FILSAFAT HUKUM
STUDI KRITIS TERHADAP SISTEM KERJA OUTSOURCING
DI INDONESIA
Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH:
NIM. _______________
PASCASARJANA HUKUM
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Filsafat
Hukum Studi Kritis terhadap Sistem Outsourcing di Indonesia, ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Prof.Dr.Abdul
Ghofur Anshari,S.H.,M.H. selaku Dosen mata kuliah Filsafat Hukum yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai sistem outsourcing yang berkeadilan dan bermanfaat.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda
demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
2
Bab I
PENDAHULUAN
Pekerja antar waktu dan pekerja borongan yang kemudian pepuler dengan sebutan
pekerja outsourcing merupakan sistem kerja yang terbilang baru khususnya di Indonesia.
Sistem kerja outsourcing di terapkan di Indonesia pada tahun 2003 ketika pemerinthan
Megawati Sukarno Putri, melalui undang-undang Nomer 13 Tahun 2003 sebagai payung
hukumnya. Sebelumya, sistem kerja outsourcing tidak dikenal di Indonesia, karena sistem
kerja yang demikian itu dirasa merugikan para pekerja Indonesia.
Sejak diterapkan sistem kerja outsourcing pada tahun 2003 yang diatur dalam
undang-undang Nomer 13 Tahun 2003 banyak menuai pro dan kontra dikalangan
masyarakatan, khususnya masyarakat pekerja sebagai objek dari sistem kerja tersebut.
Pekerja merupakan pihak yang kontra dan menentang terhadap kebijakan pemerintah yang
dituangkan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tersebut. Sedangkan pemerintah sendiri
merupakan pihak yang pro dan mendukung terhadap peraturan yang dibuatnya tersebut,
tentu dengan berbagai alasan pembenar yang telah dirancangnya.
Rumusan Masalah
3
4. Apakah penerapan sistem tersebut sudah memenuhi rasa keadilan bagi
pekerja/buruh?
5. Bagaimana solusi atas permasalahan tersebut?
Tujuan
4
Bab II
PEMBAHASAN
5
2) Dilakukan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
3) Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
4) Tidak menghambat proses produksi secara langsung.
b. Perusahaan penerima pemborongan pekerjaan harus berbentuk badan
hukum.
c. Memberikan perlindungan dan syarat-syarat kerja minimal sama dengan
perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
d. Pelaksanaan hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan dan
pekerja/buruh diatur dalam perjanjian secara tertulis.
e. Hubungan kerja tersebut dalam butir d dapat dilakukan dengan perjanjian
kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu jika
memenuhi persyaratan PKWT (Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003).
f. Jika butir a dan b tersebut di atas tidak terpenuhi, demi hukum hubungan
kerja beralih menjadi hubungan kerja antara perusahaan pemberi pekerjaan
dan pekerja/buruh yang bersangkutan.
a. Dibuat dalam bentuk tertulis, tidak boleh secara lisan (tidak tertulis).
b. Untuk jenis atau sifat pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan PKWT (Pasal
59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003) dibuat dengan perjanjian kerja
waktu tidak tertentu (PKWTT). Jadi, tidak boleh menggunakan PKWT karena
tidak memenuhi ketentuan PKWT.
2. Perjanjian Jasa Penyedia Pekerja/Buruh
Berdasarkan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 diatur
penyerahan pelaksanaan pekerjaan melalui perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
sebagai berikut:
a. Tidak boleh mempergunakan pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh untuk melaksanakan kegiatan produksi atau kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi.
Kegiatan pokok (core business) atau kegiatan yang berhubungan langsung
dengan proses produksi adalah jelas bukan kegiatan penunjang dalam suatu
perusahaan. Yang termasuk kegiatan penunjang, antara lain, usaha
pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyedia makanan bagi
pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengamanan (security), usaha jasa
penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan
angkutan pekerja/buruh.
b. Penyedia jasa pekerja/buruh:
1) Harus memenuhi syarat-syarat:
6
a) Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh
b) Perjanjian dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua pihak,
melalui perjanjian kerja untuk waktu tertentu jika memenuhi
persyaratan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan/atau
perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
c) Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul menjadi tanggungjawab perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh.
Dalam hal ini pekerja/buruh memperoleh hak (yang sama) atas
perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul dengan pekerja/buruh lainnya sesuai dengan
yang berlaku di perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh.
Perlindungan tersebut minimal harus sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d) Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan
wajib memuat pasal-pasal sebagaimana di maksud dalam undang-
undang ini.
2) Merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
c. Jika seluruh ketentuan di atas kecuali butir b.1)c) tidak terpenuhi, maka demi
hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan
penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
7
pemborong tunduk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yakni
Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan ke empat atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah.
Bab IV
8
PENUTUP
a. Kesimpulan
Sebagaimana penjelasan yang tertuang sebenarnya tidak ada masalah
dengan pengaturan sistem kerja outsourcing yang diatur dalam Undang-undang
Nomer 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, hanya saja perakteknya atau
penerapan dari sistem kerja outsourcing di lapangan tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan, sehingga sebenarnya yang perlu
ditekankan bukan penghapusan sistem kerja outsourcing tersebut, tetapi perbaikan
regulasi dan utamanya adalah pengawasan atas pelaksanaan sistem kerja
outsourcing tersebut yang perlu diperketat agar tidak terjadi penyalahgunaan.
b. Saran
Pemakalah dalam hal ini ingin memberikan beberapa saran yang bisa
dijadikan sebagai bahan diskusi atau bahkan usulan perbaikan atas undang-undang
ketenagakerjaan, diantaranya adalah:
1. Sebagaimana perubahan ekonomi dunia yang begitu cepat dengan adanya MEA
menjadi berita hangat akhir-akhir ini dengan tingkat persaingan dunia kerja ikut
meningkat, maka hukum sebagai dasar Negara menjadi penting kedudukannya
untuk selalu diperhatikan dan diperbaharui sejalan dengan kebutuhan
masyarakat.
2. Sistem outsourcing perlu dikaji dan diperbaiki dengan disinergikan dengan
peraturan perundang-undangan lainnya, khususnya mengenai peraturan
pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah yang perlu juga
diperbaharui karena yang berlaku terakhir pun masih tidak dapat
mengakomodir kepentingan dan keadilan bagi pekerja/buruh.
DAFTAR PUSTAKA
9
1. Khakim, Abdul 2014.Dasar-dasar hukum Ketenagakerjaan , cet. Ke – iv, Penerbit PT.
Citra Adiyakta Bakti. Bandung
2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang
Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain
10