negara. Berbagai permasalahan yang terjadi
dalam perlindungan hukum bagi para tenaga kerja pada pelaksanaannya masih
kurang atau bahkan masih jauh dari harapan. Diluar peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan masih terdapat pengusaha yang membuat aturan
sendiri untuk kepentingan perusahaannya yang menyalahi aturan undang-
undang. Sehingga tidak memperhatikan hak-hak para tenaga kerja.2.
Dalam Undang-Undang ketenagakerjaan, outsourcing disebut juga
dengan pemborongan kerja. Ketentuan mengenai tenaga kerja outsourcing
diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
lebih tepatnya dalam pasal 64,65, dan 66. Undang-Undang ini merupakan
salah satu aturan yang mengatur tentang ketenagakerjaan dengan tujuan agar
para pekerja atau buruh dapat terpenuhi hak-haknya dan mendapatkan
perlindungan hukum.3 Peraturan perundang-undangan ini mengatur segala
yang bersangkutan dengan sistem outsourcing meskipun belum secara
terperinci, namun sudah ada indikasi yang menghubungkan secara langsung
mengenai sistem outsourcing.
2 Endri Hastuti, 2017, Perlindungan Hukum TerhadapTenaga Kerja Outsourcing (studi kasus PT Lor
International Hotel Solo), Skripsi Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, hlm. 4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan diatas, maka dalam
karya tulis ilmiah ini akan dieumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan sistem kerja outsourcing?
2. Bagaimana perlindungan kerja bagi tenaga kerja outsourcing di
perusahaan BUMN?
C. Tujuan Penelitian
Pengajuan rumusan masalah tersebut diatas adalah dengan tujuan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui konsep pelaksanaan sistem kerja
outsourcing.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi tenaga kerja
outsourcing di perusahaan BUMN.
PEMBAHASAN
A. Tinjauan umum tentang ketenagakerjaan
Dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa, baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. 4 Kemudian
dalam Pasal 1 angka (3) juga diterangkan pengertian dari pekerja/buruh, yaitu
4 Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk
lain.5 Maka dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa tenaga kerja
ataupun pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja pada orang lain
dengan mendapat upah atau bekerja untuk diri sendiri dengan tidak
mendapatkan uah atau imbalan. Tenaga kerja meliputi pegawai negeri, pekerja
formal, pekerja informal, dan orang yang belum bekerja atau pengangguran.
Dengan kata lain, pengertian tenaga kerja adalah lebih luas dari pada
pekerja/buruh.6
Sedangkan hukum ketenagakerjaan adalah suatu hukum yang
mengatur mengenai tenaga kerja. Peraturan mengenai tenaga kerja di
Indonesia telah dilakukan beberapa kali perubahan, yang pertama diatur
dalam Undang-Undang No.14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketentuan
Tenaga Kerja, kemudian di ubah dengan Undang-Undang No.25 Tahun 1997
tentang Ketenagakerjaan, kemudia diubah lagi dengan Undang-Undang No.13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mana UU No.13 tahun 2003
tersebut berlaku hingga saat ini. hukum ketenagakerjaan mencakup bidang
hukum kepegawaian (hukum yang mengatur tentanghubungan antara negara
dengan pegawai/pegawai negeri) dan bidang perburuhan (mengatur hubungan
anatara buruh dengan majikan).
Tenaga kerja mempunyai peran dan kedudukan yang sangat penting
dalam pembangunan nasional, oleh karena itu perlu pembangunan
ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja serta perlindungan
tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan norma yang ada. Perlindungan
terhadap tenaga kerja tersebut dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar
pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan kerja guna meningkatkan
kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya namuntetap memperhatikan
6 Asri Wijayanti, S.H., M.H., Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,
2017), 1
kemajuan usaha. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai tujuan khusus
yang tertuang dalam ketentuan pasal 4 UU No.13 Tahun 2003, yaitu:7
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara
optimal dan manusiawi;
b. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan
tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah;
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam
mewujudkan kesejahteraan;
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Untuk dapat melaksanakan tujuan tersebut, maka perlu diadakan
perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan sebagaimana halnya
yang telah dicantumkan dalam Pasal 7-8 UU No.13 tahun 2003
7 Ibid, 7
8 Komang Priambada & Agus Eka Maharta, Outsourcing Versus Serikat Pekerja, (Jakarta: Alihdaya
Publishing, 2008), 12
dengan adanya sistem kerja outsourcing memberikan kemudahan bagi suatu
perusahaan dalam mencari tenaga kerja ahli dalam bidang tertentu, juga
memperluas lapangan kerja bagi masyarakat yang tidak berpendidikan tinggi,
karena memang tenaga yang dibutuhkan dalam sistem kerja outsourcing tidak
mengharuskan pendidikan yang tinggi, sehingga dengan ini akan mengurangi
banyaknya pengangguran yang ada. Namun adanya sistem ini juga tidak
menutup kemungkinan akan menciptakan kerugian terutama bagi pihak
tenaga kerja outsourcing itu sendiri. Ketentuan mengenai outsourcing tidak
dicantumkan secara gamblang dalam UU No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, namun ketentuan outsourcing ini dalam UU
Ketenagakerjaan dikatakan sebagai penyerahan sebagian pekerjaan melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis, lebih tepatnya
outsourcing diatur dalam pasal 64, 65, dan 66.
Dari paparan diatas, maka dapat dikatakan bahwa outsourcing dari
segi hukum ketenagakerjaan mempunyai tiga unsur, yaitu:9
1. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan oleh perusahaan;
2. Kepada perusahaan lainnya; dan
3. Melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian penyedia
jasa pekerja/ buruh.
Untuk dapat menyerahkan pelaksanaan pekerjaan melalui
pemborongan pekerjaan (outsourcing), maka harus memenuhi ketentuan yang
ada pada pasal 65 UU No.13 Tahun 2003, dimana salah satu ketentuan
tersebut yaitu mengenai penyerahan pekerjaan penunjang dari suatu
perusahaan yang menyediakan pekerjaan kepada perusahaan penyedia jasa
tenaga kerja dilakukan dengan menggunakan sebuat kontrak atau perjanjian
yang disepakati oleh kedua perusahaan tersebut. Perjanjian kerja yang
digunakan adalah salah satu dari dua jenis perjanjian kerja sebagaimana
berikut ini:
1. Pejanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
2. Perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT)
12 Surya Tjandra dan Marina Pangaribuan, Kompilasi Putusan Pengadilan Hubungan Industrial
Terseleksi 2006-2007, (Jakarta: TURC, 2008), 135-136
13 Ibid, 136-137
Adanya sistem kerja outsourcing ini mempunyai tujuan-tujuan
tertentu. Tujuan strategis dari suatu outsourcing yaitu bahwa outsourcing
digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan kemapuan dan keunggulan
kompetitif perusahaan agar dapat mempertahankan dan meningkatkan pangsa
pasar. Oleh karena itu pekerjaan harus diarahkan pada pihak yang professional
artinya pada pekerja yang ahli dalam bidang yang bersangkutan dan lebih
berpengalaman dalam bidang tersebut dari pada perusahaan sendiri dalam
melaksanakan jenis pekerjaan penunjang atau bukan merupakan pekerjaan inti
dari perusahaan tersebut.14 Maksud dari tujuan strategis ini adalah dengan
melakukan outsourcing perusahaan ingin meningkatkan kemampuannya
dalam berkompetisi dan bersaing dengan perusahaan lain yang merupakan
pesaingnya atau hanya sekedar meningkatkan kemampuan kompetitifnya.
Kompetisi dalam perusahaan umumnya terjadi dalam tiga hal, yaitu
dalam harga produk, mutu produk, dan pelayanan dari pihak perusahaan itu
sendiri. Oleh karena itu diharapkan dengan adanya sisten kerja outsourcing,
maka pekerja yang diborong tersebut bisa memberikan kontribusi dalam hal
meningkatkan kemampuan kompetitif perusahaan, khusunya dalam hal
pelayanan, karena system kerja outsourcing bukan merupakan pekerjaan inti,
maka kontribusi pekerja outsourcing hanya sebatas dalam pelayanan, untuk
peningkatan harga dan mutu produk merupakan pekerjaan inti, jadi pekerja
outsourcing hanya mendukung dalam hal tersebut.
Selain tujuan yang telah disebutkan diatas, system kerja outsourcing
juga bertujuan untuk mengefisienkan biaya produksi dan risiko pekerjaan.
Efisian biaya produksi disini maksudnya adalah perusahaan dapat mengurangi
biaya produksi dalam upah pekerja karena perusahaan hanya membayar pada
perusahaan outsourcing yang biasanya memang cenderung lebih murah dari
pada merekrut pekerja sendiri, juga mengurangi biaya pesangon bagi pekerja
outsourcing. Sedangkan risiko pekerjaan maksudnya adalah bahwa
16 Heru Suyanto dan Andriyanto Adhi Nugroho, Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pekerja
Outsourcing Berdasarkan Asas Keadilan, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pembangunan
masyarakat. Bronislaw Malinowski dalam bukunya “Crime and Costum In
Savege”, mengatakan bahwa hukum tidak hanya beperan di dalam keadaan-
keadaan yang penuh kekerasan dan pertentangan, akan tetapi bahwa hukum
juga berperan pada aktivitas sehari-hari.17
Perlindungan hukum bagi pekerja sangat diperlukan mengingat
kedudukan pekerja berada pada pihak yang lemah.Perlindungan terhadap
pekerja dimaksudkan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak dasar pekerja
dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas
dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja. Secara teori, dalam
hubungan Perburuhan Industrial Pancasila, ada asas hukum yang mengatakan
bahwa, buruh dan majikan mempunyai kedudukan yang sejajar.Menurut
istilah perburuhan disebut partner kerja.Namun dalam praktiknya, kedudukan
keduanya ternyata tidak sejajar. Pengusaha sebagai pemilik modal mempunyai
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan pekerja.Ini jelas tampak dalam
penciptaan berbagai kebijakan dan peraturan perusahaan”.18Mengingat
kedudukan pekerja yang lebih rendah dari majikan inilah maka perlu campur
tangan pemerintah untuk memberikan perlindunganhukum, agar keadilan
dalam ketenagakerjaan lebih cepat tercapai.
Kranenburg merupakan penganut teori Negara kesejahteraan.Menurut
dia, tujuan Negara bukan sekedar memelihara ketertiban hukum, melainkan
juga aktif dalam mengupayakan kesejahteraan warganya.Kesejahteraan dalam
hal ini mencakupi berbagai bidang, sehingga selayaknya tujuan Negara itu
disebut plural yakni upaya pencapaian tujuan-tujuan Negara itu dilandasi oleh
keadilan secara merata dan seimbang.19
Pemikiran teori negara kesejateraan ini diakomodir dalam pembukaan
UUD Negara RI Tahun 1945.Dengan demikian maka dalam konteks
hubungan kerja tersebut tidak lepas dari peran dan tujuan Negara sehinggga
dapat dicegah terjadinya eksploitasi oleh pihak pengusaha terhadap buruh
dalam hubungan kerja.Buruh sebagai pihak yang lemah, sarat keterbatasan
selayaknya mendapatkan perlindungan hukum, disamping wajib sebagai hak
konstitusional. Hak-hak yang dapat dikategorikan sebagai hak konstitusional
buruh antara lain : dalam pasal 27 ayat (2) UUD 45 yang menyatakan, “Tiap-
tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan”.
Nasional “Veteran”)
18 Sehat Damanik, Outsourcing dan Perjanjian Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, (Jakarta: DSS Publishing, 2006), 102
19 Franz Magnis Suseno, Kuasa dan Moral, (Jakarta: PT. Gramedia, 1990), 27
Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan
menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,
ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu,
yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke
dalam sebuah hak hukum. Dalam ilmu hukum “Hak” disebut juga hukum
subyektif, Hukum subyektif merupakan segi aktif dari pada hubungan hukum
yang diberikan oleh hukum obyektif (norma-norma, kaidah, recht).
Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan
perlindungan kepada pekerja/buruh dalam mewujudkan kesejahteraan, yaitu
sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 huruf c UU Ketenagakerjaan.
Lingkup perlindungan terhadap pekerja/ buruh yang diberikan dan diatur
dalam UU Ketenagakerjaan adalah:20
1. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja.
2. Perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Perlindungan
atas keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu hak dari
pekerja atau buruh seperti yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 86 ayat
(1) huruf UU Ketenagakerjaan. Oleh karena itu pengusaha wajib
memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi para
pekerjanya. Perlindungan ini wajib diadakan dengan tujuan mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal dengan cara mencegah terjadinya suatu
kecelakaan atau sakit akibat kerja.
3. Perlindungan atas Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Perlindungan ini
maksudnya adalah perlindungan terhadap pekerja/ buruh yang berupa
santunan atau dalam bentuk pelayanan akibat dari peristiwa atau keadaan
yang dialami oleh pekerja/buruh berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.
4. Perlindungan atas upah. Upah merupakan aspek paling penting disini,
karena bagi setiap pekerja/ buruh yang bekerja yang diharapkan adalah
upah yang merupakan penghasilan bagi merea untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya dan memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah
penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya
sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan
keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang,
perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Upah
yang dibayarkan kepada pekerja harus sesuai dengan Upah Minimum
Regional (UMR).
Kedudukan pekerja sebenarnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi
yuridis dan dari segi sosial ekonomis. Dari segi sosial ekonomis, pekerja
memerlukan suatu perlindungan hukum dari pemerintah ataupun negara atas
kemungkinan adanya tindakan pengusaha yang semaunya sendiri. Bentuk
Franz Magnis Suseno. 1990. Kuasa dan Moral. Jakarta: PT. Gramedia.
Heru Suyanto dan Andriyanto Adhi Nugroho. Perlindungan Hukum Terhadap Hak-
Hak Pekerja Outsourcing Berdasarkan Asas Keadilan. Jakarta: Fakultas
Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”.
Komang Priambada & Agus Eka Maharta, 2008. Outsourcing Versus Serikat Pekerja.
Jakarta: Alihdaya Publishing.
Krisman Hara Sitompul dan Y.C. Thambun Anyan Agus, Perlindungan Hukum
Terhadap Pekerja Dalam Pelaksanaan Pemborongan Pekerjaan Pada PT
Sari Bumi Kusuma Unit Industri Kumpai