DOSEN PENGAMPU
Dr. Fithriatus Shalihah, S.H., M.H
DISUSUN OLEH
Safiera Auliya Yahya
2100024146
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, penyedia tenaga kerja atau perusahaan yang menyediakan tenaga kerja,
haruslah berbadan hukum sebagai lembaga yang memiliki legalitas dalam menjamin hak-hak
1
tenaga kerja, aturan ini tertuang dalam Undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003,
sebagai persoalan syarat adanya perusahaan yang menyediakan tenaga kerja. Mengutip dari
Doni Judian, terdapat lima jenis persoalan yang kerap mengganjal para pekerja outsourcing,
yaitu :
1
Doni Judian, Tahukah Anda Tentang Pekerja Tetap, Kontrak, Freelance Outsourcing (Jakarta Timur, Dunia Cerdas),
hal. 163-165
2
Indrasari Tjandraningsih, Rina Herawati, Suhadmadi, Diskriminatif dan Eksploitatif, Akatiga-FSMPSI-FES, Desember
2010
2
B. Rumusan masalah
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian outsourcing
Outsourcing adalah sistem yang menyediakan jasa pekerja, atau dikenal dengan sistem
kerja kontrak, dimana sistem ini seringkali dipandang sebagai tindakan yang memperluas
pengambilan hak keputusan terhadap pihak lain, dalam ketenagakerjaan, outsourcing diartikan
sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh
suatu perusahaan. (lalu husni, 2003: 177-178). Dalam Undang-undang ketenagakerjaan,
memang tidak disebutkan secara tegas mengenai pengertian dari outsourcing, namun
pengaturannya, dapat dilihat didalam Pasal 64 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003, dimana
adanya suatu perjanjian kerja, dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, dimana
perusahaan itu diperbolehkan menyerahkan beberapa pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan tenaga kerja yang dibuat secara tulisan.
Pengertian yang rinci mengenai outsourcing ini adalah, merupakan sistem atau bentuk
dari oerjanjian kerja yang dilakukan oleh perusahaan pemberi kerja engan perusahaan penyedia
tenaga kerja atau outsourcing, yang mana perusahaan pemberi kerja meminta kepada
perusahaan penyedia tenaga kerja u tuk bekerja diperusahaan pemberi kerja, dengan membayar
upah dan menentuian waktu tertentu sesuai kesepakatan para pihak. Sementara, pekerja
outsourcing diambil dari tiap-tiap orang yang bekerja di perusahaan penyedia jasa kerja,
dengan menerima imbalan, kemudian tenaga kerja outsourcing ini, dialihkan kepada
perusahaan pemberi kerja melalui perjanjian tertulis. Hal ini diatur dalam Pasal 1 ayat (2)
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.220/MEN/2007 tentang syarat
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.
4
dalam hal kegiatan penunjang. Revisi didalam Undang-Undang Cipta Kerja, hal keterbatasan
pelaksanaan pekerjaan ini tidak dicantumkan terkait persoalan yang dilarang dilakukan alih
daya, namun alih daya hanya didasarkan pada waktu tertentu dan tidak tertentu. Dalam pasal
66 Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja, berbunyi “hubungan kerja antara perusahaan
alih daya dengan pekerja atau buruh yang dipekerjakannya, didasarkan pada perjanjian kerja
waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu”.
2. Mekanisme outsourcing
Perkembangan dari adanya perusahaan, menimbulkan persaingan yang kuat dalam dunia
industrial, hal itu bersal dari perkembangan ekonomi yang semakin global dan memiliki
kemajuan teknologi begitu luas dan cepat. Kemudian dampak dari pengaruh daya saing
tersebut, muncullah sistem kerja outsourcing yang memborong beberapa kegiatan dari
perusahaan ke perusahaan lainnya, yang dikenal dengan istilah perusahaan penyedia tenaga
kerja, kepada perusahaan pemberi pekerjaan.
Apabila perusahaan penyedia jasa tenaga kerja ingin menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaannya kepada perusahaan pemberi kerja, maka haruslah memenuhi syarat-syarat yang
berlaku, berdasarkan Pasal 65 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 jo Pasal 6 ayat (1)
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 220/Men/X/2004 tentang syarat-
syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain.3
3
Hidayat Muharram, 2006
5
praktik dalam melaksanakan pekerjaan itu, haruslah memenuhi syarat-syarat diantaranya
sebagai berikut :
Syarat tersebut menjadi satu kesatuan bagi terlaksanakannya sistem itu, sehingga, jika salah
satu syarat tidak dipernuhi, maka hal itu tidak dapat di outsourcing kan.
3. Manfaat outsourcing
6
hingga terlaksanakan dengan baik, namun dalam melaksanakan sistem ini, juga perlu
diperhatikan terkait hak-hak dari tenaga kerja. Sehingga tidak timbul diskriminasi atau hal
yang mampu membatasi hak dari pekerja.
Pelaksanaan sistem kerja outsourcing menuai dampak yang perlu diperhatikan, seperti
contoh adanya perbedaan upah antara pekerja kontrak dengan pekerja tetap, kemudian
tidak adanya jaminan masa depan dan jaminan sosial, keterbatasan dalam mengikuti
organisasi, serta adanya diskriminasi usia dan status perkawinan.
Mencoba membahas poin pertama, yakni adanya unsur perbedaan upah bagi pekerja
tetap dan pekerja kontrak, dalam hal ini, pekerja kontrak dalam melaksanakan
pekerjaannya dimana dilakukan ditemoat yang sama dan dengan waktu kerja yang sama,
tetap emndapatka upah yang berbeda, pekerja kontrak cenderung mendapatkan upah 14%
lebih rendah dengan rata-rata 17% lebih rendah dari gaji pokok pekerja tetap. Jika berbicara
terkait waktu yang ditentukan atau istilahnya kontrak, terdapat pelanggaran peraturan
mengenai hal itu, bisa terjadi dalam berbagai bentuk, seperti perpanjangan yang dilakukan
lebih dari dua kalidan dalam beberapa kasus kontrak diperpanjang hingga belasan kali.
Sedangkan didalam aturan yakni Undang-Undang PKWT yang didasarkan ada jangka
waktu tertentu, dapat dilakukan hanya paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang
satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
4
Tim Kajian Akademis Independen, 2006
7
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
1. Pengertian outsourcing
Jika mengacu pada peraturan yang berlaku, outsourcing dikenal dengan istilah pelaksanaan
kegiatan pekerjaan dari penyedia tenaga kerja, kepada perusahaan pemberi pekerjaan,
istilah ini disebut secara singkat dengan pekerja kontrak, dimana dalam kesepakatan antar
pihak, terdapat syarat secara tertulis berisikan waktu dan upah yang ditentukan.
2. Mekanisme outsourcing
Mekanisme dalam menerapkan sistem kerja ini, dilakukan dengan suarat perjanjian yang
dobuat secara tertulis oleh para pihak, yakni perusahaan penyedia tenaga kerja, perusahaan
pemberi pekerjaan, dan karyawan outsourcing. Didalam pelaksanaanya, menuai beberapa
keterbatasan yang dilarang dilakukan bagi karyawan kontrak itu, seperti tidak boleh ikut
serta dalam kegiatan pokok, kecuali kegiatan penunjang.
Seperti yang sudah diuraikan, bahwa polemik dalam melaksanakan sistem ini menuai
persoalan yang dinilai malah kapitalis dan terdapat unsur diskriminatif. Perusahaan
pemberi pekerjaan justru diberikan keleluasaan dalam mengatur pemberian upah dan
waktu bagi pekerja kontrak, perusahaan pemberi pekerjaan tersebut bisa jadi memiliki
tujuan untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya dengan memberikan upah
8
yang sekecil-kecilnya, bahkan untuk persoalan upah, faktanya adalah pekerja kontrak
memiliki upah sampai 24% lebih rendah dari pekerja tetap.